Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ANALISIS AGROEKOSISTEM
“Agroekosistem Sawah”

Oleh:

FATKUR RAHMAN
NIM. DIB1 18077
AGROTEKNOLOGI-D

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan nikmat, taufik serta hidayah-Nya yang sangat besar
sehingga saya pada akhirnya bisa menyelesaikan Makalah Analisis
Agroekosistem tepat pada waktunya.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen yang bersangkutan Mata
Kuliah Analisis Agroekosistem yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni. Semoga Makalah Analisis Agroekosistem yang telah saya susun ini turut
memperkaya khazanah ilmu genetika serta bisa menambah pengetahuan dan
pengalaman para pembaca.
Selayaknya kalimat yang menyatakan bahwa tidak ada sesuatu yang
sempurna. Saya juga menyadari bahwa Makalah Analisis Agroekosistem juga
masih memiliki banyak kekurangan. Maka dari itu saya mengharapkan saran serta
masukan dari para pembaca sekalian demi penyusunan Makalah Analisis
Agroekosistem dengan tema serupa yang lebih baik lagi.

Baubau, Januari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii


DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang............................................................................................. 4


1.2. Rumusan Masalah........................................................................................ 5
1.3. Tujuan.......................................................................................................... 5

BAB II. PEMBAHASAN


2.1. Botani Padi (Oryza sativa L.)...................................................................... 6
2.2. Permasalahan iklim, pengairan, tanah, hama dan penyakit pada
lahan  sawah................................................................................................. 6
2.2.1. Iklim................................................................................................... 6
2.2.2. Pengairan............................................................................................ 7
2.2.3. Tanah.................................................................................................. 8
2.2.4. Hama dan Penyakit............................................................................ 9
2.3. Pemilihan Lokasi, Jenis Tanaman dan Input Teknologi dalam
Perencanaan Penataan Agroekosistem Sawah Menuju Pertanian
Berkelanjutan............................................................................................... 10
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan ................................................................................................. 13
3.2. Saran............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan Indonesia akan pangan tiap tahun terus meningkat sejalan


dengan kenaikan populasi penduduk dan pendapatannya. Pencapaian produksi
tanaman pangan tersebut terutama padi tidak terlepas dari dukungan program
intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Sejak digulirkan revolusi hijau awal
tahun 1970-an, produksi padi nyata mengalami peningkatan, bahkan hingga tiga
kali lipat. Dengan intensifikasi pertanian, produksi tanaman pangan dipacu dengan
pengunaan masukan bahan agrokimia (pupuk dan pestisida) secara intensif dan
ditopang oleh pengembangan irigasi. Keberhasilan revolusi hijau pada padi
dituduh sebagai penyebab stagnasi produksi padi karena program intensifikasi
produksi padi ditengarai telah mengakibatkan deteorisasi kesuburan tanah (soil
sickness) dan pencemaran lingkungan (Nursyamsi dan Wihardjaka, 2012).
Intensifikasi pertanian dalam pertanian modern walaupun dapat
meningkatkan produksi untuk jangka pendek ternyata dalam jangka panjang
menyisakan berbagai masalah lingkungan, misalnya kerusakan/penurunan kualitas
tanah akibat pemakaian pupuk kimia secara terus menerus, ledakan populasi hama
dan munculnya resistensi hama terhadap pestisida tertentu karena pemakaian
pestisida secara berlebihan, serta penurunan keragaman genetik tanaman karena
penyeragaman jenis tanaman dengan penanaman varietas unggul tertentu secara
luas. Mengingat keberianjutan pertanian modern untuk mendukung ketersediaan
pangan jangka panjang masih diragukan, maka perlu dikembangkan sistem
pertanian yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pengelolaan
agroekosistem tidak hanya mengedepankan tingginya produktivitas, tetapi juga
mempertimbangkan aspek lingkungan dan keberlanjutannya bagi generasi
mendatang (Brotodjojo, 2009).
Sistem budidaya pada agroekosistem padi sawah dapat mempengaruhi
keanekaragaman musuh alami. Budidaya padi dengan penggunaan bahan kimia
secara rasional dapat mempertahankan keberadaan musuh alami terutama
Arthropoda predator. Sebaliknya, penggunaan bahan kimia (pupuk dan pestisida
sintetik) yang intensif dalam budidaya tanaman secara konvensional dapat
menekan populasi musuh alami (Widiarta et al., 2006). Pengelolaan
agroekosistem yang tidak tepat seperti penggunaan insektisida sintetik secara
intensif dalam jangka panjang dapat membunuh musuh-musuh alami tersebut.
Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan maka tindakan mengurangi serangan
hama melalui pemanfaatan musuh alami sangat perlu dilakukan karena dapat
meningkatkan stabilitas ekosistem. Mekanisme pengaturan populasi serangga
hama oleh serangga predator dapat dimanfaatkan untuk mencapai pertanian
berkelanjutan.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan pembuatan makalah
tentang agroekosistem sawah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah untuk


