T
DENGAN DIAGNOSA MEDIS TB PARU
OLEH :
VIVI ALVIONITA
NIM. 40220029
ttd. ttd.
…………………….. ……………………..
NIK. NIK.
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS
1. Definisi TB Paru
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari
kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacterium Tuberculosis (Kemenkes RI, 2014).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya. (Kemenkes RI, 2016).
2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis paru adalah Mycobacterium Tuberculsis. Ada beberapa
spesies Mycobacterium, antara lain:M.Tuberculosis, M. Africanum, M. Bovis, M.
Lepraedan sebagainya. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok mikobakterium selain Mycobacterium Tuberculosisyang bisa menimbulkan
gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT (mycobacterium Other Than
Tuberculosis)yang terkadang mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB
(Menkes RI, 2017).
Sifat kumanMycobacterium Tuberculosismenurut Peraturan Mentri Kesehatan
Nomor 67 Tahun 2016 adalah sebagai berikut:
a. Berbentuk batang ,panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron.
b. Bersifat tahan asam
c. Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,Ogawa
d. Tahan terhadap suhu 4 0C –70 0C.
e. Sangat peka terhadap panas , sinar matahari dan sinar ultra violet. Dalam dahak pada
suhu 30-37 derajad celcius akan mati dalam waktu lebih kurang 1 minggu.
f. Kuman dapat bersifat dorman (Kemenkes, 2016)
3. Klasifikasi TB
a. TBC yang menyerang jaringan paru-paru.TBC ini juga dibedakan menjadi dua
macam yaitu :
b. TBC ekstrak paru atau TBC yang menyerang orgna tubuh yang lain seperti paru-
paru misalnya selaput paru, selaput otak,selaput jantung,kelenjar getah
bening,tulang,persendian,kulit,usus,ginjal,saluran kemih dll.
Ada 2 bentuk klasifikasi TB paru yaitu :
a. TB Primer
Tuberculosis primer merupakan kompleks primer serta komplikasinya. Permulaan
tuberculosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit mulai
secara perlahan-lahan. Kadang-kadang tuberculosis ditemukan tanpa keluhan atau
gejala. Dengan melakukan uji tuberculin secara rutin, dapat ditemukan penyakit
tuberculosis. Gejala tuberculosis primer dapat juga berupa panas yang naik turun
selama 1-2 minggu dengan atau tanpa batuk pilek.
b. TB Pasca Primer
Tuberculosis pasca primer adalah tuberculosis yang terjadi setelah timbulnya
tuberculosis primer dan menimbulkan gejala yang lebih berat. Tuberculosis dapat
juga dapat menunjukkan gejala seperti bronkopneumonia, sehingga gejala
bronkopneumonia yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan
bronkopneumonia yang adekuat harus dipikirkan kemungkinan tuberculosis.
(Yoannes Y Laban, 2008)
4. Patofisiologi
Kuman pada percik renik akan terhirup dan mencapai alveolus. Sebagian kuman
TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis non spesifik, sehingga
tidak terjadi respon imunologis spesifik. Sebagian lainya tidak dapat dihancurkan.
Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang dihancurkan. Kuman TB yang
tidak dapat dihancurkan akan berkembang biak di dalam makrofag dan menyebabkan
lisis makrofag. Kemudian kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut , yang
dinamakan fokus primer ghon.Kuman TB menyebar dari fokus primer ghon menuju
kelenjar limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan inflamasi di saluran
limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) .Jika fokus primer terletak di lobus
bawah atau tengah maka kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus
(perihiler),sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru maka yang akan terlibat
adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadingitis
dinamakan kompleks primer (primary complex).Waktu yang diperlukan sejak masuknya
kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap (masa inkubasi)
bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya berlangsung selama 4-8 minggu. Pada masa ini
kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah 10.000-100.000, yaitu jumlah yang
cukup untuk merangsang respon imunitas selular.Pada saat terbentuknya kompleks
primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer , imunitas
selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa
inkubasi, uji tuberkulin masih negatif pada sebagian individu dengan sistem imun yang
berfungsi baik , pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB
terhenti. Akan tetapi sejumlah 12kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila sistem imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam
alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik (cellular mediated
immunity, CMI).Setelah imunitas selular terbentuk , fokus primer di jaringan paru akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi, tetapi penyembuhanya tidak sempurna fokus primer
di jaringan paru. Kuman TB tetap dapat hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat , bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).Kelenjar hilus yang mulanya
berukuran normal pada awal infeksi akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada distal paru melalui
mekanisme ventil. Obstruksi total dapat mengakibatkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi di
dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endotrakheal atau membentuk fistula.
