Anda di halaman 1dari 6

RINGKASAN

LAPORAN AUDIT LINGKUNGAN HIDUP WAJIB BERKALA


Kegiatan Industri Semen yang Menerima Limbah B3 bukan dari Kegiatan Sendiri sebagai
Bahan Baku dan/atau Bahan Bakar pada proses Klinker
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. - Plant Tuban

Menindaklanjuti ketentuan Pasal 27 ayat (3) Peraturan MENLH Nomor 03 Tahun 2013
tentang Audit Lingkungan Hidup bersama ini diumumkan:
1. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. - Plant Tuban telah melakukan audit lingkungan
hidup wajib berkala dengan ruang lingkup yang telah disetujui oleh Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui surat persetujuan atas rencana audit
lingkungan hidup yang diwajibkan secara berkala Nomor S-
272/PKTL/PDLUK/PLA.4/3/2018, tanggal 15 Maret 2018.

2. Tujuan dilakukannya audit ini adalah sebagai berikut :


a. Mengevaluasi dan memverifikasi hasil identifikasi risiko lingkungan hidup yang
telah dilakukan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. - Plant Tuban terkait dengan
timbulan risiko tinggi lingkungan;
b. Mengevaluasi dan memverifikasi cara dan hasil penetapan risiko tinggi
lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. - Plant
Tuban;
c. Mengevaluasi dan memverifikasi efektivitas pengelolaan risiko yang telah
dilakukan oleh PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. - Plant Tuban berdasarkan
hasil identifikasi dan penetapan risiko lingkungan;
d. Merekomendasikan tindakan pengelolaan risiko lingkungan di PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk. - Plant Tuban yang bertujuan meminimalkan risiko tinggi
lingkungan;
e. Mengevaluasi dan memverifikasi pelaksanaan komunikasi risiko lingkungan yang
dilakukan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. - Plant Tuban

3. Ruang lingkup audit lingkungan hidup pada angka 1 di atas meliputi:


a. Lingkup Organisasi dan/atau Fungsional : Organisasi yang diaudit adalah PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk. - Plant Tuban pada bagian atau unit
pengadaan, penerimaan dan penyimpanan limbah B3, supply, produksi di raw
mill, kiln, cement mill, pemeriksaan mutu, SHE, laboratorium, produk semen,
tanggap darurat, pemeliharaan termasuk bagian pendukung seperti sumber
daya manusia dan hubungan masyarakat;
b. Lingkup Tapak/Area : Tapak fisik yang diaudit adalah tapak kegiatan PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk. - Plant Tuban Plant I, II, III, dan IV dengan luas 394.618
m2 yang terletak di Desa Sumberarum, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban,
Provinsi Jawa Timur, serta masyarakat sekitar kegiatan di Desa Sumberarum
dan Desa Kasiman;