makalah ini yaitu:
1. Bagaimana permasalahan iklim, pengairan, tanah, hama dan penyakit pada
lahan sawah ?
2. Bagaimana pemilihan lokasi, jenis tanaman dan input teknologi dalam
perencanaan penataan agroekosistem sawah menuju pertanian berkelanjutan ?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan makaah ini untuk mengidentifikasi permasalahan iklim, pengairan,


tanah, hama dan penyakit serta untuk mengetahui perencanaan penataan
agroekosistem menuju pertanian berkelanjutan berdasarkan pemilihan lokasi, jenis
tanaman dan input teknologi.
BAB II. PEMBAHASAN

2.1. Botani Padi (Oryza sativa L.)

Botani tanaman padi diklasifikasikan sebagai berikut:


Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monotyledonae
Keluarga : Gramineae (Poaceae)
Genus : Oryza
Spesies : Oryza  sativa L.
Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk golongan Gramiae dengan
batang yang tersusun dari beberapa ruas daun. Tanaman padi membentuk rumpun
dengan anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang. Batang padi
tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan diantara ruas satu dengan ruas lainnya
dipisahkan oleh satu buku. Pada buku bagian bawah dari ruas tanaman padi
tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas, tepat
padabuku bagian atas ujung dari daun pelepah memperlihatkan percabangan
dimana cabang terpendek menjadi lidah daun sementara bagian terpanjang dan
terbesar menjadi daun kelopak (Sondakh et al., 2018).

2.2. Permasalahan iklim, pengairan, tanah, hama dan penyakit pada lahan


sawah

Dalam kegiatan budidaya pertanian, pasti memiliki beberapa kendala atau


permasalahan baik dari luar maupun dari dalam yang mengganggu berjanlanya
proses budidaya secara efekif dan maksimal. Berikut beberapa permasalahan yang
terjadi pada lahan persawahan yaitu:

2.2.1. Iklim

Pada sektor pertanian, iklim merupakan satu faktor pembatas dalam proses
pertumbuhan dan produksi tanaman dan menjadi sumberdaya yang sangat
berharga dan memainkan peranan penting dalam pembangunan pertanian. Jenis-
jenis dan sifat-sifat iklim bisa menentukan jenis-jenis tanaman yang tumbuh pada
daerah. Dampak perubahan iklim tidak hanya terkait dengan pemanasan suhu
permukaan bumi, namun lebih penting terkait dengan dampaknya terhadap
kerentanan pangan. Perubahan pola musim yang tidak teratur menjadikan para
petani sulit mengatur perencanaan dan masa panen. Perubahan iklim juga
dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang tidak stabil sebagai contoh curah hujan yang
tidak menentu, sering terjadi badai, suhu udara yang ekstrim, serta arah angin
yang berubah drastis (Suryanto dan Ida, 2015).
Hasil analisis global terhadap indeks perubahan iklim, yaitu nilai yang
mengukur penyimpangan iklim di masa yang akan datang dengan kondisi yang
terjadi saat ini, oleh (Baettig et al., 2007) adalah sebesar 7 dan 8. Nilai ini
memberikan arti bahwa Indonesia akan mengalami peningkatan frekuensi
kejadian iklim ekstrim seperti banjir dan kekeringan pada masa datang. Kondisi
ini telah dirasakan oleh Indonesia berupa kejadian banjir dan kekeringan sehingga
menyebabkan kerusakan tanaman padi sawah pada periode tahun 1989-2007
cukup signifikan.
Perubahan pola curah hujan dan kenaikan suhu udara menyebabkan
produksi pertanian menurun secara signifikan. Kejadian iklim ekstrem berupa
banjir dan kekeringan menyebabkan tanaman yang mengalami puso semakin luas.
Peningkatan permukaan air laut menyebabkan penciutan lahan sawah di daerah
pesisir dan kerusakan tanaman akibat salinitas. Dampak perubahan iklim yang
demikian besar memerlukan upaya aktif untuk mengantisipasinya melalui strategi
mitigasi dan adaptasi (Syukur dan I Made, 2018).

