Anda di halaman 1dari 16

TINJAUAN PUSTAKA

1. Paparan Iklan Terhadap Kesehatan


 Definisi Iklan
Menurut Rahman (2019), iklan adalah prosesn yang mengeluarkan biaya besar, pada
tingkat dan bentuk tertentu. Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai “any
paid from of nonpersonal communication about on organization product, service, or
idea by an identified sponsor” (setiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai
suatu organisasi, produk, servis atau ide yang dibayar oleh satu sponsor yang
diketahui).
Periklanan merupakan alat utama yang digunakan oleh perusahaan atau produsen
untuk mengarahkan komunikasi yang meyakinkan kepada sasaran pembeli dan
publik. Periklanan adalah komunikasi yang tidak dilakukan secara langsung antar
individu dengan sejumlah biaya dengan berbagai media yang dilakukan oleh
perusahaan, lembaga yang tidak mencari keuntungan, serta individu-individu
(Setiyowati, 2008).
Iklan dapat berupa lisan ataupun visual yang ditujukan kepada individu atau
masyarakat. Isinya dapat berupa pemberitahuan mengenai suatu produk, jasa
ataupun ide-ide (Setiyowati, 2008).
Adapun maksud dibayar pada definisi tersebut menunjukkan bahwa ruang atau
waktu bagi suatu pesan iklan pada umumnya harus dibeli. Maksud kata nonpersonal
berarti suatu iklan melibatkan media massa (TV, radio, majalah, koran) yang dapat
mengirimkan pesan kepada sejumlah besar kelompok individu pada saat bersamaan.
Kata iklan (advertising) berasal dari Bahasa Yunani yang artinya kurang lebih adalah
“menggiring orang pada gagasan”. Adapun periklanan secara komprehensif adalah
semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau
jasa secara non personal yang dibayar oleh sponsor tertentu (Puspitasari, 2009).(1)
 Tujuan Iklan
Tujuan iklan adalah untuk meningkatkan penjualan, selain itu tujuan iklan juga dapat
membentuk citra produk yang diproduksi oleh perusahaan atau memperkenalkan
produk kepada konsumen sehingga, konsumen yang sebelumnya tidak tahu akan
suatu produk, menjadi tahu akan keberadaan produk, diharapkan menumbuhkan
kesadaran merk.
Tujuan periklanan menurut Shimp (2003), meliputi:
1) Memberi informasi (Informing). Periklanan membuat konsumen sadar
(aware) akan merek-merek baru, mendidik mereka tentang berbagai fitur
dan manfaat merek, serta memfasilitasi penciptaan merek yang positif.
2) Mempersuasi (Persuading). Periklanan yang efektif akan mampu
mempersuasi (membujuk) pelanggan untuk mencoba produk dan jasa yang
diiklankan. Terkadang persuasi berbentuk mempengarui permintaan primer,
yakni menciptakan permintaan bagi keseluruhan kategori produk. Lebih
sering iklan berupaya membangun permintaan sekunder, yakni permintaan
bagi merekmerek perusahaan yang spesifik.
3) Mengingatkan (Reminding). Iklan menjaga agar merek perusahaan tetap
segar dalam ingatan konsumen. Periklanan yang efektif juga meningkatkan
minat konsumen terhadap merek yang sudah ada dan pembelian sebuah
merek yang mungkin tidak akan dipilihnya.
4) Menambah Nilai (Adding Value). Periklanan member nilai tambah pada
merek dengan mempengarui persepsi konsumen. Periklanan yang efektif
menyebabkan merek dipandang sebagai lebih elegan, lebih bergaya, lebih
bergengsi, dan lebih unggul dari tawaran pesaing.
5) Mendampingi (Assisting). Peran lain dalam periklanan adalah membantu
perwalian penjualan. Iklan mengawali proses penjualan produk-produk
perusahaan dan memberikan pendahuluan yang bernilai bagi wiraniaga
sebelum melakukan kontak personal deng pelanggan yang prospektif.
Upaya, waktu, dan biaya periklanan dapat dihemat karena lebih sedikit
waktu yang diperlukan untuk memberi informasi kepada prospek tentang
keistimewaan dan keuntungan produk. Terlebih lagi, iklan melegitimasi atau
membuat apa yang dinyataan (klaim) oleh perwakilan penjualan menjadi
lebih kredibel (lebih dapat dipercaya) menyampaikan pesan yang bersifat
persuasif.(1)
 Sasaran Iklan
Dalam mempublikasikan suatu produk, selain mempertimbangkan sasaran, perlu
dipertimbangkan pihak-pihak yang berhubungan dengan iklan dan sasarannya.
Menurut Setiyowati (2008), iklan sebaiknya disusun dengan memperhatikan
beberapa hal yaitu:
1) Para pembeli dan pemakai di waktu sekarang
2) Mereka yang memilki potensi sebagai pembeli
3) Mereka yang memilki kekuasaan memutuskan membeli
4) Mereka yang menjadi pembeli atau pemakai diwaktu yang akan datang
5) Mereka yang dapat dipengaruhi orang lain untuk membeli atau memakai
barang yang diiklankan
6) Pasar pedagang
7) Pasar pesaing.

Kotler dan Keller (2012), mengungkapkan daya tarik iklan harus mempunyai tiga
sifat : Pertama, iklan harus bermakna (meaningfull), menunjukkan manfaat-manfaat
yang membuat produk lebih diinginkan atau lebih menarik bagi konsumen. Kedua,
pesan iklan harus dapat dipercaya (believable), konsumen percaya bahwa produk
tersebut akan memberikan manfaat seperti yang dijanjikan dalam pesan iklan.
Ketiga, khusus (distinctive) bahwa pesan iklan lebih baik dibandingkan dengan iklan
merk lainnya.
Iklan televisi mempunyai beberapa kelebihan. Kelebihan iklan televisi antara lain:
dapat dinikmati oleh siapa saja, waktu dan siarannya sudah tertentu dan dapat
memberikan kombinasi antara suara dengan gambar yang bergerak (Swastha, 2000).
Salah satu saluran komunikasi yang saat ini mempunyai keunggulan kompetitif,
bahkan mampu menggeser peran media massa lainnya dalam meraih di bidang iklan
adalah televisi. Hal ini karena kecepatan dan daya Tarik televisilah yang
menyebabkan media ini menjadi banyak pilihan perusahaan dalam
mengkomunikasikan produknya.
Sebagai sarana komunikasi, bentuk media massa seperti surat kabar, majalah,
televisi, radio, dan media lainnya mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam
pembentukan opini dan kepercayaan orang. Penyampaian informasinya dalam
bentuk pesan-pesan yang apabila cukup kuat, akan menjadi dasar di dalam menilai
sesuatu sehingga individu akan terbentuk ke arah sikap tertentu yang diharapkan
oleh penyampai pesan.(1)

