Anda di halaman 1dari 6

Kajian Penyebaran Kabut Asap Kebakaran Hutan dan Lahan…… 99

(Samsul)

KAJIAN PENYEBARAN KABUT


ASAP KEBAKARAN HUTAN DAN
LAHAN
DI WILAYAH SUMATERA BAGIAN UTARA
DAN KEMUNGKINAN MENGATASINYA DENGAN TMC
1
Samsul Bahri

Intisari

Pada pertengahan bulan Maret 2002 kabut asap kebakaran hutan dan lahan yang
melanda tanaman industri di kabupaten Bengkalis- Riau dan Labuhan Batu-Sumut
telah menyelimuti dua propinsi di Sumatera Bagian Utara yaitu Riau dan Sumut.
Hasil kajian menunjukan bahwa penyebaran kabut asap tersebut sangat erat
kaitannya
dengan kondisi geograpi, angin, cuaca ya ng terjadi di wilayah
tersebut.
Didiskusikan kemungkinan penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk
mengatasi kabut asap tersebut.

Abstract

In the midle of March 2002 the smoke of forest fires of industrial plantation in Bengkalis
and Labuhan Batu has covered two provinces in the Northern Sumatera including North
Sumatera and Riau.
The result of study shows that the smoke dispersion has a direct correlation with
geographical, wind, and weather conditions in the region.
The possibility of applicati o n of the weather modification to overcome the smoke
is discussed.

Kata Kunci : Kebakaran Hutan, Lahan, Kabut Asap, Hot Spot, Teknologi Modifikasi
Cuaca (TMC), Visibiliy