2.2.2. Pengairan

Pengelolaan air berperna sangat penting dan merupakan salah satu kunci
keberhasilakn peningkatan produksi padi di lahan sawah. Produksi padi sawah
akan menurun jika tanaman padi menderita cekaman air (water stress). Tanaman
padi membutuhkan air yang voulmenya berbeda untuk setiap fase pertubuhannya.
Varietas kebutuhan air tergantung juga pada varietas padi dan sistem pengelolaan
lahan sawah. Pengaturan air untuk sistem mina-pasi bebrbeda dengan sistem
sawah tanpa ikan. Ini berarti bahwa pengelolaan air di lahan sawah tidak hanya
menyangkut sistem irigasi, tetapi juga sistem drainase pada saat tetentu
dibutuhkan, baik untuk mengurangi kuantitas air maupun untuk mengganti air
yang lama dengan air irigasi baru sehingga memberikan peluang terjadinya
sirkulasi oksigen dan hara. Dengan demikian teknik pengelolaan air perlu secara
spesifik dikembangkan sesuai dengan sistem produsi padi sawah dan pola tanam.
Pengairan terus menerus pada budidaya padi sawah merupakan metode
yang umum dilakukan oleh para petani dalam penggunaan air, pengairan ini
membiarkan air tergenang pada tanaman mulai dari beberapa hari setelah tanam
hingga beberapa hari sebelum panen. Namun pengairan terus-menerus akan
kurang maksimal disaat musim kemarau dan pada saat area persawahan tersebut
kekurangan air, ditambah dengan berkurangnya sumber-sumber air tanah karena
pengalih fungsian hutan, maka ketersediaan air pada budidaya padi sawah di masa
yang akan datang seiring waktu mulai berkurang (Sugiono dan Saputro, 2016).

2.2.3. Tanah

Tanah merupakan komponen sumberdaya alam yang mencakup semua


bagian padat di atas permukaan bumi, termasuk semua yang ada di atas dan
didalmnya yang terbentuk dari bahan induk yang dipengaruhi oleh kinerja iklim,
jasad hidup dan relative setempat dalam waktu tertentu. Dalam satu toposekuen
akan dijumpai berbagai jenis tanah, sebagai akibat adanya perbedaan bahan induk,
iklim, topografi dan penggunaan lahan (I Wayan, 2010).
Akibat pengelolaan hara yang kurang tepat disentra-sentra produksi
padi,pembakaranjerami sisa panen atau diangkut keluar lahan pertanian dalam
jangka panjang dapat menurunkan kadar bahan organik tanah sawah. Selain itu,
pengelolaan lahan secara intensif tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pengolahan
tanah yang benar. Pada lahan sawah intensifikasi degradasi lahan dicirikan
terjadinya perubahan sifat fisik tanah seperti pendangkalan lapisan olah, tanah
menjadikeras akibat pemadatan yang menyebabkan tanah berat apabila diolah.
Selain itu terbentuk lapisan padas yang dangkal, sehingga perakaran padi
terganggu menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Penggunaan agrokimia yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
degradasi di lahan-lahan pertanian. Pestisida seringkali mengandung logam berat
yang bersifat toksik bagi tanaman dan pencemar bagi tanah dan air. Dampak
penggunaan agrokimia berlebihan dapat menurunkan kualitas lahan dan hasil
pertanian serta gangguan kesehatan petani. Pada lahan yang terdegradasi, secara
biologi sangat tidak menguntungkan bagi lingkungan hidup organisme karena
berdampak terhadap menurunnya kelimpahan organisme dan keanekaragaman
hayati yang pada akhirnya berdampak pada sifat tanah yang lain