 Iklan Makanan dan minuman terhadap pola konsumsi Remaja


Media berperan dalam mempengaruhi aspek kognitif, afektif dan perilaku di
masyarakat (Richard, Paul, & Anne-marie, 2017). Televisi sebagai media yang
memberikan tampilan audio-visual, lebih menarik dalam memberikan informasi
kepada khalayak dibandingkan tipe media komunikasi lainnya. Iklan di TV berperan
memperkenalkan produk dengan memperkuat pemahaman terhadap produk dan
mendorong orang untuk membelinya. Televisi masih menjadi metode yang paling
dominan dalam mengiklankan makanan dan minuman terhadap remaja. Iklan
makanan tersebut tidak hanya menjadikan remaja sebagai target, tetapi juga
customerbranding (Arcan, Bruening, & Story, 2014). Studi terbaru mengatakan
bahwa iklan makanan di TV berkaitan dengan preferensi dan perilaku terhadap
produk yang diiklankan. Hal ini, tentu saja, berperan penting terhadap sikap remaja
dalam memilih makanan (Eni-harari & Eyal, 2019). Penelitian Eyal et al. (2016)
menunjukkan bahwa makanan yang paling umum diiklankan adalah permen,
minuman ringan dan produk susu sedangkan buah-buahan dan sayuran lebih jarang
diiklankan (Eyal & et al., 2016). (2)
Hubungan positif antara konsumsi makanan dan durasi menonton TV (Collings,
2018). Sikap dan persepsi remaja terhadap makanan tidak sehat secara signifikan
berkorelasi dengan iklan makanan yang tidak sehat, tetapi dampaknya dapat
dikurangi jika iklan tersebut ditayangkan bersama dengan iklan makanan sehat. Iklan
produk makanan juga memiliki dampak yang besar terhadap permintaan pasar dan
perilaku pembeli. Daya konsumsi terhadap makanan yang harganya melonjak
berakibat orang cenderung lebih sedikit mengkonsumsi makanan tersebut (Arcan et
al., 2014). (2)
Penelitian-penelitian terkait pola konsumsi pada umumnya lebih difokuskan pada
anak-anak dan masih jarang dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu timbul
kebutuhan untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pada
remaja yang banyak terpapar oleh iklan makanan/minuman/suplemen
vitaminmineral di TV.
Kuesioner pertama berisi beberapa pertanyaan terbuka dan tertutup untuk
mengetahui karakteristik remaja seperti status sosial-ekonomi, pola makan dan
sikap terhadap iklan. Kuesioner kedua berisi pertanyaan terbuka untuk
mendapatkan informasi durasi penayangan iklan makanan/minuman/suplemen
vitaminmineral yang ditampilkan selama periode tiga bulan pengamatan, yang
ditanyakan ke manajer stasiun TV (RCTI dan SCTV) .
Jenis produk makanan/minuman/vitamin-mineral suplemen yang diiklankan yaitu
coklat (Silver Queen); permen (Relaxa dan Vicks); makanan cepat saji (Kentucky
Fried Chicken/KFC, McDonalds, Pizza Hut); mie (Indomie/Supermie); minuman
ringan (Coca-Cola dan Teh Botol); susu (Dancow/Frisian Flag); suplemen
vitaminmineral (Xon-ce, Caxon-F, CDR).
Terdapat beberapa faktor yang berhubungan terhadap iklan seperti sikap dan
pengetahuan gizi.responden berpendapat bahwa iklan bersifat “menarik dan
informatif” (43.8%) tetapi 63.8% sisanya berpikir bahwa iklan produk “tidak selalu
mengatakan yang sebenarnya”. Uji FisherExact mengungkapkan bahwa terdapat
hubungan positif antara frekuensi.
produk. Responden yang mengatakan bahwa iklan “tidak selalu membuat mereka
membeli produk” (59%) mengkonsumsi mie lebih sering daripada mereka yang
mengatakan bahwa iklan “tidak membuat mereka membeli produk”.
Terdapat tren positif antara konsumsi dan pendapat Coca-Cola terhadap iklan
suplemen makanan TV / minuman / vitaminmineral. Responden yang mengatakan
iklan makanan bersifat “menarik dan informatif” mengkonsumsi Coca-Cola lebih
sering daripada mereka yang merasa terganggu dengan adanya iklan. Tren positif
juga ditemukan antara responden yang setuju terhadap kebenaran iklan dengan
konsumsi suplemen vitamin-mineral.
Hal ini serupa dengan data dari Survei Indeks Mutu Nasional Program TV oleh
Komisi Penyiaran Indonesia yang menyebutkan bahwa rata-rata remaja Indonesia
menonton TV sebanyak 20 jam seminggu (KPI, 2017). Beberapa penelitian
menyebutkan, semakin lama durasi remaja menonton TV maka semakin banyak
mereka mengkonsumsi produk yang diiklankan namun mereka tidak
mengkonsumsinya saat sedang menonton TV. Selama menonton TV, remaja
