OLEH :
ABDUL HAMID S.
170920161
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Pertambangan
ii
KATA PENGANTAR
iii
4. Bapak Ir. Sahrul, S.T.,M.T.,IPP selaku Ketua Program Studi Teknik
Pertambangan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sembilanbelas
November Kolaka yang juga merupakan sosok yang menginspirasi saya
dalam dunia pendidikan.
5. Ibu Ika Sartika Ambarsari, S.T., M.T. selaku pembimbing saya, yang
tentunya sangat membantu dalam membimbing, memberikan motivasi serta
nasihat kepada penulis.
6. Kedua orang tua & keluarga yang selalu memberikan nasihat, dukungan
hingga motivasi dalam melakukan kerja praktek hingga dalam penyusunan
laporan.
7. Bapak Wahyudi Martono, BE selaku Kepala Teknik Tambang (KTT) PT.
Wijaya Karya Bitumen yang telah banyak membantu sehingga kegiatan kerja
praktek saya dapat terlaksana dengan baik.
8. Bapak Muhammad Fatrah Nur S S.T dan Bapak Fatman S.T selaku
pembimbing lapangan saya serta seluruh staf dan karyawan PT. Wijaya Karya
Bitumen, yang telah membantu saya selama melakukan kerja praktek di PT.
Wijaya Karya Bitumen. .
9. Seluruh teman – teman seperjuangan yang sedang menempuh pendidikan di
Universitas Sembilanbelas November Kolaka.
Akhir kata, penulis sangat berharap agar tulisan yang masih jauh dari kata
sempurna ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
ABDUL HAMID S
170920161
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3 Tujuan Kerja Praktek ............................................................... 2
1.4 Batasan Masalah ...................................................................... 2
1.5 Manfaat Kerja Praktek ............................................................. 2
1.6 Sistematika Penulisan .............................................................. 2
v
3.1.6 Sumber Daya Aspal Buton .............................................. 21
3.2 Metode Penambangan Aspal Buton ......................................... 21
3.3 Pengolahan Bahan Galian......................................................... 22
3.4 Pengolahan Buton Granular Asphalt (BGA) ........................... 25
3.4.1 Pengertian Buton Granular Asphalt (BGA).................... 25
3.4.2 Pengolahan Buton Granular Asphalt (BGA) .................. 26
3.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Hasil Produksi ... 27
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Pengolahan Buton Granular Asphalt (BGA) ........................... 48
5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Hasil Produksi
Buton Granular Asphalt (BGA) ............................................... 52
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan .............................................................................. 55
6.2 Saran ........................................................................................ 55
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 5.2 Grafik Feed dan Hasil Crusher ................................................. 52
Gambar 5.3 Grafik Hasil Produksi Buton Granular asphalt (BGA) ............ 53
viii
DAFTAR TABEL
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari Kerja Praktek ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tahapan pengolahan Buton Granular Asphalt (BGA) pada
PT. Wijaya Karya Bitumen ?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi hasil
pengolahan Buton Granular Asphalt (BGA) ?
2
1. Bab I Pendahuluan
Bab ini memuat hal-hal yang melatar belakangi dilakukannya penelitian
Kerja Praktek (KP), rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini dan batasan masalah dalam topik yang akan dibahas
sehingga diperoleh hasil yang sesuai tujuan penelitian yang akan
dicapai.
2. Bab II Tinjauan Umum
Bab ini berisikan tentang gambaran umum perusahaan yang mejadi
lokasi Kerja Praktek mulai dari sejarah, profil, lokasi dan kesampaian
daerah, geologi regional, statigrafi, topografi dan hidrologi, keadaan
tanah, vegetasi serta iklim dan curah hujan.
3. Bab III Landasan Teori
Bab ini membahas tentang teori-teori yang berkaitan dengan judul
Kerja Praktek dan yang digunakan dalam pengolahan data yang didapat
selama penelitian dilaksanakan.
4. Bab IV Metodelogi dan Hasil
Bab ini membahas tentang metode pelaksanaan kegiatan penelitian.
5. Bab V Pembahasan
Bab ini membahas mengenai hasil pengamatan yang dilakukan selama
Kerja Praktek, baik itu data penelitian maupun data penunjang lainnya
yang diperoleh dari data-data perusahaan.
6. Bab VI Penutup
Bab ini membahas tentang kesimpulan dari hasil pengamatan yang telah
dilakukan selama penelitian dan masukan terhadap perusahaan
mengenai kegiatan yang dilakukan.
3
BAB II
TINJAUAN UMUM
4
e. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 3 Tahun 1984 tanggal 30
januari 1984, Perusahaan Aspal Negara diubah bentuknya menjadi
Perusahaan Perseroan (Persero). Realisasi perubahan Perusahaan Aspal
Negara menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dilaksanakan dengan
pendirian PT Sarana Karya (Persero) pada tanggal 1 September 1984.
f. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2013 tanggal 24
Desember 2013, seluruh saham PT Sarana Karya (Persero) dijual kepada
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. sejak tanggal 30 Desember 2013,
melalui pengesahaan Akta Jual Beli (AJB) bersama Kementerian BUMN,
PT Sarana Karya resmi menjadi Anak Perusahaan PT. Wijaya Karya
(Persero) Tbk. Melalui proses akuisisi ini, direncanakan Perusahaan akan
dikembangkan untuk memasuki industri pengolahan Asbuton, menjadi
produk bitumen bernilai tambah tinggi yang dapat dipergunakan sebagai
material untuk infrastruktur jalan/perhubungan serta material penunjang
industri lainnya.
g. Berdasarkan Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Luar biasa
PT. Saran Karya yang telah di Aktakan yang telah mendapat persetujuan
dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan
Surat Keputusannya Nomor AHU-05084.40.20..2014 Tahun 2014
tanggal 07 Juli 2014, diputuskan bahwa menyetujui mengubah nama
Perseroan dari yang semula bernama PT Sarana Karya beurbah menjadi
PT. Wijaya Karya Bitumen (WIKA BITUMEN).
