Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Sejarah Kota masih jarang digunakan dalam sebuah kajian penelitian


Sejarah. Tak banyak sejarawan akademis yang mengambil topik ini sebagai
kajian. Jarangnya pengambilan topik sejarah kota mungkin akibat kurangnya
pemahaman terkait kota itu sendiri. Dalam sebuah kota terdapat konsep kota yang
dilihat dari sudut pandang masyarakatnya atau segi lainnya, contohnya sistem
sosial yang berlaku dalam kota tersebut.

Di dalam makalah ini, akan dikaji lebih lanjut mengenai Sejarah Kota
Madinah. Kota Madinah merupakan kota suci kedua bagi umat Islam setelah
Makkah al-mukarramah. Maka dari itu, kajian ini sangat penting untuk dilakukan
mengingat Madinah adalah kota sentral dalam sejarah peradaban Islam pada masa
klasik. Konsep kota Madinah yang tidak lagi menganut sistem tribal lama, dan
segi sistem sosial Madinah yang unik akan menjadi bahan kajian yang menarik
untuk ditelusuri.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep Kota Madinah?


2. Bagaimana pola utama pendirian komunitas masyarakat Islam awal di
Madinah?
3. Bagaimana sistem sosial Kota Madinah?

1.3 Tujuan
1. Mendiskripsikan tentang konsep Kota Madinah.
2. Memaparkan bagaimana pola utama pendirian komunitas masyarakat Islam
awal di Madinah.
3. Memahami bagaimana sistem sosial Kota Madinah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Kota Madinah


Madinah al-Munawwarah merupakan kota suci kedua umat Islam
setelah Makkah. Kota ini terletak di tengah-tengah daratan Negara Arab
Saudi atau disebut Hijjaz. Kota ini disebut sebagai Madinatun Nabi atau
Kota Nabi .Sebab, di kota inilah awal pemerintahan Rasulullah SAW
dimulai. Disebut juga sebagai Madinah al-Munawwarah atau kota yang
bercahaya, karena dari Kota Madinah, cahaya Islam berkembang dengan
pesat hingga ke seluruh penjuru dunia.
Sebelum kedatangan Nabi, kota Madinah bernama Yatsrib. Namun,
setelah Nabi Muhammad hijrah, nama ini diganti menjadi Madinah
dikarenakan Yatsrib memiliki arti yang kurang baik, yaitu memaki atau
yang kotor. Konsep Kota Madinah diuraikan oleh Nurcholis Madjid,
bahwa Madinah berasal dari akar kata yang sama dengan “madaniyah”
atau “tamaddun” yang berarti “peradaban (civilization)”. Secara literal,
Madinah adalah tempat peradaban atau suatu lingkungan hidup yang
beradab, yakni tidak liar. Dalam Bahasa Arab, padanan dari kata Madinah
adalah al-hadharah yang menunjuk pada pengertian olah hidup menetap di
suatu tempat. Pengertian tersebut erat kaitannya dengan budaya. Lawan
kata dari konsep tersebut adalah badawah, badiyah, atau badw yang
mengandung makna pola kehidupan yang berpindah-pindah (nomaden).
Pola ini terkesan primitif, seperti pola kehidupan padang pasir.1
Madinah adalah suatu komunitas yang didirikan oleh Nabi
Muhammad atas dasar ideologi iman dan tidak lagi atas dasar ikatan tribal
lama. Tribalisme merupakan bentuk pemerintahan yang paling awal,
biasanya berupa pemerintahan gabungan dari beberapa suku yang ada di
masyarakat. Tribal lama yang dimaksud disini ditandai dengan adanya

1
Abdul Hadi Zakaria, Sejarah Lengkap Kota Makkah dan Madinah, (Yogyakarta: Diva
Press, 2014), hal.159-160

2
sukuisme dan rasa keprimitifan, sehingga berkarakter nomaden (pola
kehidupan berpindah-pindah). Marshall Hodgson menyebut Madinah
sebagai neo-tribalisme (tribalisme modern)2, karena Madinah tidak lagi
nomaden, militansinya berlaku jangka panjang, digerakkan oleh kelas
menengah, dan dikelola bersadarkan sikap intelektual yang tinggi.3
Kelahiran pemerintahan Islam Madinah di Jazirah Arab telah
membawa revolusi rohani dan pemikiran yang memproyeksikan
pembangunan tata dunia baru dengan berpijak pada kekuatan moral
dimana kekuasaan dapat dipadu oleh akhlak, prinsip persamaan, dan rasa
saling menghormati yang begitu mendalam.4