cenderung mengkonsumsi makanan ringan tradisional seperti pisang goreng, roti
manis dan kue-kue kecil. Remaja yang memiliki kebiasaan menonton TV cenderung
lebih banyak mengkonsumsi makanan yang tidak sehat serta lebih sedikit sayur dan
buah (Collings, 2018). Durasi menonton TV telah terbukti berhubungan terhadap
tingginya konsumsi snack, minuman, makanan cepat saji dan makanan manis
(Pearson & Biddle, 2011).
Beberapa penelitian telah secara konsisten menunjukkan bahwa banyaknya paparan
iklan TV mampu meningkatkan daya konsumsi produk yang diiklankan, seperti
makanan cepat saji atau minuman dengan kadar gula tinggi. Hal ini juga berkaitan
dengan tingginya daya beli makanan, ketersediaan makanan yang diiklankan di
rumah dan peningkatan asupan makanan pada umumnya (Busse & Díaz, 2014).
Beberapa alasan mengapa makanan diiklankan di TV adalah: produk makanan
mampu mengikat daya beli konsumen, makanan adalah barang yang dapat dibeli
berulang kali, pendapat konsumen terhadap produk cepat berubah dan makanan
merupakan salah satu produk utama yang paling sering diiklankan (United Kingdom
Advertising Association, 2014).
Terdapat perbedaan fenomena antara laki-laki dan perempuan pada respon
terhadap iklan TV melalui pola konsumsi. Pada perempuan, menonton TV tidak
selalu membuat mereka makan lebih banyak. Iklan makanan yang tidak sehat juga
lebih mempengaruhi anak laki-laki daripada perempuan, ditambah mereka tidak
didukung oleh aspek pengetahuan (kognitif) gizi yang cukup. Frekuensi konsumsi
makanan dan minuman tinggi kalori setelah menonton iklan TV meningkat pada
laki-laki (Collings, 2018). Dalam studi ini persentase laki-laki yang mengkonsumsi
Teh Botol (minuman) dan Silver Queen (coklat) lebih tinggi daripada perempuan,
sekaligus laki-laki menonton TV lebih lama daripada perempuan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa laki-laki cenderung lebih sering mengkonsumsi makanan
rendah gizi dari pada perempuan. Studi lainnya mengatakan bahwa beberapa
remaja perempuan mengkonsumsi snack selagi menonton TV, tetapi mereka
menghindari snack yang terlalu manis atau asin. Penelitian Rey Lopez et al. juga
menunjukkan bahwa remaja laki-laki yang menonton TV lebih dari 4 jam memiliki
risiko tinggi menjadi overweight (Rey-Lopez & Ruiz, 2012). Sedangkan remaja
perempuan cenderung mengkonsumsi suplemen vitamin-mineral lebih banyak
daripada laki-laki.(2)
Seseorang yang hanya makan produk yang diiklankan di televisi (TV) bisa
memperoleh asupan gula dalam sehari setara dengan asupan gula selama satu
bulan. Penemuan itu berdasarkan penelitian yang dilakukan para peneliti dari
Armstrong Atlantic State University di Savannah, Georgia. Penelitian itu
dipublikasikan dalam "Journal of the American Dietetic Association," seperti dikutip
Natural News. "Hanya satu jenis makanan yang diiklankan dengan sendirinya akan
menyediakan, rata-rata, tiga kali gula yang direkomendasikan untuk dikonsumsi per
hari dan dua setengah kali lemak yang direkomendasikan untuk dikonsumsi," kata
Michael Mink, pemimpin penelitian.
Para peneliti merekam 84 jam tayangan "prime time" di ABC, CBS, NBC, dan Fox
selama 28 hari, ditambah 12 jam tayangan Sabtu pagi. Pada jam-jam itu, lebih dari
3.500 tayangan iklan disiarkan," katanya. Lebih dari 600 diantaranya merupakan
iklan produk makanan. Para peneliti menggunakan program komputer untuk
menganalisis kandungan gizi lebih dari 800 jenis makanan yang diiklankan.
Kemudian menyusun diet 2.000 kalori dari makanan-makanan ini. Diet ini kemudian
dibandingkan dengan petunjuk pola makan yang diterapkan pemerintah Amerika
Serikat.
Diet itu menyediakan jumlah lemak 20 kali dari yang direkomendasikan dan 25 kali
gula. Juga terlalu banyak protein, sodium, lemak jenuh dan kolesterol. Pola makan
itu menyediakan terlalu sedikit buah dan sayuran segar. Menghasilkan hanya 55
persen dari asupan kalsium yang disarankan, 50 persen magnesium yang disarankan
dan kurang kadar vitamin E, kalium dan serat. "Hal yang benar-benar memukul kita
adalah itu pengaruh buruk ganda. Anda mendapat terlalu banyak hal-hal yang
dikaitkan dengan risiko lebih tinggi terhadap penyakit dan terlalu sedikit nutrisi yang
dikaitkan dengan mencegah kita dari penyakit.(2)

