Anda di halaman 1dari 28

RINGKASAN MATERI METODE, PENDEKATAN DAN TEKNIK DALAM

PEMBELAJARAN MATIMATIKA

“Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Pengembangan Materi Pembelajaran


Matematika SD dengan Dosen Pengampu mata kuliah ibu Dra. Martiyanty Nalole, M. Pd.”

Kelas 6C

DIMAS PRASETYA MAHMUD

(151418087)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
1. PENGERTIAN METODE PEMBELAJARAN
A. Definisi metode pembelajaran

Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” dan “hados”. Meta berarti
“melalui” dan hodos “jalan”. Dengan demikian metode bisa berarti cara atau jalan yang harus
ditempuh untuk mencapi tujuan tertentu.

Adapun Defenisi Metode Pembelajaran antara lain :

a. Menurut BIGGS ( 1991 )

Metode Pembelajaran adalah Cara – cara untuk menajikan bahan – bahan Pembelajaran
kepada Siswa – siswi untuk tercapainyatujuan yang telah ditetapkan.

b. Menurut Sangidu (2004)

Metode Pembelajaran adalah cara kerja yang bersistem untuk memulai pelaksanaan suatu
kegiatan penilaian guna mencapai tujuan yang elah ditentuakan.

c. Menurut ADRIAN ( 2004 )

Metode Pembelajaran adalah ilmu yang mempelajari cara – cara untuk melakukan
aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta
didik untuk saling beriteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar
berjalan dengan baik dalam artian tujuan pengajaran tercapai.

d. Menurut Sudjana (2005)

Metode Pembelajaran merupakan perencanaan secara menyeluruh untuk menyajikan


materi pembelajaran bahasa secara tertur, tidak ada satu bagian yang bertentangan dan
semua berdasarkan pada suatu pendekatan tertentu.

e. Menurut Salamun (2009)

Metode Pembelajaran ialah sebuah cara-cara yang berbeda untuk mencapai hasil
pembelajaran yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda.

Sehingga berdasarkan beberapa pengertian dari para ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa metode pembelajran berarti suatu prosedur, urutan langkah-langkah
dan cara yang digunakan guru dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Dapat dikatakan
bahwa metode pembelajaran merupakan jabaran dari pendekatan. Satu pendekatan dapat
dijabarkan kedalam berbagai metode pembelajaran. Dapat pula dikatakan bahwa metode
adalah prosedur pembelajaran yang difokuskan ke pencapaian tujuan.

Syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh seorang guru dalam penggunaan metode
pembelajaran adalah sebagai berikut :

1. Metode yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat, atau gairah
belajar siswa.
2. Metode yang digunakan dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut.
3. Metode yang digunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mewujudkan hasil karya.
4. Metode yang digunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian
siswa.
5. Metode yang digunakan harus dapat mendidik siswa dalam teknik belajar sendiri dan
cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.
6. Metode yang digunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai
dan sikap siswa dalam kehidupan sehari-hari.
B. MACAM-MACAM METODE PEMBELAJARAN

Perkembangan mental siswa di sekolah, antara lain, meliputi kemampuan untuk bekerja
secara abstraksi menuju konseptual. Implikasinya pada pembelajaran, harus memberikan
pengalaman yang bervariasi dengan metode yang efektif dan bervariasi. Pembelajaran harus
memperhatikan minat dan kemampuan siswa.

Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektifitas dan efisiensi pembelajaran.
Pembelajaran matematika perlu dilakukan dengan sedikit ceramah dan metode-metode yang
berpusat pada guru, serta lebih menekankan pada interaksi peserta didik. Penggunaan metode
yang bervariasi akan sangat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran
matematika.

Pengalaman belajar di sekolah harus fleksibel dan tingkah laku, serta perlu menekankan
pada kreativitas, rasa ingin tahu, bimbingan dan pengarahan kearah kedewasaan. Sesuai
dengan pendekatan seperti telah dibahas pada bahasan sebelumnya, pembelajaran harus
dipilih dan dikembangkan untuk meningkatkan aktivitas dan kreativitas siswa. Tiap metode
tidak berdiri sendiri tanpa terlibatnya metode lain.

Berikut dikemukakan beberapa metode pembelajaran yang dapat dipilih oleh guru, yaitu:
1) Metode ceramah

Ceramah merupakan suatu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang
kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan
komunikasi terjadi searah dari pembicara kepada pendengar. Metode ceramah merupakan
metode mengajar yang paling banyak dipakai, hal ini mungkin dianggap sebagai metode yang
paling mudah dilaksanakan. Jika bahan pelajaran dikuasai dan sudah ditentukan urutan
penyampaiannya, guru tinggal menyajikan di depan kelas.

Gambaran pembelajaran matematika dengan pendekatan ceramah adalah guru


mendominasi kegiatan belajaran mengajar, definisi dan rumus diberikan, penurunan rumus
atau pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh guru, siswa diberitahu apa yang harus
dikerjakan dan bagaimana menyimpulkan, contoh-contoh soal diberukan dan dikerjakan oleh
guru, langkah-langkah guru diikuti dengan teliti oleh siswa, siswa meniru cara kerja guru.

2) Metode ekspositori

Metode ini sama dengan metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan pada guru
sebagai pemberi informasi. Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang.
Guru berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal, pada waktu yang
diperlukan saja. Siswa tidak hanya mencatat, tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya.
Guru memeriksa pekerjaan siswa secara individual. Pada metode ini siswa belajar lebih aktif
daripada metode ceramah. Kalau dibandingkan dominasi guru dalam kegiatan belajar
mengajar,metode ceramah lebih terpusat pada guru daripada metode ekspositori. Pada metode
ekspositori siswa belajar lebih aktif daripada metode ceramah. Murid mengerjakan latihan
soal sendiri, mungkin juga dilakukan sambil bertanya dan mengerjakannya bersama dengan
temannya, atau mengerjakan tugas dipapan tulis.

Melihat perbedaan-perbedaan di atas, cara mengerjakan matematika yang pada


umumnya digunakan para guru matematika adalah lebih tepat dikatakan sebagai
menggunakan metode ekspositori daripada ceramah. Yang biasa dinamakan mengajar
matematika dengan metode ceramah (seperti yang tercantum dalam satuan pelajaran)
menurut penjelasan di atas sebenarnya adalah metode ekspositori, sebab guru memberikan
pula soal-soal latihan untuk dikerjakan siswa di kelas.
Metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien, tetapi metode
ekspositori bukan satu-satunya metode mengajar yang baik. Tiap metode kalau digunakan
dengan tepat akan menjadi metode yang baik.

3) Metode demonstrasi

Metode demonstrasi sejenis dengan metode ceramah dan ekspositori. Tetapi pada
metode demonstrasi aktivitas siswa lebih banyak lagi, dengan demikian dominasi guru lebih
banyak berkurang. Metode ini dapat menghilangkan verbalisme, sehingga siswa semakin
memahami materi pelajaran.

Ciri khas metode ini terlihat dari adanya penonjolan mengenai suatu kemampuan (guru
maupun siswa), misal kemmapuan guru membuktikan dalil, menurunkan rumus, atau
memecahkan soal cerita. Sedangkan yang berhubungan dengan alat, misalnya pemakaian
sepasang segitiga untuk menggambarkan dua buah garis sejajar atau saling tegak lurus,
penggunaan daftar atau kalkulator untuk perhitungan merupakan kemampuan siswa.