2.2 Pola Utama Pendirian Komunitas Masyarakat Islam Awal di


Madinah
Semua bermula ketika Nabi hijrah ke Madinah. Nabi mencoba
memberikan suatu perubahan signifikan disana, terkhusus dalam
membangun tatanan sosial masyarakat yang adil, damai dan beradab. Di
awali dengan membangun masjid Quba, dan karena kota ini memiliki
corak yang majemuk, maka ditatalah juga kehidupan sosial-politiknya.
Bila melihat dari sisi agama, pembangunan masjid tersebut pada dasarnya
memang hanya digunakan sebagai tempat untuk beribadah, namun ada sisi
sosial yang bisa juga diangkat dari masjid tersebut, yaitu digunakan juga
sebagai tempat mempererat hubungan antar komunitas.5
Selanjutnya yang dilakukan oleh Nabi ialah menata kehidupan
sosial-politik komunitas-komunitas di Madinah. Karena, kota ini semakin
bercorak heterogen dalam hal etnis dan keyakinan, yang tidak lain
disebabkan oleh hijrahnya kaum muslimin Makkah ke Madinah.
Komunitas-komunitas tersebut diantaranya adalah, komunitas Arab

2
Suwarsono Muhammad, Ekonomi Politik Peradaban Islam Klasik, (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2015), hal. 60.
3
www. Dictio.id. Diakses pada 15, September, 2019.
4
Abdul Mukti Thabrani, Tata Kelola Pemerintahan Negara Madinah pada Masa Nabi
Muhammad SAW, Jurnal, STAIN Pamekasan, vol. 4 No.1 November 2014.
5
Pulungan, J. Suyuti. Fiqih Siyasah. Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 1995,
hal. 79-81.

3
muslim dari Makkah, komunitas Arab Madinah dari suku Aus, komunitas
Khazraj muslim, komunitas Yahudi, dan komunitas Arab Paganis.6
Setelah melakukan itu semua, Nabi melihat dan merasa, bahwa
kondisi masyarakat kali ini menjadi heterogen. Kemudian, Nabi bereaksi
dengan mengambil dan membuat langkah. Langkah yang pertama, dengan
masuk ke ranah intern kehidupan kaum muslimin, yaitu
mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar secara
efektif. Keterikatan persaudaran ini, bukan melalui hubungan darah atau
kabilah, akan tetapi atas dasar ikatan iman (agama). Dari sinilah, pola
utama awal berdirinya komunitas Islam untuk pertama kalinya di
Madinah, yang kemudian jika mengutip apa yang disebut oleh Hitti, “suatu
miniatur dunia Islam”. Kedua, Nabi mempersatukan kaum muslimin,
kaum Yahudi dan suku-suku lainnya melalui perjanjian tetulis yang
dikenal dengan “Piagam Madinah” pada tahun 622 M.7
Piagam Madinah mengandung nilai-nilai yang bisa dibilang sangat
penting. terutama dalam hal kesetaraan antarwarga, kebebasan beragama
dan jaminan keamanan. Ketiga hal itulah yang membuat mengapa Piagam
Madinah ini mengandung nilai-nilai yang penting.

2.3 Sistem Sosial Kota Madinah


2.3.1 Aspek Politik

Nabi Muhammad SAW membangun masyarakat dengan nilai-nilai


baru yang dirangkum dalam Piagam Madinah. Pada dasarnya piagam itu
merupakan konstitusi dasar lahirnya komunitas politik baru di Madinah
yang terdiri dari berbagai suku, baik muslim maupun non-muslim, yang
diikat dengan perjanjian damai dengan tidak saling menyerang, tetapi lebih
berdasar pada prinsip saling bekerjasama, membantu, dan melindungi. 8
Disamping itu disebutkan juga bahwa warga Yahudi, harta mereka dan
jiwa mereka mempunyai hak dan kewajiban dalam piagam tersebut.
Mereka mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dan
6
Ibid. hal. 82
7
Ibid. hal. 84.
8
Ibid. hal. 60.

