Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tren data menunjukkan bahwa prevalensi ASI eksklusif pada bayi
yang berusia kurang dari enam bulan di Negara-negara berkembang
meningkat dari 33% pada 1995 menjadi 39% pada 2010. Prevalensi
meningkat di hampir semua daerah di Negara berkembang, dengan
peningkatan terbesar terlihat di afrika barat dan tengah dimana prevalensi
ASI eksklusif lebih dari dua kali lipat dari 12% pada 1995 menjadi 28%
pada 2010. Angka kematian bayi di Indonesia adalah 35/1.000 kelahiran
hidup berada diposisi keenam di Negara ASEAN. Salah satu upaya yang
efisien untuk menurunkan angka kematian tersebut adalah pemberian ASI
eksklusif yang memperlihatkan tren yang menurun 40,2% (1997), 39,5%
(2002) dan 32% (2007) (Sudargo, 2019).
Pada puncak peringatan pecan ASI sedunia, di Jakarta 8 Agustus
2010, ibu Negara menyebutkan laporan dari menkes, bahwa kesadaran
masyarakat memberikan ASI kepada bayinya menunjukkan grafik yang
meningkat. Sepanjang tahun 2004-2008, cakupan pemberian ASI eksklusif
6 bulan meningkat dari 58,9% menjadi 62,2%. Namun, setelah itu grafik
tidak mengalami peningkatan, bahkan cenderung menurun (Maryunani,
2012).
Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2018
cakupan ASI eksklusif di seluruh dunia hanya sekitar 47,8%. Berdasarkan
hasil Riskesdas (2018), cakupan pemberian ASI eksklusif di Indonesia
sebesar 54,3%, dimana persentase tertinggi terdapat di Provinsi NTB
sebesar 79,7% dan terendah di Provinsi Maluku sebesar 25,2%. United
Nations Childrens Fund (UNICEF) merekomendasikan agar ibu menyusui
bayinya saat satu jam pertama setelah melahirkan dan melanjutkan hingga
usia 6 bulan pertama kehidupan bayi (WHO, 2018 dalam Erlina, 2019).

1
Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi tumbuh
kembang anak. Seperti diketahui, bayi yang tidak diberi ASI setidaknya
hingga usia 6 bulan, lebih rentan mengalami kekurangan nutrisi. Tahun
pertama, khususnya enam bulan pertama, adalah masa yang sangat kritis
dalam kehidupan bayi. ASI harus merupakan makanan utama pada masa
ini bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan selain
ASI sampai usia enam bulan. Air susu seorang ibu secara khusus
disesuaikan untuk bayinya sendiri, jumlah dan komposisi ASI berbeda dari
hari ke hari sesuai dengan kebutuhannya yaitu zat gizi yang masuk
kedalam tubuh anak sesuai laju pertumbuhannya (Roesli, 2008).
Menurut KEMENKES RI Tahun 2020, Air Susu Ibu (ASI)
eksklusif berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang
pemberian air susu ibu Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi
sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/ atau
mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin dan
mineral). ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena
mengandung protein untuk daya tahan tubuh dan bermanfaat untuk
mematikan kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif
dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Secara nasional, cakupan
bayi pada mendapat ASI eksklusif tahun 2019 yaitu sebesar 67,74%.
Angka tersebut sudah melampau target renstra tahun 2019 yaitu 50%.
Persentase tertinggi cakupan pemberian ASI eksklusif terdapat pada
Provinsi Nusa Tenggara Barat (86,26%), sedangkan persentase terendah
terdapat di Provinsi Papua Barat (41,12%).
ASI eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan kepada bayi
sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman lain,
kecuali atas indikasi medis. Bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah bayi
0-6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali
obat, vitamin dan mineral berdasarkan recall 24 jam. Untuk menghitung
persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah jumlah bayi 0-6
bulan yang diberi ASI saja dibagi dengan jumlah seluruh bayi 0-6 bulan

