NIM : 6411419032
Rombel : 4A Kesehatan Masyarakat
Mata Kuliah : Manajemen Bencana
A. Tanggap Darurat
Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada
saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
Kegiatan pada tahap tanggap darurat yang secara umum berlaku pada semua jenis
bencana antara lain:
Setiap perkantoran, terutama perkantoran dengan tipe gedung bertingkat harus memiliki
program manajemen pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Selain upaya tersebut,
manajemen aksesibilitas evakuasi juga menjadi hal penting untuk mempercepat proses
evakuasi sehingga dapat meminimalisir jumlah korban. Contoh kejadian kebakaran di
tempat kerja yang cukup banyak merenggut korban antara lain : Tahun 2012 di Karachi –
Pakistan, sebanyak 289 orang meninggal akibat kebakaran di sebuah pabrik Garmen.
Di Indonesia, contoh kebakaran terjadi di salah satu hotel di Kota Jambi pada bulan April
tahun 2018 yang disebabkan oleh korsleting di ruang sauna yang menimbulkan percikan
api sehingga terjadi kebakaran besar. Pada bulan September tahun 2019, juga terjadi
kebakaran di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Pandeglang.
Kebakaran tersebut terjadi di lantai 2, yang diakibatkan oleh karena arus pendek atau
korsleting listrik. Tentunya akan banyak kerugian yang diderita sebagai akibat adanya
kebakaran baik dari aspek materiil maupun non materiil. Apa sebenarnya yang menjadi
penyebab umum bencana kebakaran besar di tempat kerja? Terdapat 3 persyaratan dasar
kebakaran bisa terjadi dan akan semakin membesar, yaitu : (1) Adanya bahan bakar atau
bahan yang mudah terbakar; (2) Adanya sumber pemantik api; dan (3) Adanya oksigen di
udara yang berfungsi mendukung pembakaran (ILO, 2018).
Kemampuan dalam mengelola dan mengurangi risiko terkait 3 hal tersebut di atas, akan
menjadi langkah efektif dalam mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran yang lebih
parah. Salah satu kemampuan tersebut adalah kemampuan mendeteksi adanya kebakaran
dengan cepat dan kemampuan dalam mengendalikan kebakaran serta memadamkannya.
Banyaknya korban yang meninggal dalam kejadian kebakaran, sebagian besar disebabkan
oleh karena menghirup asap dan gas beracun, daripada akibat panasnya api. Penyebab
utama kebakaran dapat berkembang menjadi bencana besar bagi manusia adalah karena
ketidakmampuan orang-orang yang terjebak di dalam bangunan untuk keluar dari
bangunan secara cepat dan aman.
ILO (2018) menyebutkan bahwa ketidakmampuan tersebut dipengaruhi oleh :
Rancangan bangunan yang kurang baik à minimnya penyedian jalur atau rute
penyelamatan diri dari kebakaran dalam rancangan bangunan. Jalur atau rute
penyelamatan menjadi item yang penting dalam hal ini. Kebanyakan jalur
penyelamatan hanya ada di lantai dasar, apabila kebakaran terjadi di lantai dasar,
maka karyawan/pekerja dan juga pengunjung akan terjebak oleh api yang menyala.
Banyaknya jalur penyelamatan yang tidak seimbang dengan jumlah karyawan/pekerja
serta pengunjung juga menjadi penyebab tidak maksimalnya upaya penyelamatan diri.
Tidak adanya sistem peringatan dini jika terjadi kebakaran à penggunaan detektor
asap, detektor panas, atau detektor api yang terhubung dengan sistem alarm evakuasi
independen yang bersuara cukup keras, sehingga semua pekerja/karyawan dan
pengunjung dapat mendengar signal jika terjadi keadaan darurat.
Tidak adanya prosedur darurat àketidakberadaan prosedur darurat, tidak adanya
pelatihan tentang prosedur darurat tersebut serta tidak adanya praktik rutin terhadap
prosedur penanggulangan, dapat menjadi penyebab keterlambatan dalam evakuasi
sebuah bangunan.
TANGGA DARURAT dan PINTU DARURAT, berikut ini ketentuan terkait tangga
darurat :
1. Setiap bangunan gedung yang bertingkat lebih dari 3 lantai, harus mempunyai tangga
darurat/penyelamatan minimal 2 buah dengan jarak maksimum 45 meter (Apabila
dalam gedung terdapat sprinkler, maka jarak maksimal bisa 67,5 meter).
