Anda di halaman 1dari 30

Makalah

Asuhan keperawatan anak DHF

Dosen Pengajar:

Di Susun Oleh :
Kelompok 5
1. Ayasah pratita kirana 18010054
2. Titin wahyu ningru 18010063
3. Siti komariyah 18010071
4. Nur abidin 18010076
5. Ivadatus muttahida 18010095

YAYASAN PENDIDIKAN JEMBERINTERNASIONAL SCHOOL

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran allah SWT yang  telah  memberikan rahmat serta
karunia-Nya  kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah  ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “Asuhan Keperawatan Demam Berdarah Dengue”.

            Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

            Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga allah SWT senantiasa meridhai segala usaha
kita.

Kelompok 5, Oktober 2020

Kelompok 5
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar...................................................................................................... ii

Daftar Isi................................................................................................................. iii

BAB.I.LAPORAN PENDAHULUAN...............................................................

1.1 Latar Belakang.....................................................................................


1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................
a. Tujuan Umum
b. Tujuan Khusus
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi ................................................................................................
2.2 Etiologi................................................................................................
2.3 Patofisiologi.......................................................................................
2.4 Tanda dan Gejala................................................................................
2.5 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................
2.6 Penatalaksanaan Medis ..................................................................
BAB III PATHWAY ..........................................................................
BAB IV KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..............................
4.1 Pengkajian........................................................................................
4.2 Analisa Data....................................................................................
4.3 Diagnosa Keperawatan..................................................................
4.4 Intervensi ......................................................................................
4.5 Evaluasi ........................................................................................
BAB V KESIMPULAN ....................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampai saat ini telah di ketahui beberapa nyamuk sebagai vector dengue, walaupun
Ae.aegypti di perkirakan sebagai vector utama penyakit dengue hemorrahagic fever (DHF),
pengamatan epidemiologis dan percobaan penularan di laboratorium membuktikan bahwa
Ae.Scuttelaris dan Ae.Polinesiensis yang terdapat di kepulauan pasifik selatan dapat menjadi
vector demam dengue. Di kepulauan Rotuma di daerah Fiji padawa itu terjadi wabah demam
dengue pada tahun 1971 – 1972. Ae.retumae di laporkan satu-satunya vector yang ditemukan.
Di pulauponape, kepulauan caroline sebelah timur pada tahun 1974 terjadi letupan wabah
dengue; virus dengue tipe 1 telah berhasil diisolasi pada stadium akut dari darah penderita dan
ternyata Ae.hakansoni merupakan vektornya. Ae, cooki di duga merupakan vector pada waktu
terjadi pada wabah demam dengue di niue.
Di Indonesia, walaupun vector DHF belum di selidiki secara luas. Ae.Aegypti
diperkirakan sebagai vector terpenting di daerah perkotaan, sedangkan Ae.albopictus di daerah
pedesaan.
Di Indonesia Dengue Hemorrhagic Fever pertama kali di curigai di Surabaya pada
tahun 1968, tetapi konfirmasi virology baru di peroleh pada tahun 1970. Setelah itu berturut-
turut di laporkan kasus dari kota di Jawa maupun dari luar Jawa, dan pada tahun 1994 telah
menyebar keseluruh propinsi yang ada. Pada saat ini Dengue Hemorrhagic Fever sudah
endemis di banyak kota besar, bahkan sejak 1975 penyakit ini telah berjangkit di daerah
pedesaan. Oleh karena itu sudah seharusnya semua tenaga medis yang bekerja di Indonesia
untuk mampu mengenali dan mendiagnosisnya, kemudian dapat melakukan penatalaksanaan,
sehingga angka kematian akibat Demam Berdarah Dengue dapat ditekan.
Infeksi virus dengue pada manusia terutama pada anak mengakibatkan suatu spectrum
manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit ringan (mild undifferentiated febrile illness),
dengue fever, dengue hemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock syindrome (DSS); yang
terakhir dengan mortalitas tinggi di sebabkan renjatan dan perdarahan hebat . gambaran
manifestasi klinis yang bervariasi ini dapat di samakan dengan sebuah gunung es. DHF dan
DSS sebagai kasus - kasus yang dirawat di rumah sakit merupakan puncak gunung es yang
kelihatan di atas permukaan laut, sedangkan kasus - kasus dengue ringan (demam dengue dan
silent dengue infection) merupakan dasar gunung es. Di perkirakan untuk setiap kasus renjatan
yang dijumpai di Rumah sakit, telah terjadi 150 – 200 kasus silent dengue infection.
Demam dengue adalah demam virus akut yang di sertai sakit kepala, nyeri otot, sendi
dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-ruam.
Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah demam dengue
yang di sertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan.
Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam
syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini di sebut dengue shock syndrome
(DSS).
1.2. Tujuan Penulisan

a. Tujuan umum

Dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit DHF (dengue
hemorrhagic fever)
b. Tujuan khusus