1. PENDAHULUAN cara membakar biayanya murah, tapi jelas cara ini


tidak bertanggung jawab dan menimbulkan
Kebakaran hutan di Indonesia selalu terjadi dampak yang sangat lu as. Kerugian yang
pada musim kemarau, yaitu pada bulan Agustus, ditimbulkannya juga sangat besar. Kebakaran
September, dan Oktober, atau pada masa Hutan dan Lahan menyebabkan terjadinya
peralihan (transisi). Wilayah hutan di Indonesia kerusakan lingkungan. Asap kebakaran hutan
yang berpotensi terbakar antara lain di Pulau dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan
Sumatera (Riau, Jambi, Sumut, dan Sumsel) dan menimbulkan penyakit infeksi pada saliran
di Pulau Kalimantan (Kalbar, Kaltim, dan Kalsel). pernapasan (ispa) serta kela ncaran transportasi
Penyebab kebakaran hutan dan lahan di akibat visibility yang jelek. Kebakaran hutan yang
Indonesia secara umum disebabkan oleh dua luas dapat mengganggu masyarakat negara
faktor. Pertama, karena faktor kelalaian manusia tetangga, dan bila tidak segera diatasi dapat
yang sedang melaksanakan aktivitasnya di dalam mengakibatkan penilaiannegatif masyarakat
hutan. Kedua, karena faktor kesengajaan, yaitu internasional terhadap pemerintah Indonesia.
kesengajaan manusia yang membuka lahan dan
perkebunan dengan cara membakar. Kebakaran
hutan karena faktor kelalaian manusia jauh lebih 2. KARAKTERI STIK ASAP KEBAKARAN
kecil dibanding dengan faktor kesengajaan HUTAN
membakar hutan. Pembukaan lahan dengan cara
membakar dilakukan pada saat pembukaan lahan Asap kebakaran hutan dan lahan secara
baru atau untuk peremajaan tanaman industri umum berisi gas CO, CO2, H2O, jelaga, debu
pada wilayah hutan. Pembukaan lahan dengan (partikel) ditambah dengan unsur -unsur yang
telah ada di udara seperti N2, O2, CO2, H2O, dan
lain- lain. Berdasarkan data pengamatan tahun
1997, keti nggian puncak lapisan asap di
1
Peneliti UPT Hujan Buatan BPP Teknologi pulau Sumatera berkisar antara 7000 kaki hingga
JL. M.H. Thamrin No 8 Jakarta 10340 9000 kaki dan di Kalimantan berkisar antara 5000
kaki
hingga 6000 kaki. Pada saat observasi lapangan berkisar antara (1,4 – 2,5) km. Kabut asap yang
tanggal 15 s.d 17 Maret 2002, diketahui bahwa menyelimuti wilayah tersebut telah mengganggu
puncak lapisan asap di wilayah Sumatera Bagian seluruh aktivitas masyarakat dan telah
Utara bervariasi antara 8000 kaki hingga 9000 menimbulkan penyakit infeksi saluran pernapasan
kaki. Asap tersebut tidak segera naik ke angkasa atas (Ispa). Selain itu, telah terjadi penundaan
karena gas asap tersebut lebih berat dari udara pendaratan beberapa penerbangan di Polonia,
normal, sehingga lama- kelamaan asap tersebut dan melumpuhkan kegi atan nelayan di Asahan
terakumulasi dan menjadi pekat (BPPT, 1997). dan Labuhan Batu Sumut seperti yang dimuat di
Asap yang pekat menyebabkan visibility (kekuatan Harian Analisa (15/3/02), harian Waspada
jarak pandang) menjadi rendah, dan menghalangi (15/3/02), dan Kompas (16/3/02). Pada tanggal 16
radiasi matahari ke permukaan tanah, sehingga Maret 2002 visibility yang tercatat di Bandara
tidak terjadi proses konveksi. Temperatur di lokasi Polonia Medan masih berkisar antara 2 hingga 3
asap umumnya rendah yaitu sekitar 24 derajat km (lihat Tabel 1).
Celcius. Di sekitar lokasi asap umumnya terdapat
awan. Dasar awan umumnya berkisar antara 5000 Tabel 1 : Visibility di Bandara Polonia Medan
kaki hingga 6000 kaki, atau lebih rendah dari tanggal 7 s.d 16 Maret 2002
puncak lapisan asap, sehingga awan yang berada
di sekitar lokasi asap tertahan masuk. Di atas
TANGGAL KONDISI VISIBILITY KETERANGAN
lapisan asap terdapat aliran yang laminer, dimana
angin berhembus mengikuti pola aliran laminer 07 Maret Hazy 3 km s/d jam 10.00 pagi
tersebut (Sitorus, 2002). 2002
08 Maret Hazy 3 – 4 km -
2002
3. METODOLOGI
09 Maret Hazy 1.5 km -
Kajian penyebaran asap kebakaran hutan dan 2002
lahan di wilayah Sumatera Bagian Utara dilakukan 10 Maret Smoke 1.5 – 2 km 1 hari penuh
menggunakan data hot spot, dan data angin global 2002
yang diakses dari situs internet. Observasi
11 Maret Smoke 1.5 km s/d jam 09.00 pagi
langsung ke lapangan dilakukan dari pesawat
udara yaitu pemantauan secara visual keadaan 2002
kabut asap dan keberadaan awan sepanjang jalur 12 Maret Hazy 1.2 -2 s/d jam 10.00 pagi
penerbangan Jakarta – Medan – Jakarta (15 dan 2002 Smoke km mulai jam 11.00
17 Maret 2002). Pemantauan secara visual kondisi
0.8 km sehari penuh
asap dari permukaan, dan pengukuran secara
insitu dilakukan di Medan. Selain itu perolehan 13 Maret Smoke 0.7 – 1.5 Sehari penuh
data dan informasi dilakukan dengan cara 2002 km
investigasi dan wawancara dengan petugas 14 Maret Smoke 0.6 - 2 km Sehari penuh
pengamat cuaca di Base Operasi dan Tower TNI-
2002
AU Polonia, dan petugas kantor Dinas Meteorologi
Bandara Polonia Medan. Untuk memperkaya 15 Maret Smoke 2.5 km s/d jam 09.00
pemahaman tentang kondisi cuaca lokal, 2002 Hazy 3 km Sehari penuh.
dilakukan diskusi dengan peneliti di kantor BMG Terjadi hujan pagi
Balai Wilayah I Departemen Perhubungan Medan. (tidak terukur).
16 Maret Smoke 2 –3 km -
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 2002

