Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN

Disusun Oleh :
FILA DIANA NURHAYATI
NIM. SN191055

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA ABDOMEN

A. KONSEP PENYAKIT.
1. Definisi.
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang
mengakibatkan cedera / ruda paksa atau kerugian psikologis atau
emosional (Dorland, 2011).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan
daerah antara diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap
struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan
oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignatius & Workma, 2009).
Berdasarkan beberpaa teori diatas dapat disimpulkan bahwa trauma
abdomen adalah suatu kerusakan pada daerah abdomen yang dapat
disebabkan oleh benda tumpul atau benda yang menusuk, yang dapat
menyebabkan cedera baik fisi, psikologis ataupun emosional.
2. Etiologi.
Kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh
dari ketinggian. Menurut Sjamsuhidayat (2010), penyebab trauma
abdomen adalah :
a. Penyebab Trauma Penetrasi.
1) Luka akibat terkena tembakan.
2) Luka akibat tikaman benda tajam.
3) Luka akibat tusukan.
b. Penyebab Trauma non Penetrasi.
1) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh.
2) Hancur (tertabrak mobil).
3) Terjebit sabuk pengaman karena terlalu menekan perut.
4) Cedera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olahraga.

2
3. Klasifikasi Trauma Abdomen (Sjamsuhidayat, 2010).
a. Kontusio dinding abdomen.
Disebabkan trauma non penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak
terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
b. Laserasi.
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus dieksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddart & Brunner
(2013) terdiri dari :
1) Perforasi organ intraperitoneum.
Cedera pada isi abdomen mungkin disertai oleh bukti adanya
pada dinding abdomen.
2) Luka tusuk (Trauma penetrasi) pada abdomen.
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan
diagnostic ahli bedah.
3) Cedera thorak abdomen.
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
4. Manifestasi Klinik (Sjamsuhidayat, 2010).
Kasus trauma abdomen ini bias menimbulkan manifestasi klinis
meliputi : nyeri tekan diatas daerah abdomen, distensi abdomen,
demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu
tubuh, nyeri spontan.
a. Pada trauma non penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya :
1) Jejas atau rupture dibagian dalam abdomen.
2) Terjadi perdarahan intra abdominal.
3) Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu
sehingga fugsi usus tidak normal dan biasanya akan
mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual muntah dan
BAB hitam (melena).

3
4) Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam
setelah trauma.
5) Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio
pada dinding abdomen.
b. Pada trauma penetrasi biasanya terdapat :
1) Terdapat luka robekan pada abdomen.
2) Luka tusuk sampai menembus abdomen.
3) Biasanya organ yang terkena penetrasi bias keluar dari dalam
abdomen.
4) Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak
perdarahan dan dapat memperburuk keadaan.
5. Komplikasi (Sjamsuhidayat, 2010).
a. Segera : Hemoragik, syok, dan cedera.
b. Lambat : infeksi.
c. Trombosis vena.
d. Emboli pulmonary.
e. Stess ulserasi dan perdarahan.
f. Pneumonia.
g. Tekanan ulserasi.
h. Atelektasis.
i. Sepsis.
6. Patofisiologi dan Pathway.
a. Patofisiologi.
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia
(akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga
dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan
hasil dari interaksi antara factor-faktor fisik dari kekuatan tersebut
dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan
dengan kemampuan obyek statis (yang di tabrak) untuk menahan
tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan
pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi
jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang

4
menghentikan tubuh yang penting. Trauma juga tergantung pada
elastisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk
aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan
tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat
melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus
dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relative
terhadap permukaan benturan. Hal tersebutdapat terjadi cedera
organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme :
a. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan
hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk
pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan
terjadinya rupture dari organ pada maupun organ berongga.
b. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen
anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secra mendadak dapat
menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler
(Hudak & Gallo, 2010).

5
b. Pathway

1. Trauma Penetrasi.
2. Trauma Non Penetrasi

1. Kontusio dinding abdomen


2. Laserasi.
a. Perforasi organ intraperitonium.
b. Luka tusuk pada abdomen.
c. Cedera thorak abdomen.
Kerusakan
pada organ
Perdarahan pada rongga peritonium cidera

Distensi
Motilitas usus Hipovolemia Abdomen
Menurun

Resiko Syok Peningkatan


Refluk cairan dari
tekanan
usus berlebih.
diafragmatik
Kerusakan
Resiko kekurangan sel / jaringan
volume cairan Ketidakefektifan
pola nafas
Pengeluaran media
kimia oleh sel mast
Penurunan
intake makanan
Stimulasi serabut saraf

Resiko Merangsang hormone bradykinin,


ketidakseim prostaglandin, dan histamin
bangan
nutrisi
kurang dari Proses tranduksi,
kebutuhan transmisi, dan
persepsi