1. Menjelaskan Definisi penyakit DHF

2. Menjelaskan etiologi DHF

3. Menjelaskan patofisiologi DHF

4. Menjelaskan tanda dan gejala DHF

5. Menyebutkan pemeriksaan penunjang penyakit DHF

6. Dapat menerapkan penatalaksanaan penyakit DHF

7. Dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit DHF


BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi

DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh
Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes
Albopictus dan Aedes Aegepty).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus
(arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus. (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis dengan 5 – 7 hari disertai gejala
perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya cukup tinggi (UPF IKA, 1994 ; 201)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang berlangsung akut
menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban
pada anak – anak berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat
menimbulkan syok yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk
Aedes. (Soedarto, 1990 ; 36).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari
pertama (Soeparman; 1987; 16).
. Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa
ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina) (Seoparman , 1990).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy,1995 )
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain
yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik.
(Sir,Patrick manson,2001).Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut
yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).
2.2 Etiologi

1. Virus dengue

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang
lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter
40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan
baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney)
maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36)

2. Vektor

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan
vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe
jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).

Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus
dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti
merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural)
kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada
genangan Air bersih yang terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes
Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan
bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu
pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3. Host

Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin
untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue
Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus
dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan
pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia
telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ;
38).
2.3 Patofisiologi

Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama-
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit
kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada
kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran
kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa
(Splenomegali).

Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-
antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5
akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan
merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan
(syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi
penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan
hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura,
dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami
renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan
hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan
gangguan koagulasi.Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir
di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
2.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :

- Meningkatnya suhu tubuh (Demam tinggi selama 5 – 7 hari

- Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.

- Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita

- Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.

- Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.

- Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.

- Pembengkakan sekitar mata.

- Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.

- Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun,
gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
Klasifikasi

Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF) dibagi menjadi
4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
Derajat I

Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji tourniquet hasilnya positif

Derajat II

Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan spontan seperti
petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena, perdarahan gusi telinga
dan sebagainya.
Derajat III

Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan
cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan darah menurun (120 /
80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.
Derajat IV

Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140 mmHg) anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
2.5 Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan pemeriksaan


dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga dapat ditegakan
dengan pemeriksaan laboratorium yakni :
- Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia
(mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994).
- Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi HI
(Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah
 Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari 1/20 dan
akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi pada infeksi kedua
atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut > 1/20 dan akan meningkat
dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari pada 1/2560.
 Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam stadium
rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)
- Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap jam atau 4-6
jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan) faal haemostasis x-foto dada,
elektro kardio gram, kreatinin serum.
- Laboratorium:

Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari 20%.
Secara singkat, pemeriksaan penunjang yang menunjukkan DHF :

a. Darah

1) Trombosit menurun.

2) HB meningkat lebih 20 %

3) HT meningkat lebih 20 %

4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3

5) Protein darah rendah

6) Ureum PH bisa meningkat

7) NA dan CL rendah
b. Serology : HI (hemaglutination inhibition test).

1) Rontgen thorax : Efusi pleura.

2) Uji test tourniket (+)


2.6 Penatalaksanaan Medis

Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF) bersifat


simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue Haemoragic Fever
(DHF) sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan, apabila orang tua dapat
diikutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah dengan kewaspadaan terjadinya syok
yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7 sakit ( Purnawan dkk, 1995; 571)

Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ; 203) yaitu:

- Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan kurang) atau
kejang–kejang.
- Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet positif/negatif,
kesan sakit keras (tidak mau bermain), Hb dan Ht/PCV meningkat.
- Panas disertai perdarahan- perdarahan.

- Panas disertai renjatan.