4
pengayoman, dan jika ada perselisihan maka undang-undang Islam-lah
yang harus diikuti.9

Kalau kita melihat apa yang terjadi di masa Nabi Muhammad,


pemerintahannya sangat sederhana. Tidak ada pemilahan atau pembagian
kekuasaan sebagaimana yang tergambar dalam Lembaga Yudikatif,
Eksekutif, Legislatif, Dewan Pertimbangan, dan Lembaga Pemeriksa
Keuangan seperti yang dijumpai di zaman modern. Nabi adalah penguasa
tunggal, memegang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif
sekaligus. Tidak pernah ada pembicaraan tentang batasan waktu
(periodisasi) memerintah. Bahkan, ia juga tidak mengangkat menteri untuk
kabinet kekuasaannya. Meski demikian, dalam praktiknya Nabi
Muhammad menjalankan pemerintahan tidak terpusat di tangannya. Unsur
legislatif, eksekutif, dan yudikatif secara eksplisit telah ada.

1.Badan Legislatif
Kewenangannya tidak seperti pemerintahan modern. Pada masa
Nabi Badan Legislatif tidak dapat membuat produk hukum yang bertolak
belakang dengan al-Qur’an dan sunnah . Lembaga ini tidak punya otoritas
untuk merumuskan konstitusi, produk hukum, atau mengamandemen
perundangan yang bertolak belakang dengan al-Qur’an dan sunnah .
Lembaga ini hanya dapat mengkodifikasi berbagai jenis peraturan yang
ada dalam al-Qur’an dan sunnah .

Untuk mengambil suatu keputusan politik misalnya, dalam


beberapa kasus yang dipandang penting dan dalam keadaan darurat Nabi
melakukan konsultasi (Syura) dengan pemuka-pemuka masyarakat.
Dewan Syura pulalah yang memberinya nasehat mengenai semua urusan
administratif , militer, serta urusan sosial dan politik. Sedangkan
pengambilan keputusan aktual dan pelaksanan keputusan itu merupakan

kewajiban pribadinya yang harus ia laksanakan tanpa bantuan siapapun.


2. Eksekutif.

9
Ibid, hal. 194.

5
Eksekutif hanya bisa menjalankan Hukum Syariah sebagaimana
termaktub dalam al-Qur’an dan sunnah serta mengukuhkan kehidupan
sosial yang berdasarkan prinsip kebaikan, kesalehan, dan keadilan sesuai
dengan perintah Allah. Ketaatan masyarakat kepada eksekutif harus dalam
kerangka ketaatan kepada Allah.
3. Yudikatif
Batas-batas kekuasaan dalam Yudikatif (dalam terminologi Islam
sering disebut qadhā) juga didefinisikan secara tegas oleh Hukum syari’ah.
Yudikatif ini terlihat dengan adanya pembentukan Departemen Kehakiman
di mana Nabi sebagai ketua pengadilannya.Wewenang kekuasaan dan
operasi lembaga diselenggarakan dalam koridor al-Qur’an dan sunnah,
sebagaimana dikemukakan al-Qur’an ketika memerintahkan rasulullah
sebagai hakim pertama. Rasulullah secara eksplisit menjelaskan sifat dan
wewenang kerja hakim ketika beliau mengutus Mu’adz bin Jabal ke
Yaman sebagai Hakim. Rasulullah bertanya kepada Mu’adz bagaimana
caranya mengambil keputusan. Mu’adz menjawab bahwa dia akan
memutuskan berbagai keputusan berdasarkan al-Qur’an, lalu nabi kembali
bertanya, apa yang harus dilakukan jika tidak ditemukan keterangan dan
petunjuk dari al-Qur’an? Mu’adz menjawab bahwa ia akan berijtihad
dengan segenap kekuatan intelektual-ruhaniyahnya untuk membuat
keputusan, lalu rasulullah menepuk dada Mu’adz bin Jabal sambil berkata
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasul-
Nya terhadap hal-hal yang diridhainya.10
2.3.2 Aspek Ekonomi

Ketika Nabi Muhammad dan kaum muhajirin tiba di Madinah,


kebutuhan ekonomi mereka pada mulanya menjadi tanggungan kaum
Anshor. Namun, tidak bisa dipastikan bantuan tersebut terjadi untuk masa
yang panjang. Madinah bukan kota perdagangan seperti Makkah yang
begitu kaya. Madinah lebih tepat disebut sebagai wilayah kecil pertanian

10
Q. Zaman: Negara Madinah IN RIGHT , Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia Vol. 2, No.1,
2012

6
yang menghasilkan misalnya kurma, anggur, gandum, dan buah ara.
Perkebunan dan peternakan sangat terbatas hanya pada bagian wilayah
tertentu.