4.1 Visibility
4.2 Penyebaran Kabut Asap
Kabut asap yang menyelimuti kawasan
Propinsi Sumatera Utara dan Propinsi Riau telah Kabut asap yang menyebar dan menyelimuti
mengakibatkan visibility menjadi rendah. propinsi Sumatera Utara berasal dari kebakaran
Berdasarkan data dari Dinas Meteorologi Bandara hutan dan lahan yang terjadi di Kabupaten
Polonia Medan tercatat bahwa kabut asap telah Bengkalis - Riau dan Hot Spot yang terindikasi di
muncul sejak 7 Maret 2002 dengan kualitas ringan Kabupaten Labuhan Batu – Sumatera Utara.
hingga sedang. Kabut asap terparah yang Kondisi udara di lapisan atmosfer atas di wilayah
mengakibatkan visibility sangat rendah, terjadi tersebut sangat stabil dan cenderung bergerak
tanggal 13, 14, dan 15 Maret 2002. Pada tanggal turun, sehingga angin di lapisan bawahnya ( 100
tersebut, visibility pada pagi hari hanya mencapai m dari permukaan tanah) yang bergerak dari timur
(0,6 – 0,7) km dan pada siang hingga sore tidak mampu naik ke pengunungan Bukit Barisan
melainkan berbelok ke utara menyusuri lereng
Timur Bukit Barisan. Selanjutnya yang terjadi 4.5 Kondisi Cuaca
adalah, kabut asap terbawa ke utara menuju
wilayah propinsi Sumatera Utara dan kota Medan Berdasarkan hasil analisis BMG Balai Wilayah
(Gambar 1 ). I pertumbuhan awan yang intensif, terjadi di pantai
Barat Sumatera Utara dan perbatasan Sumut
dengan Riau. Hujan diprakirakan akan turun di
daerah tersebut pada siang sampai malam hari
dengan intensitas ringan sampai sedang. Suhu
udara akan tetap tinggi, di siang hari mencapai 33
°C. Cuaca ekstrim kering dan panas dalam 5 hari
ke depan diprakirakan terjadi di kabupaten
Langkat, Deli Serdang, Simalungun, Asahan,
Labuhan Batu, Karo, Toba Samosir, dan Tapanuli
Utara. Wilayah yang cerah berawan dan
berpeluang hujan ringan hingga sedang
diprakirakan terjadi di Kabupaten Dairi, Tapanuli
Selatan, Tapanuli Tengah, Nias, dan Mandailing-
Natal.