2.2.4. Hama dan Penyakit

Sistem budidaya pada agroekosistem padi sawah dapat mempengaruhi


keanekaragaman musuh alami. Budidaya padi dengan penggunaan bahan kimia
secara rasional dapat mempertahankan keberadaan musuh alami terutama
Arthropoda predator. Sebaliknya, penggunaan bahan kimia (pupuk dan pestisida
sintetik) yang intensif dalam budidaya tanaman secara konvensional dapat
menekan populasi musuh alami (Halimuddin et al., 2017).
Beberapa praktek budidaya yang dapat meningkatkan kerentanan suatu
agroekosistem terhadap hama dan penyakit adalah:

a. Penurunan Keragaman Lanskap

Pengembangan pertanian secara besarbesaran di negara industri


mengakibatkan perubahan terhadap keragaman lanskap, karena adanya
penyederhanaan agroekosistem melalui perluasan lahan, penambahan kepadatan
tanaman, peningkatan keseragaman tanaman dalam umur dan kualitas fisik, serta
penurunan keragaman intra dan ekstra spesifik dalam pertanaman. Kondisi ini
mengakibatkan terjadinya kesenjangan perkembangan antara herbivora dan musuh
alaminya. Terdapat fenomena bahwa serangga herbivora masuk dalam
pertanaman dan memencar secara bersamaan pada suatu pertanaman, sedangkan
musuh alaminya masuk mulai dari tepi pertanaman dan menyebar ke tengah
dengan selang waktu 3 minggu. Kondisi ini akan mengakibatkan
ketidakseimbangan antara hama dan musuh alaminya. Dengan demikian,
perluasan lahan pertanaman monokultur akan semakin merentankan
agroekosistem tersebut terhadap eksplosi hama (Nurindah, 2006).
b. Penurunan Keragamana Tanaman

Kerentanan agroekosistem terhadap hama dan penyakit merupakan suatu


akibat dari penyederhanaan dari lanskap yang mengembangkan sistem tanam
monokultur. Sistem ini menurunkan jumlah dan aktivitas msush alami karena
terbatasnya sumber pakan yang diperlukan oleh musuh alami untuk makan dan
bereproduksi serta tempat untuk refugia untuk bertahan pada suatu eksositem
(Nurindah, 2006).

c. Penggunaan Pestisida

Penggunaan insektisida kimia, pada banyak kasus, tidak memecahkan


masalah, bahkan menimbulkan masalah baru, yaitu terjadinya resistensi terhadap
insektisida. Resistensi musuh alami terhadap insektisida, kalau pun terjadi, sangat
lambat, karena musuh alami berpeluang kecil mempunyai gen yang resisten,
karena populasi rendah, serta proses evolusi yang berbeda dengan herbivore
(Nurindah, 2006).

d. Iklim

Cuaca dapat menjadi faktor abiotik penting pemicu peledakan populasi


hama dan penyakit. Hal ini tidak terlepas dari faktor fisiologis herbivora.
Komponen iklim yang paling berpengaruh terhadap perkembangan populasi
serangga adalah suhu dan kelembaban udara (Nurindah, 2006).

