Anda di halaman 1dari 7

BAB 3

EKSTRAKSI ALUMINA

Hasan Ashari, Frisaranda Dewa Sukarno, Pieter Muhammad Iko Marrendra,

Fahmi Idris

1. Alumina

Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium dan oksigen,

dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina, dan dalam bidang

pertambangan, keramik, dan teknik material senyawa ini lebih banyak disebut

dengan nama alumina. Alumina adalah salah satu mineral industri yang sangat

penting. Alumina terdapat di permukaan bumi dalam bentuk stabil (α-alumina)

dan dalam berbagai bentuk meta-stabil, seperti: γ-, η-, δ-, θ-, κ- dan χ-alumina,

yang dapat digunakan sebagai katalis, abrasif, dan sebagai adsorben. Alumina

murni berbentuk mineral korundum yang terdapat dalam bijih bauksit. Bauksit

merupakan bahan baku alumina yang banyak digunakan dalam industri

menggunakan serangkaian proses yang dinamakan proses Bayer.

Gambar 1. Serbuk alumina

1
2. Ekstraksi Alumina

Bijih bauksit merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam produksi

alumina. Hampir 90% produksi alumina dunia berasal dari bijih bauksit

menggunakan proses Bayer. Proses pemurnian bijih bauksit (Bayer) yang

digunakan oleh pabrik pemurnian alumina di seluruh dunia mencakup empat

tahap:digestion (pencernaan), clarification (klarifikasi), precipitation (presipitasi/

pengendapan), dan calcination (kalsinasi). Untuk memurnikan bauksit agar

diperoleh alumina, bauksit terlebih dahulu digiling dan dicampur dengan lime dan

soda kaustik. Campuran ini kemudian dipompa ke dalam tangki bertekanan tinggi

dan dipanaskan. Selama proses pemanasan tersebut, aluminium oksida akan

terlarut oleh soda kaustik, kemudian diendapkan, dicuci dan kemudian dipanaskan

untuk menghilangkan air yang tersisa. Hasil akhirnya adalah alumina dalam

bentuk bubuk putih, yang kemudian akan diubah menjadi logam aluminium pada

proses peleburan selanjutnya.

Gambar 2. Proses pemurnian

2
Meskipun alumina dapat diproduksi dari bauksit dalam kondisi basa

menggunakan proses sinter kapur dan natrium karbonat (proses Deville Pechiney),

alkalinisasi dengan menggunakan natrium hidroksida (proses Bayer) adalah

proses paling ekonomis yang digunakan untuk pemurnian bauksit jika

mengandung Fe2O3 yang cukup besar. Bijih bauksit dengan kandungan alumina

tinggi dan rasio massa alumina terhadap silika (rasio A/S) yang juga tinggi lebih

diminati dalam industri Alumina. Tahapan produksi alumina menggunakan proses

Bayer ditunjukkan pada gambar di bawah:

Gambar 3. Skema proses Bayer

Dalam proses Bayer, bauksit dileaching dengan larutan natrium hidroksida

(NaOH) pada suhu 150-240 °C dengan tekanan 1–6 atm. Mineral aluminium

dalam bijih bauksit dapat ditemukan dalam bentuk gibbsite (Al(OH)3), boehmite

(AlOOH) atau diaspore (AlOOH). Perbedaan bentuk mineral aluminium akan

menentukan kondisi ekstraksi. Limbah tailing dan bauksit yang tidak larut

mengandung besi oksida, silika, kalsia, titania, dan beberapa alumina yang tidak

3
bereaksi. Setelah pemisahan residu dengan penyaringan, gibbsite murni (juga

dikenal sebagai bayerit) diendapkan ketika cairan didinginkan. Gibbsite biasanya

diubah menjadi aluminium oksida, dan kemudian aluminium hidroksida terurai

menjadi alumina (Al2O3) dengan memanaskan dalam rotary kiln atau fluid flash

calcinerers pada suhu lebih dari 1000 °C. Alumina ini dapat diproses lagi untuk

dijadikan logam aluminium dengan proses elektrolisis, yang disebut proses Hall-

Héroult.

Proses Hall-Héroult adalah proses yang digunakan untuk menghasilkan

logam aluminium murni dari aluminium oksida di dalam smelter aluminium.

Aluminium oksida yang telah dihasilkan dari proses Bayer dilarutkan ke

dalam kriolit dan kemudian aluminium dihasilkan lewat proses elektrolisis lebur.

Adapun proses Proses Hall-Heroult di tunjukan pada gambar dibawah ini:

Gambar 4. Skema proses Proses Hall-Heroult

4
Proses
Sebelum proses elektrolisis lebur, aluminium oksida (titik lebur 2045 °C)

dicampur dengan kriolit (Na3[AlF6]) untuk menurunkan titik leburnya. Campuran

yang dihasilkan (yang terdiri dari 80-90% kriolit) kini memiliki titik lebur 950 °C,

sehingga proses elektrolisis lebur pun menjadi dimungkinkan.

Proses elektrolisisnya dapat disederhanakan seperti ini:

➢ Katoda:

Al+3 + 3 e− → Al

➢ Anoda:

O−2 + C → CO + 2 e−

➢ Secara keseluruhan:

Al2O3 + 3 C → 2 Al + 3 CO

Dalam kenyataannya, lebih banyak CO2 yang dibentuk di anoda daripada CO:

Al2O3 + 3/2 C → 2 Al + 3/2 CO2

3. Aplikasi Alumina

Untuk pengaplikasian penggunaan alumina yang paling signifikan adalah dalam

produksi logam aluminium, meskipun juga digunakan sebagai abrasif karena

untuk kekerasannya dan sebagai refraktor karena bahan untuk titik lebur yang

tinggi.

Aplikasi utama lainnya dijelaskan di bawah ini.

5
1. Sebagai Amplas/gerinda
Aluminium oksida digunakan karena kekerasan dan kekuatannya. Hal ini banyak

digunakan sebagai amplas kasar atau halus, termasuk sebagai pengganti yang jauh

lebih murah untuk industri berlian.

2. Sebagai Pigmen Efek

Aluminium oksida serpih bahan dasar untuk pigmen efek. Pigmen ini banyak

digunakan untuk aplikasi dekoratif misalnya dalam industri otomotif atau

kosmetik. Lihat artikel utama Alumina efek pigmen.

3. Sebagai alat alat elektronik

Aluminium oksida banyak digunakan dalam pembuatan perangkat

superkonduktor, terutama transistor elektronik tunggal dan perangkat

superkonduktor interferensi kuantum (SQUID), di mana ia digunakan untuk

bentuk hambatan kuantum tunneling yang sangat resistif.

6
Daftar Pustaka

Ibrahim, K.; Moumani, M.; Mohammad, S. Extraction of γ-Alumina from Low-

Cost Kaolin. Department of Earth and Environmental Sciences, Hashemite

University. 2018

Zhang, Y.; Qi, Y.; Li, J. Aluminum Mineral Processing and Metallurgy: Iron-Rich

Bauxite and Bayer Red Muds. IntechOpen. 2018

Anda mungkin juga menyukai