2
yang datang dan tercatat dalam register pencatatan/ KMS di wilayah
tertentu kali 100%. Frekuensi pengamatan dilakukan setiap bulan di
Posyandu, namun frekuensi laporan dilakukan setiap 6 bulan, yaitu bulan
Februari dan Agustus. Selanjutnya cakupan tahunan menggunakan
penjumlahan data bulan Februari dan Agustus. Berdasarkan data dinas
kesehatan Provinsi Riau tahun 2019 cakupan bayi yang diberi ASI
eksklusif sampai usia 6 bulan di Provinsi Riau 75%. Cakupan ini sudah
mencapai target yang ditetapkan yaitu 47% (Dinkes Riau, 2019).
ASI eksklusif di Propinsi Riau pada tahun 2017 di targetkan oleh
Kementrian Kesehatan sebesar 80%, namun hal ini jauh dari pencapaian
yaitu 39,7 %. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinkes Kampar (2018)
target ASI eksklusif di Kabupaten Kampar adalah 90%. cakupan ASI
eksklusif terendah berada di Puskesmas Kampar yaitu 3,5%. Berdasarkan
perbandingan dari 3 Puskesmas yaitu di Puskesmas Kampar, Puskesmas
Bangkinang dan Puskesmas Kampar Utara didapatkan bahwa Puskesmas
Bangkinang usia 1-6 bulan yang mengalami penurunan berat badan yaitu
12,7%, Puskesmas Kampar Utara usia 1-6 bulan yang mengalami
penurunan berat badan yaitu 15,3% dan Puskesmas Kampar didapatkan
bahwa bayi usia 1-6 bulan yang mengalami penurunan berat badan yaitu
sebanyak 34,5% pada tahun 2018 (Erlinawati, 2019). Berdasarkan data
puskesmas Kampar Tahun 2019, Desa Padang Mutung menduduki derajat
terendah pemberian ASI eksklusif pada bayi < 6 bulan yaitu 7,9% atau 3
dari 38 bayi.
Pemberian ASI eksklusif memberikan efek positif terhadap
pertumbuhan bayi. Pernyataan ini didasarkan pada penelitian yang
dilakukan oleh widodo et al. (2005) yang menunjukkan bahwa rata-rata
pertambahan berat badan bayi perbulan dan total pertambahan berat badan
selama 4 bulan pada kelompok bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih
besar daripada kelompok bayi yang diberi ASI tidak eksklusif. Penelitian
lain juga menunjukkan hasil yang sama. Prevalensi malnutrisi pada bayi
yang diberi ASI eksklusif lebih rendah daripada bayi yang tidak mendapat

3
ASI eksklusif. Hal ini didapatkan dari penelitian oleh Sartika et al. (2006)
dimana pemberian ASI eksklusif pada anak balita di Desa Songan adalah
32,9%. Rendahnya prevalensi pemberian ASI eksklusif diikuti dengan
prevalensi malnutrisi sebesar 54,4%. Hasil penelitian tersebut juga
didukung oleh gambaran pada garis pertumbuhan standar (WHO-NCHS)
yang menunjukkan bahwa pertumbuhan bayi yang diberi ASI eksklusif
lebih optimal daripada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif.
Berdasarkan penelitian Widodo et al. (2005) perbedaan pertambahan berat
badan pada bayi diduga akibat perbedaan konsumsi zat gizi terutama
energy (Sudargo, 2019).
Dalam proses ibu menyusui bayi, terkadang muncul permasalahan-
permasalahan yang bisa menghambat pemberian ASI kepada bayi.
Permasalahan bisa terjadi secara fisik maupun psikologis (Adiningrum,
2014). Pada masa menyusui seperti ini bias menjadi masa terberat seorang
ibu menyusui untuk menyerah dalam memberikan ASI apalagi ditambah
dengan sugesti dari keluarga disekelilingnya yang tidak sepenuhnya
memahami tentang ASI dapat memperkeruh suasana. Contohnya,
perkataan bahwa ASI yang keluar sedikit sehinggga bayi tidak kenyang
sehingga memutuskan untuk pemberian susu formula saja. Padahal jika
keluarga mempunyai pengetahuan tentang jumlah ASI dan kebutuhan bayi
diawal kehidupannya, maka dapat menjadi penguat bagi ibu menyusui
untuk tetap bertahan dan merilekskan pikiran sehingga ASInya bisa lancar
(Sutanto, 2018).
Penelitian terbaru di kota Yogyakarta menunjukkan bahwa
pembatalan ASI eksklusif banyak terjadi pada satu bulan pertama
kehidupan bayi (74%). Selain itu, banyak ibu yang melakukan pembatalan
ASI eksklusif pada tiga bulan pertama kehidupan bayi (21%). Hasil
penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh farah
Rizki tahun 2011 di kota Yogyakarta yang mengungkapkan terjadinya
penurunan drastis jumlah ibu yang menyusui secara eksklusif dibulan
pertama kehidupan bayi. Kondisi tersebut sering dikaitkan dengan