2. Lingkungan Penyebab Obesitas


 Pengertian Obesitas
Obesitas atau sangat gemuk adalah keadaan penumpukan atau akumulasi lemak
yang terjadi di jaringan adipose yang dapat menganggu kesehatan.Disebut obesitas
juga apabila berat badan seseorang lebih besar 20% dari berat normal yang sesuai
dengan tinggi badan dan usianya. Dampak yang bisa ditimbulkan oleh seseorang
yang mengalami obesitas diantaranya adalah resistensi insulin sehingga akan
menyebabkan hiperinsulinemia, intoleransi glukosa atau diabetes mellitus,
dislipidemia, dan hipertensi. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang
umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan
kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya (Misnadierly, 2007). Menurut
Myers (2004), seseorang yang dikatakan obesitas apabila terjadi pertambahan atau
pembesaran sel lemak tubuh mereka. Obesitas merupakan keadaan yang
menunjukkan ketidak seimbangan antara tinggi dan berat badan akibat jaringan
lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran
ideal (Sumanto, 2009).
Menurut WHO, kelebihan berat badan dan obesitas merupakan penumpukan lemak
yang abnormal atau berlebih yang mengganggu kesehatan (WHO, 2014). Studi lain
menyebutkan bahwa kedua istilah tersebut mengacu pada kelebihan lemak tubuh
dan biasanya berhubungan dengan kenaikan berat badan dibanding dengan
tingginya (HSCI, 2014).
Dikutip dari Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kegemukan dan Obesitas
pada Anak Sekolah oleh Kementrian Kesehatan RI yang membedakan antara
kegemukan dan obesitas, dimana kegemukan didefinisikan sebagai berat badan
dengan ambang batas IMT/U>1 Standar Deviasi sampai dengan 2 Standar Deviasi
sedangkan obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan
lemak berlebihan dengan ambang batas IMT/U > 2 Standar Deviasi (Kementrian
Kesehatan RI, 2012).
Selain dapat didefinisikan berdasarkan hasil pengukurannya, pengertian obesitas
juga dapat dilihat dari penyebabnya. Obesitas merupakan hasil dari
ketidakseimbangan kalori yang bersifat kronis, dengan konsumsi kalori berlebihan
dibandingkan dengan pembakaran kalori per harinya (Pulgaron dkk., 2013). Di
samping itu, kondisi kompleks yang dipengaruhi oleh interaksi-interaksi dari faktor
genetik dan non-genetik juga dapat diartikan sebagai obesitas (Han dkk., 2010).(4)
 Penyebab Obesitas
Obesitas bisa terjadi karena tidak seimbangnya antara asupan energi dengan
pengeluaran energi sehingga berlebihnya asupan tersebut akanmenumpuk di
jaringan adipose, penumpukan kelebihan energi tersebut yang akan membuat anak
menjadi obesitas. Terdapat dua kemungkinan timbulnya kelebihan energi tersebut
yaitu berlebihnya asupan energi atau kurangnya atau rendahnya pengeluaran
energi.
Akan terjadi keseimbangan tubuh (homeostatis) terhadap energi ketika seseorang
menyantap makanan, keseimbangan tersebut terjadi karena energi yang masuk
(melalui makanan) akan dikeluarkan melalui panas tubuh dan kegiatan lain yang
membutuhkan energi. Berlebihnya asupan energi karena masuknya makanan yang
terlalu berlebihan dan juga keluarnya energi lebih rendah yang disebabkan oleh
rendahnya metabolisme tubuh dan kurangnya aktivitas fisik.
Gangguan sistem keseimbangan disebabkan oleh dua faktor yaitu idiopatik ataupun
kelainan pada sistem hormonal dan sindrom atau defek genetik.Obesitas yang
terjadi karena idiopatik disebut obesitas idiopatik, sedangkan obesitas yang terjadi
karena adanya sebab yang jelas disebut obesitas endogen.
Negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah kini sedang mengalami
beban ganda atau double burden terkait dengan masalah penyakit. Di satu sisi
pemerintah sedang berjuang menghadapi penyakit infeksi dan kurang gizi
sedangkan di sisi lain faktor risiko dari penyakit tidak menular seperti obesitas dan
kelebihan berat badan mengalami peningkatan yang cepat (WHO, 2014). Sudah
biasa kurang gizi dan obesitas ditemukan berdampingan dalam satu negara (WHO,
2014).