Massa kiju dapat menyebabkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi.Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular dapat
terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer atau berlanjut
menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung ,
yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya
penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
5. Manifestasi klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas
terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
a. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam
hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza
dan bersifat hilang timbul.
b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.
d. Dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis
(radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan
penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3
bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA
positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Gejala dan tanda Sakit TB sangat luas variasinya, mulal dari yang sangat ringan
sampai sangat berat. Gejala dan tanda yang mengawali kecurigaan Sakit TB di antaranya
adalah MMBB (Masalah Makan dan Berat Badan), demamlama atau berulang,
gampang / sering tertular sakit batuk pilek, adanya benjolan yang banyak di leher, diare
yang sulit sembuh dll. TB juga dapat menyerang berbagai organ di seluruh tubuh
sehingga bisa timbul gejala pincang jika mengenai sendi panggul atau lutut, benjolan
banyak di leher, bisa juga terjadi kejang jika mengenai susunan saraf pusat / otak.
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas
sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam
hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan,
akantetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang
dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
6. Sumber dan cara penularan
Sumber penularan adalah pasien TB yang mengandung kuman TB dalam dahaknya.
Pada waktu batuk atau bersin , pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei/percikan renik). Infeksi terjadi apabila seseorang
menghirup udara yang mengandung percikan dahak yang infeksius. Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak yang mengandung kuman sebanyak 0-3500
M.tuberculosis. Sedangkan kalau bersin dapat mengeluarkan sebanyak 4500-1.000.000
M. Tuberculosis(Menkes RI,2016). Daya penularan dari seorang penderita ditentukan
oleh banyaknya kuman yang di keluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajad positif
hasil pemeriksaan dahak, maka makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif maka penderita tersebut dianggap tidakmenular. Kemungkinan seseorang
terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut (Depkes RI, 2003). Ahli lain mengatakan bahwa transmisi dari bakteri
penyebab TB tersebut adalah dari manusia ke manusia ( kecuali pada M. Bovis). Bentuk
kontaminasi lain yang lebih jarang terjadi adalah kontaminasi pada petugaslaboratorium
yang menangani biakan bakteri dari sputum penderita, selain itu pada beberapa kasus
juga dilaporkan adanya kotaminasi lewat makanan untuk jenis M.
bovis(Varaine,dkk,2010).Selain menginfeksi orang dewasa, infeksi tuberkulosis dapat
menginfeksi bayi dan anak (TB milier ). TB anak adalah Penyakit TB yang terjadi pada
umur 0-14 tahun (Kemenkes, 2013). TB pada anak merupakan transmisi terbaru
danberkelanjutan bakteri TB. Anak-anak paling sering terinfeksi TB oleh kontak
terdekat, seperti anggota keluarga. Anak-anak dapat menularkan penyakit TB pada
semua tingkat usia. Usia yang paling sering terjangkit penyakit TB adalah antara 1
sampai 4 tahun. Anak bisa mengalami sakit TB segerasetelah terinfeksi bakteri TB atau
di kemudian hari ketika terjadi pelemahan sistem imunitas sehingga bakteri TB kembali
aktif dan berkembangbiak di dalam tuuh. Jika tidak iobati kuman TB akan terus menetap
di dalam tubuh seumur hidu dan memungkinkan untuk menginfeksi anak-anak mereka
kelak (CDC: TB in Children, 2013).