Nyeri Akut
(Hudak & Gallo, 2010)

6
7. Penatalaksanaan (Medis dan Keperawatan) (Hudak & Gallo, 2010).
a. Abdominal paracentesis.
Menetukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum,
merupakan indikasi untuk laparatomi.
b. Pemeriksaan Laparaskopi.
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
c. Pemasangan NGT.
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
d. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan.
e. Pemberian antibiotik.
Untuk mencegah terjadinya infeksi.
f. Laparatomi.
B. ASUHAN KEPERAWATAN.
1. Pengkajian.
Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip –
prinsip penanggulangan penderita gawat darurat yang mempunyai
skala prioritas. Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap
sebagai multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada
abdomennya saja.
a. Riwayat.
1) Riwayat penyakit sekarang (Trauma).
 Penyebab trauma dikarenakan benda tumpul atau
peluru.
 Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa, dan
bagaimana posisinya saat jatuh.
 Kapan kejadiannya dan jam berapa kejadiannya.
 Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri,
bagaimana sifatnya, pada kuadaran mana yang
dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.
2) Riwayat penyakit lalu.
 Ada kemungkinan tidak pasien mempunyai gangguan
jiwa.

7
 Apakah pasien menderita penyakit asma, DM,
gangguan faal hemostasis.
b. Pola Gordon.
1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan.
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan,dan
penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun tujuan,
pengetahuan tentang praktek kesehatan.
2) Pola Nutrisi / Metabolik.
Menggambarkan Masukan Nutrisi, balance cairan dan
elektrolit, nafsu makan, pola makan, diet, fluktuasi BB
dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah,
Kebutuhan jumlah zat gizi, masalah /penyembuhan
kulit,Makanan kesukaan.
3) Pola Eliminasi.
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit.
Kebiasaan defekasi, ada tidaknya masalah defekasi,
masalah miksi (oliguri,disuri, dll), penggunaan kateter,
frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses,
pola input cairan, infeksi saluran kemih, masalah bau
badan, dll.
4) Pola Aktivitas dan Latihan.
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan
dan sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan
sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan
satu sama lain.
5) Pola Istirahat Tidur.
Menggambarkan pola tidur istirahat dan persepasi tentang
energi. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah
selama tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan
obat, mengeluh letih.
6) Pola Kognitif-Perseptual.

8
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi
sensori meliputi pengkajian fungsi penglihatan,
pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya
terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya
mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap
persitiwa yang telah lama terjadi atau baru terjadi, dan
kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan
nama(orang atau benda yang lain). Tingkat pendidikan,
persepsi nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan untuk
mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat bantu
dengar, melihat, kehilangan bagian tubuh atau fungsinya,
tingkat kesadaran, orientasi pasien, adakah gangguan
penglihatan, pendengaran, persepsi sensori (nyeri),
penciuman dll.
7) Pola Persepsi Konsep Diri.
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain
gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan ide diri
sendiri. Manusia sebagai system terbuka dimana
keseluruhan bagian manusia akan berinteraksi dengan
lingkungannya. Disamping sebagai system terbuka,
manusia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural
spriritual dan dalam pandangan secara holistic. Adanya
kecemasan, ketakutan atau penilaian terhadap diri, dampak
sakit terhadap diri, kontak mata, aktif atau pasif, isyarat
non verbal,ekspresi wajah, merasa tak berdaya,gugup atau
relaks.
8) Pola Hubungan Peran.
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran
klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat, tempat
tinggal klien, pekerjaan, tingkah laku yang passive atau
agresif terhadap orang lain, masalah keuangan dll.

9
9) Pola Seksualitas Reproduksi.
Menggambarkan kepuasan atau masalah seksualitas,
dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid,
pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hubungan
sex, pemeriksaan genital.
10) Pola Mekanisme Koping.
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress
dan penggunaan system pendukung. Penggunaan obat
untuk menangani stress, interaksi dengan orang terdekat,
menangis, kontak mata, metode koping yang biasa
digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress.
11) Pola Nilai dan Keyakinan.
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai keyakinan
termasuk spiritual. Menerangkan sikap dan keyakinan
klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan
konsekuensinya. Kegiatan keagamaan dan buadaya,
berbagi dengan orang lain, bukti melaksanakan nilai dan
kepercayaan, mencari bantuan spiritual dan pantangan
dalam agama selama sakit.
c. Pemeriksaan fisik.
1) Sistem Pernafasan.
a) Inspeksi : bagian frekuensinya, iramanya dan adakah
jejas pada dada serta jalan nafasnya.
b) Palpasi : simetris atau tidaknya dada saat paru ekspansi
dan pernafasan tertinggal.
c) Perkusi : adakah suara hipersonor dan pekak.
d) Auskultasi : adakah suara abnormal, wheezing dan
ronchi.
2) Sistem Kardiovaskuler.
a) Inspeksi : adakah perdarahan aktif atau pasif yang
keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis.

