Share: Social Work Jurnal VOLUME: 9 NOMOR: 1 HALAMAN: 20-27 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v9i1.19863
ABSTRAK
Perceraian merupakan terputusnya hubungan pernikahan yang telah diputuskan sesuai dengan hukum
yang berlaku dan sudah berdasarkan kepada kesepakatan antara kedua belah pihak. Perceraian saat ini
fenomena yang masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat, karena perceraian ini menandakan
bahwa makna-makna yang terdapat dalam pernikahan tidak dijalankan dengan semestinya. Tujuan
penulisan artikel ini adalah untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat tentang permasalahan yang
terjadi dalam keluarga sebagai pemicu perceraian dan untuk menganalisis persepsi masyarakat terhadap
banyaknya kasus perceraian saat ini. Tulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
studi kasus, dengan pengumpulan data berupa wawancara dengan informan, penulusuran litelatur, dan
studi dokumentasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa sebagian masyarakat mempresepsikan perceraian
sebagai sesuatu yang tidak baik, terutama kasus gugat cerai yang diajukan istri. Masih adanya label di
masyarakat yang menunjukan bahwa perempuan harus berperan sesuai kodratnya, walaupun saat ini
telah banyak perempuan yang bekerja di luar rumah. Masyarakat mengungkapkan bahwa seharusnya
pernikahan harus dapat dipertahankan agar makna kesakralannya sendiri tetap terjaga.
Kata Kunci : Perceraian, Persepsi, Masyarakat
ABSTRACT
Divorce is the disconnection of the marriage relationship that has been decided in accordance with the
applicable law and has been based on an agreement between the two parties. Divorce is currently a
phenomenon that is still considered taboo by some people because this divorce indicates that the
meanings contained in a marriage are not carried out properly. The purpose this article is to describe the
public perception of the problems that occur in the family as a trigger for divorce and to analyze people's
perceptions of the number of divorce cases at present. This paper uses a qualitative approach with a case
study method, with data collection in the form of interviews with informants, literature studies, and
documentation studies. The results of the study show that some people perceive divorce as something
that is not good, especially the case of divorce filed by the wife. There is still a label in the community
which shows that women must act according to their nature, even though there are now many women
working outside. The community reveals that marriage should be maintained so that the meaning of
sacredness is maintained.
Keywords: Divorce, Perception, Society
berbeda dengan dulu, di mana masyarakat akan Teori labeling ini melihat fakta bahwa
merasa malu karena perceraian adalah aib dan terkadang ada seseorang atau bahkan kelompok
pemberi contoh yang buruk di lingkungan orang yang menjadi objek interpretasi
sosialnya. Kegagalan dalam rumah tangga yang masyarakat yang di mana identitas sosial
dianggap lumrah ini berdasarkan fakta bahwa mereka dapat dipengaruhi yang berbeda
nilai kesejahteraan dalam keluarga saat ini pendapat dengan masyarakat lainnya (Amanda,
masih belum dirasakan semua orang. 2017). Dalam fenomena perceraian ini yang
Gugatan cerai tersebut di dominasi oleh digugat oleh wanita ini, wanita sudah menyadari
wanita yang merasa kurang puas dengan keadaan keberadaannya yang berbeda di masyarakat,
rumah tangganya. Jones menyebutkan bahwa karena menurut sebagian masyarakat perceraian
banyak faktor yang menyebabkan wanita bekerja, merupakan sebuah hal yang tabu dan tidak baik,
yang diantaranya adalah untuk meningkatkan yang memperlihatkan bahwa sebuah kesakralan
taraf hidup; perubahan dalam perceraian; jaminan dalam sebuah pernikahan sudah mulai menurun.
sosial dan peraturan perpajakan; perubahan sikap Sedangkan perceraian saat ini dilakukan
gender; ketersediaan tabungan untuk membeli berdasarkan berbagai pengalaman perempuan
peralatan rumah tangga; dan mengurangi yang mengajukan cerai adalah sebagai solusi
kesenjangan pendapatan antara suami dan istri terbaik apabila dalam permasalahan rumah
(dalam Wijayanti & Indrawati, 2016).
tangga tidak menemukan titik temu.