Menurut WHO, obesitas hampir berlipat ganda sejak tahun 1980 dan terdapat 42
juta anak di bawah usia 5 tahun yang kelebihan berat badan atau obesitas pada
tahun 2013 (WHO, 2014). Pada tahun yang sama, The Organisation for Economic
Co-operation and Development (OECD) meluncurkan Health at a Glance : 2013 yang
meliputi data kelebihan berat badan dan obesitas dari berbagai negara di dunia
antara lain lebih dari setengah (52.6%) populasi dewasa di Eropa kelebihan berat
badan atau obesitas. Negara dengan populasi obesitas tertinggi adalah US (36.5%),
Meksiko (32.4%), dan Selandia Baru (28.4%) sedangkan negara dengan populasi
obesitas yang paling rendah adalah India (2.1%), Indonesia (2.4%), dan Cina (2.9%)
(HSCI, 2014).
Meskipun Indonesia termasuk ke dalam negara dengan populasi obesitas terendah
di dunia tahun 2013, pada kenyataannya prevalensi obesitas mengalami
peningkatan bila dibandingkan antarprovinsi di Indonesia itu sendiri pada tahun
yang sama.
Berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dalam Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013, prevalensi kegemukan pada anak-anak di
berbagai rentang usia terbilang masih tinggi. Berikut data-data beserta gambar
diagram peningkatannya.
Masalah kegemukan pada anak umur 5-12 tahun masih tinggi secara nasional, yaitu
18.8% yang terdiri dari gemuk 10.8% dan sangat gemuk atau obesitas 8.8%.
Prevalensi gemuk terendah berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 8.7% dan
tertinggi di DKI Jakarta sebanyak 30.1%. Terdapat 15 provinsi dengan prevalensi
obesitas di atas nasional pada rentang umur ini antara lain Kalimantan Tengah, Jawa
Timur, Banten, Kalimantan Timur, Bali, Kalimantan Bara, Sumatra Utara, Kepulauan
Riau, Jambi, Papua, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, dan DKI Jakarta
(RISKESDAS, 2013).
Secara umum, obesitas disebabkan oleh interaksi kompleks dari faktor genetik,
aktivitas fisik, konsumsi makanan, dan lingkungan (Biro dan Michelle, 2010; Singh,
2014; Ho dkk., 2013; Aflah dkk., 2014; Suryaputra dan Nadiroh, 2012). Faktor lain
yang berperan dalam terjadinya obesitas pada seseorang antara lain riwayat
obesitas, metabolisme, perilaku, sosial-budaya, dan status sosialekonomi juga ikut
andil di dalamnya (Pulgaron dkk., 2013). Oleh sebab itu, penyebab obesitas dinilai
sebagai multikausal dan multidimensional karena bisa terjadi pada berbagai
golongan masyarakat (Sartika, 2011). Faktor lingkungan merupakan penyebab
utama obesitas (Kementrian Kesehatan RI, 2012; Sartika, 2010) sedangkan faktor
genetik yang juga diyakini berperan penting dalam terjadinya obesitas, tidak dapat
menjelaskan terjadinya peningkatan prevalensi kegemukan dan obesitas
(Kementrian Kesehatan RI, 2012).
Ketidakseimbangan antara pola makan, perilaku makan, dan aktivitas fisik
merupakan pengaruh faktor lingkungan yang utama. Pola makan yang terkait
dengan obesitas antara lain mengonsumsi makanan porsi besar atau melebihi
kebutuhan, makanan tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan
rendah serat. Perilaku makan yang tidak sehat meliputi tindakan memilih makanan
berupa junk food, makanan dalam kemasan, dan minuman ringan atau soft drink.
Sedangkan aktivitas fisik yang mengarah pada sedentary life style akibat perubahan
gaya hidup menjadi pencetus terjadinya obesitas, khususnya di Indonesia
(Kementrian Kesehatan RI, 2012). Kurangnya aktivitas fisik tersebut terjadi akibat
semakin terbatasnya lapangan untuk bermain dan kurangnya fasilitas untuk
beraktivitas ditambah dengan kemajuan teknologi seperti video game, playstation,
televise dan komputer yang menyebabkan, anak-anak khususnya, lebih bermain di
dalam rumah (Kementrian Kesehatan RI, 2012).
Berkaitan dengan kompleksnya penyebab obesitas, dalam studinya, McAllister dkk.
(2009) menyebutkan bahwa terdapat sepuluh faktor lain yang turut berkontribusi
dalam menyebabkan obesitas selain etiologi yang telah disebutkan di atas.
Kesepuluh faktor tersebut meliputi infeksi, epigenetik, usia ibu hamil, fertilitas atau
kesehatan reproduksi, assortative mating, kurang tidur, pharmaceutical
iatrogenesis, intrauterin dan efek intergenerasi, serta berkurangnya variabilitas
suhu ambeien (McAlister dkk., 2009).(4)
Banyak faktor yang menyebabkan seorang anak menjadi obesitas, diantaranya yaitu
genetik, kurangnya aktivitas fisik, dan perilaku makan yang berlebihan. Dari
berbagai faktor tersebut dikelompokkan menjadi dua faktor utama yaitu :
a) Faktor genetik
 Parental fatness :faktor keturunan orang tua yang memiliki riwayat
obesitas akan diturunkan kepada anaknya bahkan ketika saat bayi
dan ada kemungkinan sekitar 80% akan menetap sampai dewasa.
 Gangguan jalur sinyal leptin : resistensi leptin banyak ditemukan
dan berkaitan dengan timbulnya obesitas. Fungsi leptin adalah
menekan nafsu makan sehingga menurunkan konsumsi makanan
hingga akhirnya terjadilah penurunan berat badan. Leptin bekerja
dengan menghambat sinyal Neuropeptida Y (NPY) (perangsang
nafsu makan) dan merangsang pengeluaran sinyal melanokortin
(penekan nafsu makan). Pada resistensi leptin, otak tidak
mendeteksi sinyal leptin yang berfungsi menurunkan nafsu makan.
 Gen spesifik yang mengatur obesitas : pada hewan coba yang
mengalami obesitas, ditemukan adanya mutasi pada suatu gen ob
(Leoob), dengan adanya mutasi pada gen ini menyebabkan sinyal
lapar dan kenyang menjadi terganggu dan tikus cenderung makan
lebih banyak akibat adanya mutasi pada gen ini. Beberapa gen juga
bisa mengakibatkan terjadinya obesitas yang sangat parah, seperti
adanya mutasi pada gen yang mengkode propiomelanocortin
(POMC), mutasi pada gen ini menyebabkan terjadinya kegagalan
sintesis dari α melanocyte-stimulating hormone yang memiliki
fungsi untuk menekan nafsu makan
b) Faktor psikososial, lingkungan, dan faktor lainnya :.
 Kurangnya aktivitasfisik : kemajuan teknologi menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan kurangnya aktivitas fisik pada seseorang,
misalkan saja dengan ditemukan kendaraan bermotor, banyak
orang yang malas pergi ke suatu tempat dengan berjalan kaki
ataupun bersepeda. Dengan kemajuan teknologi juga menurunkan
aktivitas anak, anak lebih banyak menghabiskan waktu di
depankomputer dan televisi. Pada anak obesitas juga aktivitas fisik
akan cenderung berkurang, hal ini disebabkan karena butuh energi
yang besar untuk melakukan suatu aktivitas selain itu juga pada
anak yang super obesitas pada saat melakukan pergerakan akan
terjadi pergesekan antar kedua pangkal paha sehingga anak
cenderung mengurangi aktivitasnya.