1
c. Lingkup Proses dan Fasilitas: Proses yang diaudit mencakup proses penentuan
identifikasi risiko, penetapan risiko dan pengelolaan risiko tinggi lingkungan
dalam dokumen managemen risiko; proses pengadaan; pra penerimaan dan
penerimaan limbah B3; proses penyimpanan dan pengumpulan limbah B3;
proses grinding dan mixing bahan baku dan bahan bakar alternatif; proses
feeding dan proses pembakaran di sistem kiln serta proses pengamanan risiko
lepasan dioksin furan (interlock system).
d. Lingkup Horison Waktu Kajian : Waktu kajian audit adalah 3 (tiga) tahun (Tahun
2014 s.d. 2016) dan Semester I 2017. Pertimbangan penetapan waktu kajian
adalah berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 03 tahun 2013 tentang Audit Lingkungan Hidup;
e. Lingkup Topik dan Isu Lingkungan : Topik dan isu lingkungan yang diaudit
mencakup pengelolaan limbah B3, kualitas emisi udara dan udara ambien,
kesehatan akibat paparan dioksin furan dan logam berat dan komunikasi risiko,
baik dalam operasi kondisi normal, abnormal maupun kedaruratan;
f. Audit difokuskan pada komponen kegiatan Semen Gresik yang dapat
menimbulkan risiko tinggi lingkungan pada kondisi abnormal (shut down, start
up dan up set/ab-normal) dan kondisi darurat.
g. Klasifikasi Temuan dan Prioritasi : Klasifikasi temuan audit meliputi temuan
kesesuaian dan ketidaksesuaian bila ditemukan adanya kesesuaian atau
ketidaksesuaian terhadap ketentuan-ketentuan dalam manajemen risiko.
Temuan kepatuhan atau ketidakpatuhan apabila ditemukan adanya
pelanggaran terhadap peraturan atau perizinan. Temuan abservasi disampaikan
apabila di lapangan dijumpai adanya kegiatan yang berpotensi menimbulkan
risiko tinggi apabila tidak dikelola dengan baik.
h. Lingkup Rekomendasi/ Saran Tindak : Rekomendasi mencakup saran perbaikan
terhadap pengelolaan risiko dari kegiatan operasional co-processing.
Rekomendasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapan perusahaan dalam
melakukan pencegahan dan pengendalian risiko kegiatan operasional co-
processing.

4. Audit lingkungan hidup yang diwajibkan secara berkala dengan lingkup pada angka
2 di atas dilakukan oleh:
Nama : Ir. Bambang Purwono
Kualifikasi : Auditor Utama
Nomor Sertifikat Kompetensi : LSK Auditor LH INTAKINDO
AU.001.01.015.0015

5. Berdasarkan hasil audit lingkungan hidup yang diwajibkan secara berkala, risiko
tinggi lingkungan dari pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan bakar adalah
terlepasnya senyawa dioksin dan furan apabila pembakaran di fasilitas kiln (pre
calciner) kurang dari 850 °C. Risiko tinggi lingkungan penggunaan bahan baku

2
alternatif limbah B3 adalah lepasan logam-logam berat pada emisi cerobong dan
produk.

6. Auditor telah memperoleh temuan audit sebagai berikut :


Temuan Kesesuaian :
a. Perusahaan sudah memeiliki Dokumen Managemen Risiko yang dituangkan dalam
Dokumen Identifikasi dan Penilaian Dampak Kegiatan (IPDK) yang berisi identifikasi,
penilaian dan pengendalian risiko. Dokumen ini dievaluasi setiap tahun untuk
penyempurnaan dan perbaikan pengendaian operasi di lapangan.
b. Manajemen risiko telah diterapkan pada aktivitas pemanfaatan limbah B3, mulai dari
proses pengadaan; penerimaan; pengumpulan dan penyimpanan; pre-processing;
proses produksi, jaminan mutu (quality asurance ) dan pengendalian mutu (quality
control); manajemen pemeliharaan; managemen SDM; managemen kesehatan;
management of change, pengendalian pencemaran; kesiapsiagaan dan tanggap
darurat dan komunikasi lingkungan serta managemen risiko kegiatan
decommissioning.
c. Perusahaan telah melakukan pengukuran parameter dioksin furan sebagai PCDD dan
PCDF dan hasilnya telah menujukan jauh dibawah baku mutu yang telah ditetapkan,
yakni sebesar 0,00002 ng TEQ/m3, 0,00002 ng TEQ/m3 (baku mutu 01 ng.m3).
d. Perusahaan sudah melakukan Kajian Dispersi Emisi Udara pada tahun 2011 sesuai
dengan kewajiban Izin Pemanfaatan Menteri Lingkungan Hidup nomor 231 tahun
2010.
Temuan Ketidaksesuaian
a. Identifikasi, penilaian dan pengendalian risiko lingkungan dan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) belum mencakup paparan dioksin-furan dan logam-logam berat.
b. Cara penetapan nilai risiko masih mengacu pada baku mutu lingkungan atau nilai
ambang batas (BML/NAB)
c. Pemberian nilai pada likelihood (L) Kegiatan Inspeksi dan Perbaikan Pengendalian
Emisi EP dan Bag Filter Unit Kerja Seksi Pengendalian Emisi antara kondisi normal dan
abnormal perlu ditinjau kembali dengan mempertimbangkan risiko operasi abnormal
berdasarkan data time series yang ada.
d. Perusahaan belum memiliki Perencanaan Sistem Tanggap Darurat Pemanfaatan
Limbah B3 yang mencakup unit fungsi khusus pemanfaatan limbah B3 dan
simulasinya di lapangan.
e. Program komunikasi kegiatan pemanfaatan limbah B3 kepada masyarakat sekitar
belum dibuat.