Dalam hal ini, muncul beberapa persepsi
Kajian ini mencoba untuk menganalisis
masyarakat mengenai gugat cerai yang berkaitan
dengan ketidakmampuan pasangan dalam
persepsi masyarakat mengenai perceraian,
menjaga keharmonisan keluarga, terutama antara lain mengenai masalah pemicu
perempuan. Bekerjanya seorang perempuan di perceraian, serta persepsi mengenai kasus gugat
luar rumah dan kurangnya mengurus pekerjaan cerai. Ketertarikan untuk mengkaji persepsi
rumah tangga banyak menuai persepsi di masyarakat mengenai perceraian ini
masyarakat. Selain itu, saat ini tidak sedikit dikarenakan saat ini kasus perceraian banyak
seorang suami yang mengurus rumah tangga dan dijumpai dengan jumlah yang tidak sedikit di
jam kerjanya lebih sedikit dibandingkan seorang berbagai daerah, terutama kasus gugat cerai.
istri. Walaupun keadaan yang membuat Dengan kondisi demikian, maka ingin dilihat
perempuan saat ini banyak bekerja di luar rumah, berbagai persepsi masyarakat di Kabupaten
tetapi tetap membuat persepsi yang diberikan Ciamis mengenai perceraian.
masyarakat berbeda-beda. Masyarakat akan Kajian dilakukan terhadap perceraian ini
memperhatikan bagaimana seorang perempuan memfokuskan pada “Bagaimana persepsi
dapat mengurus rumah tangga, walaupun masyarakat mengenai banyaknya kasus
perempuan tersebut melakukan pekerjaan di luar perceraian saat ini?”
rumah juga. Dalam tulisan ini, penulis akan
menggunakan teori labelling berdasarkan pada METODE
pemikiran Erving Goffman yang menjelaskan
Metode yang akan digunakan dalam
labeling adalah pemberian label atau penamaan
artikel ini adalah metode kualitatif dengan
label yang berdasarkan atas perbedaan-
menggunakan strategi penelitian studi kasus
perbedaan yang dimiliki anggota masyarakat
untuk mengkaji secara lebih mendalam dan
tersebut yang secara sosial tidak dianggap
menggali persepsi masyarakat secara detail.
relevan sehingga terlihat menonjol. (Amanda,
Penulis akan melihat berbagai persepsi
2017).
masyarakat, baik dari perspektif perempuan,
Berdasarkan pemaparan di atas, labeling
laki-laki, maupun anak korban dari perceraian
merupakan sesuatu pelabelan yang diberikan
orang tua mengenai kasus perceraian yang
kepada seseorang karena perbedaan dengan
terjadi saat ini. Penulis melakukan wawancara
kondisi sosial lingkungan masyarakat.
semistruktur kepada 11 informan, yang terdiri
Pelabelan ini terjadi berdasarkan persepsi atau
dari 5 orang laki-laki, 6 orang perempuan yang
stigma masyarakat yang diberikan kepada
dua di antaranya adalah anak dari orang tua
seseorang terkait dengan tindakan dan
yang bercerai.
perilakunya.
21
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 9 NOMOR: 1 HALAMAN: 20-27 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v9i1.19863
Tabel 1. Tabel 2.