10
b) Palpasi : bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral
dan bagaimana suara detak jantung menjauh atau
menurun dan adakah denyut jantung paradoxks.
3) Sistem Neurologis.
a) Inspeksi : adakah gelisah atau tidak, adakah jejas
dikepala atau tidak.
b) Palpasi : adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada
anggota gerak.
c) Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
4) Sistem Gastrointestinal.
a) Inspeksi.
 Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang
keluar.
 Adakah distensi abdomen, kemungkinan adanya
perdarahan dalam cavum abdomen.
 Adanya pernapasan perut yang tertinggal atau
tidak.
 Jika batuk terdapat nyeri pada kuadran berapa,
adanya kemungkinan abdomen iritasi.
b) Auskultasi.
 Kemungkinan adanya peningkatan atau
penurunan bising usus, bahkan menghilang.
c) Palpasi.
 Adakah spasme / defence maskular dan
abdomen.
 Adakah nyeri tekan, dan pada kuadran berapa.
 Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya.
d) Perkusi.
 Adakah nyeri ketuk, dan pada kuadran berapa.
 Kemungkinan – kemungkinan adanya cairan /
udara bebas dalam cavum abdomen.

11
5) Sistem Urologi.
a) Inspeksi : adakah jejas pada rongga pelvis , adakah
distensi pada daerah vesical urinaria, serta bagaimana
produksi urine dan warnanya.
b) Palpasi : adakah nyeri tekan pada vesica urinaria,
adanya distensi vesical urinaria.
c) Perkusi : Nyeri ketuk pada daerah vesical urinaria.
6) Sistem Tulang dan Otot.
a) Inspeksi : adakah jejas dan kelainan bentuk ekstremitas
terutama daerah pelvis.
b) Palpasi : adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul
atau pelvis
d. Pemeriksaan Penunjang (Diagnostik / Laboratorium).
Menurut Musliha (2010), Pemeriksaan diagnostic untuk
trauma abdomen yaitu :
a) Foto Thoraks.
Untuk m,elihat adanya trauma pada thorax.
b) Pemeriksaan Darah Rutin.
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base line data bila
terjadi perubahan terus menerus. Demikian pula dengan
pemeriksaan hematocrit. Pemeriksaan leukosit yang
melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan rupture lienalis. Serum amilase yang tinggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pancreas atau
perforasi usus halus, kenaikan transaminase menunjukkan
kemungkinan trauma pada hepar.
c) Plain abdomen foto tegak.
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum,
udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum
dan perubahan gambaran usus.

12
d) Pemeriksaan Urine.
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila
dijumpai hematuria. Urine yang jernih belum dapat
menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital.
e) VP (Intravenous Pyelogram)
Dilakukan apabila ada trauma ginjal.
f) Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL).
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan
usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu ,
tetapi Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) ini hanya alat
diagnostic. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (Gold
Standard).
g) USG dan CT Scan.
Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan
retroperitoneum.

2. Diagnosa Keperawatan.
a. Resiko Syok.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot
pernafasan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik.
d. Resiko kurang volume cairan tubuh berhubungan dengan
kehilangan volume cairan.
e. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan asupan diet kurang.

13
3. Perencanaan Keperawatan (Nanda Nic-Noc).
a. Resiko Syok.
NOC : Keparahan Syok : Hipovolemic.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam resiko syok teratasi dengan
kriteria hasil :
1) Suhu normal (26,5-37).
2) Nadi normal (80-90).
3) Tidak ada tanda-tanda perdarahan.
4) Balance cairan seimbang.
NIC : Manajemen syok.
1. Monitor TTV, keadaan umum dan kesadaran pasien.
2. Monitor intake dan output.
3. Monitor adanya perdarahan.
4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
5. Anjurkan pasien konsumsi cairan
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV dan
Produk darah.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan,
keletihan otot pernafasan.
NOC : Status Pernafasan : Ventilasi.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam pola nafas tidak efektif teratasi
dengan kriteria hasil :

1) RR 20 x/ menit.
2) Tidak ada retraksi dada.
3) Saturasi oksigen diatas 96 %.
NIC : Manajemen Jalan Nafas.
1. Monitor tanda-tanda vital, keadaan umum dan kesadaran.
2. Monitor status pernafasan dan oksigenasi.
3. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust.

14
4. Masukkan oropharyngeal airway (OPA) jika pasien tidak
sadar.
5. Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
6. Auskultasi suara nafas.
7. Lakukan penghisapan lender jika ada lender didalam mulut.
8. Ajarkan pasien untuk Tarik nafas dalam dan dikeluarkan pelan-
pelan.
9. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian inhalasi.

c. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik.