Nabi Muhammad benar-benar menyadari bahwa kekuatan ekonomi


merupakan salah satu pilar terpenting penyangga kehidupan dan
keberlangsungan masyarakat. Jadi, disamping membangun masjid, Beliau
juga membangun pasar baru yang terletak di sebelah barat masjid. Dalam
perkembangan berikutnya, umat Islam juga terlibat pada industri kecil,
misalnya tenun, jahitan, konstruksi bangunan, pandai besi, kerajinan kulit,
dan eksplorasi sumber air. 11

Kurang lebih pada masa ini mulai diperkenalkan praktik etika


ekonomi baru, khususnya yang berkaitan dengan perdagangan. Misalnya
ada larangan najsy yakni melakukan memuji kualitas barang terlalu tinggi
dan berpura-pura menawar barang tanpa ada niat membeli. Puncaknya
ketika terjadi pelarangan riba secara mutlak pada 632 M saat Nabi
melakukan haji wada’.

BAB III
11
Ibid, hal.63-64.

7
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Madinah al-Munawwarah merupakan kota suci kedua umat Islam setelah


Makkah. Konsep Kota Madinah diuraikan oleh Nurcholis Madjid, bahwa
Madinah berasal dari akar kata yang sama dengan “madaniyah” atau “tamaddun”
yang berarti “peradaban (civilization)”. Madinah didirikan oleh Nabi Muhammad
atas dasar ideologi iman dan tidak lagi atas dasar ikatan tribal lama.

Pola utama pendirian komunitas masyarakat Islam awal di Madinah


diawali dengan membangun masjid Quba, dan karena kota ini memiliki corak
yang majemuk, maka ditatalah juga kehidupan sosial-politiknya. Kota ini
bercorak heterogen dalam hal etnis dan keyakinan, yang tidak lain disebabkan
oleh hijrahnya kaum muslimin Makkah ke Madinah. Komunitas-komunitas
tersebut diantaranya adalah, komunitas Arab muslim dari Makkah, komunitas
Arab Madinah dari suku Aus, komunitas Khazraj muslim, komunitas Yahudi, dan
komunitas Arab Paganis.
Sistem sosial Kota Madinah dalam makalah ini dilihat dari dua aspek
yakni politik dan ekonomi. Dalam aspek Politik, pada dasarnya Piagam Madinah
merupakan konstitusi dasar lahirnya komunitas politik baru di Madinah yang
terdiri dari berbagai suku, baik muslim maupun non-muslim, yang diikat dengan
perjanjian damai dengan tidak saling menyerang, tetapi lebih berdasar pada
prinsip saling bekerjasama, membantu, dan melindungi. Dalam aspek Ekonomi,
Nabi Muhammad benar-benar menyadari bahwa kekuatan ekonomi merupakan
salah satu pilar terpenting penyangga kehidupan dan keberlangsungan masyarakat.
Jadi, disamping membangun masjid, Beliau juga membangun pasar baru yang
terletak di sebelah barat masjid. Kurang lebih pada masa ini mulai diperkenalkan
praktik etika ekonomi baru, khususnya yang berkaitan dengan perdagangan.
Misalnya terkait larangan najsy dan harta riba.

DAFTAR PUSTAKA

8
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003

Muhammad, Suwarsono. Ekonomi Politik Peradaban Islam Klasik. Yogyakarta:


Penerbit Ombak, 2015.

Thabrani, Abdul Mukti. Tata Kelola Pemerintahan Negara Madinah pada Masa
Nabi Muhammad SAW. Jurnal STAIN Pamekasan, vol. 4 No.1 November
2014.

Zakaria, Abdul Hadi. Sejarah Lengkap Kota Makkah dan Madinah. Yogyakarta:
Diva Press, 2014.

Zaman, Q. Negara Madinah IN RIGHT. Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia
Vol. 2, No.1, 2012.

www. Dictio.id. Diakses pada 15 September 2019. Pukul 18:00.

Anda mungkin juga menyukai