 Pola makan yang tidak seimbang dan sesuai : mengkonsumsi junk


food dan fast foods mendorong timbulnya peningkatan deposit
lemak, hal ini dikarenakan kandungan dari junk foods dan fast foods
mengandung lemak sekitar 40-50%. Kecenderungan untuk
mengkonsumsi susu formula lebih cepat juga bisa berakibat pada
timbulnya obesitas, pengurangan konsumsi buah, sayur, dan
makanan berserat lainnya juga merupakan faktor yang memicu
timbulnya obesitas.
 Perbedaan “fidget faktor” :nonexercise activity thermogenesis
(NEAT) atau fidget faktor adalah energi yang dikeluarkan saat
melakukan aktivitas fisik di luar olahraga yang sudah direncanakan.
Salah satu contoh dari NEAT adalah kebiasaan menggerak-gerakkan
kaki di saat menunggu, aktivitas kecil seperti ini jika dilakukan
berulang dan cukup lama dapat menghabiskan kilo kalori yang
cukup besar.
 Ketersediaan makanan yang melimpah, lezat, berbau enak, dan
murah : pada penelitian menggunakan tikus yang diberikan
makanan manusia yang memiliki cita rasa yang enak, tekstur yang
nikmat sehingga memicu peningkatan nafsu makan, hasil penelitian
tersebut berat tikus meningkat 70%-80% dari berat normalnya.
Percobaan tersebut dilakukan kembali dengan menggunakan menu
yang biasa dikonsumsi oleh tikus namun seimbang gizinya, hasilnya
didapatkan penurunan kembali berat badan sesuai berat normal
tikus. Faktor penglihatan, penciuman, dan rasa akan memicu
seseorang untuk makan yang lebih dari yang biasa disantapnya
sehari-hari. (Riza Faizal A, 2014).
c) Pola Makan Pemicu Terjadinya Obesitas.
Faktor asupan makanan dan pola makan bisa mempengaruhi kasus
obesitas, pengaruh negatif (terkait dengan asupan makanan yang berlebih)
yaitu bisa menyebabkan atau memperparah obesitas dan pengaruh positif
(asupan makanan yang cukup) bisa menurunkan kemungkinan terjadinya
obesitas.Pola makan yang berubah seiring dengan perkembangan zaman,
ditenggarai sebagai faktor pencetus sering timbulnya obesitas. Penurunan
harga minyak sayur dan gula merupakan salah satu faktornya, dengan
mudahnya mengakses bahan-bahan makanan tersebut maka akan terjadi
peningkatan konsumsi energi. Populasi dunia saat ini menjadi lebih tinggi
dan pendapatan perkapita tiap negara mulai meningkat.Hal tersebut
menjadikan masyarakat semakin meningkat dalam mengkonsumsi gula,
lemak (terutama berasal dari junk food), dan produk-produk hewani
sehingga asupan karbohidrat kompleks serta serat menurun, akibatnya
terjadi peningkatan konsumsi energi. Apabila peningkatan konsumsi energi
tersebut tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang sesuai maka akan
terjadi keseimbangan energi positif yang artinya energi sisa tersebut akan
disimpan dan hal inilah yang merupakan faktor terjadinya obesitas. Selain
itu, tingkat stress akibat pekerjaan juga mempengaruhi kebiasaan makan
seseorang, seorang yang stress cenderung menjadi lebih banyak makan
sehingga keseimbangan energi akan terjadi pada kasus ini jika tidak
diimbangi dengan pengeluaran energi yang sesuai. Maka dari itu, perilaku
makan seseorang merupakan faktor yang paling mudah untuk dikontrol
sehingga melalui faktor inilah bisa dilakukannya pencegahan dari obesitas.
Perilaku makan yang bisa menyebabkan terjadinya obesitas diantaranya
yaitu :
 Frekuensi memakan snack yang tidak terkontrol. Memakan snack di
antara waktu makan memang bisa mencegah terjadinya
hipoglikemia, akan tetapi konsumsi snack saat menonton televisi
atau setelah makan utama, bisa menyebabkan peningkatan
konsumsi energi yang signifikan. Tidak hanya frekuensinya saja,
kandungan bahan-bahan yang ada dalam snack pun menjadi salah
satu faktornya.
 Makan di luar rumah. Makanan yang bisa didapatkan di luar rumah
cenderung memiliki tingkat energi, kadar lemak, lemak jenuh,
kolesterol, dan sodium lebih tinggi daripada makanan rumahan.
Selain itu porsi makanan yang disajikan biasanya lebih besar dan
tidak sesuai dengan porsi tiap individu. Porsi lebih yang besar
meningkatkan konsumsi energi per harinya, sehingga timbul
keseimbangan energi dan memicu terjadinya obesitas.
 Komposisi kandungan makanan tidak sesuai. Komposisi kandungan
makanan berperan penting pada proses timbulnya obesitas.
Makanan yang mengandung lemak jenuh tinggi bisa berpotensi
menimbulkan obesitas dan penyakit lainnya. Makanan yang
mengandung gula buatan memiliki kadar indeks glikemik yang tinggi
sehingga proses lapar menjadi lebih cepat dan seseorang akan
makan lagi dalam waktu yang berdekatan. Kurangnya karbohidrat
kompleks dan serat juga cepat memicu terjadinya lapar sehingga
orang akan cenderung makan dalam waktu yang berdekatan juga.

d) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai pergerakan tubuh khususnya otot yang
membutuhkan energy dan olahraga adalah salah satu bentuk aktivitas
fisik.Rekomendasi dari Physical Activity and Health menyatakan bahwa
aktivitas fisik sedang sebaiknya dilakukan sekitar 20-30 menit atau lebih
dalam seminggu.Aktivitas fisik sedang antara lain berjalan, jogging,
berenang, dan bersepeda. Aktivitas fisik yang dilakukan setiap hari
bermanfaat bukan hanya untuk mendapatkan kondisi tubuh yang sehat
tetapi juga bermanfaat untuk kesehatan mental, hiburan dalam mencegah
stress.Rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor utama yang
mempengaruhi obesitas. Anak yang tidak rutin berolahraga memiliki resiko
obesitas sebesar 1,35 kali dibandingkan dengan anak yang rutin
berolahraga. Selain itu ternyata anak yang tidak rutin berolahraga justru
cenderung memiliki asupan energi yang lebih tinggi dibandingkan anak yang
rutin berolahraga.Makanan dan aktivitas fisik dapat mempengaruhi
timbulnya obesitas baik secara bersama maupun masing-masing.(Ayu,
2011).Ada hubungan obesitas dengan faktor genetic, faktor pola makan,
kurang gerak atau olahraga, dan faktor lingkungan sekolah dan keluarga
(Dian, 2011).Ada hubungan pola makan dengan obesitas dan ada hubungan
pula antara aktivitas fisik dengan obesitas. Hubungan pola makan dan
aktivitas fisik dengan obesitas sebesar 80,1% sedangkan sisanya sebesar
19,9% dipengaruhi oleh faktor lain. (Luthfiana Arifatul Hudha, 2006).