Sebagai bagian dari strategi pengembangan untuk mendukung sinergi usaha
WIKA Group, posisi PT. WIKA Bitumen diarahkan untuk mengembangkan usaha
penyediaan produk Aspal Buton yang berkualits secara terintegrasi mulai dari
penambangan hingga industri yang dapat memberi nilai tambah bagi usaha WIKA
Group. Adapun produk aspal yang sedang dan akan dikembangkan, antara lain:
a. Asbuton Curah
b. Asbuton Butir
c. Asbuton Murni
5
Sebagai entitas anak dari PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT WIKA
Bitumen yang bergerak dibidang usaha penambangan dan industri pengolahan
Aspal Buton (Asbuton), telah menetapkan Visi dan Misi baru Perusahaan yaitu :
a. Visi Perusahan
Menjadi salah satu penyedia dan pengembang aspal alam terbaik di Asia.
b. Misi Perusahaan
Sejalan dengan perubahaan Visi Perseroan, maka pada tahun 2017,
Perseroan telah menetapkan Misi baru sebagai berikut:
1. Memimpin pasar Aspal Buton di Asia.
2. Memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan dengan
kesesuaian mutu, ketepatan waktu dan harga bersaing.
3. Menerapkan sistem manajemen dan teknologi yang dapat memacu
peningkatan efisiensi, konsistensi mutu, keselamatan dan kesehatan
kerja yang berwawasan lingkungan.
4. Tumbuh dan berkembang bersama mitra kerja secara sehat dan
berkesinambungan.
5. Mengembangkan kompetensi dan kesejahteraan pegawai.
6
Sumber : Jamal Harimudin (2017)
7
Sumber : Peta Tematik Indo Administrasi-Buton, 2013
Untuk mencapai lokasi dari PT. WIKA Bitumen dapat melalui beberapa
alternatif perjalanan, yaitu:
Busur banda adalah istilah yang digunakan oleh para geologist untuk
menjelaskan pulau Buton, pulau Timur dan pulau seram yang sebelumnya
8
diketahui posisinya jauh berada diselatan dan sejajar dengan pulau jawa dan pulau
timur. Menurut penyelidikan Hetzel (1936) bahwa pada masa miosen sampai
neogen. Pulau Buton mengalami suatu perlipatan sehingga terjadi pegunungan
yang membujur dari arah utara kearah selatan. Endapan aspal yang terdapat pada
bagian timur pulau Buton terletak pada zona patahan disepanjang pinggiran timur
pada suatu graben yang memebentang dari teluk lawele disebelah utara sampai ke
teluk Sampolawa pada bagian selatan dengan panjang 75 km dan dengan lebar 12
km.
2.4 Stratigrafi
Dengan mengacu pada Peta Geologi Lembar Buton, Sulawesi Tenggara,
maka di daerah selidikan terdapat formasi batuan yang diurutkan dari formasi tua
ke muda.
9
menyebabkan rembesan minyak. Salah satu contoh rembesan minyak
tersebut diantaranya yang muncul di Kumele Winto.
3. Formasi Ogena
Formasi Ogena terdiri atas batu gamping pelagos, bersisipan
klastika halus dan batu gamping pasiran dan batu pasir. Umur formasi
Ogena diperkirakan terendapkan dalam lingkungan laut dalam. Batu pasir
umumnya berlapis, berwarna abu-abu tua, ukuran butir halus sampai
sangat halus, lanauan, gampingan, sering di jumpai struktur sedimen
perlapisan sejajar.
4. Formasi Tobelo
Formasi Tobelo tersebar mengikuti pola umum perlipatan di
daerah itu. Litologinya tersusun atas kasilitit, berlapis baik, kaya akan
radilaria. Umur formasi diperkirakan antara Kapur – Paleosen dan
terbentuk pada lingkungan pengendapan Batial.
5. Formasi Tondo
Tersusun atas batu gamping, umumnya gamping terumbu dan juga
kalkarenit. Anggota batu gamping ini merupakan bagian bawah dari
Formasi Tondo. Kedudukan stratigrafinya dengan Formasi Tondo
menjari-jemari.
Formasi Tondo tersusun atas konglomerat, batu pasir kerikilan,
perselingan batu pasir, batu lanau dan batu lempung. Pada formasi Tondo
ini sering kali dijumpai rembesan aspal kepermukaan membentuk urat-
urat aspal. Formasi Tondo diendapkan dalam lingkungan pengendapan
neritik hingga Batial Bawah pada Miosen Tengah sampai Miosen Atas.
6. Formasi Sampolakosa
Litologi terutama terdiri atas batu pasir gampingan-lempung. Batu
pasir gampingan umumnya berukuran butir halus sampai sedang abu-abu
sampai abu-abu kehitaman, berlapis tebal sampai massif. Pada banyak
tempat seperti di Desa Wining terimpregnasi oleh aspal, mengandung
bitumen, dan pada tempat-tempat tertentu dijumpai rembesan aspal murni
menembus sampai kepermukaan. Formasi Sampolakosa diendapkan
10
dalam lingkungan pengendapan neritik-batial pada Miosen Atas sampai
Pliosen Bawah.
7. Formasi Wapulaka
Formasi ini sebagian besar berupa batu gamping, batu gamping
pasiran, batu pasir gampingan. Batu gamping terutama sebagai gamping
terumbu ganggang atau koral, topografi batuan ini memperlihatkan
undak-undak pantai purba dan topografi kuarst.
11
2.6 Keadaan Tanah
Kondisi topografi tanah daerah Kabupaten Buton pada umumnya memiliki
permukaan yang bergunung, bergelombang, dan berbukit-bukit. Diantara gunung
dan bukit-bukit tersebut, terbentang daratan yang merupakan daerah - daerah
potensial untuk pengembangan sektor pertanian.
2.7 Vegetasi
Kabupaten Buton merupakan dataran rendah dan sebagian berbukit dengan
keadaan tanah yang sangat subur terutama yang terletak pada pesisir pantai sangat
cocok untuk pertanian baik tanaman pangan maupun tanaman perkebunan.
12
membuat saluran air untuk mengeringkan tempat kerja bila hal itu
diperlukan.
c. Stripping
Pengupasan tanah penutup dilakukan dengan suatu perencanaan
berdasarkan letak pembuangan atau penimbunan sementara overburden
agar selanjutnya mudah dikembalikan setelah proses penambangan
berakhir untuk dimanfaatkan kembali pada tahap rehabilitasi lahan dan
tata guna tanah dengan tujuan mencegah timbulnya dampak negatif dari
aktivitas penambangan. Pekerjaan ini biasanya dilakukan bersama-sama
dengan kegiatan land clearing dengan menggunakan Excavator dan
Bulldozer.
13
sampai dengan bulan April. Pada saat tersebut, angin barat bertiup dari Benua
Asia serta Lautan Pasifik banyak mengandung uap air.