: Arah angin 100 m dari permukaan


5. Upaya Untuk Mengantisipasi Kebakaran
: Arah angin lapisan atas Hutan

Gambar 1. Penyebaran kabut asap di wilayah Antisipasi kebakaran hutan dan lahan dapat
Sumatera Bagian Utara. dilakukan dengan cara membuat suatu indikator
potensi kebakaran versi Indonesia sebelum terjadi
kebakaran. Indikator ini yang akan dijadikan
4.3. Perkembangan Hot Spot. sebagai rujukan tingkat potensi kebakaran dari
suatu wilayah sehingga kebakaran dapat
Data satelit NOAA sensor Infra Red diantisipasi dan bila memungkinkan untuk
menunjukan bahwa posisi titik panas atau Hot dicegah. Kepada pengelola hutan perlu dilakukan
Spot berada di wilayah Bengkalis- Riau dan pengawasan dengan penuh tanggung jawab, agar
negara tetangga Malaysia. Berdasarkan data mereka tunduk pada aturan yang berlaku tidak
tersebut jumlah Hot Spot yang terindikasi di melakukan pembakaran untuk membuka lahan
Malaysia dan Sumatera pada tanggal 11, 12, baru, baik ketika diawasi maupun tidak diawasi.
dan 13 Maret Selanjutnya dampak kebakaran hutan dan lahan
2002, masing-masing tercatat yaitu 360, 317, dan ini terus menerus disosialisasikan kepada seluruh
126 titik (Lampiran). Perkembangan Hot Spot masyarakat agar peristiwa serupa tidak terulang
menunjukan jumlah yang mengalami penurunan, kembali. Langkah yang terpenting dari semua ini
dan bila dikaitkan dengan kondisi visibility yang adalah penegakan hukum yang tegas, tidak
dicatat di Bandara Polonia Medan (Tabel 1) pandang bulu, dan konsisten, yaitu sanksi dan
diperoleh kesesuaian data. Angka visibility yang hukuman bagi yang terbukti melanggar peraturan
tercatat pada tanggal -tanggal tersebut merupakan pemerintah dalam kebakaran hutan.
nilai yang sangat rendah, dan visibility terlihat Upaya untuk mengatasi dan menanggulangi
membaik setelah tanggal15 Maret 2002. kebakaran hutan dan lahan dapat dikelompokan
pada dua cara. Cara pertama, yaitu pemadaman
dari permukaan. Cara kedua, yaitu pemadaman
4.4. Kondisi Awan dari udara. Penanggulangan cara pertama dapat
dilaksanakan oleh instansi yang terkait yaitu
Hasil pemantauan awan tanggal 15 Maret Departemen Kehutanan, dan Pemerintah Daerah.
2002 sepanjang jalur penerbangan Jakarta – Penanggulangan cara kedua , yaitu dari udara
Medan dan tanggal 17 Maret 2002 sepanjang jalur dapat dilakukan dengan menerbangkan pesawat
penerbangan Medan – Jakarta menunjukan pembom air misalnya US-1A Water Bomber, dan
bahwa pertumbuhan awan Cumulus terlihat di pesawat CL-415M. Penanggulangan dengan
sepanjang Sumatera bagian Selatan hingga pesawat water bomber tidak direkomendasikan
Propinsi Jambi. Memasuki wilayah Propinsi Riau karena tidak mungkin berhasil. Air yang dijatuhkan
hingga ke perbatasan Riau – Sumatera Utara, ke lokasi kebakaran hutan malahan dapat
hanya terlihat lapisan asap dan tidak terlihat menimbulkan semakin maraknya api kebakaran
pertumbuhan awan Cumulus yang potensial. apabila jumlah air yang jatuh per satuan luas
Namun ketika memasuki wilayah Medan dan kebakaran tidak sesuai. Lagi pula dalam kondisi
s ekitarnya di jumpai banyak awan Cumulus yang hutan yang terbakar, visibility sangat rendah dan
berpotensi hujan.
hampir nol, sehingga menerbangkan pesawat kecil 6. KEMUNGKINAN PENERAPAN TMC UNTUK
dalam ketinggian yang rendah di dalam asap dan MENGATASI KABUT ASAP .
mencari titik api hampir mustahil dilakukan.
Cara kedua yang efektif dan telah beberapa Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sangat
kali dilakukan dan berhasil (1997, 1998 dan 2001) memungkinkan untuk diterapkan mengatasi kabut
yaitu menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca asap yang terjadi di wilayah Sumatera Bagian
(TMC). Penerapan TMC u ntuk mengatasi Utara ini, karena teknologi ini telah pernah
kebakaran hutan dan lahan ini adalah sebagai diterapkan beberapa kali di wilayah Indonesia,