7. Resiko penularan TB
Risiko penularan TB tergantung pada jumah basil dalam percikan,virulensi dar hasil
TB , terpajanya basil TB dengan sinar ultraviolet, terjadinya aerosolisasi pada saat batuk,
bersin, bicara atau pada saat bernyanyi, tindakan medis dengan risiko tinggi seperti pada
waktu otopsi, intubasi, atau pada waktu melakukan bronkoskopi. Anak-anak dengan TB
primer biasanya tidak menular (Chin,2009). Seseorang penderita tetap menular
sepanjang ditemukan TB di dalam sputum mereka. Penderita yang tidak diobati atau
yang diobati tidak sempurna, dahaknya akan tetap mengandung basil TB selama
bertahun-tahun (Chin, 2009). Diperkirakan pasien TB BTA positif yang belum
terdiagnosis dan belum diobati, dapat mengkontaminasi 10 hingga 20 orang tiap tahun
(variasi tergantung gaya hidup dan lingkungan dari si penderita dan orang yang tertular)
(Varain, 2010). Semua orang yang berada di ruangan yang sama dengan orang yang
batuk dan menghirup udara yang sama, berisiko menghirup kuman tuberkulosis .
Risikonyapaling tinggi bagi mereka yang berada paling dekat dengan orang yang batuk
(Crofton, 2002). Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi
buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB dan
menjadi sakit TB. HIV mengakibatkan kerusakan yang luas sistem daya tahan tubuh
seluler, sehingga jika terjadi infeksi penyerta (opportunistic), seperti tuberkulosis maka
yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat,
dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula (Kemenkes, 2010).
8. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan bakteriologis
1. Pemeriksaan mikroskopis BTA sputum atau spesimen lain (cairan tubuh atau
jaringan biopsi).
2. Tes cepat molekuler (TCM) TB
3. Pemeriksaan biakanBaku emas pemeriksaan diagnosis TB adalah menemukan
kuman penyebab TB. Media pemeriksaan biakan adalah media padat (hasil
biakan 4-8 minggu), media cair (hasil diketahui 1-2 minggu).
b. Pemeriksaan penunjang
1. Uji tuberculin
2. Foto toraks
3. Pemeriksaan histopatologi (PA)
c. Alur diagnosis TB
1. Konfirmasi bakteriologis TB.
2. Gejala klinis khas TB.
3. Bukti infeksi TB (hasil uji tuberkulin positif atau kontak erat dengan pasien TB)
4. Gambaran foto toraks sugestif TB.
9. Penatalaksanaan
1. Secara Medis :
a. Obat Anti TB (OAT)
OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid
dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian OAT, antara lain :
1. Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat mungkin
melalui bakterisid.
2. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan
kegiatan sterilisasi.
3. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan
imunologis.
b. Etambutol
Tidak dianjurkan untuk anak-anak usia < 6 tahun, karena gangguan penglihatan
sulit dipantau (kecuali bila kuman penyebabnya resisten terhadap obat TB lain.
c. Isoniazid
Mempunyai dua pengaruh toksik utama. Neuritis perifer akibat dari hambatan
kompetitif penggunaan piridoksin. Kadar piroksidin mengurang yang sedang
minum INH tetapi manifestasi klinis jarang ada dan pemberian piroksidin biasanya
tidak dianjurkan. Namun remaja dengan diet yang tidak cukup, kelompok anak-
anak dengan kadar susu dan masukan daging rendah, serta bayi yang sedang
menyusu sering memerlukan penambahan piroksidin. Pengaruh toksik utama INH
adalah Hepatotoksisitas yang berarti secara klinis jarang tetapi meningkat sesuai
usia . Tiga sampai 10% yang minum INH mengalami kenaikan kadar serum
transaminase sementara. Manifestasi alergi atau reaksihipersensitivitas yang
disebabkan oleh INH amat jarang. Inh dapat menaikkan kadar fenitoin dan
menyebabkan toksisitas denagan memblokade metabolismenya. Kadang-kadang
INH berinteraksi dengan teofilin, sehingga memerlukan modifikasi dosis.
d. Rifampisin
Obat ini adalah obat kunci pada manejemen tuberculosis moderen. Ia diserap
dengan baik dari saluran cerna selama puasa, dengan kadar serum puncak dicapai
dalam 2 jam. Efek samping lebih sering daripada dengan INH dan termasuk
perubahan warna urin dan air mata menjadi orange ( dengan pewarnaan permanen
lensa kontak), gangguan saluran cerna, dan hepatotoksisitas, biasanya ditampakkan
sebagai kenaikan kadar transminase serum tidak bergejala.