Musim kemarau terjadi antara bulan Juli dan September, pada bulan-bulan
tersebut angin Timur yang bertiup dari Benua Australia sifatnya kering dan
kurang mengandung uap air. Khusus pada bulan April dan Mei di daerah
Kabupaten Buton arah angin tidak menentu, demikian pula dengan curah hujan,
sehingga pada bulan-bulan ini dikenal sebagai musim pancaroba.
Tabel 2.1 Data Curah Hujan (CH) PT. WIKA Bitumen Tahun 2015-2020
Tahun
Bulan
14
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Aspal
3.1.1 Pengertian Aspal
Aspal adalah material yang pada temperatur ruang berbentuk padat
sampai agak padat. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai
temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama
dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan
jalan (Sukirman, 2003).
Aspal adalah suatu cairan kental yang merupakan senyawa
hidrokarbon dengan sedikit mengandung sulfur, oksigen, dan kalor. Aspal
sebagai bahan pengikat dalam perkerasan lentur mempunyai sifatnya kental
dan elastis (viskoelastis). Aspal akan bersifat padat pada suhu ruang, dan
bersifat cair bila dipanaskan (Suryana, 2002).
Aspal Buton yang terdapat di Pulau Buton, memiliki sifat yang
berbeda-beda tergantung di daerah mana asbuton tersebut diperoleh. Saat ini
dikenal ada dua daerah penambangan Asbuton yang banyak dimanfaatkan
hasilnya, yaitu di daerah Kabungka dan Lawele. Sifat dari kedua asbuton
tersebut berbeda, khususnya kandungan bitumennya.
Bitumen merupakan senyawa yang kompleks, utamanya disusun oleh
hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga
beberapa logam seperti Vanadium, Ni, Fe, Ca, dalam bentuk garam organik
dan oksidanya (Fauzi, 2012).
Aspal buton dapat digunakan antara lain untuk :
Perkerasan/lapisan permukaan sebagai pengganti aspal minyak.
Asbuton Tile (Tegel Asbuton)
Block Asbuton antara lain untuk trotoar.
Mengekstraksi bitumen dari asbuton.
Melapis bendung/embung agar kedap air.
15
3.1.2 Genesa Aspal
Aspal yang terdapat di pulau Buton dapat diklasifikasikan sebagai
suatu lapisan homoklin yang tersingkap ke luar dan tererosikan. Minyak
yang mengalir perlahan-lahan membentuk suatu telaga pada tempat
perembesan keluar dan fraksi ringannya telah keluar. Lapisan yang telah
mengandung aspal tersebut adalah gamping globigerina yang berpori-pori
dan gamping terumbu yang dinamakan formasi sampolaksa. Formasi ini
mengandung batu pasir yang dijenuhi 10% sampai 20% bitumina, bahkan
sampai 30 %.
Ada beberapa teori lain yang dikemukakan Abdul Rosyid (1998)
tentang cara terbentuknya aspal alam yaitu :
a. Cara aliran (over flow)
Cara aliran terjadi dalam tiga bentuk:
1. Spring yaitu cairan aspal yang terbentuk dalam bumi muncul
permukaan bumi melalui celah-celah rekahan dan patahan.
2. Lake yaitu aspal cair atau semi cair yang mengalir kepermukaan bumi
melalui celah-celah atau patahan yang kemudian mengendap dalam
cekungan.
3. Sepage yaitu aspal yang terdapat dalam batuan dan kemudian
mengalir kebagian yang lebih rendah disebabkan tekanan material
disekitarnya atau karena panas matahari.
b. Impregnasi dalam batuan (Impregnating Rock)
Aspal cair yang mengalir dan memasuki pori-pori batu pasir, batu
gamping, dan konglomerat sehingga aspal itu menjadi satu dengan
batuan dimana aspal mengalir.
16
1. Aspal Alam
Aspal alam adalah aspal yang didapat disuatu tempat di alam dan
dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit
pengolahan. Aspal alam ada yang diperoleh di gunung-gunung seperti
aspal di pulau Buton yang disebut dengan aspal buton. Aspal buton
merupakan batu yang mengandung aspal. Aspal buton merupakan
campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk
batuan, karena aspal buton merupakan material yang ditemukan begitu
saja di alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi
dari rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka aspal buton
mulai diproduksi dalam berbagai bentuk di pabrik pengolahan aspal
buton.
Aspal alam adalah aspal yang ditemukan atau diperoleh langsung
dari alam. seperti:
1. Aspal Gunung
Jenis aspal ini adalah aspal yang berasal dari batu batuan contohnya
aspal dari pulau Buton (Asbuton). Asbuton ini merupakan campuran
antara bitumen dengan bahan mineral. Karena aspal buton merupakan
bahan alam maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi
antara 10 sampai dengan 40 %, dengan klasifikasi sebagai berikut:
Asbuton B 10 Kadar Bitumennya = 9,0% - 11,4%
Asbuton B 13 Kadar Bitumennya = 11,5% - 14,5%
Asbuton B 16 Kadar Bitumennya = 14,6% - 17,9%
Asbuton B 20 Kadar Bitumennya = 18,0% - 22,5%
Asbuton B 25 Kadar Bitumennya = 22,6% - 27,4%
Asbuton B 30 Kadar Bitumennya = 27,5% - 32,5%
2. Aspal Danau
Aspal Danau adalah jenis aspal yang diperoleh langsung dari alam
tanpa proses penambangan karena dengan sendirinya muncul
dipermukaan bumi kemudian terkumpul disebuah tempat yang sering
disebut danau aspal, contoh aspalnya seperti dari Bermudez Trinidad.
17
2. Aspal Minyak
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak
bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic
base crude oil yang banyak mengandung aspal, paraffin base crude oil
yang banyak mengandung parafin, atau mixed base crude oil yang
mengandung campuran antara parafin dan aspal. Untuk perkerasan jalan
umumnya digunakan aspal minyak jenis asphaltic base crude oil.
Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak
bumi dapat dibedakan atas (Harmein, 2010) :
a. Aspal keras/panas (aspal cement, AC)
Aspal jenis ini digunakan dalam keadaan cair dan panas yang
berbentuk padat pada temperatur ruang 25–30oC dimana untuk
pemanfaatannya dibutuhkan pemanasan dengan suhu yang tertentu,
pengelompokan aspal ini didasarkan atas tingkatan penetrasinya.