3
Temuan Observasi
a. Jumlah analis dan petugas sampling masih terbatas.
b. Prosedur Penerimaan dan Penimbangan Bahan Baku dan Bahan Penolong Nomor
IK/KSO/PPG01/53204300/005belum sesuai dengan jenis limbah B3 yang termuat
dalam izin.
c. Pemeliharan Gas analyzer yang terpasang di Kiln system masih bersifat manual.
d. Management of Change belum melibatkan pihak terkait terutama Bagian
Hiperkes/Klinik dalam memberikan identifikasi risiko kesehatan.
e. Perusahaan belum memiliki prosedur management of change yang menjadi induk IK
yang digunakan oleh unit kerja yang berhubungan langsung dengan pemanfaatan
limbah B3 sebagai BBMA.

7. Rekomendasi :
Cara Penetapan Risiko, Analisis Risiko dan Pengendalian Risiko Lingkungan
a. Perlu melakukan review terhadap matriks IPDK (Identifikasi dan Penilaian Dampak
Kegiatan) yang terkait dengan alur proses pemanfaatan limbah B3 dengan
menambahkan paparan logam-logam berat dan dioksin furan dari AF atau AM
terhadap kesehatan karyawan.
b. Melakukan review terhadap cara penetapan risiko dengan tidak mengacu pada BML
(Baku Mutu Lingkungan) atau NAB (Nilai Ambang Batas), tetapi mengacu pada
kemungkinan terjadinya suatu kejadian (kondisi abnormal) berdasarkan rekaman atau
data yang ada.

Manajemen Risiko Kegiatan Pra-Penerimaan dan Penerimaan Limbah B3


Melakukan review terhadap prosedur Penerimaan dan Penimbangan Bahan Baku dan
Bahan Penolong Nomor IK/KSO/PPG01/53204300/005 sesuai dengan Izin Pemanfaatan
serta matriks IPDK.

Manajemen Risiko Kegiatan Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3


a. Memperbaiki Fasilitas penyimpanan dan pengumpulan bottom ash di Sorage Baru
sesuai dengan persyaratan teknis TPS limbah B3 (Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor
01 tahun 1995.
b. Membersihkan Ceceran / tumpahan flay ash dan bottom ash yang terdapat diluar TPS
dan memasukan kembali ke dalam TPS untuk mencegah terjadinya kontaminasi tanah

Managemen Risiko Melalui Laboratorium QA/QC


a. Menyesuaikan jumlah analis dan petugas sampler terutama di laboratorium QA
untuk menghindari risiko kesalahan sampling dan analisis disebabkan oleh beban
kerja yang yang tidak seimbang antara jumlah analis dan petugas sampler dengan
volme dan jenis limbah B3 yang dimanfaatkan.

4
b. Melatih analis dan petugas sampler untuk mengikuti pelatihan teknik sampling
limbah B3 untuk mengantisipasi rencana pemanfaatan limbah B3 yang semakin besar
jumlahnya dan semakin beraneka ragam jenisnya.

