PENDAHULUAN
Di dalam makalah ini, akan dikaji lebih lanjut mengenai Sejarah Kota
Madinah. Kota Madinah merupakan kota suci kedua bagi umat Islam setelah
Makkah al-mukarramah. Maka dari itu, kajian ini sangat penting untuk dilakukan
mengingat Madinah adalah kota sentral dalam sejarah peradaban Islam pada masa
klasik. Konsep kota Madinah yang tidak lagi menganut sistem tribal lama, dan
segi sistem sosial Madinah yang unik akan menjadi bahan kajian yang menarik
untuk ditelusuri.
1.3 Tujuan
1. Mendiskripsikan tentang konsep Kota Madinah.
2. Memaparkan bagaimana pola utama pendirian komunitas masyarakat Islam
awal di Madinah.
3. Memahami bagaimana sistem sosial Kota Madinah.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Abdul Hadi Zakaria, Sejarah Lengkap Kota Makkah dan Madinah, (Yogyakarta: Diva
Press, 2014), hal.159-160
2
sukuisme dan rasa keprimitifan, sehingga berkarakter nomaden (pola
kehidupan berpindah-pindah). Marshall Hodgson menyebut Madinah
sebagai neo-tribalisme (tribalisme modern)2, karena Madinah tidak lagi
nomaden, militansinya berlaku jangka panjang, digerakkan oleh kelas
menengah, dan dikelola bersadarkan sikap intelektual yang tinggi.3
Kelahiran pemerintahan Islam Madinah di Jazirah Arab telah
membawa revolusi rohani dan pemikiran yang memproyeksikan
pembangunan tata dunia baru dengan berpijak pada kekuatan moral
dimana kekuasaan dapat dipadu oleh akhlak, prinsip persamaan, dan rasa
saling menghormati yang begitu mendalam.4
2
Suwarsono Muhammad, Ekonomi Politik Peradaban Islam Klasik, (Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2015), hal. 60.
3
www. Dictio.id. Diakses pada 15, September, 2019.
4
Abdul Mukti Thabrani, Tata Kelola Pemerintahan Negara Madinah pada Masa Nabi
Muhammad SAW, Jurnal, STAIN Pamekasan, vol. 4 No.1 November 2014.
5
Pulungan, J. Suyuti. Fiqih Siyasah. Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan, 1995,
hal. 79-81.
3
muslim dari Makkah, komunitas Arab Madinah dari suku Aus, komunitas
Khazraj muslim, komunitas Yahudi, dan komunitas Arab Paganis.6
Setelah melakukan itu semua, Nabi melihat dan merasa, bahwa
kondisi masyarakat kali ini menjadi heterogen. Kemudian, Nabi bereaksi
dengan mengambil dan membuat langkah. Langkah yang pertama, dengan
masuk ke ranah intern kehidupan kaum muslimin, yaitu
mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar secara
efektif. Keterikatan persaudaran ini, bukan melalui hubungan darah atau
kabilah, akan tetapi atas dasar ikatan iman (agama). Dari sinilah, pola
utama awal berdirinya komunitas Islam untuk pertama kalinya di
Madinah, yang kemudian jika mengutip apa yang disebut oleh Hitti, “suatu
miniatur dunia Islam”. Kedua, Nabi mempersatukan kaum muslimin,
kaum Yahudi dan suku-suku lainnya melalui perjanjian tetulis yang
dikenal dengan “Piagam Madinah” pada tahun 622 M.7
Piagam Madinah mengandung nilai-nilai yang bisa dibilang sangat
penting. terutama dalam hal kesetaraan antarwarga, kebebasan beragama
dan jaminan keamanan. Ketiga hal itulah yang membuat mengapa Piagam
Madinah ini mengandung nilai-nilai yang penting.
4
pengayoman, dan jika ada perselisihan maka undang-undang Islam-lah
yang harus diikuti.9
1.Badan Legislatif
Kewenangannya tidak seperti pemerintahan modern. Pada masa
Nabi Badan Legislatif tidak dapat membuat produk hukum yang bertolak
belakang dengan al-Qur’an dan sunnah . Lembaga ini tidak punya otoritas
untuk merumuskan konstitusi, produk hukum, atau mengamandemen
perundangan yang bertolak belakang dengan al-Qur’an dan sunnah .
Lembaga ini hanya dapat mengkodifikasi berbagai jenis peraturan yang
ada dalam al-Qur’an dan sunnah .
9
Ibid, hal. 194.
5
Eksekutif hanya bisa menjalankan Hukum Syariah sebagaimana
termaktub dalam al-Qur’an dan sunnah serta mengukuhkan kehidupan
sosial yang berdasarkan prinsip kebaikan, kesalehan, dan keadilan sesuai
dengan perintah Allah. Ketaatan masyarakat kepada eksekutif harus dalam
kerangka ketaatan kepada Allah.
3. Yudikatif
Batas-batas kekuasaan dalam Yudikatif (dalam terminologi Islam
sering disebut qadhā) juga didefinisikan secara tegas oleh Hukum syari’ah.
Yudikatif ini terlihat dengan adanya pembentukan Departemen Kehakiman
di mana Nabi sebagai ketua pengadilannya.Wewenang kekuasaan dan
operasi lembaga diselenggarakan dalam koridor al-Qur’an dan sunnah,
sebagaimana dikemukakan al-Qur’an ketika memerintahkan rasulullah
sebagai hakim pertama. Rasulullah secara eksplisit menjelaskan sifat dan
wewenang kerja hakim ketika beliau mengutus Mu’adz bin Jabal ke
Yaman sebagai Hakim. Rasulullah bertanya kepada Mu’adz bagaimana
caranya mengambil keputusan. Mu’adz menjawab bahwa dia akan
memutuskan berbagai keputusan berdasarkan al-Qur’an, lalu nabi kembali
bertanya, apa yang harus dilakukan jika tidak ditemukan keterangan dan
petunjuk dari al-Qur’an? Mu’adz menjawab bahwa ia akan berijtihad
dengan segenap kekuatan intelektual-ruhaniyahnya untuk membuat
keputusan, lalu rasulullah menepuk dada Mu’adz bin Jabal sambil berkata
“Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasul-
Nya terhadap hal-hal yang diridhainya.10
2.3.2 Aspek Ekonomi
10
Q. Zaman: Negara Madinah IN RIGHT , Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia Vol. 2, No.1,
2012
6
yang menghasilkan misalnya kurma, anggur, gandum, dan buah ara.
Perkebunan dan peternakan sangat terbatas hanya pada bagian wilayah
tertentu.
BAB III
11
Ibid, hal.63-64.
7
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
8
Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003
Thabrani, Abdul Mukti. Tata Kelola Pemerintahan Negara Madinah pada Masa
Nabi Muhammad SAW. Jurnal STAIN Pamekasan, vol. 4 No.1 November
2014.
Zakaria, Abdul Hadi. Sejarah Lengkap Kota Makkah dan Madinah. Yogyakarta:
Diva Press, 2014.
Zaman, Q. Negara Madinah IN RIGHT. Jurnal Agama dan Hak Azazi Manusia
Vol. 2, No.1, 2012.