Syarat – syarat umum aspal keras/panas adalah:
Berasal dari destilasi minyak bumi
Mempunyai sifat yang homogen
Kadar parafin kurang dari 2%
Tidak mengandung air dan tidak berbusa jika dipanaskan sampai
suhu 175oC.
b. Aspal Cair (cut back asphalt)
Aspal cair adalah campuran antara aspal keras/panas dengan bahan
pencair dari hasil penyulingan minyak bumi.Sehingga aspal ini
berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya
dan kemudahan menguap bahan pelarutnya aspal cair terbagi atas:
Rapid Curing (RC) aspal cair yang mudah larut dengan bahan
pelarut premium. Jenis ini paling cepat menguap.
Medium Curing (MC) merupakan aspal yang dilarutkan dengan
bahan pencair yang lebih kental seperti kerosen.
Slow Curing (SC) merupakan aspal yang dilarutkan dengan bahan
pencair yang lebih kental seperti solar. Jenis aspal ini adalah jenis
aspal yang paling lama menguap.
18
c. Aspal Emulsi
Jenis Aspal ini merupakan aspal hasil pencampuran antara aspal keras,
air dan bahan pengemulsi. Dimana pada suhu normal dan tekanan
atmosfir berbentuk cair. Berdasarkan kecepatan pengerasnya aspal
emulsi dapat dibedakan atas :
Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan
pengemulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat.
Medium Setting (MS)
Slow Setting (SS), aspal yang paling lambat menguap.
d. Tar
Tar adalah aspal yang diperoleh dari hasil penyulingan batubara,
jarang digunakan karena cepat mengeras peka terhadap perubahan
temperatur dan mengandung racun.
19
Tabel 3.1 Sifat kimia Asbuton dari Kabungka dan Lawele
Hasil Pengujian
Jenis Pengujian Aspal Buton padat Aspal Buton padat
dari Kabungka dari Lawele
Parafin (P), % 8,86 11,23
Parameter Maltene 2,06 1,50
Nitrogen/ Parafin, N/ P 3,28 2,41
Kandungan Asphaltene, % 46,92 39,45
Nitrogen (N), % 29,04 27,01
Acidafins (A1), % 6,60 9,33
Acidafins (A2), % 8,43 12,98
20
3.1.6 Sumber Daya Aspal Buton
Estimasi dilakukan untuk mengetahui jumlah endapan Asbuton pada
PT. Wijaya Karya Bitumen berdasarkan klasifikasi kualitas yang ditetapkan
oleh PT. Wijaya Kraya Bitumen. Estimasi sumber daya Asbuton dilakukan
dengan memasukan sejumlah data berupa data bor dan data kadar bitumen
pada perangkat lunak komputer.
Estimasi dilakukan dengan block model dan metode penaksiran kadar
bitumen menggunakan metode Invers Distance Weigthing (IDW). Pada
metode IDW digunakan 4 nilai yang berbeda yaitu 1, 2, 3, dan 4 untuk
melihat perbedaan yang dihasilkan. Pemilihan nilai power yang paling baik
untuk estimasi sumber daya asbuton dilakukan dengan menentukan nilai
RMSE terkecil dari keempat nilai power yang digunakan. Nilai power
dengan RMSE terkecil adalah 1 dengan estimasi sumber daya asbuton yaitu:
B.16 = 31115 MT
Kadar = 16,09%
B.20 = 46095 MT
Kadar = 20,39 %
B.25 = 29505 MT
Kadar = 24,62%
B.30 = 5530 MT
Kadar = 28,45%
Dengan hasil yang telah diperoleh dapat memberikan gambaran dalam
perencanaan penambangan yang akan dilakukan perusahaan nantinya.
21
Berdasarkan material yang ditambang, menurut (Subarnas, S, dkk, 2001) tambang
terbuka dapat dibagi menjadi:
a. Open Mine
Open mine adalah cara-cara penambangan terbuka yang dilakukan
untuk menggali endapan-endapan bijih metal seperti endapan bijih nikel,
endapan bijih besi, endapan bijih tembaga dan sebagainya.
b. Quarry
Quarry adalah cara-cara penambangan terbuka yang dilakukan
untuk menggali endapan-endapan bahan galian industriatau mineral
industri, seperti batu marmer, batu granit, batuan desit, batu gamping dan
lain- lain.
c. Strip Mine
Strip mine adalah cara-cara penambangan terbuka yang dilakukan
untuk endapan-endapan yang letaknya mendatar atau sedikit miring.
Yang harus diperhitungkan dalam penambangan cara ini adalah nisbah
penguapan (stripping ratio) dari endapan yang akan ditambang, yaitu
perbandingan banyaknya volume tanah penutup (m 3) yang harus dikupas
untuk mendapatkan 1 ton endapan.
d. Alluvial Mine
Alluvial mine adalah tambang terbuka yang diterapkan untuk
menambang endapan-endapan alluvial, misalnya tambang bijih timah,
pasir besi, emas dan lain- lain.
22
2. Mengurangi ongkos peleburan.
3. Pengurangi kehilangan (looses) logam berharga pada saat peleburan.
4. Proses pemisahan secara fisik jauh lebih menguntungkan dibandingkan
secara kimia.
Pengolahan bahan galian pada umumnya dilakukan dengan melalui
beberapa tahap (Edy Nursanto, 2015), yaitu :
A. Preparasi
Preparasi merupakan operasi persiapan yang dilakukan untuk
mereduksi ukuran butir dan untuk mengelompokkan material. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam preparasi antara lain sebagai berikut :
1. Kominusi
Kominusi merupakan proses mereduksi ukuran butir sehingga menjadi
lebih kecil dari ukuran semula. Proses peremukan atau crushing biasanya
dikerjakan dalam tiga tahapan, yakni:
a. Primary crusher, suatu tahapan untuk meremuk umpan dengan ukuran
2 inch – 90 inch dan umpan ini biasanya berasal dari hasil tambang.
Alat yang digunakan berupa jaw crusher dan gyratory crusher.
b. Secondary crusher, umpan yang dimasukkan sebesar 1 inch sampai 3
inch yang biasanya berasal dari primary crushing. Alat yang
digunakan ialah hammer mill, stamp mill, roller dan cone crusher.
c. Grinding atau fine crushing, umpan yang dimasukkan sebesar ¼ inch
sampai 3/8 inch. Alat yang digunakan adalah ball mill, tube mill atau
pebble mill, rod mill.
2. Sizing
Sizing merupakan pengelompokan mineral setelah dilakukan crushing
sehingga akan diperoleh ukuran partikel yang sesuai dengan ukuran yang
dibutuhkan. Pada umunya sizing dibagi menjadi dua yaitu saringan
(sieving) dipake pada skala laboratorium, dan ayakan (screen) pada skala
industri.