Agar pembelajaran dengan menggunakan metode berlangsung secara efektif dan efisien, ada
beberapa yang dapat dilakukan, yaitu :

1. Lakukanlah perencanaan yang matang sebelum pembelajaran dimulai.


2. Rumuskanlah tujuan pembelajaran dengan metode demonstrasi, dan pilihlah materi
yang tepat untuk didemontrasikan.
3. Buatlah garis besar langkah-langkah demonstrasi, akan lebih efektif jika yang
dikuasai dan dipahami baik oleh siswa maupun guru.
4. Tetapkanlah apakah demontrasi tersebut akan dilakukan guru atau oleh siswa atau
oleh guru kemudian diikuti siswa.
5. Mulailah demonstrasi dengan menarik perhatian seluruh peserta didik, dan
ciptakanlah suasana yang tenang dan menyenangkan.
6. Upayakanlah agar semua peserta didik terlibat secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
7. Lakukanlah   evaluasi   terhadap   pembelajaran   yang   telah   dilaksanakan, baik
terhadap efektivitas metode demonstrasi maupun terhadap hasil belajar siswa.
8. Untuk memantapkan hasil pembelajaran melalui metode demonstrasi, pada akhir
pertemuan dapat diberikan tugas-tugas yang sesuai dengan kegiatan yang
dilaksanakan.
4) Metode drill dan latihan
Metode drill dan latihan dimaksudkan agar siswa cepat dan cermat menyelesaikan
soal. Metode ini berhubungan dengan kemampuan untuk cepat ingat dan kegiatan-kegiatan
yang bersifat lisan yang memerlukan hafalan. Kemampuan mengenai fakta-fakta dasar
berhitung, rumus, definisi, sifat, serta aplikasi-aplikasinya dan hal-hal yang tidak memerlukan
prosedur pengerjaan bergantung pada ingatan. Cepat mengingat, kemampuan mengingat
kebali dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat lisan merupakan hal yang perlu “hafal”.

Kemampuan yang dipelukan untuk menyelesaikan soal dengan cepat dan cermat tidak
dapat diperoleh dengan metode drill. Keculi hafal fakta-fakta dasar berhitung, diperlukan
pula hafal dan terampil menggunakan algoritma berhitung, dan jika dilakukan tanpa
kesalahan akan menghasilkan jawaban yang benar untuk sebuah soal.

Dalam matematika terdapat banyak prosedur pengerjaan yang pasti dan tetap seperti
algoritma berhitung.mislanya dalam aljabar untuk menentukan hasil kali dan hasil
pemangkatan . Dalam geometri misalnya, melukis garis garis istimewa dalam segitiga
ditentukan oleh tiga buah unsur.

Hafal algoritma dan prosedur matematika serta cepat dengan cermat menggunakannya
merupakan tujuan dari metode latihan dalam pengajaran matematika, sedangkan tujuan daari
metode drill adalah agar siswa hafal dan cepat dalam fakta-fakta matematika.

Metode latihan diperlukan agar siswa terampil menyelesaikan soal-soal yang


pengertian dan prosedur penyelesaiannya sudah dipahami. Metode latian secara tertulis dapt
diberikan di kelas atau sebagai tugas pekerjaan rumah, dan diberikan secara teratur. Soal-soal
latihan untuk di rumah hendaknya mudah, sehingga tidak menimbulkan keengganan siswa
untuk mengerjakannya.

5) Metode tanya jawab

Suatu pengajaran disajikan melalui tanya jawab jika bahan pelajaran disajikan melalui
tanya jawab. Dalam metode tanya jawab, pertanyaan-pertanyaan bisa muncul dari guru, bisa
juga dari peserta didik, demikian pula halnya jawaban yang dapat muncul dari guru maupun
peserta didik. Dengan menggunakan metode ini siswa menjadi aktif dari pada belajar-
mengajar dengan menggunakan ekspositori. Sebab, pertanyaan-pertanyaan diberikan, sebagai
pengarahan diperlukan pula cara informatif. Bahan yang diajarkan masih terbatas pada hal-
hal yang dintanyakan oleh guru. Inisiatif dimulai dari guru. Sesudah pengarahan, dimulailah
dengan pengajuan pertanyaan. Pertanyaan jangan terlalu sulit, karena akan membut kelas
diam. Agar siswa mengikuti kegiatan pembelajaran dengan metode tanya jawab, hendaknya
guru berlaku sebagai berikut:

1. Mengahargai jawaban, pertanyaan, keluhan, atau tindakan siswa bagaimanapun jelek


mutunya.
2. Menerima jawaban siswa, kemudian memeriksa dengan pertanyaan.
3. Merangsang siswa untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.
4. Mengajukan pertanyaan kepada sasaran yang sesuai dengan keperluan.
5. Bertindak atau bersikap seolah-olah belum tahu atau membuat kekeliruan yang
disengaja.
6. Mengajukan pertanyaan yang tinggi tarafnya.

Mengajukan pertanyaan yang tinggi tarafnya. Bandingkan “benarkah ini?”, “Apakah


jawaban ini benar?”, “Mengapa jawabnanya demikian?”, “Bagaimana cara kau peroleh
jawabn itu?”. Pertanyaan yang jawabnnya hanya “ya atau tidak”, “benar atau salah”
digolongkan dalam pertanyaan yang kurang bermutu.

Pertanyaan dengan kata-kata “Mengapa”, “Bagaimana”, “darimana”, “Bilamana”


akan menghasilkan jawaban-jawabna yang lebih bermutu. Siswa harus memberi alasan,
penjelasan, keterangna dan pendapatnya. Dengan demikian siswa tidak dapat asal menjawab
atau hanya menyebutkan fakta saja sebagai hasil ingatan (hafalan, recall).

Metode ini dapat digunakan untuk menghubungkan topik-topik pembelajaran yang


lampau dengan yang baru. Langkah ini dapat digunakan untuk meyakinkan apakah siswa
sudah siap menerima materi baru atau belum. Pertanyaan yang dapat juga digunkan untuk
memperkecil kelalaian siswa dan mengembalikan perhatian siswa pada proses belajar dan
pembelajaran yang sedang berlangsung. Pertanyaan yang diajukan pada akhir pelajaran dapat
memebantu menentukan sejauh mana siswa telah mengerti pengetahuan yang diberikan.

6) Metode penemuan

Kata penemuan sebgai metode mengajar merupakan penemuan yang dilakukan siswa
dalam belajarnya. Siswa menemukan sendiri sesuatu hal yang baru, bukan berarti baru bagi
dirinya saja karena hal itu sudah dikenal oleh orang lain. Pembelajaran dengan metode
penemuan lebih mengutamakan proses daripada hasil belajar.
Cara belajar dengan menemukan (discovery learning) ini tidak merupakan cara
belajar yang baru. Cara belajar melalui penemuan sudah digunakan puluhan abad yang lalu
dan Socrates dianggap orang sebagai pemula yang menggunakannya.

Pembelajaran dengan metode penemuan mengharapkan agar siswa benar-benar aktif


belajar menemukan sendiri bahan yang dipelajarinya. Untuk mengajarkan sifat komutatif
perkalian dengan penemuan, dapat dilakukan dengan memberikan sejumlah soal perkalian,
misalnya sebagai berikut:

Kemudian siswa diminta untuk mncari hasil-hasil yang sama, atau membuat kesimpulan dari
hasil pengerjaannya.