Perbandingan Jumlah Pengajuan Faktor Penyebab Perceraian di Kabupaten
Perceraian di Ciamis Ciamis
Perceraian 2016 2017 2018 Perceraian 2016 2017 2018
(Jan- (Jan-April)
April) Krisis Akhlak 28
Cerai Talak 1.674 1.645 553 Mabuk - 1 51
(Laki-laki) Zina - - 1
Cerai Gugat 3.116 3.144 1.147 Meninggalkan salah - 32 158
(Perempuan) satu pihak
Sumber : Dokumen Pengadilan Tinggi Agama Poligami - 112 2
Jawa Barat 2016-2018, diolah Kekerasan dalam - 39 4
rumah tangga
Informan dalam penelitian ini merupakan Ekonomi 3.071 3.619 1.341
masyarakat di Kabupaten Ciamis yang Perselisihan dan 758 373 128
Pertengkaran terus
mempunyai persepsi yang berbeda-beda menerus
mengenai perceraian yang terjadi saat ini. Selain Lain-Lain - 232 -
itu, yang menjadi informan adalah 2 orang Sumber : Dokumen Pengadilan Tinggi Agama
wanita yang merupakan anak dari korban Jawa Barat 2016-2018, diolah
orangtua yang bercerai yang mengalami
dampak secara langsung sehingga Dalam data tersebut terllihat bahwa
memunculkan suatu persepsi sesuai dengan apa penyebab utama perceraian yang terjadi
yang dialaminya. Untuk informan lainnya disebabkan oleh faktor ekonomi yang
dalam penelitian ini adalah 5 orang laki-laki dan mendominasi gugat cerai yang dilakukan oleh
4 orang perempuan agar dapat dilihat persepsi perempuan. Saat ini, tingkat perekonomian
dari kedua belah pihak yang berbeda gender semakin meningkat karena tuntutan zaman, oleh
tersebut. Mereka terdiri dari 4 laki-laki yang karena itu setiap keluarga ingin hidup sejahtera
sudah berumah tangga, 1 orang laki-laki dewasa dan mengharapkan suami dapat memenuhi
yang belum berumah tangga, dan 4 orang segala kebutuhan rumah tangga, namun
perempuan yang sudah berumah tangga. sebaliknya yang terjadi saat ini suami bekerja
serabutan dan menyebabkan perubahan pada
pola pikir wanita yang ingin maju. Berikut ini
Persepsi Masyarakat Mengenai Perceraian
merupakan perspektif masyarakat mengenai
a. Permasalahan dalam Keluarga sebagai
faktor-faktor yang menyebabkan perceraian:
Pemicu Perceraian
Perceraian terjadi karena ada sebab-sebab 1) Makna Pernikahan
yang melandasinya, baik itu perkara yang sudah Dalam pernikahan, terjadinya suatu
lama namun belum terselesaikan ataupun penyatuan antara laki-laki dan perempuan
perkara baru yang disebabkan oleh salah satu dengan sifat dan karakter yang berbeda, latar
pasangan yang sudah tidak mempertahankan belakang yang berbeda, sehingga apabila
kondisi rumah tangganya. Ada berbagai faktor pasangan belum secara mantap siap lahir batin
penyebab yang menjadi permasalahan dalam untuk menanggung segala resikonya, siap
perceraian di Kabupaten Ciamis adalah sebagai menjalani susah dan senangnya kehidupan
berikut: sampai ajal memisahkan (Oktarina, Wijayaa, &
Demartoto, 2015), yang menjadi tantangan
setiap pasangan. Bahkan hal tersebut menjadi
seni dan tantangan yang harus dilewati
pasangan terkait perbedaan-perbedaan di antara
keduanya, namun pada intinya untuk
menyatukan berbagai perbedaan-perbedaan
tersebut harus mencari satu arah yang sama
yang justru inilah kesulitan yang dialami setiap
pasangan.
23
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 9 NOMOR: 1 HALAMAN: 20-27 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v9i1.19863
yang digunakan saat ini, seperti facebook dan kebiasaan buruk pasangan, kurangnya perhatian
whats up, banyak dimiliki tidak oleh hanya anak kepada pasangan, suami jarang di rumah,
muda saja, tetapi para kaum wanita-wanita mudah emosi, sikap mementingkan diri sendiri
dewasa, bahkan yang sudah berumur sekalipun. dan tidak saling menghargai (Fachina & Putra,
Namun, semua itu kembali pada pasangan 2013). Permasalahan tersebut masih dapat
masing-masing. Apabila memiliki pondasi ditrundingkan dan dapat di toleransi, ada
agama yang kuat serta komitmen yang serius baiknya untuk dipertahankan. Kecuali memang
pada awal pernikahan, hal seperti ini akan dapat dalam keluarga adanya sesuatu kesalahan yang
terhindarkan. tidak dapat di toleransi seperti kekerasan dalam
Selain itu, tidak jarang juga kasus KDRT rumah tangga (KDRT), dan perselingkuhan.
yang dialami oleh istri dalam rumah tangga Kasus perceraian yang menonjol saat ini
yang menjadi pemicu perceraian lainnya. Sikap adalah kasus cerai gugat yang dianggap sebagai
suami yang kasar tersebut menimbulkan luka sesuatu yang tidak baik walaupun akhirnya
yang cukup mendalam bagi wanita, sehingga dikembalikan kepada kondisi keluarga masing-
perceraian ini sebagai solusi terbaik agar wanita masing pasangan yang bercerai. Dari perspektif
dapat hidup dengan damai dan tenang dengan laki-laki, banyak berbagai faktor yang
anak-anak mereka. Selanjutnya, karena faktor menyebabkan seorang istri akhirnya dapat
ketidakcocokan dari kedua pasangan yang menggugat cerai suaminya, sehingga suami
sudah saling berbeda prinsip dan pandangan pada akhirnya akan pasrah dengan keputusan
sehingga memungkinkan kedua pasangan saling pengadilan, walaupun akhirnya keputusan
bersepakat untuk mengakhiri pernikahan bercerai kembali lagi atas dasar persetujuan
mereka. laki-laki.