Sizing pada umumnya terbagi dalam dua cara yaitu pengayakan atau
penyaringan dan klasifikasi.
23
a. Pengayakan/penyaringan (screening/sieving) adalah proses pemisahan
secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel atau
pengelompokan partikel berdasarkan besar lubang ayakan.
b. Klasifikasi (Classification) adalah pemisahan partikel berdasarkan
kecepatan pengendapannya dalam suatu media (udara atau air)
dipengaruhi oleh densitas, volume dan bentuk material.
B. Konsentrasi
Konsentrasi merupakan suatu proses pemisahan antara mineral
berharga dengan mineral tak berharga sehingga didapatkan kadar yang lebih
tinggi berdasarkan pada sifat fisik mineral.
Adapun beberapa tahapan yang dilakukan untuk memisahkan mineral,
yaitu:
a. Hand Sorting Concentration
Dalam proses konsentrasi tahap pertama, proses dilakukan dengan
melakukan pemisahan secara langsung dengan bantuan manusia
( Hand Sorting)
b. Gravity Concentration
Dalam tahap ini, konsentrasi dilakukan berdasarkan berat jenis.
c. Sifat Kemagnetan
Dalam tahap ini, mineral akan dipisah berdasarkan sifat kemagnetan
pada mineral tersebut. Alat yang digunakan yaitu magnetic separator.
d. Daya Hantar Listrik
Dalam tahap ini, mineral akan dipisah berdasarkan sifat konduktor dan
non konduktor. Alat yang digunakan biasanya menggunakan high
tension separator atau electric static separator. Dalam proses ini,
kondisi material harus dalam keadaan kering.
e. Sifat permukaan mineral
Dalam proses ini, mineral akan dipisah berdasarkan sifat senang dan
tidak senang mineral terhadap gelembung udara. Untuk mengubah
mineral yang senang terhadap air menjadi senang terhadap udara
biasanya menggunakan reagent kimia seperti collector modifier dan
Frother.
24
C. Dewatering
Dewatering merupakan proses untuk mengurangi kandungan air yang ada
pada konsentrat. Dewatering ada 3 cara yaitu :
1. Thickening
Thickening adalah proses pemisahan antara padatan dengan cairan yang
mendasarkan atas kecepatan mengendap partikel atau mineral tersebut
dalam suatu pulp.
2. Filtrasi
Filtrasi adalah proses pemisahan antara padatan dengan cairan dengan
cara menyaring.
3. Drying
Draying adalah proses penghilangan air dari padatan dengan cara
pemanasan sehingga padatan bebas dari cairan.
25
Kadar air yang tidak terjaga.
Ukuran butiran yang relatif tidak terjaga.
Adanya material asing (lump).
Buton Granular Asphalt (BGA) memiliki kelebihan dibanding produk
asbuton lainnya yaitu :
Kadar aspal lebih tinggi (25%).
Kadar air konstan di bawah 2%.
Bitumen telah termobilisasi keluar.
Kehilangan (loose) sangat rendah.
Material asing telah dihilangkan dalam proses.
Pengiriman lebih mudah.
Perencanaan campuran mengikuti standar Hotmix.
Ketahanan yang lebih baik terhadap deformasi
Ketahanan terhadap temperatur tinggi
Buton Granular Asphalt (BGA) dapat dipergunakan sebagai :
Pembuatan jalan raya
Lapangan terbang
Lapangan kontainer
Seal coat
Lapis penetrasi
Slurry seal.
26
penampungan sementara. Sementara bagi material yang belum lolos
ayakan dikembalikan ke jaw crusher 2 untuk dihancurkan kembali.
Tahapan kedua material aspal akan diproses kembali pada crusher
mini dimana material aspal hasil dari crusher plant akan dimasukan pada
hopper selanjutnya diteruskan ke hammer mill melalui belt conveyor dan
akan diteruskan kembali menuju penyimpanan sementara.
2. Pabrik Buton Granular Asphalt (BGA)
Dalam proses pengolahan aspal Buton di pabrik Buton Granular
Asphalt (BGA) diawali dengan memasukan material aspal Buton hasil
olahan crusher ke hopper dengan menggunakan whell loader.
Selanjutnya, material aspal Buton akan melewati proses sebagai berikut :
hopper – rotary drum dryer - rotary colling - screening - produckt bin-
- screw conveyor - bagging system – jib crane.
27
Pada peningkatan hasil produksi.
5. Kondisi Material
Kondisi material merupakan suatu kedaan material dalam tambang.
Hal ini dapat mempengaruhi pada suatu kegiatan produksi. Kondisi material
tersebut antara lain :
a. Jenuh air
Jenuh air merupakan kondisi dimana material banyak mengandung air,
hal ini dapat berpengaruh pada tingkat hasil produksi.
b. Middle
Middle merupakan kondisi dimana material sedikit mengandung air.
c. Kering
Kering merupakan kondisi dimna material benar-benar tidak
mengandung air.
28
BAB IV
METODOLOGI DAN HASIL KERJA PRAKTEK
29
4.1.4 Pengolahan Data
Melaksanakan kegiatan pengolahan data-data yang diperoleh dari
hasil pengamatan di lapangan, dimana data yang diperoleh adalah data
pengolahan produk aspal yaitu Buton Granular Asphalt (BGA) yang
kemudian ditabulasikan dengan menggunakan Microsoft Word.
30
METODOLOGI KERJA PRAKTEK
Studi Literatur
Observasi
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Analisis Data
Penyusunan Laporan
Kerja Praktek
31
4.2 Hasil Kerja Praktek
Dalam memproduksi aspal buton butir atau Buton Granular Asphalt (BGA)
yang merupakan hasil pra-pengolahan aspal buton padat dengan menggunakan
alat pemecah (Crusher) yang sesuai sehingga memiliki ukuran butir tertentu. Pada
PT. Wijaya Karya Bitumen penghancuran material aspal untuk menghasilkan
produk Buton Granular Asphalt (BGA) dilakukan dibeberapa pabrik yaitu sebagai
berikut :
a. Pabrik Crusher Plant 250 TPH
b. Pabrik Crusher Mini
c. Pabrik Buton Granular Asphalt (BGA)
32
2. Hopper
Hopper merupakan tempat penampungan sementara dari material
aspal. Dalam pengolahan BGA jumlah hopper yang digunakan yaitu 5,
antara lain :
Pada pabrik crusher plant terdapat 1 hopper dengan kapasitas 23 ton.