Manajemen Risiko melalui Kegiatan Pemeliharaan Asset (Preventive Maintenance)


Memasukkan pemeliharaan peralatan yang memiliki fungsi strategis ke dalam System
Application Programme (SAP)"

Manajemen Risiko Kegiatan Kesiap-siagaan dan Tanggap Darurat


a. Merevisi struktur organisasi kesiagaan dan tanggap darurat untuk menunjukkan
keberadaan fungsi khusus untuk menjalankan kesiagaan dan penanggulangan kondisi
darurat kejadian akibat kegiatan pemanfaatan limbah B3.
b. Melengkapi SOP potensi lepasan dioksin furan pada proses pembakaran LB3 dalam
kegiatan kesiapsiagaan dan tanggap darurat
c. Melakukan simulasi tanggap darurat B3 dan limbah B3 sesuai dengan Pedoman
Penanggulangan Kedaruratan Akibat Kecelakaan B3 dan Limbah B3 dari Direktorat
Jenderal Pengelolaan Sampah, B3 dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
d. Memasang rambu-rambu peringatan Keselamatan Kerja di fasilitas Tangki CO2 dan
memastikan hose (selang) pemadam kebakaran selalu ada pada tempatnya di box.

Manajemen Risiko Aspek Management of Change


a. Bagian Hiperkes/Klinik perlu dilibatkan secara aktif dalam kegiatan identifikasi risiko
sehingga dapat memberikan masukan terkait dengan upaya pengendalian terhadap
paparan dioksin/furan dan/atau logam-logam berat.
b. Perlu dibuat SOP Management of Change yang memayungi instruksi-instruksi kerja di
unit kerja masing-masing yang terkait langsung dengan kegiatan pemanfaatan limbah
B3.

Manajemen Risiko Aspek Pengendalian Pencemaran


Mempertimbangkan hasil kajian pemodelan dispersi emisi udara untuk menentukan titik-
titik pemantauan kualitas udara ambien saat ini.

Manajemen Risiko Aspek Kompetensi SDM


Meningkatkan kompetensi SDM yang behubungan langsung dengan pemanfaatan limbah
B3 dengan mengikuti jenis pelatihan yang terkait dengan pemanfaatan limbah B3 (co-
processing), termasuk tenaga medis perusahaan.

Manajemen Risiko Aspek Kesehatan Karyawan dan Masyarakat


Menyusun Program dan pelaksanaan medical surveilance (MCU) ce di unit kerja produksi
yang berisiko terhadap paparan dioksin furan khususnya operator yang melakukan
kegatan pengumpanan bahan bakar alternative;

5
Manajemen Risiko Aspek Komunikasi Risiko Lingkungan
Melakukan komunikasi yang tepat kepada masyarakat sekitar pabrik tentang
pemanfaaatan limbah B3 terkait:
a. penjelaskan bahwa kegiatan co-processing adalah sebagai upaya untuk konservasi
sumberdaya alam karena limbah masih dapat digunakan sebagai sumber daya untuk
bahan baku maupun energi;
b. Penjelasan bahwa limbah B3 merupakan sumberdaya yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku atau bahan penolong;
c. Penjelasan tentang konsep dan prinsip ekologi industry, dimana limbah merupakan
sumberdaya bahan baku bagi industry lainnya;
d. Penjelasan tentang efek co-processing terhadap lingkungan dan kesehatan beserta
teknik dan teknologi pengendaliannya.

Manajemen Risiko Kegiatan Decommissioning Fasilitas Pre-Processing


a. Menyusun recana decommissioning fasilitas pre-processing (tempat pengumpulan
dan mixing) mencakup : Prosedur untuk menangani barang/peralatan bekas yang
digunakan dalam fasilitas pre-processing;
b. Prosedur dekontaminasi terhadap barang/peralatan yang tidak dipergunakan lagi
atau dibuang termasuk prosedur K3 yang diperlukan ;
c. Perencanaan K3 kegiatan penutupan;

Ketua Tim Audit


PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. - Plant Tuban,

Ir. Bambang Purwono

Anda mungkin juga menyukai