Brooks menjelaskan bahwa saat Dalam pandangan laki-laki, istri yang
terjadinya perceraian orang tua, anak menggugat cerai suami dianggap sebagai hal
memberikan reaksi emosional yang mana hal ini yang buruk karena berani menggugat cerai
biasa terjadi pada anak semua usia, mencakup suami. Apabila dari sudut pandang perempuan
kesedihan, ketakutan, depresi, amarah, dan dan anak sendiri hal tersebut berkaitan dengan
kebingungan (Hadianti, Nurwati, & Darwis, perubahan sikap dari diri perempuan yang saat
2017). Walaupun demikian, seiiring ini telah bekerja di luar rumah karena tanggung
berjalannya waktu anak menyesuaikan diri dan jawab keluarga, pola konsumsi, persiapan
dapat menerima keadaan kedua orang tuanya. pendidikan, hak-hak hukum, serta kesempatan
b. Persepsi Masyarakat terhadap kerja (Ollenburger & Moore, 2002). Sehingga,
Banyaknya Kasus Perceraian perempuan telah berani menggugat cerai laki-
Perceraian saat ini masih dianggap tabu laki karena telah merasa mampu dan bisa hidup
dan bukanlah sesuatu hal yang baik di mandiri tanpa tergantung pada suami yang
lingkungan masyarakat, baik dari perspektif dianggap tidak mampu menyejahterakan
laki-laki maupun wanita, walaupun pada perempuan.
kenyataannya itu dapat dikembalikan lagi pada Namun, bagaimanapun alasannya tetap
keadaan kedua pasangan, tetapi tetap saja tidak cerai gugat merupakan sesuatu yang menyalahi
sesuai dengan tujuan pernikahan sendiri, di kodrat sebagai perempuan bagi masyarakat,
mana masyarakat harapannya adalah menikah adanya pemberian label tersebut memojokan
satu kali seumur hidup. Perceraian yang kaum perempuan, sehingga berakibat kepada
semakin banyak ini menunjukan adanya derajat posisi dan kondisi kaum perempuan (Fakih,
pertentangan yang tinggi antara suami-istri dan 2012). Pemberian label tersebut diberikan oleh
memutuskan ikatan yang semula mengingat dua masyarakat karena memang stereotipe terhadap
turunan keluarga. (Goode, 2004) perempuan yang dibentuk oleh masyarakat
Perceraian seharusnya sesuatu yang dapat masih ada sampai saat ini. Walaupun label
dihindari dan sebisa mungkin kedua pasangan tersebut tidak ditunjukan secara terang-
dapat mempertahankan pernikahan mereka. terangan, namun persepsi di masyarakat
Masalah yang masih dirasa bisa diatasi berkembang berdasarkan pemahaman mereka
misalnya menyangkut masalah perilaku atau
25
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 9 NOMOR: 1 HALAMAN: 20-27 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v9i1.19863
mengenai perempuan yang seharusnya bersikap Puspitawati, H. 2017. Gender dan Keluarga.
menurut pada suami. Bogor : IPB Press.