Hal baru bagi siswa yang diharapkan dapat ditemukannya itu dapat berupa konsep,
teorema, rumus, pola, aturan, dugaan, perkiraan, coba-coba, atau usaha lain dengan
menggunakan pengetahuan yang dimilikinya melalui cara induksi, deduksi, observasi,
ekstrapolasi. Pembelajaran dengan metode ini tidak dapat direncanakan, karena sangat
tergantung kemampuan siswa, dan bahan yang akan disajikan. Pembelajaran dengan metode
ini harus memperhatikan:

1. Aktivitas siswa untuk belajar sendiri sangat berpengaruh


2. Hasil (bentuk) akhir ditemukan sendiri oleh siswa
3. Prasyarat-prasyarat yang diperlukan sudah dimiliki siswa.
4. Guru haya bertindak sebgaia pengarah dan pembimbing saja, bukan pemberitahu.

Pelaksanaan metode ini dapat dilakukan dengan dialog tanya jawab atau dengan
menggunakan lembaran kerja. Pembahasan materi dapat dengan pendekatan induktif,
deduktif atau keduanya. Metode ini mempunyai kelebihan antara lain :

1. Siswa aktif, karena siswa berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan
hasil akhir.
2. Siswa menjadi paham benar, sebab mengalami sendiri proses menemukannya.
Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih diingat.
3. Menemukan sendiri menmbulkan kepuasan. Kepuasan intrinsic ini mendorong ingin
melakukan penemuan lagi hingga minat belajarnya meningkat.
4. Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu
mentransfer pengetahuannya keberbagai konteks.
Menurut J. Bruner metode ini mampu mengembangan kemampuan siswa dalam
mengorganisasikan segala sumber untuk menyelesaikan problem, menjadi lebih peka
terhadap problem solving yang dihadapinya dan motivasinya meningkat karena terlibat dalam
proses penemuan.

Davis mengatakan metode ini akan menjadikan siswa memiliki persamaan terhadap
sejarah matematika, mengerti bahwa matematika itu ditemukan, siswa dapat menilai
kemampuannya untuk menemukan dan mengabtraksi.

7) Metode pemecahan masalah

Pemecahan masalah merupakan tipe belajar aktif yang tingkatnya paling tinggi dan
kompleks dibanding tipe belajar yang lain. Pemecahan masalah dalam matematika dipandang
sebagai dasar aktivitas matematika. Matematika kelihatannya tidak dapat dipahami jika tanpa
masalah (Cooney, 1975: P.244). Masalah dalam matematika adalah suatu persoalan yang
mana siswa sendiri dapat menyelesaikan tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin
(Russeffendi, 1977: P.216). Suatu persoalan menjadi masalah atau memberikan tantangan
yang sapat dipecahkan dengan prosedur rutin yang diketahui siswa (Cooney, 1975 : P.242).
Menurut Russeffendi suatu persoalan menjadi masalah, jika :

1. Siswa tidak mengenal persoalan itu,


2. Siswa menganggap persoalan itu jadi masalah karena siswa belum memiliki prosedur
atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya.
3. Siswa harus mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun
pengetahuan siapnya. Terlepas ia sampai atau tidak pada jawabannya.
4. Siswa punya niat untuk menyelesaikan.

Karena suatu persoalan belum tentu menjadi masalah bagi seorang siswa maka guru harus
menyeleksi dan membuat soal yang merupakan pemecahan masalah. Pentingnya pemecahan
masalah dalam pembelajaran disebabkan oleh :

1. Pemecahan masalah membuat siswa berpikir lebih analitis dalam membuat keputusan.
2. Pemecahan masalah dapat menimbulkan jawaban yang asli, khas, beranekaragam dan
dapat menambah pengetahuan baru.
3. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aplikasi atau penerapan dari ilmu yang
diperolehnya.
4. Pemecahan masalah dapat merangsang siswa menggunakan segala kemampuannya.
5. Pemecahan masalah dapt menimbulkan sikap ingin tahu dan motivasi kreatif.

8) Metode inkuiri

Metode inkuiri adalah proses menyelidiki dan memeriksa suatu situasi dengan
maksud mencari informasi dan kebenaran. Metode ini adalah keadaan khusus dari pemecahan
masalah dan merupakan cara belajar aktif dan mencakup proses ketrampilan. Karena proses
inkuiri adalah suatu teknik khusus untuk mengembangkan pengetahuan melalui penelitian.

Metode inkuiri adalah metode belajar dengan inisiatif sendiri yang dapat dilaksanakan
secara individu atau dalam kelompok. Situai inkuiri ideal dalam kelas matematika terjadi jika
siswa-siswa merumuskan prinsip matematika baru melalui bekerja sendiri atau dalam
kelompok kecil dengan pengarahan minimal dari guru. Tujuan penggunaan metode ini adalah
agar siswa belajar metode ilmiah dan dapat menerapkan kedalam suasana lain.

Dalam metode ini guru selain berperan sebagai pengarah dan pembimbing, juga
sebagai sumber informasi data yang diperlukan. Siswa masih harus mengumpulkan informasi
tambahan, membuat hipotesis dan mengetesnya. Jasdi, peran utama guru dalam hal ini adalah
sebagai moderator. Metode ini terdiri dari empat tahap, yaitu :

1. Merangsang siswa dengan pertanyaan, pernyataan, permaianan, teka-teki dan


sebagainya
2. Sebagai respon atas rangsangan yang diterima, siswa menentukan prosedur mencari
dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukannya untuk memecahkan
masalah.
3. Menghayati pengetahuan yang diperoleh dengan inkuiri yang baru dilaksanakan.
4. Menganalisis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk dijadikan metode
umum yang dapat diaplikasikannya ke situasi lain.

Metode inkuiri merupakan metode mengajar yang paling mirip dengan metode penemuan,
perbedaannya adalah:

Metode Penemuan Metode Inkuiri


Dengan ekspositori dalam kelompok Dengan ekspositori dalam kelompok dan
kecil di laboratorium, bengkel atau individual.
kelas.
Hasil akhir merupakan sesuatu yang Hasil akhir baru dari siswa dan juga belum
baru bagi dirinya, tetapi sudah diketahui guru.
diketahui guru.
Guru sebagai pengarah dan Guru sebagai pengarah, pembimbing dan
pembimbing. sumber informasi data.
Siswa diharapkan dapat menemukan Siswa membuat hipotesis dan mengujinya.
sesuatu, hasilnya nomor dua.
 

9) Metode pemberian tugas

Metode ini disebut dengan metode tugas. Tugas yang paling sering diberikan dalam
pembelajaran matematika adalah pekerjaan rumah sebagai latihan soal-soal. Metode ini
mensyaratkan adanya pemberian tugas dan adanya tanggungjawab dari siswa. Misalnya,
mencari bukti lain dari sebuah teorema , membaca sejarah perkembangan geometri,
mempelajari dulu topic yang akan dibahas. Tetapi dapat timbul atas inisiatif siswa setelah
disetujui guru. Hasilnya dapat lisan atau tulisan.