. Belum atau tanpa renjatan:

1. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat I dan II


Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994

; 203 – 206 adalah:

Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface cooling”.
Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,asetosal tidak boleh
diberikan
Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari

Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari

Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari


Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
a. Oral ad libitum atau

Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB

< 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg bersama –


sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak – banyaknya
dan sesering mungkin.
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus yang harus
diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut :
 100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg

 75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg

 60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg

 50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg


Obat-obatan lain :
- antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain

- antipiretik untuk anti panas

- darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.


Dengan renjatan:

1. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat III

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994

; 203 – 206 adalah.

a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam

Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi teraba
dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer
Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan infus tersebut dengan
jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam
dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi
waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam
24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
 100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg

 75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
 60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.

 50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.

b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan tensi
masih terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral dingin maka
penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau yang
lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB
dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL
sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi
sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 ml/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat
lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang
maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membaik
dilanjutkan dengan cairan RL dengan perhitungan sebagai berikut : kebutuhan cairan
selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat
mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.
2. Alur Tatalaksana Pemberian Cairan DHF Derajat IV
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF IKA, 1994
; 203 – 206 adalah.

a. Berikan cairan RL sebanyak 30 ml/Kg BB/1 jam, bila keadaan baik (T > 80
mmHg dan nadi < 120 x/menit, akral hangat lanjutkan dengan RL sebanyak 10
ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum tidak stabil infus RL dilanjutkan sampai
perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

b. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk.
Tensi tak terukur dan nadi tak teraba maka klien harus dipasang infus 2 tempat
dengan maksud satu tempat untuk RL 10ml/Kg BB/1 jam dan tempat lain untuk
pemberian plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 20
ml/Kg BB/1 jam selama 1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian
RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

c. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum masih buruk.
Tensi tak terukur secara palpasi dan nadi teraba cepat lemah, akral dingin maka
klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan
pemberian RL dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

d. Apabila setelah pemberian Rl 30 ml/Kg BB/ 1 jam keadaan umum membaik tetapi
tensi terukur kurang dari 80 mmHg dan nadi > 120 x/menit akral hangat atau akral
dingin maka klien ini sebaiknya diberikan plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai
30 ml/Kg BB/24 jam. Jika keadaan umum membaik lanjutkan pemberian RL
dengan perhitungan sebagai berikut :
Kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa
waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
Perhitungan kebutuhan cairan seperti yang tertera pada 2.a.

e. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 10 ml/Kg BB/1
jam tidak menunjukkan perbaikan T = 0, N = 0 maka klien ini perlu
dikonsultasikan ke bagian anestesi untuk dievaluasi kebenaran cairan yang
dibutuhkan apabila sudah sesuai dengan yang masuk. Dalam hal ini perlu monitor
dengan pemasangan CVP, gunakan obat Dopamin, Kortikosteroid dan perbaiki
kelainan yang lain.
f. Jika tata laksana grade IV setelah 2 jam sesudah plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 20 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1
jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T < 80, N > 120 x/menit), maka
klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran L atau
lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka
klien ini perlu dikonsultasikan ke bagian anestesi.

g. Jika tata laksana grade IV sesudah memperoleh plasma atau plasma ekspander
(dextran L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan RL 30 ml/Kg BB/1
jam belum menunjukkan perbaikan yang optimal (T > 80, N < 120 x/menit), akral
dingin maka klien ini perlu diberikan lagi plasma atau plasma ekspander (dextran
L atau lainnya) sebanyak 10 ml/Kg BB/1 jam dan dapat diulangi maksimal sampai
30 ml/Kg BB/24 jam. Jika reaksi perbaikan tidak tampak, maka klien ini perlu
dikonsultasikan ke bagian anestesi.
Untuk kasus – kasus yang sudah memperoleh cairan 60 mg/Kg BB/2 jam pikirkan
bahaya overload dan kemampuan kontraksi yang kurang. Dalam hal ini klien
perlu diberikan
BAB III

PATHWAY
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK E.C
DENGAN DHF GRADE II
DI RUANG MENULAR ANAK RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

4.1 Pengkajian

1. Identitas

Nama : An. E.C

Umur : 9 thn

Alamat : Tambak Asri 23/27 Surabaya

Agama : Kristen

Nama Ibu : Ny. T

Pendidikan : SMP

Nama Ayah : Tn S

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan swasta

Diagnosa Medik : DBD Grade II


Pengkajian tanggal : 13 Desember 2009

2. Keluhan Utama :

Sakit kepala, panas dan tidak nafsu makan.