teknologi alternatif apabila asap sudah antara lain di Sumatera dan Kalimantan (1997),
terakumulasi. Kebakaran hutan yang meluas tidak Kalimantan Timur (Maret 1998), dan Kalimantan
mungkin dipadamkan dari permukaan karena Selatan (Sept-Okt 2001).
fasilitas jalan ke lokasi kebakaran di hutan sangat Prinsip kerja TMC untuk mengatasi kebakaran
terbatas sehingga mobilisasi mobil pemadam hutan dan lahan adalah menaburkan material ke
kebakaran dan pasukan pemadam menjadfi dalam asap menggunakan pesawat terbang
terbatas. Oleh karena itu pemadaman kebakaran berukuran besar, yang tujuannya agar lapisan
hutan dari udara dengan menerapkan TMC sangat asap menjadi tidak stabil dan dinamis. Seperti
mungkin utnuk dilakukan. diketahui bahwa lapisan asap kondisinya stabil,
Teknologi ini memanfaatkan peluang yang visibility rendah, namun suhu di permukaan tanah
ada di alam, dimana peluang te rsebut yang akan yang tertutup asap rendah. Kondisi ini
menstimulus proses yang terjadi di alam. Sebagai menyebabkan radiasi matahari tidak dapat
contoh, dengan penerapan TMC energi yang ada menembus lapisan asap. Sementara di atas
di alam dapat dimanfaatkan secara efektif dan lapisan asap terdapat angin yang berhembus di
efisien untuk memadamkan kebakaran. Energi lapisan udara yang laminer. Material ditaburkan ke
tersebut antara lain energi aliran angin, energi dalam asap, kira-kira 1000 kaki dari puncak
radiasi matahari, dan energi kandungan lapisan asap. Material atau bahan semai yang
kelembaban udara (awan potensial) yang tersedia digunakan adalah bubuk CaO (quicklime ) yang
(Sitorus, 2002). berukuran sangat halus ber- orde mikron.
Kebakaran Hutan tidak akan berlanjut apabila Reaksi material tersebut dengan unsur yang
jumlah hujan yang turun cukup, dan mampu terdapat di dalam asap seperti H2O, CO, dan
memadamkan api kebakaran. Jumlah hujan yang CO2 akan mengakibatkan “peregangan”
turun akan mencukupi, apabila di sekitar lokasi kepekatan asap, dan lapisan asap di lokasi
kebakaran hutan terdapat awan potensial. Ada penaburan bahan semai tersebut menjadi tidak
beberapa syarat agar keberadaan awan potensial stabil. Angin akan memicu lapisan asap yang
terdapat di wilayah sekitar lokasi kebakaran hutan. tidak stabil tersebut sehingga terjadi dinamika,
Syarat itu antara lain, jumlah kandungan moisture dan visibility menjadi meningkat dan
dalam udara. Jumlahnya harus sesuai dengan memungkinkan radiasi matahari dapat
kondisi kolom udara atau tingkat kelabilan udara mencapai permukaan tanah dan membantu
yang dapat mendukung pertumbuhan awan proses konveksi serta pembentukan awan secara
potensial. Meskipun jumlah kandungan alami. Dengan demikian akan terjadi pergerakan
moisture nya tinggi, awan yang tumbuh tidak akan aliran massa udara dan awan yang ada di
menjadi awan Cu potensial apabila kolom udara sekitarnya ke lokasi daerah penaburan bahan
pada lokasi tersebut stabil. Penerap an TMC semai tersebut. Side effect dari kondisi tersebut
adalah bertujuan untuk membuat kolom udara akan menghasilkan hujan yang turun secara
asap kebakaran hutan tersebut menjadi dinamis, terkonsentrasi di daerah tersebut.
labil, atau netral. Penerapan TMC untuk penipisan asap di
Akumulasi asap kebakaran hutan yang wilayah Sumatera Bagian Utara (bila jadi
meningkat malahan cenderung memicu kebakaran dilaksanakan), memerlukan bahan semai dalam
hutan semakin luas, karena peluang turunnya jumlah banyak karena cakupan penyebaran asap
hujan secara alami pada lokasi kebakaran sangat luas yaitu meliputi 2 propinsi. Oleh karena
tersebut semakin mengecil. Akumulasi asap terjadi itu dibutuhkan pesawat terbang yang mempunyai
karena produksi asap yang tidak sebanding kapasitas angkut yang besar. Berdasarkan
dengan daya angkut angin terhadap asap, pengalaman, pemadaman kebakaran hutan dan