e. Pirazinamid
Dosis optimum belum diketahui, tetapi dosis yang sama ini menyebabkan kadar
CSS tinggi, ditoleransi dengan baik dan berkolerasi dengan keberhasilan klinis
pada trial pengobatan tuberculosis. Pengalaman yang luas dengan PZA
membuktikan keamanannya. Satu-satunya bentuk dosis PZA adalah tablet agak
besar 500 mg, yang menimbulkan beberapa masalah dosis. Tablet ini dihancurkan
dan diberikan bersama makanan dengan cara yang sama dengan pemberian INH,
tetapi penelitian farmakokinetik resmi denagan menggunakan metode ini belum
dilaporkan.
f. Streptomisin
Kurang sering digunakan daripada yang disebutkan lebih dahulu pada pengobatan
atau pencegahan penyakit resisten obat. Harus diberikan secara intramuskular.
Streptomisin menembus meningen yang radang dengan sangat baik tetapi tidak
melewati meningen yang tidak radang. Penggunaan utamanya sekarang adalah bila
dicurigairesistensi INH awal atau bila menderita tuberculosis yang membahayakan
jiwa. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
dan dosis yang tepat supaya kuman dapat dibunuh. Pengobatan TB diberikan
dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Tahap intensif dimaksudkan
untuk menghentikan proses penyakit. Tahap ini harus dilaksanakan dengan
pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya kekebalan obat selama 2 bulan.
Sedangkan tahap lanjutan dimaksudkan agar semua kuman yang dorman (tidur)
terbunuh.pemberian obat kombinasi lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu lebih
panjang yaitu 4 bulan. Semua tahap OAT diberikan setiap hari dalam satu dosis
sebelum makan pagi.
g. Check Up
Usai pengobatan akan dilakukan evaluasi. Biasanya pada dua bulan pertama sudah
kelihatan ada perubahan, misalnya berat badan naik, demam reda maka akan
berkurang juga. Jangan menghentikan pengobatan, kendati kondisi mulai membaik.
Tujuannya untuk mencegah agar tidak kambuh kembali. Karena jika lambuh lagi,
basilnya akan kebal dan pengobatannya sangat sulit. Dengan demikian pengobatan
TB harus dilakukan tuntas. Karena itu harus bisa memotivasi anak agar mau
berobat secara teratur. Kemungkinan kambuh tetap ada kendati sudah sembuh
benar. Misalnya, ketika kecil terkena TB kemudian kambuh saat sudah dewasa.
Karena itu perlu dilakukan check up rutin setiap tahun. Terutama pada usia rawan,
yaitu saat balita dan masa akil balik.
h. Tetap bersosialisasi
Jangan mengisolasi karena ia menderita TB. Perlu diketahui TB tidak menular.
Biarkan pula ia memiliki pergaulan yang wajar agar tetap memiliki pertumbuhan
dan perkembangan yang normal.
2. Pembedahan pada TB Paru
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang.
Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relatif.
Indiksi mutlak pembedahan adalah :
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif.
b. Pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yamg tidak dapat diatasi secara
konservatif.
Indikasi relatif pembedahan adalah :
a. Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang
b. Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan.
c. Sisa kavitas yang menetap.
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal
(alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan
satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah
punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain.
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di
rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengonbatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta
tuberkulosis paru yang kembali aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan
yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat
kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan,
kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
b. Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun.
c. Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun
defekasi
d. Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas
e. Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.
f. Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular.
g. Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran)
tidak ada gangguan.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir
klien tentang penyakitnya.
i. Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
j. Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress
pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas
ibadah klien.
7. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
a. Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
b. Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi : adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas
yang tertinggal, suara napas melemah.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring.
c. Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
d. Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
e. Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
f. Sistem musculoskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari –
hari yang kurang meyenangkan.
g. Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
h. Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
b. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekret yang tertahan ditandai dengan sputum
berlebih
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia ditandai dengan berat badan
turun
3. Pola nafas tidak efektif b/d produksi sekret meningkat di tamdai dengan pernfasan
cuping hidung
5. Hipertermi b/d proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal
c. Intervensi
1. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas Manajemen jalan nafas
nafas tidak asuhan Observasi Observasi
efektif b/d sekret keperawatan 1x 1. Mengetahui pola frekuensi,
yang tertahan 24 jam, 1. Monitor pada pola nafas kedalaman agar dapat menentukan
ditandai dengan diharapkan (frekuensi, kedalam, usaha intervensi selanjutnya
sputum berlebih bersihan jalan nafas) 2. Mengetahui bunyi nafas tambahan
nafas dapat 2. Monitor bunyi nafas tambahan agar dapat menentukan bunyi nafas
teratasi dengan (gurgling, mengi, wheezing, selanjutnya
kriteria hasil : ronkhi) 3. Mengetahui karakteristik sputum
1. Batuk efektif 3. Monitor sputum (jumlah warna
meningkat aroma). Teraupetik
2. Produksi Terapeutik 1. Mempertahankan kepatenan jalan
sputum
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
menurun
nafas 2. Mempertahankan jalan nafas
3. Dispnoe
2. Posisikan semi fowler atau 3. Melegakan jalan nafas
menurun
fowler 4. Memperlancar jalan nafas
4. Wheezing
3. Berikan minum hangat 5. Mempertahankan kadar oksigen
menurun
4. Lakukan fisio terapi dada dalam tubuh
5. Gelisah
menurun 5. Berikan oksigen Edukasi
6. Frekuensi Edukasi
napas 1. Untuk memenuhi cairan dalam
membaik 1. Anjurkan asupan cairan tubuh
7. Pola nafas 2000ml/hari 2. Untuk mengeluarkan sekret
membaik 2. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian Untuk memperlancar jalan nafas
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik
Kemenkes RI. Tuberkulosis Temukan Obati Sampai Sembuh. Jakarta: Pusat Data dan
IDENTITAS
1. Nama Pasien: Tn. T Penanggung jawab Biaya : Anak
2. Umur : 59 thn Nama : Ny. M
1. Suku/ Bangsa: Indonesia Alamat : Ponorogo
2. Agama : Islam
3. Pendidikan : Sma
4. Pekerjaan : Supir
5. Alamat : Ponorogo
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap penyakitnya
cobaan Tuhan hukuman lainnya
b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya
murung/diam gelisah tegang marah/menangis
c. Reaksi saat interaks kooperatif tidak kooperatif curiga
d. Gangguan konsep diri ya tidak
Lain-lain:
Masalah Keperawatan :...................................................................................
b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Eliminasi Sebelum Sakit Setelah Sakit
BAB / BAK
1 Jumlah / Waktu Pagi Pagi
BAK: 1x BAK: 1x
BAB: 1x BAB: -
Siang Siang
BAK: 2x BAK: 2x
BAB: - BAB: -
Malam Malam
BAK: .2x BAK: 1x
BAB: - BAB: -
2 Warna BAK: kuning BAK: kuning
BAB : khas bab
3 Bau BAK: khas urine BAK: khas urine
BAB : khas bab
4 Konsistensi BAK: cair BAK: cair
BAB : lunak
5 Masalah eliminasi Tidak ada Tidak ada
6 Cara mengatasi masalah Tidak ada Tidak ada
e. Merokok ya tidak
f. Alkohol ya tidak
Masalah Keperawatan :...............................................................................
PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah
b. Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah
Masalah Keperawatan :...................................................................................