3. Riwayat penyakit sekarang :

Senin pagi panas, dibawa ke puskesmas dapat paracetamol. Panas turun. Rabu malam anak
tiba-tiba muntah-muntah air, makan tidak mau, minum masih mau. Kamis jam 03 pagi
keluar darah dari hiding pada waktu bersin, keluhan pusing, mencret air, dibawa ke IRD.
4. Riwayat penyakit dahulu

Sebelumnya klien tidak penah dirawat karena penyakit apapun.


5. Riwayat penyakit keluarga Menurut keluarga ( Ibu ) tidak ada keluarga yang dalam waktu
dekat ini menderita sakit DBD.
6. Riwayat kesehatan lingkungan.

Menurut ibu kondisi lingkungan rumah cukup bersih, walaupun tinggal dekat kali kecil,
sekitar rumah terdapat beberapa ban bekas untuk menanam tanaman yang belum dipakai,
bak mandi dikuras setiap seminggu 1 kali. Menurut ibu seminggu yang lalu ada tetangga
gang yang menderita DHF, tetapi sekarang sudah sembuh, dan lingkungan wilayah belum
pernah disemprot.
7. Riwayat kehamilan

Anak lahir pada usia kehamilan 7 bulan, dengan berat badan lahir 4 kg, ibu tidak tahu
mengapa kehamilannya hanya 7 bulan. Lahir spontan dan selama 1 tahun anak mendapat
imunisasi lengkap dan minum PASI Lactona s/d 2 tahun.
8. Pengkajian Persistem

a. Sistem Gastrointestinal

Nafsu makan menurun, anak hanya mau makan 3 sendok makan, minum tidak suka,
harus dipaksakan baru mau minum. Mual tidak ada, muntah tidak terjadi. Terdapat
nyeri tekan daerah hepar dan asites positif, bising usus 8x/mnt.
b. Sistem muskuloskeletal :

Tidak terdapat kontraktur sendi, tidak ada deformitas, keempat ekstremitas simetris,
kekuatan otot baik.
c. Sistem Genitourinary

BAK lancar, spontan, warna kuning agak pekat ditampung oleh ibu untuk diukur, BAB
dari malam belum ada.
d. Sistem Respirasi.

Pergerakan napas simetris, tidak terdapt pernapasan cuping hidung, pd saat pengkajian
tanda-tanda epistaksis sudah tidak ada, Frekuensi napas 25x/menit. Bunyi nafas
tambahan tidak terdengar.
e. Sistem Cardiovaskuler

TD : 100/60, nadi 98x/mnt, akral dingin, tidak terdapat tanda-tanda cyanosis, cap.
Refill < 3 detik, tidak terjadi perdarahan spontan, tanda-tanda petikhie spontan tidak
terlihat, hanya tanda pethike bekas rumple leed.

f. Sistem Neurosensori
Tidak ada kelainan
g. Sistem Endokrin
Tidak ada kelainan

h. Sistem Integumen.

S : 376 turgor baik, tidak ada luka, pethikae bekas rumple leed, tidak terdapat
perdarahan spontan pada kulit.
9. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 11.8
Leko : 5,5

Trombo : 133

PCV : 0,30
10. Terapi

Infus D ½ saline 1600 cc/24 jam


Minum manis
Vit B compleks / C 3 x 1

Diet TKTP 1600 Kkal + 50 gr Protein.


Nasi 3 x sehari
Susu : 3 x 200 cc
B. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 S : Klien mengatakan badanya Proses infeksi virus dengue Peningkatan suhu
terasa panas, pusing tubuh

O : Akral dingin
Viremia
Panas hari ke 2 panjang.

TTV : S : 376, Nadi 98x/mnt,
TD : 100/60, RR 25x/mnt. Thermoregulasi

S : Klien mengatakan tidak suka


minum dan perut terasa
Cairan tubuh
2 kenyang minum terus. Peningkatan suhu tubuh
Ektravasasi cairan
Intake kurang
O : Turgor kulit baik 
Mukosa bibir kering
Volume plasma berkurang
Urine banyak warna kuning

pekat
Panas hari ke 2 panjang Penurunan volume cairan tubuh
Trombosit ; 133.000
TD : 100/60, N ; 98x/mnt.