Cara menilai hasil tugas tertulis kadang-kadang menimbulkan kesukaran. Bagaimana


memberi nilai kepada seorang siswa jika ia bekerja dalam kelompok? Apakah ia benar-benar
aktif berperan dalam menghasilkan laporan kelompok? Jika laporan individu apakah tulisan
itu benar-benar hasil pemikirannya sendiri atau bukan? Agar penilaian lebih obyektif dan
menimbulkan rasa tanggung jawab, perlu dicek dengan mengajukan pertanyaan mengenai
hasil pekerjaan yang dikumpulkan.

Maksud pemberian soal-soal pekerjaan rumah adalah agar siswa terampil


menyelesaikan soal, lebih memahami dan mendalami pelajaran yang diberikan di sekolah.
Selain itu agar siswa biasa belajar sendiri, menumbuhkan rasa tanggungjawab dan sikap
positif terhadap matematika. Karena itu janganlah memberi tugas yang rerlalu sukar, terlalu
banyak sehingga murid tidak mempunyai waktu untuk melakukan tugas lain dari sekolah atau
kegiatan lain di luar sekolah. Komposisi soal hendaknya terdiri atas yang mudah, sedang dan
sukar. Memberikan tugas yang berlebihan tidak akan menimbulkan sikap-sikap yang positif,
malah mungkin menjadi sebaliknya.

Tugas yang diberikan dapat berupa tugas membuat atau merancang model-model,
alat-alat atau permaianan yang berhubungan dengan pelajaran matematika. Misalnya,
mmbaca buku mengenai alat peraga atau permaianan matematika, merancang model dan alat,
memberikan kesempatan untuk mendemonstrasikan kepada teman-teman, menyimpan hasil
karya dilabmat. Hal tersebut akan menimbulkan kepuasan intrinsik dan selanjutnya sikap
positif terhadap pelajaran matematika.
2. PENDEKTAN DALAM PEMBELAJARAN MATIMATIKA
A. PENDEKATAN INDUKTIF

Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Ingris Prancis Bacon
(1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta – fakta yang
kongkrit sebanyak mungkin. Berpikir induktif ialah suatu proses berpikir yang
berlangsung dari khusus menuju ke umum. Orang mencari ciri – ciri atau sifat – sifat
tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan bahwa ciri – ciri itu
terdapat pada semua jenis fenomena. Menurut Purwanto (dalam Sagala, 2003 : 77) tepat
atau tidaknya kesimpulan atau cara berpikir yang diambil secara induktif bergantung pada
representatif atau tidaknya sampel yang diambil mewakili fenomena keseluruhan. Makin
besar jumlah sampel yang diambil berarti refresentatif dan tingkat kepercayaan dari
kesimpulan itu makin besar, dan sebaliknya semakin kecil jumlah sampel yang diambil
berarti refresentatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu semakin kecil pula.
Dalam konteks pembelajaran, pendekatan induktif berarti pengajaran yang bermula
dengan menyajikan sejumlah keadan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi suatu
konsep, prinsip atau aturan. Pada hakikatnya matematika merupakan suatu ilmu yang
diadakan atas akal yang berhubungan dengan benda-benda dan pikiran yang abstrak. Ini
bertentangan dengan sejarah diperolehnya matematika. Menurut sejarah, matematika
ditemukan sebagai hasil pengamatan dan pengalaman yang pernah dikembangkan dengan
analogi dan coba-coba (trial dan error).

Para ahli pendidikan matematika menyadari bahwa siswa masih suka


menggunakan akalnya dalam belajar, itu berarti menggunakan pendekatan deduktif.
Berdasarkan atas pertimbangan ini, dan alasan lain, maka pada program pengajaran
sekarang banyak menggunakan jenis pendekatan. Tetapi pada umumnya pendekatan
dalam belajar lebih banyak menggunakan pendekatan deduktif dan induktif. Pendekatan
induktif menggunakan penalaran induktif yang bersifat empiris. Dengan cara ini konsep-
konsep matematika yang abstrak dapat dimengerti murid melalui benda-benda konkret.
Penalaran induktif yang dilakukan melalui pengalaman dan pengamatan ada
kelemahannya, yakni kesimpulannya tidak menjamin berlaku secara umum. Oleh karena
itu, dalam matematika formal hanya dipakai induksi lengkap atau induksi matematik,
sehingga dengan menggunakan induksi lengkap, maka kesimpulan yang ditarik dapat
berlaku secara umum.
Berikut ini disajikan contoh penggunaan pendekatan induktif untuk membahas topik
matematika tertentu.

Contoh 3 :

Pola Bilangan Selidiki jumlah 1 + 3 + 5 + 7 + 9 + 11 + ... Jawab

: 1 = 1 = 1.1

1+3 = 4 = 2.2

1+3+5 = 9 = 3.3

1+3+5+7 = 16 = 4.4

1+3+5+7+9 =25 =5.5

1+3+5+7+9+11=36 =6.6

Dengan tanpa menjumlahkan 1+3+5+7+9+11 terlebih dahulu kita sudah dapat menduga
bahwa jumlahnya adalah 6.6 = 36 Sekarang coba gunakan pola yang kita peroleh itu untuk
mendapatkan 1+3+5+7+9+11+ ...+99. Tentukan pula bentuk umumnya? Jawabannya adalah
50.50 = 2500. Dengan demikian bentuk umum yang dapat dibuat adalah n2

Contoh 2 : Pola Geometri Perhatikan gambar berikut ini!.

Dapatkah kita menduga dua bilangan sesudah 10 ? Jawab :

Dua bilangan sesudah 10 adalah 15 dan 21.


B. PENDEKATAN DEDUKTIF

Telah dikemukakan bahwa pendekatan deduktif berdasarkan pada penalaran


deduktif. Penalaran deduktif merupakan cara menarik kesimpulan dari hal yang umum
menjadi ke hal yang khusus. Dalam penalaran deduktf, tdak menerima generalisasi dari
hasil observasi seperti yang diperoleh dari penalaran induktif. Dasar penalaran deduktif
adalah kebenaran suatu pernyataan haruslah didasarkan pada pernyataan sebelumnya
yang benar. Kalau begitu bagaimana untuk menyatakan kebenaran yang paling awal?.
Untuk mengatasi hal ini dalam penalaran deduktif memasukkan beberapa pernyataan
awal/pangkal sebagai suatu “kesepakatan’, yang diterima kebenarannya tanpa
pembuktian, dan istilah/pengertian pangkal yang kita sepakati maknanya. Pengertian
pangkal merupakan pengertan yang tidak dapat didefinisikan.Titik, garis, dan bidang
merupakan contoh-contoh pengertian pangkal, sebab titik, garis, dan bidang dianggap ada
tapi tidak dapat dinyatakan dalam kalimat yang tepat. Pernyataan-pernyataan pangkal
yang memuat istilah atau pengertian tersebut dinamakan aksioma atau postulat Dengan
penalaran deduktif dari kumpulan aksioama yang menggunakan pengertian pangkal
tersebut, kita dapat sampai kepada teorema-teorema yaitu pernyataan-pernyataan yang
benar.

Contoh : (1) Sesuatu yang sama dengan sesuatu yang lain, satu sama lain sa

(2) Jika ditambahkan kepada yang sama maka hasilnya sama.