33
Pada pabrik Buton Granular Asphalt (BGA) terdapat dari 1 hopper
dengan kapasitas 15 ton.
3. Feeder
Feeder adalah alat pengumpan material dari hopper ke unit
peremuk. Feeder merupakan alat yang digunakan pada pabrik crusher
plant. Penggunaan alat pengumpan bertujuan agar proses pengumpanan
dari hopper menuju ke alat peremuk dapat berlangsung dengan laju yang
konstan, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, sehingga dapat
mencegah penumpukkan material aspal atau kekosongan material di
dalam hopper.
34
4. Crusher
Crusher adalah alat yang didesain untuk memecahkan atau
meremukkan material aspal dari ukuran yang besar menjadi ukuran yang
lebih kecil. Pada pekerjaan crushing ini diperlukan tiga (3) kali
pengerjaan pemecahan atau peremukkan yaitu :
a. Pada pabrik crusher plant terdapat primary crusher dengan tipe jaw
crusher yang merupakan sebuah alat penghancur yang konstruksinya
sangat sederhana, dengan tenaga yang besar mampu menghancurkan
batu hingga ukuran yang sesuai diinginkan. Jaw crusher yang
digunakan dalam pabrik ini 2 unit.
Jaw crusher 1 memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Type : PE 1000 x 1200
Ukuran Bukaan (mm) : 1000 x 1200
Max. Ukuran (mm) : 850
Kapasitas (TPH) : 180 - 400
Daya Motor (kw) : 110 - 132
Dimensi (mm) : 2789 x 3050 x 2840
35
Max. Ukuran (mm) : 480
Kapasitas (TPH) : 60 - 140
Daya Motor (kw) : 55 - 75
Dimensi (mm) : 2789 x 3050 x 2840
36
Gambar 4.9 Hammer Mill
5. Belt Conveyor
Belt conveyor adalah media yang berupa rangkaian ban yang
digunakan untuk mengangkut material baik unit load atau bulk material
secara mendatar maupun miring. Unit load adalah benda yang biasanya
dapat dihitung jumlahnya satu per satu, misalnya kotak, kantong, balok,
sedangkan bulk material adalah material yang berupa butir-butir atau
serbuk misalnya pasir, semen dan lain-lain. Belt dapat dibuat dari
berbagai jenis bahan baik dari karet, maupun logam.
Belt conveyor yang digunakan dalam pengolahan Buton Granular
Asphalt (BGA) terdapat 12 belt conveyor antara lain sebagai berikut :
1. Pada pabrik crusher terdapat 4 belt conveyor, dengan lebar 50-60 cm
dan kecepatan 1,25-2 m/s.
37
2. Pada pabrik crusher mini terdapat 2 belt conveyor dan pada pabrik
Buton Granular Asphalt (BGA) terdapat 6 belt conveyor, dimana belt
conveyor pada dua (2) pabrik ini memiliki ukuran lebar yang sama
yaitu 40 cm dan kecepatan 1-1,6 m/s.
Gambar 4.11 Belt Conveyor Pabrik Crusher Mini dan Pabrik BGA
6. Vibrating Screen
Vibrating screen adalah unit penyaring atau penyeleksi material
untuk memisahkan material yang besar agar tidak tercampur dengan
material yang kecil. Ukuran material yang lolos melalui saringan disebut
under size dan material yang bertahan disebut over size. Vibrating screen
yang digunakan terdiri dari dua (2) yaitu :
a. Pada pabrik crusher plant menggunakan screen ukuran ½ inch.
38
b. Pabrik Buton Granular Asphalt (BGA) menggunakan screen ukuran
2,5 mm.
8. Burner
Burner merupakan alat pada pabrik Buton Granular Asphalt (BGA)
yang berfungsi sebagai unit pemanas pada rotary drum dryer yang
menggunakan bahan solar.
39
Gambar 4.15 Burner
9. Rotary Cooling/Culler
Rotary cooling/culler merupakan alat pada pabrik Buton Granular
Asphalt (BGA) yang berfungsi sebagai tempat untuk mendinginkan
material aspal yang semulanya dipanaskan di rotary drum dryer dengan
menggunakan udara luar ruangan.
10. Blower
Blower merupakan alat pada pabrik Buton Granular Asphalt
(BGA) yang berfungsi sebagai alat pengisap asap dan debu yang
dihasilkan oleh Rotary drum dryer dan Rotary cooling/culler.
40
Gambar 4.17 Blower
41
Gambar 4.19 Screw Conveyor Bagging
42
Gambar 4.21 Jib Crane
B. Bahan
1. Material Aspal
Material aspal merupakan bahan utama yang digunakan untuk
pengolahan aspal. Dalam memproduksi Buton Granular Asphalt (BGA)
perlu dilakukan beberapa tahapan. Oleh karena itu, diperlukan bahan
pada setiap tahapan dengan ukuran yang berbeda, antara lain sebagai
berikut :
a. Pada pabrik crusher plant bahan yang digunakan yaitu material aspal
dari lokasi penambangan yang diangkut menuju pabrik crusher.
b. Pada pabrik crusher mini bahan yang diperlukan adalah material aspal
hasil dari pemecahan atau penghancuran dari pabrik crusher dengan
ukuran ½ inch dan
43
Gambar 4.23 Material Aspal Pabrik Crusher Mini
2. Solar
Bahan yang digunakan dalam pengolahan aspal untuk produk Buton
Granular Asphalt (BGA) selain material aspal adalah solar. Namun solar
tersebut bukan digunakan untuk campuran aspal tetapi sebagai bahan
bakar pada alat burner yang berfungsi untuk memanaskan material pada
drum dryer. Penggunaan solar pada alat burner sebanyak 35-40 L/jam.
44
Gambar 4.25 Tanki Solar
45
4.2.2 Tahapan Proses Pengolahan BGA
Proses pengolahan Buton Granular Asphalt (BGA) menggunakan
metode crushing pada Pabrik Crusher Plant 250 TPH, Pabrik Crusher Mini
dan Pabrik BGA. Adapun tahap-tahap pengolahannya sebagai berikut :
Crusher Plant
Crusher Mini
Pabrik Buton Granular Asphalt (BGA)
46
4.2.3 Hasil Produksi
Hasil produksi selama kerja praktek dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
Tabel 4.1 Hasil Produksi pada tahapan crusher plant, crusher mini, pabrik BGA
47
BAB V
PEMBAHASAN
48
Tahapan yang paling awal adalah pada pabrik crusher plant 250 TPH.