S : Klien menyatakan tidak mau


makan, tetapi tidak mual.
3. O : KU lemah Nafsu makan menurun Nutrisi

Makan pagi hanya mau 3 sendok 

Intake nutrisi tidak adekuat

Nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.

2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke


ekstravaskuler
3.Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu makan yang menurun
B. PERENCANAAN

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus


dengue Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria : TTV khususnya suhu dalam batas normal ( 36 5 – 375 )
Membran mukosa basah.
Rencana Intervensi ;

1. Observasi TTV setiap 1 jam

Rasional : Menentukan intervensi lanjutan bila terjadi perubahan

2. Berikan kompres air biasa / kran

Rasional : Kompres akan memberikan pengeluaran panas secara induksi.

3. Anjurkan klien untuk banyak minum 1500 – 2000 ml

Rasional : Mengganti cairan tubuh yang keluar karena panas dan memacu pengeluaran
urine guna pembuangan panas lewt urine.
4. Anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis dan menyengat keringat.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan memperbesar penguapan
panas
5. Observasi intake dan out put

Rasional : Deteksi terjadinya kekurangan volume cairan tubuh.

6. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik

Rasional : Antipireik berguna bagi penurunan panas.


2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt
Pulsasi kuat
Akral hangat
Rencana Intervensi ;

1. Observasi Vital sign setiap jam atau lebih.

Rasional : Mengetahui kondisi dan mengidentifikasi fluktuasi cairan intra vaskuler.


2. Observasi capillary refill

Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer.

3. Observasi intake dan output, catat jumlah, warna / konsentrasi urine.

Rasional : Penurunan haluaran urine / urine yang pekat dengan peningkatan BJ diduga
dehidrasi.
4. Anjurkan anak untuk banyak minum 1500-2000 mL
Rasional : Untuk pemenuhan kebutuhan ciran tubuh
5. Kolaborasi pemberian cairan intra vena atau plasma atau darah.

Rasional : Meningkatkan jumlah cairan tubuh untuk mencegah terjadinya hipovolemik


syok.
3. Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi
Kriteria : Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Rencana Intervensi :

1. Kaji keluhan mual, muntah atau penurunan nafsu makan

Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya.

2. Berikan makanan yang mudah ditelan mudah cerna

Rasional : Mengurangi kelelahan klien dan mencegah perdarahan gastrointestinal.

3. Berikan makanan porsi kecil tapi sering.


Rasional : Menghindari mual dan muntah
4. Hindari makanan yang merangsang : pedas, asam.

Rasional : Mencegah terjadinya distensi pada lambung yang dapat menstimulasi


muntah.
5. Beri makanan kesukaan klien

Rasional : Memungkinkan pemasukan yang lebih banyak

6. Kolaborasi pemberian cairan parenteral

Rasional : Nutrisi parenteral sangat diperlukan jika intake peroral sangat kurang.
4.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperawatan untuk melengkapi proses


keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai, melalui
evaluasi memungkinkan perawat untukk memonitor kealpaan yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa perncanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap
evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, tetapi evaluasi merupakan bagian
integral pada setiap tahap proses keperawatan. Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk
menetukan apakah realistis dapat dicapai dan efektif.
BAB V
KESIMPULAN

Dengue Haemorrhagic Fever ( DHF ) adalah penyakit yang disebabkan oleh


virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty (betina). ( Effendy Christantie,
1995 ).

Virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti yang terdiri dari 4
tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 (baca : virus dengue tipe 1-4). infeksi
oleh satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap terhadap
infeksi virus yang bersangkutan pada masa yang akan datang. Namun, hanya
memberikan imunitas yang sementara dan parsial terhadap infeksi virus lainnya.
Wabah dengue juga telah dissertai Aedes albopictus, Aedess polinienssiss, Aedess
sscuttellariss tetapi vector tersebut kurang efektif dan kurang berperan karena
nyamuk-nyamuk tersebut banyak terdapat didaerah perkebunan dan semak-semak,
sedangkan Aedes aegypti banyak tinggal di sekitar pemukiman penduduk.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.

Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).

Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit


buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,


(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius. Jakarta.

Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.

(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran
Unair & RSUD dr Soetomo Suraba

Anda mungkin juga menyukai