(3) Keseluruhan lebih besar bagiannya. Dari ke tiga contoh aksioma tersebut dapat diperoleh
berikut ini

a. Dari aksioma (1) dan aksioma (2) dapat disusun pernyataan benar sebagai berikut. Jika x =
y maka x + a = y + a .

b. Dari aksioma (3) dapat dinyatakan sebagai berikut Jika y bagian dari x maka x > y Dengan
aksioma (3) diperoleh, jika x > y, maka x + a > y + a

Hubungan antara unsur-unsur yang tidak didefinisikan, unsur-unsur yang didefinisikan,


aksioma dan dalil dapat digambarkan sebagai berikut :

Dalil-dalil yang dirumuskan itu banyak sekali. Jadi matematika itu terorganisasikan
dari unsur-unsur yang tak didefinisikan, unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma-aksioma
dan dalildalil dimana dalil-dalil itu setelah dibuktikan kebenarannya, berlaku secara umum.
Karena itu matematika sering disebut ilmu deduktif. Mungkin Anda bertanya, bukankah
dalil-dalil, dan lain-lain dalam matematika itu ditemukan secara induktif (coba-coba,
eksperimen, penelitian, dan lain-lain)? Memang Anda betul, bahwa para matematis itu
menyusun (menemukan) matematika atau bagiannya itu secara induktif, tetapi begitu suatu
pola, aturan, dalil-dalil itu ditemukan maka dalil itu harus dapat dibuktikan kebenarannya
secara umum (deduktif)

Contoh : Jumlah n buah bilangan asli ganjil pertama adalah : n X n.

Perhatikan pola berikut :

1=1X1

1+3=4=2X2

1+3+5=9=3X3

1 + 3 + 5 + 7 = 16 = 4 X 4

. . . . . . .

. . . . . . .

. . . . . . .

Secara deduktif pembuktian kebenaran pola itu adalah sebagai berikut (induksi matematika)

Jumlah n suku pertama adalah : 1 + 3 + 5 + ... + (2n-1) = n X n

Untuk n = 1, persamaan diatas menjadi 1 = 1 X 1. Ini benar.Kemudian, andaikan persamaan


itu benar untuk n = k, maka :

1 + 3 + 5 + ... + (2k-1) = k X k
Kita tambahkan 2(k+1) – 1 kepada ruas persamaan terakhir. Maka diperoleh :

1 + 3 + 5 + ... + (2k-1) + (2k+1) - 1 = k X k + 2(k+1) – 1 = k2 + 2k+1 = (k + 1) X (k + 1)

bentuk 1 + 3 + 5 + ... + (2k – 1) + 2(k + 1) - 1 = (k + 1) X (k + 1) tidak lain dari bentuk


persamaan pertama untuk n = 1, n = k, dan n = k + 1, maka persamaan itu benar untuk semua
n bilangan asli.

Untuk membuktikan teorema dan menentukan jawab soal yang menggunakan


pendekatan deduktif pola berpikirnya sama, yaitu menentukan dulu aturan untuk
memberlakukan keadaan khusus hingga didapat kesimpulan. Selanjutnya erat pula kaitannya
dengan generalisasi deduktif dalam matematka adalah cara-cara pembuktian dalil / aturan
/sifat. Dalil / aturan / sifat dalam matematika merupakan generalisasi yang dapat dibuktikan
kebenarannya secara deduktif. Untuk keperluan itu, ada beberapa macam cara pembuktian
yang umumnya sudah jelas terlihat proses deduktifnya, seperti cara modus ponen,modus
tolens, implikasi positif, kontra posititif, kontra contoh, bukti tidak langsung, dan induksi
matematika ( Ruseffendi 1992: 32 ). Dalam pelaksanaannya, mengajar dengan pendekatan
deduktif akan lebih banyak memerlukan waktu daripada mengajar dengan pendekatan
induktif.

Tetapi bagi kelas rendah atau kelas yang lemah, pendekatan induktif akan lebih baik,
pendekatan induktif akan lebih memudahkan murid menangkap konsep yang diajarkan.
Sebaliknya kelas yang kuat akan merasakan pengajaran dengan pendekatan induktif bertele-
tele. Kelas ini lebih cocok diberi pelajaran dengan pendekatan deduktif. Karena itu, guru
harus dapat memperkirakan pendekatan mana sebaiknya yang dipakai untuk mengajarkan
bahan tertentu di suatu kelas. Ada baiknya para guru matematika sewaktuwaktu bertukar
pendapat mengenai pendekatan yang lebih cocok dipakai untuk mengajarkan bahan tertentu
di suatu kelas berdasarkan pengalaman. Fakta yang diperoleh dari pengalaman merupakan
salah satu sumber pengetahuan.

C. PENDEKATAN SPIRAL

Pada pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan spiral, suatu konsep


tidak diajarkan dari awal sampai akhir secara sebagian-sebagian, berulang-ulang, atau dalam
selang waktu yang terpisah-pisah.Tetapi dalam pembelajaran, mula-mula konsep tersebut
dikenalkan dengan cara dan dalam bentuk sederhana yang makin lama makin kompleks dan
dalam bentuk abstrak. Pada akhirnya digunakan bentuk umum dalam matematika, di antara
selang waktu yang terpisah itu diberikan konsep-konsep lain.

Misalnya dalam pembelajaran konsep A, di selang waktu pertama konsep A


dikenalkan dalam sebuah topik dengan cara intuitif melalui benda-benda konkret, atau
gambar-gambar sesuai kemampuan siswa dan konsep A dinyatakan dengan notasi symbol
yang sederhana. Setelah selang waktu itu selesai, pembelajaran dilanjutkan dengan konsep-
konsep lain (misalnya, konsep B dan C), mungkin konsep A dengan notasi yang sederhana itu
digunakan dalam konsep B dan konsep C. Di selang-selang waktu yang terpisah selanjutnya,
konsep A diajarkan lagi yang makin lama semakin kompleks dan lebih abstrak yang akhirnya
menggunakan notasi yang umum digunakan dalam matematika.

Pembelajaran dengan pendekatan spiral dapat dilukiskan seperti gambar spiral di bawah ini.
Nampak semakin keatas spiral tersebut melingkar semakin besar, yang menggambarkan
makin lama materi yang dibahas semakin tinggi tingkatannya dan
semakin luas.

Lengkungan spiral itu terbentuk dari topik-topik yang diajarkan sejak


pembelajaran untuk konsep itu dimulai sejak pembelajaran untuk konsep
itu dimulai. Misalnya dalam kurikulum 1994. Konsep luas mulai
diajarkan di kelas III SD sampai di kelas II SMP.

a. Di kelas III SD, mula-mula dikenalkan dengan perbandingan luas permukaan benda
dengan bangun persegi atau persegipanjang, menghitung luas daerah persegi dan
persegipanjang dengan membilang petak persegi, kemudian meluas untuk permukaan
tidak teratur namun masih menggunakan cara yang sama.

b. Di Kelas IV SD, menghitung luas persegi dan persegipanjang dengan membilang


petak persegi satuan (ulangan), dilanjutkan dengan cara mengalikan banyak petak
persegi pada kolom dan baris, dan dikenal rumus luas persegi dan persegipanjang dan
satuan bakunya.
c. Di kelas V SD, dikenalkan rumus luas segitiga. d. Di kelas VI SD, mulai
dikenalkan luas jajargenjang dengan membandingkan luas persegi panjang yang
tinggi dan alasnya sama, dikenalkan rumus lingkaran dan penggunaannya.

e. Di SMP kelas I Catur wulan 2, mengingat kembali mengenai luas persegi dan
persegipanjang (ulangan), dilanjutkan menentukan luas bidang kubus dan balok.

f. Di SMP kelas I Catur wulan 3, mengingat kembali mengenai luas persegi dan
persegipanjang (ulangan), dilanjutkan menemukan rumusnya, kemudian menghitung
luas bangun datar lain (jajargenjang, segitiga) menggunakan luas persegipanjang, dan
dalam selang lain baru dikenalkan menemukan rumus segitiga.

g. Di SMP kelas II Catur wulan I, dikenalkan menemukan rumus luas belah ketupat,
layinglayang, dan trapezium.

h. Di SMP kelas II Catur wulan 3, mengingat pengertian luas lingkaran, menggunakan


pendekatan luas lingkaran dengan menghitung persegi satuan, menemukan rumus luas
lingkaran dan menggunakannya.

C. PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

Konstruktivisme merupakan landasan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun


sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan
tiba - tiba.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta – fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan
masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, bergelut dengan ide – ide, yaitu
siswa harus mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Pembelajaran berdasarkan
konstruktivisme berusaha untuk melihat dan memperhatikan konsepsi dan persepsi siswa dari
kacamata siswa sendiri. Guru memberi tekanan pada penjelasan tentang pengetahuan tersebut
dari kacamatasiswa sendiri. Guru dalam pembelajaran ini berperan sebagai moderator dan
fasilitaitor, Suparno ( 1997 : 66) menjabarkan beberapa tugas guru tersebut sebagai berikut :
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab dalam
membuat rancangan, proses penelitian. 2. Menyediakan atau memberikan kegiatan – kegiatan
yang merangsang keingin tahuan siswa membantu mereka untuk mengeskpresikan gagasan –
gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka. Menyediakan sarana yang
merangsang siswa berpikir produktif. Guru harus menyemangati siswa.
Memonitor, mengevalauasi, dan menunjukkan apakah pemikiran siswa jalan atau
tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk
menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru konstruktivis perlu mengerti sifat kesalahan
siswa, sebab perkembangan intelektual dan matematis penuh dengan kesalahan dan
kekeliruan. Ini adalah bagian dari konstruksi semua bidang pengetahuan yang tidak bisa
dihindarkan. Guru perlu melihat kesalahan sebagai suatu sumber informasi tentang penalaran
dan sifat skema siswa. Prinsip konstrukstivisme Piaget menurut De Vries dan Kohlberg
( Suparno,1997:70 ).yang perlu diperhatikan dalam pembelajarn matematika antara lain
adalah :

1. Struktur psikilogi harus dikembangkan dulu sebelum persoalan bilangan


dikembangkan.Bila siswa mencoba menalarkan bilangan sebelum mereka menerima
stuktur logika matematis yang cocok dengan persoalannya, tidak akan ada jalan.
2. Stuktur psikologi ( skemata ) harus dikembangkan lebih dulu sebelum simbol formal
diajarkan. Simbol adalah bahasa matematis suatu konsep, tetapi bukan konsepnya
sendiri.
3. Siswa harus mendapatkan kesempatan untuk menemukan (membentuk) relasi
matematis sendiri, jangan hanya selalu dihadapkan kepada pemikiran orang dewasa
yang sudah jadi.
4. Suasana berpikir harus diciptakan. Sering pengajaran matematika hanya menstransfer
apa yang dipunyai guru kepada siswa dalam wujud perlimpahan fakta matematis dan
prosedur perhitungan serta bukan penalaran sehingga banyak siswa menghafal belaka.
Namun menurut Vigotsky, dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan
lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vigotsky disebut kotnstruktivisme
sosisal. Ada dua konsep penting dalam teori Vigotsky yaitu Zaone of Proximal
Development ( ZPD ) dan scaffolding. Zone of Proximal Development ( ZPD )
merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan
sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan
potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah
bimbingan orang dewasa atau melalui kerja sama dengan teman sejawat yang lebih
mampu. Sedangkan scaffolding merupakan sejumlah bantuan kepada siswa selama
tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan
kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia
dapat melakukannya. Scaffolding merupakan bantuan - bantuan yang diberikan
kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa
pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan – tindakan lain yang memungkinkan
siswa itu belajar mandiri.

Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika

Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran meliputi 4 tahap yaitu : 1)


apersepsi 2) eksplorasi 3) diskusi dan penjelasan konsep serta 4) pengembangan dan aplikasi.

Tahap pertama, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang


konsep yang akan dibahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan –
pertanyaan problematik tentang fenomena yang sering ditemui sehari-hari dengan
mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan,
mengilustrasikan pemahaman tentang konsep itu.

Tahap kedua, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep
pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterpretasian data dalam suatu kegiatan yang telah
dirancang guru. Kemudian secara berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain. Secara
keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena alam di
sekelilingnya.

Tahap ketiga, saat siswa memberikan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada
hasil observasinya ditambah dengan penguatan dari guru, maka siswa membangun
pemahaman baru tentang konsep yang dipelajari. Hal ini menjadikan siswa tidak ragu–ragu
lagi tentang konsepsinya.

Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang


memungkinkan siswa dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui
kegiatan atau pemunculan dan pemecahan masalah – masalah yang berkaitan dengan isu – isu
dilingkungannya.

D. PENDEKATAN KONTEKSTUAL

Salah satu upaya untuk merubah cara mengajar guru yang sesuai dengan tuntutan
KTSP adalah merubah cara pandang guru terhadap mengajar dan belajar. Mengajar
menurut pandangan lama adalah proses pemberian pengetahuan dan prosedur kepada
siswa, dimana pandangan ini berimplikasi terhadap cara belajar siswa yang hanya dan
menghapalkan langkah-langkah pemecahan sebuah persoalan. Belajar menurut
pandangan kontemprorer adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya dengan
melibatkan fisik, mental dan emosional, hingga siswa memperoleh sejumlah pengalaman
bermakna (konstruktivisme). Menurut pandangan ini pengetahuan yang diperoleh siswa
bukan proses pemindahan dari guru ke siswa, melainkan dibentuk atau disusun sendiri
oleh siswa melalui interaksinya dengan lingkungan. Sesuatu yang diketahui siswa itu
sendiri dari pengalamannya. Pengetahuan yang dimiliki siswa menurut pandangan
konstrutivisme merupakan susunan yang diperoleh dari proses panjang hasil interaksinya
dengan lingkungan. Pengetahuan bukan sesuatu yang telah jadi dan sempurna yang harus
diberikan kepada siswa, melainkan dugaandugaan (konjectural) yang mungkin salah,
bersifat sementara dan tak pernah sempurna. Salah satu pendekatan mengajar yang sesuai
dengan pandangan ini adalah Contextual Teaching and Learning ( CTL).

CTL merupakan pendekatan pembelajaran yang menghubungkan konsep dengan


konteksnya, sehingga siswa memperoleh sejumlah pengalaman belajar bermakna berupa
pengetahuan dan keterampilan.