4
kepanikan ibu pada saat ASI belum keluar. ASI yang belum keluar
menyebabkan ibu memberikan susu formula pada bayi yang baru lahir.
Hal ini terkait dengan pengetahuan ibu yang kurang tentang pemberian
ASI diawal kehidupan bayi. Padahal, seorang bayi dapat bertahan hidup
tanpa makanan selama 48 jam pertama kehidupan bayi. Selain itu, jumlah
ASI yang dibutuhkan oleh bayi pda 48 jam pertama kehidupannya hanya
seulas cat ( ½ sendok the ) (Cox, 2004 dalam Sudargo, 2019). Sementara
itu pembatalan ASI eksklusif yang banyak terjadi pada bulan ketiga akibat
ibu sudah harus kembali bekerja karena cuti hamil sudah berakhir
(Sudargo, 2019).
Dalam kenyataannya, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan
tidak sesederhana yang dibayangkan. Banyak kendala yang timbul dalam
upaya memberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan
bayi. Akan tetapi dengan motivasi ibu/ayah yang kuat, pengetahuan dasar
yang dimiliki iu dan ayah, serta usaha yang terus menerus, sabar dan
tekun, serta didukung oleh fasilitas persalinan “saying bayi” tidak mustahil
pemberian ASI eksklusif dapat berhasil. Meski demikian, tidak semua ibu
mau menyjsui bayi nya karena berbagai alasan. Misalnya takut gemuk,
sibuk, payudara kendor dan sebagainya titik. Dilain pihak, ada juga ibu
yang ingin menyusui bayinya tetapi mengalami kendala. Biasanya ASI
tidak mau keluar atau produksinya kurang lancar (Wiji, 2014).
Pola budaya dalam menyusui merupakan faktor terbesar yang
mempengaruhi durasi menyusui ibu. Jumlah air susu yang diproduksi akan
semakin berkurang setelah menyusui selama 12 bulan, meskipun
rangsangan dari isapan bayi masih terpelihara. Penurunan produksi air
susu berhubungan dengan berkurangnya permintaan air susu dengan
berkurangnya rangsangan isap oleh bayi (Worthington-Roberts, 2000
dalam Sudargo, 2019).
Penyebab umum kegagalan pemberian ASI eksklusif adalah
minimnya pengetahuan ilmu ibu tentang ASI eksklusif dan menyusui, ibu
bekerja, tidak ada dukungan dari keluarga, tehnik menyusui yang tidak

5
tepat dan mitos ASI encer tidak baik untuk bayi (Wiji, 2014). Menurut
penelitian Ribek dan Kumalasari (2014) Motivasi ibu dalam pemberian
ASI eksklusif dikategorikan kuat, dimana jika dilihat berdasarkan
karakteristik maka umur adalah yang paling mempengaruhi lalu diikuti
dengan pendidikan, pekerjaan dan ibu yang memiliki satu orang anak.
Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang
bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang
menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan
dalam dirinya (Uno, 2011 dalam Kusuma 2019).
Keberhasilan Ibu dalam memberikan ASI eksklusif dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor individu
seperti faktor motivasi. dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan
seseorang berbuat sesuatu atau orang tersebut melakukan kegiatan-
kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan (Sunyoto, 2013 dalam
Ningrum, 2019).
Berdasarkan penelitian sebelumnya kegagalan pemberian ASI
eksklusif salah satunya disebabkan oleh rendahnya motivasi ibu dalam
pemberian ASI eksklusif. Proses pemberian ASI eksklusif dilihat dari
banyak hal seperti kebutuhan, harapan, minat, dukungan keluarga,
lingkungan, imbalan yang semuanya memiliki peran yang sangat besar
dalam meningkatkan moivasi sehingga ibu dapat memberikan ASI kepada
bayinya sampai usia 6 bulan (Taufik, 2007 dalam Utami 2020).
Menurut penelitian Kusuma dan Irawan (2018) Temuan tingginya
motivasi ibu menyusui untuk memberikan ASI eksklusif sejalan dengan
penelitian Srgati (2016) yang menyatakan adanya hubungan bermakna
antara motivasi terhadap pemberian ASI eksklusif. Semakin tinggi
motivasi responden, semakin tinggi pemberian ASI secara eksklusif yaitu
tidak memberikan makanan/minuman tambahan dan jus selain ASI pada
bayi sebelum usia 6 bulan. Boleh jadi karena ibu yang memiliki motivasi
tinggi untuk memberikan ASI eksklusif, ibu tersebut memiliki