e) Peran Serta Orang Tua


Orang tua sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap kesehatan anak
mengambil inisiatif untuk memberikan semua jenis makanan yang dianggap
dapat memenuhi gizi anak terutama orang tua yang berpendapatan tinggi
memiliki peluang yang lebih besar untuk memilih jenis makanan, adanya
peluang tersebut mengakibatkan pemilihan jenis dan jumlah makanan tidak
lagi berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan kesehatan tapi lebih
mengarah pada pertimbangan praktis (fast food) yang jika tidak diimbangi
dengan aktivitas fisik seimbang akan mempengaruhi jumlah pembakaran
kalori tubuh. Peran orangtua sangat penting dalam membantu penurunan
berat badan anak.Hal-hal yang bisa dilakukan oleh orangtua diantaranya
adalah penyiapan makanan yang seimbang sesuai saran dari dokter ataupun
ahli gizi, memberikan dorongan kepada anak, serta memantau pola makan,
dan aktivitas anak.Anggota keluarga juga turut berperan diantaranya
dengan melakukan penurunan asupan makanan dan peningkatan aktivitas
fisik.
 Dampak Obesitas
Selain tidak baik untuk penampilan, badan yang terlalu gemuk juga berisiko
mengundang datangnya berbagai penyakit berbahaya. Jangan sepelekan masalah
berat badan. Selain untuk menunjang penampilan, berat badan yang ideal juga baik
bagi kesehatan. Karenanya, penting bagi kita untuk menjaga berat badan agar tidak
terlalu gemuk.
Obesitas atau kelebihan berat badan adalah kondisi yang biasanya diakibatkan pola
hidup yang tidak sehat. Kondisi ini berbahaya dan berdampak negatif bagi
kesehatan karena obesitas dapat memicu datangnya penyakit yang serius, seperti
jantung maupun diabetes. Dampak negatif obesitas, antara lain:
 Sulit Bernapas
Hal yang dialami orang kegemukan adalah sulit bernapas dan napasnya
cenderung pendek. Disebabkan karena adanya lemak yang menumpuk
pada daerah dada dan leher, sehingga mengalami kesulitan bernafas
baik untuk menghirup atau mengeluarkan udara.
 Munculnya Masalah Kulit
Salah satu dampak negatif obesitas adalah munculnya masalah pada
kulit yang diakibatkan perubahan hormon. Timbunan lemak berlebih
akan membuat kulit lebih lebar yang akhirnya menciptakan garis-garis
halus. Lipatan lemak juga membuat jamur dan bakteri tumbuh dan
berkembang yang memicu terjadi infeksi pada kulit.
psoriasis mungkin juga terkait dengan berat badan. Dengan kata lain,
orang yang mengalami obesitas lebih berisiko mengalami psoriasis.
Para dokter tidak tahu mana yang lebih dulu terjadi, tetapi yang pasti,
sel-sel lemak dipercaya dapat memicu terjadinya peradangan. Obesitas
juga sudah terbukti dapat memperparah kondisi psoriasis seseorang.
 Nyeri Persendian dan Otot Kaki
Orang yang mengalami berat badan berlebihan sering mengalami nyeri
pada pada persendian dan otot kaki. Nyeri lutut secara terus-menerus
dapat merusak postur tubuh. Semua hal tersebut terjadi karena
kelebihan berat badan yang menambah beban atau tekanan pada lutut
dan pergelangan kaki.
 Asam Lambung Naik
Kelebihan berat badan bisa memicu asam lambung naik hingga ke
kerongkongan. Jika hal tersebut terjadi, pengidap akan merasakan
sensasi terbakar, rasa sakit dan tekanan di sekitar dada dan leher.
Penyebabnya adalah lemak yang menekan daerah lambung yang
bersifat asam naik.
 Depresi
Kegemukan juga bisa memicu depresi. Orang yang merasa dirinya
gendut atau kegemukan cenderung lebih mudah stres itu dikarenakan
perasaan rendah diri menjadi salah satu faktor pendorong pengidap
menjadi lebih mudah stres depresi.
 Mendengkur
Pengidap akan mengalami gangguan tidur yang identik dengan
mendengkur. Hal ini disebabkan jaringan lemak pada leher menekan
saluran napas bagian atas, terutama ketika berbaring, yang membuat
pengidap berisiko untuk mendengkur.
Obesitas dan mendengkur bukan hanya soal lemak di leher saja.
Obesitas sentral, di mana lemak ditemukan di sekitar perut dan dada,
juga dapat memperburuk mendengkur yang menyebabkan sleep
apnea. Kondisi ini dapat menyebabkan seseorang mendengkur sangat
kencang dan berhenti bernapas sebentar saat tidur. Akibatnya,
pengidap akan merasa mengantuk di siang hari dan kondisi ini juga
dapat membuat risiko penyakit jantung dan stroke meningkat.
 Sakit Punggung
Tidak sedikit dari pengidap mengeluhkan sakit punggung. Lemak yang
menumpuk akan menambah beban pada tulang belakang. Jika tidak
segera menurunkan berat badan, nyeri punggung bisa berlanjut, dan
meningkatkan patah tulang dari dalam.
 Hipertensi
Salah satu risiko yang dialami pengidap adalah meningkatnya tekanan
darah perifer. Banyak pengidap obesitas mengidap tekanan darah tinggi
atau hipertensi dan akhirnya memicu penyakit jantung.
 Menstruasi Tidak Teratur
Datang bulan atau menstruasi tidak teratur diakibatkan faktor
ketidakseimbangan hormon. Ketidakseimbangan ini pada umumnya
dipicu oleh kondisi obesitas. Kelebihan lemak dapat memengaruhi
kinerja hormon yang membuatnya tidak berfungsi dengan normal.
 Varises
Varises terjadi saat vena melebar yang diakibatkan karena melemahnya
dinding pembuluh darah. Gumpalan pembuluh darah berwarna ungu
atau biru menjadi pertanda munculnya varises.(4)
3. Food Marketing Mempengaruhi Kejadian Obesitas
 Pengertian Food Marketing
Food Marketing adalah sebuah aktivitas yang melibatkan tempat di dalam sebuah
food system antara petani (produsen) dan konsumen. Food marketing termasuk
dialamnya adalah proses pengolahan, menjual secara grosir ataueceran, pelayanan
terhadap makanan (produk), dan juga transportasi. Sistem pemasaran menunjukkan
sebuah pelayanan yang dibutuhkan untuk memindahkan makanan dari produsen ke
konsumen. Kebanyakan produk yang akan dipasarkan telah melalui pemprosesan,
pengemasan, penyimpanan, dan diangkut melalui jalur pemasaran tertentu. Semua
itu bergantung pada kondisi alami produk tersebut dan lokasi relatifnya kepada
konsumen. Pemasaran sesuatu meskipun itu hanya satu buah produk bisa jadi
merupakan suatu proses yang rumit melibatkan banyak produsen dan perusahaan.
(5)
 Komponen Food Marketing
Dalam food marketing terdapat empat komponen yang biasa disebut sebagai “Four
Ps (4Ps)”.
 Produk (Product )Dalam menentukan sebuah produk baru, maka selera