2. Tangga darurat harus dilengkapi dengan pintu tahan api dengan arah pembukaan ke
tangga dan dapat menutup secara otomatis. Pintu dilengkapi dengan lampu dan tanda
penunjuk KELUAR atau EXIT yang menyala saat listrik/PLN mati.
3. Tangga darurat/penyelamatan yg berada di dalam bangunan harus dipisahkan dari
ruang-ruang lain dengan pintu tahan api dan bebas asap, mudah diakses.
4. Lebar tangga darurat/penyelamatan minimal 1,20 meter, tidak boleh menyempit di
bagian bawah, tidak berbentuk melingkar dan dilengkapi dengan pegangan (hand rail)
yang kuat. Lebar injakan anak tangga minimal 28 cm dan tinggi maksimal anak
tangga 20 cm.
5. Peletakan pintu keluar (exit) pada lantai dasar langsung kearah luar halaman.
6. Pintu darurat juga diperuntukkan bagi bangunan atau gedung bertingkat. Setiap
bangunan bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat minimal
2 buah. Lebar pintu darurat minimal 100 cm, membuka kearah tangga penyelamatan.
7. Jarak maksimal pintu darurat dari setiap titik posisi orang dalam satu blok bangunan
gedung adalah 25 meter.
8. Pintu harus tahan api minimal selama 2 jam, dicat warna merah.
Terkait dengan evakuasi, perlu diperhatikan beberapa persyaratan sebagaimana yang
tercantum dalam Permenkes No. 48 Tahun 2016 : (1) Rute evakuasi harus bebas dari
barang barang yang dapat mengganggu kelancaran evakuasi dan mudah dicapai; (2)
Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah yang aman sementara dari bahaya
api, asap dan gas; (3) Koridor dan jalan keluar tidak boleh licin, bebas hambatan dan
mempunyai lebar koridor minimum 1,2 meter dan untuk jalan keluar 2 meter; (4) Rute
evakuasi harus diberi penerangan yang cukup dan tidak tergantung dari sumber utama; (5)
Arah menuju pintu keluar (EXIT) harus dipasang petunjuk yang jelas; (6) Pintu keluar
darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisanyang cukup lebar sekitar 70 cm.
Pada prinsipnya rute penyelamatan/evakuasi dari kebakaran harus membawa ke arah
keluar dari bangunan dan menuju ke tempat yang aman atau biasa disebut dengan titik
berkumpul. Jarak minimum titik berkumpul dari banguan gedung adalah 20 meter untuk
melindungi pengguna dan pangunjung bangunan gedung dari keruntuhan atau bahaya
lainnya. Titik berkumpul dapat berupa jalan atau ruang terbuka dan tidak menghalangi
akses mobil pemadam kebakaran dan kendaraan tim medis.
Semua pekerja harus diberi instruksi dan pelatihan tentang prosedur penyelamatan diri
dari kebakaran, karena prosedur ini harus menjadi unsur utama K3 dalam induction
training pekerja. Dan secara rutin pekerja harus mengikuti pelatihan penyelamatan diri
dari kebakaran. Hal ini akan berjalan sinergis jika manajemen tempat kerja, dalam hal ini
manajemen di perkantoran juga aware terhadap pentingnya pencegahan dan
penanggulangan kebakaran di perkantoran. Sasaran edukasi tentang prosedur
penyelamatan ini juga termasuk tamu/pengunjung/konsumen yang datang ke gedung
kantor tersebut. Mereka wajib diberikan instruksi dan informasi yang jelas terkait sistem
peringatan alarm kebakaran, rute evakuasi dan titik berkumpul saat kebakaran terjadi.
Informasi ini sebaiknya diberikan di atas kartu untuk tamu/pengunjung/konsumen dan
bisa juga dipaparkan melalui pemutaran video di ruang tunggu serta pemasangan rute
penyelamatan dalam bentuk poster dan lain-lain. Sekecil apapun risiko kebakaran di
gedung-gedung tempat kita bekerja maupun yang kita singgahi di Kota ini, tidak ada
salahnya kita harus tetap aware terhadap sekecil apapun risiko tersebut. Semakin kita
memahami prosedur penyelamatan diri dan tentunya didukung dengan fasilitas
keselamatan terhadap kebakaran, maka kesempatan untuk selamat akan menjadi lebih
besar.