sehingga radiasi matahari terhalang masuk ke lahan yang dilaksanakan BPPT pada tahun 1997,
permukaan tanah. Sehingga proses pemanasan 1998, dan 2001 pesawat yang digunakan adalah
permukaan tanah tidak terjadi, yang menyebabkan jenis Hercules yang mempunyai kapasitas
kolom udara pada lokasi kebakaran selalu dalam angkut
keadaan stabil sehingga tidak mungkin terjadi 10 – 12 ton .
awan potensial. Penerapan TMC dimaksudkan Apabila TMC dioperasikan mengatasi masalah
untuk mengurangi konsentrasi asap kebakaran asap di wilayah Sumatera Bagian Utara, maka
hutan atau menipiskan asap tersebut. garis besar kegiatan yang diusulkan adalah
sebagai berikut :
 Pesawat : 2 (dua) unit Hercules pengunungan Bukit Barisan dan dipaksa berbelok
TNI- AU (1 untuk logistik dan 1 ke utara menyusuri lereng timur Bukit Barisan,
untuk operasi penyemaian). sehingga kabut asap terbawa ke Propinsi
 Pos Komando (Posko) : Pangkalan Sumatera Utara dan kota Medan.
Udara Kemungkinan penerapan TMC untuk
TNI- AU Tabing di Padang Sumatera Barat. mengatasi kabut asap dan kebakaran hutan di
 Posko Logistik : Pangkalan Udara wilayah Sumatera Bagian Utara (propinsi Riau dan
TNI- AU Husein Sastranegara di Bandung. Sumut), masih favourable dilaksanakan hingga
 Pos Meteteorologi bulan April 2002. Hal ini didasarkan pada kondisi
(Posmet) : Dumai,. pertumbuhan awan yang masih banyak terdapat di
Bengkalis dan Medan wilayah Sumatera Bagian Utara.
Disarankan agar penerbangan penyemaian
Penggunaan pangkalan udara Tabing di banyak dilakukan pada siang hingga sore hari.
Padang sebagai Posko semata- mata adalah untuk Selain itu, bi la memungkinkan, disarankan agar
kelancaran penerbangan. Apabila Polonia di pelaksanaan TMC untuk mengatasi asap
Medan dan Simpang Tiga di Pekanbaru digunakan kebakaran hutan dan lahan ini dapat dilakukan
sebagai Posko dikhawatirkan keduanya akan serentak dengan penerapan TMC untuk mengisi
tertutup kabut asap sehingga penerbangan tidak waduk PLTA Danau Maninjau, Singkarak, dan
dapat dilaksanakan. Posko Logistik ditempatkan di Kotapanjang di Sumatera Barat yang pada waktu
pangkalan udara Husein Bandung. Pertimbangan bersamaan tengah mengalami krisis air.
ini diambil karena di Husein Bandung terdapat
Bengkel Pemeliharaan (Benghar) pesawat
Hercules, sehingga apabila terjadi trouble pada Daftar Pustaka
pesawat penanganannya dapat dilakukan dengan
cepat. Selain itu, lokasi kota Bandung yang dekat ”Laporan Survei Asap Kebakaran Hutan Di
dengan kota Padalarang dimana bahan semai Wilayah Sumatera Bagian Utara 15- 17 Maret
CaO diproduksi, akan mempermudah mobilitas 2002 Dalam Rangka Penjajakan Penerapan
angkutan bahan yang hanya membutuhkan waktu TMC- BPPT”, UPT- HB, BPPT, 2002.
0,5 – 1 jam untuk tiba di Husein Bandung, Sitorus, B.Patar, “Pemanfaatan TMC- BPPT Untuk
selanjutnya diterbangkan ke Posko di Tabing Antisipasi Bencana Iklim dan Cuaca Di
Padang. Indonesia”, Paper disampaikan dalam Panel
dan Seminar PIT HAGI ke-27 tanggal 21-23
Oktober 2002 di Malang Jawa Timur, 2002.
7. Kesimpulan dan Saran “Laporan Kegiatan Operasi Udara Penipisan Asap
Di Sumatera dan Kalimantan September –
Kabut asap yang menyelimuti propinsi Oktober 1997”, UPT-HB, BPPT, 1997.
Sumatera Utara dan kota Medan bulan Maret “Harian Analisa”, halaman 1, 10, dan 18, tanggal
2002, berasal dari kebakaran hutan dan lahan di 15 Maret 2002, Medan.
Kabupaten Bengkalis – Riau dan Hot Spot yang “Harian Waspada”, halaman 1 dan 3, tanggal 15
terindikasi di Kabupaten Labuhan Batu – Maret 2002, Medan.
Sumatera Utara. Pe nyebaran asap disebabkan “Harian Kompas”, halaman 18, tanggal 16 Maret
oleh tiupan angin dari timur. Karena kondisi udara 2002, Jakarta.
di lapisan atmosfer atas sangat stabil dan
cenderung bergerak turun, maka angin di lapisan
bawah dekat permukaan tidak mampu naik