6
pengetahuan yang baik tentang pentingnya ASI eksklusif dan mendapat
dukungan dari suami atau keluarga.
Motivasi dari seseorang ibu diperlukan dalam pemberian ASI
secara eksklusif selama 6 bulan. Dengan memiliki memiliki motivasi baik
maka seseorang ibu akan senantiasa dan berusaha menyusui bayinya.
Timbulnya motivasi ibu dapat berasal dari faktor instrinsik dan ekstrinsik.
Faktor instrinsik yang meliputi pengakuan, prestasi dan tanggung jawab
serta faktor ekstrinsik yang meliputi hubungan antar manusia, imbalan dan
lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan ASI eksklusif.
Dengan adanya dukungan dari keluarga terutama dari suami maka akan
berdampak kepada peningkatan rasa percaya diri atau motivasi dari ibu di
dalam menyusui. Disebutkan bahwa dorongan dari petugas kesehatan dan
dukungan keluarga serta dari tempat ibu bekerja menjadi penentu
timbulnya motivasi pada ibu menyusui (Sulistyorini, 2014 dalam
Ningrum, 2019).
Berdasarkan data dan rumusan masalah, perlu dilakukan penelitian
tentang “Bagaimanakah Motivasi Ibu Terhadap Pemberian ASI Ekslusif di
Desa Padang Mutung Wilayah Kerja Puskesmas Kampar Kabupaten
Kampar”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinkes Kampar (2018) target
ASI eksklusif di Kabupaten Kampar adalah 90%. cakupan ASI eksklusif
terendah berada di Puskesmas Kampar yaitu 3,5%. Jika ditelaah
berdasarkan Desa/ Kelurahan maka cakupan ASI ekslusif yang paling
rendah berada di Desa Padang Mutung yaitu 7,9%. Salah satu penyebab
rendahnya angka cakupan ASI eksklusif adalah kurangnya movitasi ibu
untuk pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Oleh karena itu perlu
diketahui bagaimana analisis motivasi ibu terhadap pemberian ASI
ekslusif di Desa Padang Mutung wilayah kerja Puskesmas Kampar
Kabupaten Kampar.

7
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis motivasi
ibu dalam pemberian ASI Ekslusif di Desa Padang Mutung wilayah
kerja Puskesmas Kampar Kabupaten Kampar.
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis distribusi frekuensi variabel taggung jawab,
pengalaman, manfaat dan promosi dengan pemberian ASI
Eksklusif di Desa Padang Mutung wilayah kerja Puskesmas
Kampar Kabupaten Kampar.
b. Menganalisis hubungan antara tanggung jawab dengan pemberian
ASI Eksklusif Desa Padang Mutung wilayah kerja Puskesmas
Kampar Kabupaten Kampar.
c. Menganalisis hubungan antara pengalaman dengan pemberian ASI
Eksklusif di Desa Padang Mutung wilayah kerja Puskesmas
Kampar Kabupaten Kampar.
d. Menganalisis hubungan antara manfaat dengan pemberian ASI
Eksklusif di Desa Padang Mutung wilayah kerja Puskesmas
Kampar Kabupaten Kampar.
e. Menganalisis hubungan antara promosi dengan pemberian ASI
Eksklusif di Desa Padang Mutung wilayah kerja Puskesmas
Kampar Kabupaten Kampar.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Bagi penelitian sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan
pengetahuan dan menambah wawasan bagi pembelajaran mahasiswa di
lingkup pemerintah serta untuk membangun sikap profesional
mahasiswa dan untuk mengembangkan diri.
2. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan

8
Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan adalah dapat menjadikan sebagai
sarana dalam memperluas jaringan dan meningkatkan kerja sama
dalam lingkup yang sama antara fakultas ilmu kesehatan, universitas
pahlawan dengan Desa Padang Mutung wilayah kerja Puskesmas
Kampar. Serta Hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi
bagi mahasiswa dimasa depan. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat
menambah bacaan untuk perpustakaan di Universitas Pahlawan.
3. Bagi Desa Padang Mutung wilayah kerja Puskesmas Kampar
Bagi Desa Padang Mutung wilayah kerja Puskesmas Kampar, yaitu
dapat menjadi salah satu bahan evaluasi dalam melaksanakan serta
merancang sistem manajemen program ASI Ekslusif yang lebih baik
lagi di Desa Padang Mutung wilayah kerja Puskesmas Kampar
Kabupaten Kampar.

9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Asi Eksklusif
1. Definisi ASI

10

Anda mungkin juga menyukai