KESIMPULAN Jurnal
Banyaknya perceraian yang terjadi saat Andaryuni, L. 2017. Pemahaman Gender Dan
ini sebagai akibat dari telah melemahnya nilai- Tingginya Angka Cerai Gugat Di
nilai pernikahan dan perceraian, di mana saat ini Pengadilan Agama Samarinda.
perceraian merupakan hal yang biasa yang Fenomena, 9(1), h. 155-174.
dijadikan solusi terkait permasalahan dalam Darwanti. 2017. Perceraian Dalam Perspektif
keluarga. Hal tersebut menimbulkan berbagai Sosiologi. Sulesana, 11(1), 65-78.
persepsi di masyarakat terkait maraknya Fachrina & Putra, R.E. 2013. Upaya
fenomena perceraian. Berikut ini merupakan Pencegahan Perceraian Berbasis Keluarga
simpulan berdasarkan hasil pembahasan : Luas dan Institusi Lokal dalam
1. Persepsi masyarakat terkait dengan Masyarakat Minangkabau di Sumatera
permasalahan keluarga pemicu perceraian Barat. Antropologi Indonesia, 34(2), h.
saat ini berkaitan dengan makna 101-112.
pernikahan, dimana telah menurunnya Hadianti, S.W., Nurwati, N., & Darwis, R.S.
nilai-nilai sakral dalam pernikahan 2017. Resiliensi Remaja Berprestasi
sehingga kedua pasangan sepakat untuk Dengan Latar Belakang Orang Tua
melakukan perceraian. Selanjutnya Bercerai Studi Kasus Pada Siswa – Siswi
berkaitan dengan faktor ekonomi yang Berprestasi Dengan Latar Belakang
menjadi penyebab utama terpicunya Orang Tua Bercerai Di Sma Negeri 1
perceraian di mana suami tidak dapat Margahayu. Jurnal Penelitian & PKM,
sepenuhnya memenuhi kebutuhan dalam 4(2), h. 129 - 389.
keluarga. Kemudian terkait dengan Lestari, K. 2016. Perceraian Keluarga Pegawai
ketidakharmonisan menjadi pemicu Negeri Sipil (PNS) (Studi Kasus
dalam hubungan rumah tangga yang Kecamatan Bangko Kabupaten Rokan
disebabkan oleh pertengkaran secara terus Hilir Provinsi Riau). JOM FISIP, 3(1),
menerus disertai dengan perselingkuhan hlm. 1-15.
yang dilakukan oleh pasangan. Nurhasanah & Rozalinda. 2014. Persepsi
2. Persepsi masyarakat terkait dengan Perempuan Terhadap Perceraian: Studi
perceraian saat ini yang membahas Analisis Terhadap Meningkatnya Angka
mengenai persepsi masyarakat mengenai Gugatan Cerai di Pengadilan Agama
kasus gugat cerai istri yang melabelkan Padang. Kafa’ah: Jurnal Ilmiah Kajian
bahwa hal tersebut merupakan hal yang Gender, 4(2), h. 181-201.
tidak baik dan negatif, hal tersebut Oktarina, L.P, Wijaya, M, & Demartoto, A.
berdasarkan pemahaman masyarakat (2015). Pemaknaan Perkawinan: Studi
bahwa perempuan seharusnya bersikap Kasus Pada Perempuan lajang Yang
menurut pada suami. Bekerja Di Kecamatan Bulukerto
Kabupaten Wonogiri. Jurnal Analisa
DAFTAR PUSTAKA Sosiologi, 4(1), h. 75 –90.
Sahlan, M. 2012. “Pengamatan Sosiologis
Buku Tentang Perceraian di Aceh”. Jurnal
Substantia, 14(1), hlm. 88-97.
Fakih, M. 2012. Analisis Gender dan
Wijayanti, A.T & Indrawati, E. S. 2016.
Transformasi Sosial. Yogyakarta : Insist
Hubungan antara Konflik Peran Ganda
Press.
dengan Kepuasan Pernikahan pada
Goode, W.J. 2004. Sosiologi Keluarga. Jakarta
Wanita yang Bekerja sebagai Penyuluh di
: Bumi Aksara.
Kabupaten Purbalingga. Jurnal Empati
Ollenburger, J.C., & Moore, H.A. 2002
UNDIP, 5 (2), hlm. 282-286.
Sosiologi Wanita. Jakarta : Rineka Cipta.
26
ISSN:2339 -0042 (p)
Share: Social Work Jurnal VOLUME: 9 NOMOR: 1 HALAMAN: 20-27 ISSN: 2528-1577 (e)
Doi: 10.24198/share.v9i1.19863
Skripsi
Amanda, S.D. 2017. Strategi Adaptasi Kepala
Rumah Tangga Perempuan Pasca
Bercerai Di Kota Kediri. Semarang :
Universitas Airlangga.
Dokumen:
Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat 2016-
2018. Laporan Tahunan. Bandung.
27