Data Penulis

Samsul Bahri, lahir 7 Agustus 1959 di Tanjungbalai Asahan (Sumut). Menamatkan pendidikan formal
S1 bidang Geofisika dan Meteorologi, ITB Bandung (1986). Mulai bekerja di BPPT tahun 1987,
dan menyelesaikan S2 bidang Remote Sensing di University of Dundee- Inggris (1991). Pengal aman
sebagai “Flight Scientist” dalam operasi penerbangan Casa NC-212 versi Rain Maker untuk mengisi
waduk PLTA di DAS Citarum, Kedung Ombo, Riam Kanan, Danau Maninjau; dan operasi
penerbangan Hercules C-
137 untuk mengatasi kebakaran hutan (1997, 1998, 2001), serta mengatasi banjir di DKI Jakarta (2002).
Training yang pernah diikuti antara lain “The Advanced SPOT Satellite Training Course” di Jakarta (1988),
“Warm dan Cold Clouds Seeding” di Thailand (1991), “Pengenalan Pesawat Casa NC -212/200” di Malang
(1994), “Management Maintenance Course On Aircraft Model NC -212” di Bandung (1995), “Jet-
Call Engine Analyzer” di Bandung (1996), “NC- 212/200 Engineer Course” di Bandung (1999). Sejak
tahun
2000-sekarang, menjabat Kepala Bidang Perencanaan dan Penunjang Pel aksanaan UPT Hujan Buatan
BPPT, fungsional Peneliti Muda, Ketua Tim Monitoring Pemeliharaan dan Operasional 6 unit Pesawat
Casa NC-212/200 BPPT, dan Anggota Dewan Redaksi “Jurnal STMC”. Selain itu, sebagai Koordinator
Tolok Ukur Peningkatan Kemampuan Mengatasi Banjir dengan Ground Based Generator di Proyek
PPTKK- BPPT (2001-sekarang), Anggota Tim “Model ANFIS utk memprediksi banjir dan
kekeringan” (2002 -sekarang), dan Anggota Tim Koordinasi “Perencanaan Kebijakan Nasional
Penanggulangan Banjir” (2003). Menerima “Satya Lancana Wira Karya” dari Presiden RI (2002).

Lampiran

NOAA12 11/03/2002 0932 UTC-360 hotspot

NOAA14 12/03/2002 1034 UTC -317 hotspot

NOAA14 13/03/2002 1022 UTC-126 hotspot

Anda mungkin juga menyukai