Material aspal yang akan diolah menjadi produk Buton Granular Asphalt (BGA)
harus dilakukan pereduksian terlebih dahulu, karena material yang berasal dari
tambang biasanya masih berbentuk bongkahan. Alat-alat yang digunakan dalam
crusher plant yaitu hopper, feeder, crusher, belt conveyor dan vibrating screen.
Crusher yang digunakan pada pabrik crusher plant yaitu primary crusher dengan
tipe jaw crusher sebanyak 2 unit.
Pada pabrik crusher plant 250 TPH, material aspal dimasukan ke dalam
hopper dengan kapasitas 15-23 ton dan akan diumpan ke unit crusher untuk
dilakukan pemecahan material. Kondisi material mempengaruhi jumlah material
yang akan dimasukkan ke dalam hopper. Kondisi yang dimaksud adalah material
yang jenuh air, middle, dan kering. Semakin kering materialnya jumlah yang
dimasukkan ke dalam hopper juga akan semakin banyak. Sedikitnya jumlah
material yang dimasukkan ke dalam hopper karena kondisinya yang jenuh air
untuk menghindari material melekat pada dinding hopper sehingga akan
menghambat proses reduksi. Selanjutnya material akan diumpan ke jaw crusher 1
melalui feeder.
Pada jaw crusher 1 ini material yang keluar sebagai hasil pemecahan atau
peremukkan dengan ukuran 0,24 - 5,9 inch kemudian ditransfer menuju ayakan
(vibrating screen) melalui belt conveyor 1 dan 2, material yang lolos ayakan
setengah (½) inch tersebut langsung turun ke hopper untuk di angkut menuju
stockpile melalui belt conveyor 4. Selanjutnya, material yang over size akan
ditransfer pada jaw crusher 2 melalui belt conveyor 3 untuk memperkecil material
yang tidak lolos dari vibrating screen. Pada proses Jaw crusher 2 ukuran material
yang dihasilkan yaitu maksimal setengah (½) inch. Setelah Jaw crusher 2 selesai
beroperasi maka material akan jatuh pada belt conveyor 1, selanjutnya akan
diteruskan belt conveyor 2 menuju vibrating screen dan yang lolos vibrating
screen akan masuk ke hopper lalu ke stockpile oleh belt conveyor 4, begitu
seterusnya pengoperasian alat pada pabrik crusher plant. Adapun hasil dari proses
pemecahan (crushing) pada pabrik crusher plant yaitu 40-50 ton/jam.
Tahapan selanjutnya adalah material hasil crusher plant akan dilanjutkan
pada pabrik crusher mini karena hasil proses crushing di crusher plant belum bisa
49
dilanjutkan pada pabrik Buton Granular Asphalt (BGA) karena ukurannya yang
masih perlu untuk direduksi lebih lanjut. Proses crushing selanjutnya akan
dilakukan pada crusher mini menggunakan crusher secondary dengan tipe
hammer mill. Tujuan dari alat ini untuk mendapatkan ukuran yang diinginkan
yaitu maksimal 2,5 mm.
Tahap pemecahan material pada pabrik crusher mini menggunakan alat-alat
hopper, belt conveyor, dan hammer mill. Tahapan yang pertama dilakukan pada
crusher mini yaitu pengangkutan material kasar setengah (½) inch hasil dari
pabrik crusher plant, menuju hopper dengan kapasitas 7 ton menggunakan wheel
loader kemudian dimuat ke dalam hopper. Selanjutnya, material jatuh di belt
conveyor 1 kemudian ditransfer menuju hammer mill untuk dilakukan pemecahan
material yang berukuran setengah (½) inch menjadi material aspal yang lebih
halus dengan ukuran maksimal 2,7 mm. Hasil crusher mini menuju stockpile akhir
dengan bantuan belt conveyor 2 dan akan menjadi bahan selanjutnya untuk pabrik
Buton Granular Asphalt (BGA). Adapun hasil dari proses pemecahan (crushing)
pada pabrik crusher mini yaitu 10-15 ton/jam.
Tahapan yang terakhir adalah tahapan pengolahan yang berlangsung di
pabrik Buton Granular Asphalt (BGA). Material yang telah dilakukan
pereduksian pada crusher plant dan crusher mini sehingga mendapatkan ukuran
yang telah ditentukan yaitu maksimal 2,7 mm, akan dilanjutkan pada pengolahan
untuk menghasilkan produk Buton Granular Asphalt (BGA).
Pada tahap pengolahan Buton Granular Asphalt (BGA) alat yang digunakan
adalah hopper, belt conveyor, rotary drum dryer, rotary cooling, product bin,
conveyor bagging, bagging system, jib crane dan vibrating screen. Pada pabrik
pengolahan Buton Granular Asphalt (BGA) ukuran butirannya yaitu 2,5 mm dan
dilakukan pengurangan kadar air sampai kadar yang diinginkan yaitu 2%. Kadar
air tidak benar – benar dihilangkan untuk menghindari terbentuknya debu
sehingga mengganggu proses yang terjadi di pabrik pengolahan.
Material aspal yang dimasukkan ke dalam hopper akan diolah menjadi
Buton Granular Asphalt (BGA) dengan kapasitas 15 ton menggunakan whell
loader. Kemudian material aspal yang tertampung di hopper ditransfer melalui
belt conveyor 1 dan diteruskan belt conveyor 2 ke rotary drum dryer yang sudah
50
di panaskan dengan dimensi 2500 x 800 mm menggunakan burner yang berbahan
bakar solar, dengan suhu 1700C - 1800C selama 5 menit sampai ke output.
Hasil dari rotary drum dryer diantar ke alat pendingin (rotary cooling)
menggunakan belt conveyor 3. Pada rotary cooling material akan didinginkan
dengan suhu 600C - 700C selama 5 menit sampai ke output. Blower yang telah
diinstalasikaan pada kedua rotary dimaksudkan untuk mengurangi dampak
lingkungan yang timbul, dimana blower pada bagian belakang atas rotary drum
dryer yang berfungsi untuk menghisap asap hasil pembakaran, sedangkan blower
yang terdapat pada bagian belakang atas Rotary cooling berfungsi untuk
menghisap debu dari material aspal yang telah didinginkan.