NOC I : Kontrol Nyeri
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi dengan kriteria hasil :

1) Mengetahui faktor penyebab nyeri.


2) Mengetahui permulaan terjadinya nyeri.
3) Menggunakan tindakan pencegahan.
4) Melaporkan gejala.
5) Melaporkan kontrol nyeri.
NIC : Manajemen Nyeri
1. Kaji nyeri secara menyeluruh meliputi lokasi, durasi, kualitas,
keparahan nyeri dan faktor pencetus nyeri.
2. Kaji kenyamanan non verbal.
3. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,
durasi nyeri.
4. Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam.
5. Anjurkan untuk istirahat/ tidur.
6. Kendalikan faktor lingkungan yang menyebabkan nyeri.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi analgetik.

NOC II : Tingkat Nyeri


Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam nyeri teratasi dengan kriteria hasil :

15
1) Melaporkan nyeri berkurang atau hilang.
2) Frekuensi nyeri berkurang.
3) Lamanya nyeri berlangsung
4) Ekspresi wajah saat nyeri.
5) Posisi tubuh melindungi.
NIC : Pemberian Analgetik.
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan tingkat nyeri
sebelum mengobati pasien.
2. Cek obat, meliputi jenis, dosis, dan frekuensi pemberian
analgetik.
3. Tentukan jenis analgetik (Narkotik, Non-narkotik) disamping
tipe dan tingkat nyeri.
4. Tentukan analgetik yang tepat, cara pemberian dan dosisnya
secara tepat.
5. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan
volume cairan.
NOC : Keseimbangan cairan.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien :
1) Urine output (1-1,5 cc/kgBB/jam).
2) Suhu Normal : 36,5-37
3) Nadi 60-100
4) Turgor elastis
5) Membran mukosa lembab
6) Balance cairan seimbang
NIC : Manajemen cairan
1. Monitor intake dan output
2. Observasi adanya perdarahan
3. Monitor status hidrasi ( jumlah urin, nadi, suhu)
4. Laksanakan terapi sesuai program

16
5. Ajarkan pada pasien dan keluarga pentingnya kebutuhan
cairan
6. Kolaborasi pemberian cairan intravena , dan pemasangan
NGT, serta pemeriksaan elektrolit.
e. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan asupan diet kurang.
NOC : Status Nutrisi : Asupan Nutrisi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi
tercukupi dengan kriteria hasil :
1) Pasien tidak muntah.
2) Nafsu makan meningkat.
3) Status Nutrisi dan Cairan adekuat.
NIC : Manajemen Nutrisi.
1. Monitor asupan makanan dan kalori.
2. Monitor penurunan dan peningkatan berat badan.
3. Menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan.
4. Berikan makanan yang mudah dicerna oleh pasien dan toleransi
ke pasien.
5. Berikan makanan yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
6. Berikan makanan secara bertahap.
7. Ajarkan kepada keluarga pentingnya nutrisi pasien.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan NGT.
9. Kolaborasi dengan dokter pemberian anti emetic.

4. Evaluasi.
Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil
yang mengacu pada kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada
masing-masing diagnosa keperawatan sehinnga :
a. Masalah teratasi maka intervensi dihentikan.
b. Masalah belum teratasi maka intervensi dilanjutkan atau dilakukan
pengkajian ulang dan merubah intervensi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aleq, M. (2018). Ruptur lien akibat trauma abdomen : Bagaimana


pendekatan diagnosis dan penatalaksanaannya. Jurnal ilmu
kesehatan dan kedokteran keluarga. Volume 14. Nomor 1
2018.
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8 volume 2. Jakarta EGC.
Dorland N. (2011). Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi ke 28.
Mahode AA, editor. Jakarta: EGC. hal 457-507.

Gloria M, B dkk, (2013). Nursing Interventions Classification


(NIC). Philadelphia : ELSEVIER.
Guilon, F. (2011). Epidemiology of Abdominal Trauma. In :CT of
The Acute Abdomen.London: Springer; 15-26.

Herdman, T.H., (2018), NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC.
Hudak, C. M. & Gallo, B. M. (2010). Keperawatan Kritis:
Pendekatan Holistik Volume 1 (Ed.6). (M. Ester, editor)
(Asih, Penerjemah). Jakarta : EGC.
Indah, dkk. (2016). Hubungan penatalaksanaan operatif trauma
abdomen dan kejadian laparatomi negative di RSUP Prof Dr.
R.D.Kandou Manado. Jurnal Biomedik (JBM). Volume 8 No
2. Suplemen. Juli 2016.hlm s52-s57.
Ignatius, D. D., & Workman, M. L., 2009, Medical surgical
nursing. critical thinking for collaboration care, Elseiveir Inc.

Moorhead, S. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC).


Philadelphia : ELSEVIER.

18
Sjamsuhidajat & de jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:
EGC

19

Anda mungkin juga menyukai