Menggabungkan materi dengan pengalaman harian individu, masyarakat dan pekerjaan


yang melibatkan aktifitas

E. PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menghadapi permasalahan. Untuk


memecahkan permasalahan tersebut biasanya kita bertanya kepada diri sendiri dengan
sejumlah pertanyaan yang dibantu dengan informasi yang ada. Problem atau masalah
menurut Hayes (Halgimon SL, 1992:2) adalah suatu kesenjangan (gap) antara di mana
Anda berada sekarang dengan tujuan yang Anda inginkan, sedangkan Anda tidak tahu
proses apa yang akan dikerjakan. Menurut Hudoyo (1996:190), suatu pertanyaan
merupakan suatu permasalahan bila pertanyaan itu tidak bisa dijawab dengan prosedur
rutin, sedangkan pemecahan masalah adalah proses penerimaan tantangan dan kerja keras
untuk menyelesaikan masalah tersebut. Selanjutnya Hudoyo (1996:189) mengemukakan
bahwa penyelesaian masalah dapat diartikan sebagai penggunaan matematika baik untuk
matematika itu sendiri maupun aplikasi matematika dalam kehidupan sehari-hari dan ilmu
pengetahuan yang lain secara kreatif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang belum
kita ketahui penyelesaiannya ataupun masalah-masalah yang belum kita kenal.
Polya (Sumarno, 1994:2) secara rinci menguraikan empat langkah penyelesaian
pemecahan masalah matematika disertai ilustrasi masalah, pertanyaan yang membimbing
pemahaman tiap langkah, dan cara-cara penyelesaiannya. Keempat langkah tersebut
adalah : 1) pemahaman masalah, 2) membuat rencana penyelesaian, 3) mengerjakan
rencana, dan 4) peninjauan kembali hasil perhitungan. Proses yang harus dilakukan para
siswa dari keempat

tahapan tersebut secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Memahami masalah

a. Apa yang tidak diketahui dan data apa yang diberikan?

b. Bagaimana syarat soal? Mungkinkah dinyatakan dalam bentuk persamaan atau hubungan
lainnya ?

c. Apakah kondisi yang diberikan cukup, berlebihan, atau saling bertentangan?

d. Buatlah gambar, dan tulislah notasi yang sesuai.

2. Merencanakan Penyelesaian

a. Pernahkah anda bertemu soal ini sebelumnya ? Atau pernahkah ada soal yang sama atau
serupa dalam bentuk lain ?

b. Tahukah anda soal yang mirip dengan soal ini ? Teori mana yang dapat digunakan dalam
masalah ini ? c. Perhatikan apa yang dinyatakan. Coba pikirkan soal yang dikenal dengan
pertanyaan yang sama atau serupa. Misalkan ada soal yang mirip dengan soal yang pernah
diselesaikan.Dapatkah pengalaman itu digunakan dalam masalah yang sekarang? Dapatkah
hasil itu dan metode yang lalu digunakan di sini?

d. Apakah harus dicari unsur lain agar dapat memanfaatkan soal semula? Dapatkah
mengulang soal tadi? Dapatkah menyatakan dalam bentuk lain? Kembalilah pada definisi.

e. Andaikan soal baru belum dapat diselesaikan, coba fikirkan soal serupa dan selesaikan.
Bagaimana bentuk soal itu?

f. Bagaimana bentuk soal yang lebih khusus? Soal yang analog? Dapatkah sebagian soal
diselesaikan?
g. Misalkan sebagian soal dibuang, sejauh mana yang ditanyakan dapat dicari? Manfaat apa
yang dapat diperoleh dari data yang ada? Perlukah dat lain itu menyelesaikan soal yang
dihadapi?

h. Dapatkah yang ditanyakan data atau keduanya diubah sehingga menajdi saling keterkaitan
satu dengan yang lainnya?

i. Apakah semua kondisi sudah digunakan? Sudakah diperhitungkan ide – ide penting yang
ada dalam soal tersebut?

3. Melaksanakan Perhitungan

a. Laksanakan rencana penyelesaiannya dan periksalah tiap-tiap langkahnya.

b. Periksalah bahwa setiap langkah sudah benar.

c. Bagaimana membuktikan bahwa langkah yang dipilih sudah benar.

4. Memeriksa kembali Proses dan Hasil

a. Bagaimana cara memeriksa kebenaran hasil yang diperoleh.

b. Dapatkah diperiksa sanggahannya ? Dapatkah hasil itu dicari dengan cara yang lain?

c. Dapatkah anda melihatnya secara sekilas ? Dapatkah hasil dan atau cara itu digunakan
untuk soal-soal lainnya ?

F. PENDEKATAN REALISTIK

Arti Pendekatan Realistik Realistic Mathematics Education sebagai salah satu


paradigma dalam pembelajaran matematika, telah banyak mempengaruhi program
pembelajaran matematika di beberapa Negara. Keberhasilannya di negeri asalnya (Belanda)
menyebabkan para ahli pendidikan matematika menaruh perhatian secara khusus.

Dalam praktek pembelajaran matematika di kelas, pendekatan realistic sangat


memperhatikan aspek-aspek informal, kemudian mencari jembatan untuk mengantarkan
pemahaman siswa pada matematika formal. De Lange (1987) mengistilahkan informal
mathematics sebagai horizontal mathematization sedangkan matematika formal sebagai
vertical mathematization. Menurut Treffers dan Goffree (1985) dalam proses pematematikaan
kita membedakan dua komponen proses matematisasi yaitu horizontal mathematization dan
vertical mathematization. Menurutnya bahwa “mula-mula kita dapat mengidentifikasi bagian
dari matematisasi bertujuan untuk mentransfer suatu masalah ke dalam masalah yang
dinyatakan secara matematika. Melalui penskemaan dan mengedentifikasi matematika
khusus ke dalam konteks umum.

Beberapa aktifitas dalam matematisasi horizontal antara lain:

- Pengidentifikasian matematika khusus dalam konteks umum

- Penskemaan

- Perumusan dan pemvisualan masalah dalam cara yang berbeda

- Penemuan relasi (hubungan)

- Penemuan keteraturan

- Pengenalan aspek isomorphic dalam masalah-masalah yang berbeda

- Pentransferan real world problem ke dalam mathematical problem

- Pentransferan real world problem ke dalam suatu model matematika yang diketahui.

Implementasi Pembelajaran RME di SD

Dalam RME,pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (“dunia nyata”),


sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.
Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan sebagai
matematisasi konseptual. Melaui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan
konsep yang lebih komplit. Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep
matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu,
untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu
diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience)
dan penerapan matematika dalam seharihari.

Untuk memberikan gambaran tentang implementasi Matematika Realistik, berikut ini


diberikan contoh pembelajaran pecahan di sekolah dasar (SD). Pecahan di SD
diinterpretasikan sebagai bagian dari keseluruhan. Interpretasi ini mengacu pada pembagian
unit ke dalam bagian yagn berukuran sama. Dua macam keadan yang erlu penekanan adalah
konsep keseluruhansebagai satuan dan konsep sama. Kedua konsep ini dapat dikaitkan
dengan , panjang, luas, volume, dan hitungan atau cacah.Kaitan dengan konse di atas dapat
ditunjukakan dengan menggunakan benda-benda manipulatif, misalnya kertas,
karton,kelereng,kerikil,manikmanik,mata uang, buku dll.
Dalam pembelajaran realistik, sebelum siswa masuk pada sistem formal, terlebih
dahulu siswa dibawa ke “situasi” informal. Misalnya, pembelajaran pecahan dapat diawali
dengan pembagian menjadi bagian yang sama (misalnya pembagian kue) sehingga tidak
terjadi loncatan pengetahuan informal anak dengan konsep-konsep matematika (pengetahuan
matematika formal). Setelah siswa memahami pembagian menjadi bagian yang sama, baru
diperkenalkan istilah pecahan. Ini sangat berbeda dengan pembelajaran konvensional (bukan
MR) di mana siswa sejak awal dicekoki dengan istilah pecahan dan beberapa jenis pecahan.

Diberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para siswa untuk langsung merasakan dan
menghayati sendiri makna pecahan dengan mengerjakan sendiri:

a. Mintalah kepada setiap siswa untuk menyediakan lembaran-lembaran kertas. Masing-


masing siswa diminta mengambil kertasnya satu lembar dan melipatnya sesuai dengan
keinginan masing-masing sehingga lipatan yang satu dapat menutup lipatan yang lain,
kemudian menggunting tepi lipatan dan terjadi lembaran kertas yang mempunyai dua
lipatan yang tepat dapat saling menutup. Beberapa bentuk guntingan diperkirakan
sebagai berikut.

Beri kesempatan kepada mereka untuk membuka dan menutup lipatan kertas masing-
masing mereka merasakan bahwa satu lembaran kertas mempunyai dua lipatan yang
sama, yaitu lipatan yang satu tepat menutup lipatan yang lain. Katakan kepada mereka
1 lipatan dari 2 lipatan yang sama disebut setengah atau seperdua, ditulis dengan

1
lambang pecahan
2
b. Mintalah setiap siswa untuk melipat kembali satu kali kertasnya,dengan jalan melipat
garais lipatan sehingga tepat berhimpitan. Kemudian mintalah mereka memotong tepi
lembaran kertas yang bukan lipatan. Beberapa bentuk lipatan antara lain adalah:
Gambar 4.5

c. Untuk lebih memantapkan pemahaman mereka, sediakan banyak potongan karton


dengan berbagai warna dan bentuk, misalnya :

Berilah kesempatan kepada semua siswa untuk memilih sendiri bentuk dan karton
yang disukainya, kemudian mintalah kepada masing-masing siswa untuk menjiplaknya
pada lembaran kertas yang mereka miliki. Setelah ini, mintalah kepada mereka
menggunting jiplakannya, dan melipatnya sedemikian hingga lipatan yang pertama dapat
menutup lipatan yang kedua. Berikan kesempatan sejumlah siswa untuk menceritakan
hasil lipatannya dan memberikan arsiran untuk menyatakan 1 lipatan dari 4 lipatan yang

1
sama disebut .
2
1 1 1
d. Kerjakan hal yang serupa untuk pecahan-pecahan dan, , dan . Tunjukan
4 B 3
hasilnya dipapan tulis (sesuai abstrak) dengan gambar-gambar daerah yang diarsir,

1 2 3
antara lain daerahdaerah yang terkait dengan , , ; daerah-daerah yang terkait
4 4 4

1 2 3 7 1 2
dengan , , .... ; daerahdaerah yang terkait dengan , , dan daerah-daerah
8 8 8 8 3 3

1 2 3 4 5
yang terkait dengan , , , , dan .
6 6 6 6 6
3. TEKNIK PEMBELAJARAN

Teknik adalah cara sistematis mengerjakan sesuatu. Teknik merupakan suatu kiat, atau
penemuan yang digunakan untuk menyelesaikan serta menyempurnakan suatu tujuan
langsung. Teknik harus konsisten dengan metode. Oleh karena itu, teknik harus selaras dan
serasi dengan pendekatan. Kemampuan Pendidik sangat menentukan dalam memilih teknik
pembelajaran yang akan digunakan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
Jika seorang pendidik mempunyai keterbatasan pengetahuan dan penguasaan mengenai
disiplin ilmu, sudah tentu ia akan terus berkutat dengan teknik yang sama tanpa variasi.
Dengan demikian pembelajaran akan terkesan monoton dan membosankan. Oleh karena itu,
sangat penting bagi seorang pendidik untuk membuat teknik pembelajaran yang bervariasi
untuk mencegah siswa merasa bosan terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung. Setiap
teknik mempunyai kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Oleh karenanya, dalam hal
ini seorang pendidik perlu mengkaji teknik pembelajaran yang sesuai dan memilih strategi-
strategi yang memberikan peluang-peluang paling banyak bagi peserta didik untuk terlibat
secara aktif dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran atau kompetensi tertentu.

Macam-macam Teknik Pembelajaran Matematika

Matematika adalah salah satu pelajaran yang selama ini selalu dianggap sulit. Hal
tersebut karena pelajaran yang termasuk dalam ilmu eksak ini bersifat abstrak sehingga perlu
pemikiran yang lebih mendalam untuk dapat memahaminya. Karena itu seorang tenaga
pendidik memerlukan teknik atau cara yang baik ketika menyampaikan materi pembelajaran
matematika ini pada peserta didik. Ada beberapa teknik atau cara yang efektif untuk
digunakan pada pembelajaran matematika, diantaranya sebagai berikut:
1. Teknik pembelajaran langsung Seorang tenaga pendidik haruslah menyadari bahwa materi
pembelajaran yang mereka ajarkan bukanlah sesuatu yang konkret melainkan sebuah
pelajaran yang abstrak yang menuntut banyak pemahaman bagi para peserta didik. Untuk itu
maka pembelajaran pertama yang dapat diberikan adalah dengan teknik pembelajaran
langsung. Dengan teknik ini diharapkan para peserta didik akan memiliki bekal dasar
terhadap materi pembelajaran yang mereka terima.

2. Teknik problem solving Untuk memberikan pembelajaran matematika kepada para peserta
didik maka seorang tenaga pendidik dapat menggunakan teknik pembelajaran yang
berorientasi pada problem solving atau pemecahan masalah. Disini seorang tenga pendidik
dapat memberikan tugas kepada para peserta didiknya untuk memecahkan soal-soal dalam
pembelajaran matematika yang diberikan oleh tenaga pendidiknya.

3. Teknik pembelajaran kooperatif Ini merupakan sebuah teknik pembelajaran yang lebih
menekankan pada kerjasama yang terjalin antar para peserta didik yang terlibat daalm
kegiatan pembelajaran matematika. Disini seorang tenaga pendidik dapat membentuk
kelompok-kelompok peserta didik yang mana setiap kelompok tersebut diberikan tugas untuk
menyelesaikan persoalan matematika. Dengan cara ini sangat baik untuk meningkatkan
pemahaman dan keaktifan yang dimiliki oleh para peserta didik dalam kegiatan pembelajaran
matematika.

4. Teknik pembelajaran kontekstual Teknik pembelajaran yang satu ini merupakan sebuah
teknik atau cara pembelajaran yang berbasis pada konteks. Artinya seorang tenaga pendidik
diharapkan agar mrnyampaikan atau memberikan pelajaran matematika yang sesuai dengan
konteks yang dialami para peserta didik. Cara semacam ini akan lebih mudah menangkap
materi pelajarn matematika yang disampaikan tenaga pendidiknya

Anda mungkin juga menyukai