Setelah material aspal dari pendingin (rotary cooling), kemudian diantarkan
ke vibrating screen melalui belt conveyor 4 untuk dilakukan proses pengayakan
untuk menyaring atau mengayak material aspal. Material yang tidak lolos ayakan
akan dikeluarkan oleh belt conveyor 6 menuju tempat sementara material over size
yang selanjutnya akan diangkut kembali menuju crusher mini untuk dilakukan
reduksi ukuran kembali dan selanjutnya akan di bawa kembali menuju pabrik
BGA. Biasanya material yang over size akan dicampur dengan material hasil
crushing plant untuk menghindari terbentuknya debu pada proses crushing di
hammer mill.
Material yang lolos ayakan akan ditransfer belt conveyor 5 menuju product
bin yang berdimensi 5800 x 4800 x 600 cm, di bawah product bin terdapat screw
conveyor bagging yang berfungsi untuk mendorong atau membagi material
menuju pengarungan. Setelah material lolos saringan ukuran 2,5 mm untuk
dilakukan pengarungan, melalui screw conveyor bagging setelah 1 karung terisi
penuh maka akan dipindahkan menggunakan jib crane menuju stockpile.
51
5.2 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Hasil
Pengolahan Buton Granular Asphalt (BGA)
Hasil yang diperoleh dari setiap tahapan pada pengolahan Buton Granular
Asphalt (BGA) (tabel 4.1), mulai dari crusher plant, crusher mini, akan disajikan
dalam grafik di bawah ini.
250
200
150 Keterangan :
100 Feed (Ton)
Hari/Tanggal
Hasil produksi pada crusher plant berkisar antara 250 s/d 326 ton/hari.
Produksi tertinggi pada hari selasa, 22-09-2020 sedangkan terendah pada hari
jum’at, 2-10-2020. Berbeda dengan crusher plant, pada crusher mini ada 3 unit
yang digunakan untuk mengimbangi hasil dari crusher plant. Kemampuan setiap
unit adalah maksimal 120 ton/hari. Berdasarkan grafik di atas hasil dari crusher
mini berkisar antara 167 – 313 ton/hari. Jika dirata-ratakan kemampuan setiap unit
± 80 ton/hari. Namun pada hari kamis, 01-10-2020 menunjukkan hasil dari
crusher mini sangat rendah hanya sekitar 167 ton/hari.
Fluaktifnya nilai dari hasil crushing bisa dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya :
1. kondisi material yang terkena air hujan sebelum dilakukan crushing sehingga
jumlah yang dimasukkan ke hopper juga tidak maksimal. Pada saat proses
crushing berlangsung kadang turun hujan sehingga proses crushing
52
dihentikan sementara, untuk menghindari material yang berada di belt tidak
jatuh akibat rembesan air hujan pada belt conveyor.
2. Faktor berikutnya yang menjadi penghambat proses crushing adalah listrik
padam atau ada instalasi yang bermasalah, sehingga mengakibatkan proses
crushing tertunda beberapa saat.
3. Pada hari kamis, 01-10-2020, alat crusher mini sedang dilakukan
pemeliharaan dengan membersihkan material yang menempel pada dinding
hopper dan di sekitar mesin hammer mill, sehingga waktu kerja tidak
semuanya terpakai untuk proses crushing. Hal ini dibuktikan pada hari
selanjutnya hasil crusher mini sudah kembali normal.
Material yang telah diproses pada crusher plant dan crusher mini
selanjutnya akan diteruskan pada pabrik pengolahan BGA, berikut grafik data
hasil dari pabrik BGA.
100
80
60
40
20
0
Hari/Tanggal
53
normal sehingga hasil yang diperoleh secara umum berkisar antara 108-120
ton/hari. Perbedaan hasil ini penyebab utamanya adalah masih banyaknya material
yang tidak lolos saringan sehingga kembali di reduksi di hammer mill. Pada hari
tertentu hasilnya bisa maksimal karena disebabkan material yang lolos saringan
dipabrik Buton Granular Asphalt (BGA) juga banyak, begitupun sebaliknya.
54
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang didapatkan di lapangan, maka penulis
dapat menyimpulkan tentang proses pengolahan aspal buton menjadi Buton
Granular Aspal (BGA) yaitu :
1. Pengolahan aspal diawali pada hopper crusher plant - feeder - jaw
crusher 1 - screening, pada screening material yang lolos ayakan akan
menuju stockpile sedangkan material yang tidak lolos menuju jaw
crusher 2 - screening - stockpile. Selanjutnya pada hopper crusher mini -
hammer mill - stockpile. Kemudian, tahap akhir pada hopper BGA -
rotary drum dryer - rotary cooling - screening - product bin - screw
conveyor - bagging system - jib crane - stockpile, material yang tidak
lolos ayakan akan ditranfer munuju penyimpanan sementara selanjutnya
akan diangkut ke cruher mini.
2. Fakto-faktor yang mempengaruhi tingkat hasil produksi yaitu :
Kondisi material yang terkena air hujan
Listrik padam atau ada instalasi yang bermasalah
Adanya material yang menempel pada alat –alat pengolahan sehingga
dilakukan pembersihan
6.2 Saran
Adapun saran dari penulis adalah:
1. Perlu adanya alat komunikasi setiap pekerja untuk menyampaikan
informasi terhadap operator crusher plant, operator crusher mini dan
operator pabrik BGA, agar dapat menunjang tingkat produksi Buton
Granular Asphalt (BGA).
2. Dibutuhkannya pembersihan sistim irigasi di sekitar area pabrik agar air
hujan tidak lagi masuk kedalam pabrik BGA.
55
DAFTAR PUSTAKA
Kurniadji. 2007. Modul Trainer of Trainee : Bahan Aspal dan Asbuton untuk
Perkerasan Jalan. In : Puslitbang jalan dan Jembatan & Direktorat Jenderal
Bina Marga, D.P.U.
Rosyid, A. 1998. Pertambangan Aspal Alam Pulau Buton. PPTM, Bandung
Sikumbang, dkk. 1995. Peta Geologi Lembar Buton, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi. Bandung, Sekala 1 : 250.000.
Siswosoebrotho, B.I. & Kusnianti, N. 2005. Laboratory Evaluation of Lawele
Buton Batural Asphalt in Concretre Mixture. Proceeding of the Eastern Asia
Sosiety for Tranportation Studies,5,857-867
Suaryana, Nyoman, dkk. 2002. Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas.
Jakarta : Departemen Kimpraswil Republik Indonesia
56
LAMPIRAN
57
Dokumentasi Lapangan
58
d. Wawancara bersama pengawas lapangan
59
60