2.3. Pemilihan Lokasi, Jenis Tanaman dan Input Teknologi dalam


Perencanaan Penataan Agroekosistem Sawah Menuju Pertanian
Berkelanjutan

Dalam proses perencanaan penataan agroekosistem sawah menuju


pertanian berkelanjutan memiliki beberapa syarat yang harus diperhatikan seperti
pemilihan lokasi, jenis tanaman dan input teknologi. Pemilihan lokasi untuk
daerah persawahan yang baik harus mencakupi konsep agroekologi, yaitu ekologi
(lingkungan biofisik), ekonomi dan social budidaya (Anugrah dan Rudy, 2011).
Masing-masing aspek (kriteria) diklasifikasikan menjadi beberapa sub-aspek (sub-
kriteria), yang merupakan hasil kajian pengelolaan lahan untuk mengatasi
permasalahan keberlanjutan lahan sawah yang ditunjukkan oleh indikator utama.
Dalam pemilihan lokasi diperlukan perhatian khusus dalam perencanaan
agroekosistem sawah bekelanjutan. Kesesuaian lahan, ketersediaan infrastruktur,
kondisi exixting, potensi teknis lahan dan luasan satuan hamparan lahan,
merupakan hal yang harus diperhatikan dalam proses pemilihan lokasi. Dimana
kesesuaian lahan menyangkut biofisik terutama dari aspek kelerengan, iklim, sifat
fisik, kimia dan biologi yang cocok untuk dikembangkan dalam pertanian
berkelanjutan dengan memperhatikan daya dukung lingkungan. Dalam
ketersediaan infrastruktur, lebih memperhatikan ketersedian infrastruktur
pendukung dalam agroekosistem sawah, diantaranya sistem irigasi dan jalan
(sebagai input teknologi). Untuk luasan satuan hamparan dilakukan dengan
mempertimbangkan sebaran dan luasan hamparan lahan yang menjadi satu
kesatuan sistem produksi pertanian yang terkait sehingga tercapai skala ekonomi
sosial budaya yang mendukung produktivitas dan efisiensi produk.
Selain pemilihan lokasi, jenis tanaman juga merupakan hal yang perlu
diperhatikan dalam menuju pertanian berkelanjutan. Pemlihian jenis tanaman
dilakukan untuk memiliki hasil banyak/maksimal, hasilnya beragam, mudah
memlihara, mudah pemasarannya dan disesaikan dengan kondisi tanah/lahan.
Penggunaan varietas unggul yang cocok dan adaptif merupakan salah satu
komponen teknologi yang nyata kontribusinya terhadap peningkatan produktivitas
padi menuju pertanian berkelanjutan, cepat diadopsi petani karena murah dan
penggunaannya lebih praktis. Varietas unggul yang mampu beradapatasi dengan
lingkungan yang spesifik dapat memberikan hasil yang lebih optimal daripada
varietas dengan adaptasi luas (Zein, 2012). Varietas padi unggul nasional juga
dapat beradaptasi dengan baik di lahan pasang surut dengan hasil yang cukup
tinggi (Arsyad et al., 2014). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
karakteristik agronomis tiga varietas padi (Oryza sativa L.) pada sistem tanam
benih dalam alur dan sistem sebar di lahan pasang surut.
Pergeseran paradigma dan pendekatan dalam pembangunan pertanian yang
dikemukakan sebelumnya bukan hanya wacana pembangunan yang didiskusikan
dalam seminar atau rapat kerja, namun harus dilaksanakan dengan sungguh-
sungguh dan penuh tanggung jawab serta melalui kerja kelas dari seluruh pelaku
pembangunan pertanian. Dalam konteks penciptaan teknologi tepat guna pun
harus dilakukan dengan paradigma yang sama. Teknologi tepat guna adalah
inovasi-inovasi yang memenuhi kriteria yaitu, secara teknis teknologi tersebut
dapat diterapkan oleh pengguna, secara ekonomi memberi nilai tambah dan
insentif yang memadai, secara sosial-budaya dapat diterima oleh masyarakat dan
teknologi tersebut ramah lingkungan. Menciptakan teknologi dengan persyaratan
seperti ini tidaklah mudah, namun ke depan inovasi-inovasi baru harus mampu
ditemukan sehingga keberlanjutan penerapan teknologi baru oleh pengguna lebih
terjamin (Adnyana, 2001).
BAB III. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam


kegiatan budidaya pertanian persawahan secara berkelanjutan, pasti memiliki
beberapa kendala atau permasalahan baik dari luar maupun dari dalam yang
mengganggu berjanlanya proses budidaya secara efekif dan maksimal. Iklim,
pengairan, tanah dan hama serta penyakit, menjadi permasalahan utama dalam
kegiatan budidaya persawahan menuju pertanian berkelanjutan. Dalam
perencanaan menuju pertanian berkelanjutan, pemilihan lokasi, jenis tanaman dan
input teknologi merupakan hal yang harus diperhatikan. Dalam pemilihan lokasi
diperlukan perhatian khusus dalam perencanaan agroekosistem sawah
bekelanjutan. Kesesuaian lahan, ketersediaan infrastruktur, kondisi exixting,
potensi teknis lahan dan luasan satuan hamparan lahan, merupakan hal yang harus
diperhatikan dalam proses pemilihan lokasi. Pemlihian jenis tanaman dilakukan
untuk memiliki hasil banyak/maksimal, hasilnya beragam, mudah memelihara,
mudah pemasarannya dan disesuikan dengan kondisi tanah/lahan. Penggunaan
varietas unggul merupakan salah satu solusi dalam jenis tanaman pertanian
berkelanjutan.

3.2. Saran

Saran untuk makalah ini yaitu sebaiknya penerapan pertanian


perkelanjutan dapat dilakukan secara terus-menerus untuk menjaga kesimbangan
lingkungan setempat.
DAFTAR PUSTAKA

Adnyana MO. 2001. Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Berkelanjutan.


Jurnal FEA, 19(2): 38-49.
Anugrah IS dan Rudy SR. 2011. Konsep dan Implementasi Pembangunan
Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia. Jurnal Penelitian Agro Ekonomi,
29(1): 13-25.
Arsyad DM, Saidi BB dan Enrizal. 2014. Pengembangan Inovasi Pertanian di
Lahan Rawa Pasang Surut Mendukung Kedaulatan Pangan. Jurnal
Pengembangan Inovasi Pertanian, 7(1): 169-176.
Baettig MB, Wild M and Imboden DM. 2007. A Climate Change Index: Where
Climate Change May Be Most Prominent in The 21st Century.
Brotodjojo RRR. 2009. Pengendalian Hama dengan Pengelolaan Agroekosistem
dalam Kerangka Pertanian Berkelanjutan untuk Mendukung Ketahanan
Pangan. Jurnal Pangan, 38(55): 17-24.
Halimuddin, Hendrival dan Lukmanul H. 2017. Komposisi dan Keanekaragaman
Arthropoda Predator Pada Agroekosistem Padi. Jurnal Floratek, 12(1): 21-
33.
I Wayan R. 2010. Karakteristik Zona Agroekosistem dan Kesesuaian Lahan di
Lereng Selatan Gunung Batukaru Kabupaten Tabanan. Jurnal Agrotek
Indonesia, 2(2): 1-16.
Nurindah. 2006. Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama. Jurnal
Perspektif, 5(2): 7-85.
Nursyamsi D dan Wihardjaka A. 2012. Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada Padi
Sawah yang Ramah Lingkungan. Jurnal Pangan, 21(2): 185-196.
Sondakh JOM, Janne HWR dan Abdul WR. 2018. Karakter Morfologi Padi
Sawah Lokal di Lahan Petani Sulawesi Utara. Jurnal Plasma Nutfah, 24(1):
1-8.
Sugiono D dan Saputro NW. 2016. Respon Pertumbuhan dan Hasil Beberapa
Genotip Padi (Oryza sativa L.) Pada Berbagai Sistem Tanam. Jurnal
Agrotek Indonesia, 1(2): 105–116.
Suryanto dan Ida NH. 2015. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Produksi
Pertanian dan Strategi Adaptasi Pada Lahan Rawan Kekeringan. Jurnal
Ekonomi dan Stdi Pembangunan, 16(1): 42-52.
Syukur ARA dan I Made S. 2018. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor
Pertanian Di Provinsi Bali. Jurnal Sosila Ekonomi Pertanian dan
Agribisnis, 12(1): 87-98.
Widiarta IN, Bastian A and Pakki S. 2014. Variation in rice tungro virus
transmission ability by green leafhopper, Nephotettix virescens Distant
(Homoptera: Cicadellidae) on rice resistant varieties. Indonesian Journal of
Agricultural Science, 15(2): 65–70.
Zein S. 2012. Parameter Genetik Padi Sawah Dataran Tinggi. Jurnal Penelitian
Pertanian Terapan, 12(1): 196-201.

Anda mungkin juga menyukai