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM :
A. Darah Lengkap
Leukosit :......................... ( N : 3.500 - 10.000 mL )
Eritrosit :......................... ( N : 1,2 juta - 1,5 juta )
Trombosit :......................... ( N : 150.000 – 350.000 / mL )
Hemoglobin :..........................( N : 11,0 – 16,3 gr / dl )
Hematrokit :..........................( N : 35,0 – 50 gr / dl )
B. Kimia Darah
Ureum :..........................( N : 10 – 50 mg / dl )
Creatinin :..........................( N : 07 – 1,5 mg / dl )
SGOT :..........................( N : 2 – 17 )
SGPT :..........................( N : 3 – 19 )
BUN :..........................( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin :..........................( N : 1,0 mg / dl )
Total Protein :..........................( N : 6,7 – 8,7 mg / dl )
GD Puasa :..........................( N : 100 mg / dl )
GD 2 JPP :..........................( N : 140 – 180 mg / dl )
C. Analisa elektrolit
Natrium :..........................( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium :..........................( N : 3,5 – 5,0 mml / l )
Clorida :..........................( N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium :..........................( N : 7,6 – 11,0 mg / dl )
Phospor :..........................( N : 2,5 – 7,07 mg / dl )
berlebih
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia ditandai dengan berat badan
turun
3. Pola nafas tidak efektif b/d produksi sekret meningkat ditandai dengan pernafasan
cuping hidung
ANALISA DATA
N DATA ETIOLOGI MASALAH
O
1. Ds : Mikrobakterium TB Bersihan jalan nafas
- Px mengatakan batuk tidak efektif b/d sekret
terus-menerus yang tertahan ditandai
- Px mengeluh sesak Terhirup masuk ke paru- dengan sputum
paru berlebih
Do :
- Adanya sputum
- Pola napas Poliferasi sel epitel di
dyspnea sekeliling basil dan
- Suara napas ronchi menyebar ke kelenjar getah
bening menimbulkan reaksi
RR : 20x/m eksudasi
S : 36,7°C
N : 80x/m
Td : 110/70 proses peradangan
-
Do : meningkatkan rangsang
- Adanya pernafasan batuk
cuping hidung
- Pasien tampak
gelisah
- TTV : TD = 110/70
mmHg
RR
20x/menit
N=
80x/menit
Suhu =
36,70C
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekret yang tertahan ditandai dengan sputum
berlebih
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anoreksia ditandai dengan berat badan
turun
3. Pola nafas tidak efektif b/d produksi sekret meningkat di tamdai dengan pernfasan
cuping hidung
RENCANA KEPERAWATAN
22 okt 07.00 1. Memonitor bunyi napas tambahan 23 okt 2020 pukul 14.00
(masih ada bunyi nafas ronkhi )
2020 07.10 S:
2. Memonitor sputum
- Px mengatak tidak sering batuk
07.15 (sputum warna putih kekuningan )
- Px mengatakan sesak berkurang
3. Memberikan minum hangat
07.20 O:
(untuk melancarkan sekret)
- Pola napas dyspnea
07.25 4. Melakukan fisioterapi dada
- Suara napas ronchi
5. Mengunakan bantal untuk membantu pengaturan
07.30 - Ttv :
posisi
- RR : 20x/m
07.35 6. Melakukan perkusi dengan posisi telapak tangan
- S : 36,7°C
ditangkupkan selama 3-5 menit
07.40 - N : 80x/m
7. Melakukan fisioterapi dada 2 jam setelah makan
- Td : 110/70
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. monitor bunyi napas tambahan
2. monitor sputum
3. Memberikan minum hangat
4. lakukan fisioterapi dada
5. monitor kemampuan batuk efektif
6. gunakan bantal untuk membantu pengaturan
posisi
7. lakukan perkusi dengan posisi telapak tangan
ditangkupkan selama 3-5 menit
8. lakukan fisioterapi dada 2 jam setelah makan
2 21 okt 13.00 1. Menimbang berat badan secara rutin 23 okt 2020 pukul 14.00
(bb masih 49kg)
2020 13.10 S :
2. Memberikan makan yang tinggi kalori dan protein
- Px mengataan berat badan turun 5kg
13.15 (ikan , dada ayam , susu)
- Px mengeluh tidak nafsu makan
3. Berkolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat
13.20 - Px mengeluh lemas
badan, kebutuhan kalori dan kebutuhan makanan
O :
13.25 4. Mengidentifikasi kepatuhan menjalani progam
- Pasien tampak kurus