konsumen adalahsalah satu yang harus diperhatikan. Kita dapat membuat
produk yang benar-benarbaru, atau dapat juga dengan memodifikasi atau
mengembangkan produk yang sudah ada sebelumnya. Ada tiga step dalam
melakukan pengembangan produk,yaitu:
a. melahirkan sebuah ide,
b. menyaring ide untuk kelayakan,
c. mengujiide untuk melihat ketertarikan padanya.
 Harga (Price)Untuk mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan,
produsen harusdapat mematok harga dimana dari harga tersebut dapat
menutupi biaya produksi,pengemasan, pengagkutan, penyimpanan, serta
penjualan produk.
 Promosi (Promotion)Promosi melalui media televisi dan majalah sebagai
usaha untuk meyakinkan konsumen untuk berpikir mengenai sebuah
produk yang dipromosikan sehingga mereka memutuskan untuk
membelinya. Promosi juga dapat dilakukan pada koran-koran dengan
menawarkan sebuah kupon diskon atau strategi “buy one get one free.”
 Tempat atau Lokasi (Place)Tempat dikatkan dengan usaha distribusi yang
dibutuhkan untukmemindahkan sebuah produk dari tempat produksi
menuju ke tempat dimana konsumen dapat dengan mudah membelinya.
Lokasi juga dapat dikaitkan dalamhal peletakan produk dalam sebuah rak
penjualan (apakah itu di ujung, di palingbawah, paling atas, atau di tengah-
tengah).(6)
 Hubungan Konsumsi Fast Food terhadap Obesitas
Fast food adalah makanan cepat saji yang sebelumnya sudah dilakukan proses
pengolahan tahap awal sehingga saat ada pesanan hanya melanjutkan proses
pengolahan lanjutan yang waktunya relatif lebih cepat.
Penelitian Allo (2013) menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
konsumsi fast food dengan kejadian obesitas remaja. Semakin banyak konsumsi
makanan cepat saji, samakin tinggi kejadian obesitas karena kandungan energi dan
lemak pada makanan cepat saji sangat tinggi.
Kegemukan anak bisa disebabkan akibat makan melebihi kebutuhan, kurang
aktivitas fisik, dan karena pengaruh iklan makanan yang berlebihan. Gaya hidup
masa kini juga bisa menyebabkan kegemukan yaitu adanya kecenderungan suka
mengkonsumsi makan cepat saji atau fast food modern seperti burger, pizza, frenc
fries.
Pada era globalisasi sekarang ini,terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan.
Masalah gizi di Indonesia dan di Negara berkembang lainnya pada umumnya masih
didominasi oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia besi,Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium(GAKI), kurang vitamin A (KVA) dan obesitas terutama di kota-
kota besar. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1993, telah
terungkap bahwa Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya sementara
masalah gizi kurang belum dapat teratasi secara menyeluruh, sudah muncul
masalah baru, yaitu berupa gizi lebih. Beberapa faktor penting yang menyumbang
kejadian obesitas pada remaja terutama penurunan aktivitas fisikdan peningkatan
ketidak aktifan fisik.
Hasil survei nasional Singapura tahun 1997 menunjukkan bahwa 34 % populasi
mempunyai aktivitas olahraga satu kali (14% frekuensinya 3 atau lebih per minggu),
sedangkan 59 % tidak aktif.
Waktu yang digunakan untuk aktivitas yang tidak aktif atau aktivitas ringan masih
tinggi persentasenya dibandingkan aktivitas sedang maupun berat. Hal tersebut
yang
diduga menjadi penyebab meningkatnya prevalensi obesitas.Penyebab obesitas
sangat kompleks dalam arti banyak sekali faktor yang menyebabkan obesitas.
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas dikelompokkan menjadi
faktor lingkungan dan genetik.
Fast food adalah makanan cepat saji yang diperoleh dari makanan luar rumah yang
disajikan dengan sedikit waktu dan tidak perlu menunggu waktu lagi semenjak
makanan dipesan sampai dengan disajikan.
Kehadiran fast food dalam industri makanan di Indonesia bisa mempengaruhi pola
makan para remaja di kota. Beberapa tahun terakhir ini, banyak didirikan tempat-
tempat penjualan fast food di beberapa kota besar di Indonesia terutama di tempat
yang strategis di Mall,supermarket bahkan bermunculan di pinggiran jalan.
Fast food ditawarkan dengan harga yang terjangkau oleh kantong-kantong remaja,
selain karena pelayanan yang cepat dan ramah,kepercayaan, kenyamanan dan
promosi yang menarik, kebiasaan mengkonsumsi Fast food sudah menjadi bagian
dari gaya hidup remaja kota.
Frekuensi makan fast food pada remaja banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah media massa,uang saku, pengetahuan dan sikap remaja
terhadap fast food. Fast food umumnya mengandung lemak, kolesterol, garam dan
energi yang sangat tinggi. Kandungan gizi yang tidak seimbang ini bila terlanjur
menjadi pola makan, akan berdampak negatif pada
keadaan gizi pada remaja.
Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan system
penunjangnya. Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi di luar metabolisme
untuk bergerak. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung banyak otot yang
bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan.Berbagai
aktivitas fisik bila dilakukan secara teratur dapat meningkatkan kesehatan. Olahraga
adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana, mempunyai struktur, melibatkan
gerak tubuh berulang-ulang serta ditujukan untuk meningkatkan atau memelihara
komponen kesegaran jasmani yaitu kapasitas aerobik, kekuatan otot, daya tahan
otot, kelenturan, dan komposisi tubuh.(7)
REFERENSI

1. Erigaagustiningsasi,dkk.(2017).hubungan antara paparan iklan


makanan dan minuman ringan ditelevisi.jurnal pustaka kesehatan.
2. Lelywahyuniae, & L.Karyadi.(2020).iklan makanan,Lisensi creative
commons atribus.11.152.
3. Masrul.(2018).epidemi obesitas dan dampaknya.Majalah kedokteran
Andalas.152.162.
4. Jujulipo.2001.Makalah obesitas.Dikutip dari
:https://id.scribd.com/doc/55609674/makalah-obesita
5. Makalah food marketing.Dikutip
dari:https://www.academia.edu/20206356/Makalah_Food_Marketig.
6. Perner, Lars, Ph.D. 2014. Food Marketing. (Online).http://www.consu
merpsychologist.com/food_marketing.html
7. yesaloveania Ambariati.(2017).Konsumsi Joonk Food dan Obesitas
Pada Remaja.Jilid 5.No.1

Anda mungkin juga menyukai