Anda di halaman 1dari 2

Proses Urbanisasi dan Ketimpangan Wilayah Desa-Kota

Pola Urbanisasi
Urbanisasi adalah proses pengembangan daerah yang dahulunya merupakan
pedesaan menjadi suatu kota atau proses pengkotaan suatu wilayah. Di Indonesia sendiri,
pada tahun 2000 penduduk sudah mencapai 220 juta Yang tersebar di 17300 pulau dan
60% masih menetap di daerah pedesaan. Kebijakan dekonsentrasi planologis dengan
memindahkan salah satu fungsi kota ke daerah menjadi pola proses urbanisasi kota di
Indonesia. Sebagai contoh Jabodetabek ( jakarta, bogor, tanggerang, bekasi) yakni sebagai
aglomerasi wilayah metropolitan Jakarta.
Proses urbanisasi di negara maju berawal pada revolusi industri saat tenaga kerja
sangat dibutuhkan, oleh karena itu penduduk desa dianjurkan pemerintah untuk melakukan
migrasi agar terpenuhinya tenaga kerja yang dibutuhkan. Sedangkan di negara dunia ketiga
atau negara yang memiliki ekonomi yang kurang baik, memiliki proses urbanisasi yang
berbeda dengan negara maju di mana laju pertumbuhan sektor industri tidak mampu
menyerap tenaga kerja yang tidak terampil dari desa. Disisi lain, ketidakmampuan
pemerintah kota dalam memenuhi kebutuhan warga yang terus bertambah menimbulkan
berbagai permasalahan tersendiri bagi kota, termasuk meluasnya daerah pemukiman
kumuh sebagai cerminan kemiskinan di perkotaan.
Secara historis interaksi desa kota dalam skala terbatas pada masa pasca kolonial,
kebijakan pembangunan pendorong terjadinya pembangunan di wilayah kota dan hal ini
cenderung menguntungkan kemajuan kota ketimbang desa. Orientasi ekonomi ekspor,
penanaman modal asing, pembangunan sarana prasarana, serta fasilitas publik yang
dibangun di daerah perkotaan berdampak pada meluasnya kesenjangan sosial ekonomi
antara desa dengan kota. Pembangunan kota seolah jauh meninggalkan pembangunan
wilayah pedesaan sehingga sebagai dampaknya menjadi tujuan para migran untuk
mengadu nasib ke kota

Pola Migrasi Desa ke Kota


1. Arus Migrasi
Di Indonesia pada akhir tahun 1990-an, distribusi penduduk Indonesia masih
terpusat di pulau Jawa dan Madura. Penyebaran penduduk yang tidak merata ini
menunjukkan bahwa daerah tertentu memiliki berbagai kelebihan sehingga diminati
penduduk lain untuk memasukinya dan menjadikannya sebagai tempat tinggal baru.
Ketimpangan pembangunan sosial ekonomi, ditambah dengan situasi sosial politik yang
memanas pada sejumlah wilayah di Indonesia Timur menambah persepsi negatif dan
mengurangi minat penduduk dari pulau Jawa untuk bermigrasi ke sejumlah wilayah yang
berpotensi konflik tersebut. Arus migrasi ke provinsi di luar Jawa lebih didorong oleh
pengiriman. Transmigrasi ke wilayah tersebut kurang diminati karena kondisi sosial ekonomi
dan politik di daerah tujuan transmigrasi yang tidak kondusif bagi perbaikan kehidupan.
Fenomena tersebut semakin menunjukkan bahwa upaya meningkatkan migrasi
penduduk menuju Indonesia Timur belum berhasil baik. Sebaliknya dapat dilihat pada
provinsi dengan proporsi penduduk migran tinggi sudah tentu memiliki kelebihan dalam
bidang kehidupan ekonomi politik yang mendorong orang lain untuk memasukinya. Data
memperlihatkan bahwa provinsi utama yang memiliki kelebihan kelebihan tersebut adalah
DKI Jakarta. Hal ini semakin menguatkan bahwa Pembangunan yang lebih mengarah atau
mengutamakan kota menjadikan situasi yang tidak berimbang dalam konteks hubungan
desa kota
2. Alasan bermigrasi
Banyak sekali faktor yang mempengaruhi migrasi. Secara umum hal itu dapat
digolongkan ke dalam dua faktor, yaitu:
● Faktor Pendorong, yang masuk ke dalam faktor ini antara lain ada Alasan ekonomi,
politik, agama, adat-istiadat.
● Faktor penari, faktor Penarik ini antara lain memberikan harapan dari suatu wilayah
negara atau wilayah tertentu.
Migrasi dari desa ke kota memunculkan dua kekhawatiran, yaitu adanya sejumlah dampak
negatif dari banyak migran yang masuk ke kota seperti munculnya daerah kumuh, dan akan
adanya gangguan stabilitas produksi pangan. Arus migrasi yang tinggi dari desa ke kota
menunjukkan adanya gaya tarik dorong antara kota dan desa.
Alasan lain yang menjadi faktor penduduk desa untuk bermigrasi adalah daya serap
lapangan kerja di sektor Informa all yang sangat ELASTIS tersedia di kota. Banyak ragam
pekerjaan sektor Informal di perkotaan yang dapat dimasuki secara mudah oleh kaum
pendatang, meskipun tidak terlalu signifikan bagi perubahan kualitas hidup mereka yang
diharapkan membaik. Pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga, buruh bangunan,
pedagang asal ngan, dan pedagang kaki lima, merupakan jenis pekerjaan yang umum
digeluti para migran. Faktor daya serap sektor Informa all ini menarik untuk di dalami karena
menunjukkan adanya hubungan ketergantungan timbal balik antara penduduk desa dan
kota terhadap jasa tenaga kerja dari pedesaan ini.

Anda mungkin juga menyukai