pengobatan
13.30 - Pasien tampak pucat
5. Membuat komitmen menjalani progam pengobatan
- Mukosa bibir kering
13.35 dengan baik
- Bb : 49
6. Mendiskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau
13.40 - Imt : 20,9
menghambat berjalannya progam pengobatan
7. Melibatkan keluarga untuk mendukung progam - Tb : 153
pengobatan A:
8. Meginformasikan manfaat yang diperoleh jika Masalah belum teratasi
teratur menjalani progam pengobatan P:
1. Timbang berat badan secara rutin
2. Berikan makan yang tinggi kalori dan protein
3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat
badan, kebutuhan kalori dan kebutuhan makanan
4. Identifikasi kepatuhan menjalani progam
pengobatan
5. Buat komitmen menjalani progam pengobatan
dengan baik
6. Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau
menghambat berjalannya progam pengobatan
7. Libatkan keluarga untuk mendukung progam
pengobatan
8. Informasikan manfaat yang diperoleh jika teratur
menjalani progam pengobatan
22 0kt 14.00 1. Menimbang berat badan secara rutin 22 okt 2020 pukul 14.00
(bb masih 49kg)
2020 14.10 S :
2. Memberikan makan yang tinggi kalori dan protein
- Px mengatakan nafsu makan bertambah
14.15 (ikan , dada ayam , susu)
O :
3. Berkolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat
14.20 - Pasien tampak kurus
badan, kebutuhan kalori dan kebutuhan makanan
- Mukosa bibir kering
14.25 4. Mengidentifikasi kepatuhan menjalani progam
- Bb : 49
pengobatan
14.30 - Imt : 20,9
5. Mendiskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau
- Tb : 153
14.35 menghambat berjalannya progam pengobatan
A :
6. Melibatkan keluarga untuk mendukung progam
14.40 Masalah belum teratasi
pengobatan
P:
1. Timbang berat badan secara rutin
2. Berikan makan yang tinggi kalori dan protein
3. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat
badan, kebutuhan kalori dan kebutuhan makanan
4. Identifikasi kepatuhan menjalani progam
pengobatan
5. Buat komitmen menjalani progam pengobatan
dengan baik
6. Diskusikan hal-hal yang dapat mendukung atau
menghambat berjalannya progam pengobatan
7. Libatkan keluarga untuk mendukung progam
pengobatan
8. Informasikan manfaat yang diperoleh jika teratur
menjalani progam pengobatan
3 23 okt 14.00 1. Memonitor pola nafas 24 okt 2020 17.00
(ada pernafasan dipsnea) S:
2020 14.10
14.15 2. Memonitor kemampuan batuk efektif - pasien mengatakan px mengalami batuk sejak ±
(pasien bisa batuk efektif) 3 bulan
14.20
3. Memonitor adanya produksi sputum - pasien mengatakan batuk berdahak berwarna
14.25 4. Memberikan posisi semi Fowler atau Flowler putih kekuningan tanpa bercak darah
5. Memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan
14.30
6. Mengajarkan melakukan tehnik relaksasi napas O :
14.35 dalam - Pasien tampak batuk produktif
7. Berolaborasi pemberian bronkodilator - Pasien tampak gelisah
- TTV : TD = 110/70 mmHg
RR 20x/menit
N = 80x/menit
Suhu = 36,70C
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. Memonitor pola nafas
2. Memonitor kemampuan batuk efektif
3. Memonitor adanya produksi sputum
4. Berikan posisi semi Fowler atau Flowler
5. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
6. Ajarkan melakukan tehnik relaksasi napas dalam
7. Kolaborasi pemberian bronkodilator
24 okt 17.00 1. Memonitor adanya produksi sputum 25 okt 2020 19.00
2. Memberikan posisi semi Fowler atau Flowler S:
2020
3. Memberikan oksigenasi sesuai kebutuhan - pasien mengatakan px mengalami batuk sejak ±
4. Mengajarkan melakukan tehnik relaksasi napas 3 bulan
dalam O :
5. Berolaborasi pemberian bronkodilator - Pasien tampak gelisah
- TTV : TD = 110/70 mmHg
RR 20x/menit
N = 80x/menit
Suhu = 36,70C
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. Memonitor pola nafas
2. Memonitor kemampuan batuk efektif
3. Memonitor adanya produksi sputum
4. Berikan posisi semi Fowler atau Flowler
5. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
6. Ajarkan melakukan tehnik relaksasi napas dalam
7. Kolaborasi pemberian bronkodilator