Anda di halaman 1dari 42

KONSEP DASAR EPILEPSI

A. Pengertian

1. Epilepsi atau yang lebih sering disebut ayan atau sawan adalah
gangguan sistem saraf pusat yang terjadi karena letusan
pelepasan muatan listrik sel saraf secara berulang, dengan gejala
penurunan kesadaran, gangguan motorik, sensorik dan mental,
dengan atau tanpa kejang-kejang (Ahmad Ramali, 2005 :114).

2. Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-


gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang
yang disebabkan muatan listrik yang abnormal sel-sel saraf otak,
yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif Mansjoer ,
2000 :
27).

3. Epilepsi adalah serangan kehilangan atau gangguan kesadaran


rekuren dan paroksimal, biasanya dengan spasme otot tonik-
klonik bergantian atau tingkah laku abnormal lainnya (Helson, 2000 :
339-
345).

4. Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP)


yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attact,
spell) yang bersifat spontan dan berkala (Harsono, 2007).

5. Epilepsi adalah gangguan kejang kronis dengan kejang berulang


yang terjadi dengan sendirinya, yang membutuhkan pengobatan
jangka panjang (Judit M Wilkinson, 2002 : 576).
B. Etiologi

1. Menurut Pincus Catzel halaman 216-226, penyebab epilepsi yaitu:

a. Pra Lahir-genetika

Kesalahan metabolisme herediter seperti penyakit penimbunan glikogen


dan fenilketonuria. Anomali otak kongenital seperti porensefali,
infeksi dalam rahim seperti rubella, penyakit cytomegalo virus,
meningo- ensefalolitis dan toksoplasmosis.

b. Perinatal

Trauma kelahiran, infeksi, hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan


hipokalsemia.

c. Paska Lahir

Termasuk meningitis, trauma, ensefalitis, ensefalopati (misalnya


keracunan timah hitam, gangguan elektrolit berat, neoplasma dan
kelainan degeneratif SSP.

2. Menurut Arif Mansjoer halaman 27, penyebab epilepsi yaitu :

a. Idiopatik

Sebagian epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik.

3
b. Faktor Herediter

Ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang disertai


bangkitan kejang seperti sklerosis tuberosa, neurofibromatosis,
fenilketonuria, hipoparatiroidisme, hipoglikemia.

c. Faktor Genetik

Pada kejang demam dan breath holding spell.

d. Kelainan Kongenital Otak

Atrofi, porensefali

e. Gangguan Metabolik

Penurunan konsentrasi glukosa darah (Hipoglikemia),


hipokalsemia, hiponatremia, hipernatremia

1) Glukosa digunakan dalam metabolisme dari otak.


Kekurangan glukosa sama merusak seperti
kekurangan oksigen.

2) Air dan elektrolit sepanjang membrane


sel bertanggungjawab bagi keadaan
terangsang (eksitabilitas) neuron dan karena setiap
gangguan elektrolit dapat mencetuskan konvulsi.

f. Infeksi

Radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan


selaputnya, toksoplamosis.

g. Trauma

Cedera kepala, kontusio cerebri, hematoma subaraknoid,


hematoma subdural.
h. Neoplasma dan selaputnya

Tumor otak yang jinak (benigna) lebih sering mengakibatkan


epilepsi dibaning tumor ganas. Hal ini didapatkan pada sekitar 25-40 %
penderita tumor otak.

i. Keracunan

Timbal (Pb), kamper (kapur barus), air.

3. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi ialah faktor yang mempermudah terjadinya serangan,


yaitu :

a. Faktor sensori

Cahaya, bunyi-bunyi yang mengejutkan, air panas.

b. Faktor sistenis

Demam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu (misal fenotiazin),


hipoglikemia dan kelelahan fisik.

c. Faktor mental

Stress, gangguan emosi.

d. Haid

Penelitian menduga bahwa perubahan keseimbangan hormon semasa


haid ikut berperan dalam mencetuskan serangan.

C. Patofisiologi

Menurut Harsono, sistem saraf merupakan communication network

5
(jaringan komunikasi). Otak berkomunikasi dengan organ-organ tubuh
yang lain melalui sel-sel saraf (neuron). Pada kondisi normal, impuls saraf dari
otak secara elektrik akan dibawa neurotransmitter seperti GABA
(gamma- aminobutiric acid dan glutamat) melalui sel-sel saraf (neuron) ke
organ-organ tubuh lain. Faktor-faktor penyebab epilepsi di atas,
mengganggu sistem ini sehingga menyebabkan ketidakseimbangan aliran
listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang merupakan salah satu ciri
epilepsi.

Gambar : Neurotransmiter
Aki Aktivitas kejang
PetitImdiaolpatik,
oto
n Ker
lemah
netis
herediter,
Ketidak
usakan
dan me m Mylonik
orRisi
trauma
seimbangan
sa d
i ko
arkelahiran,
Resiko
aliran Is
a
Grandmal
infeksi
ol
listrik asi sel sarPsikomot
perinatal,
Sosial
pada Gangguan aftidak
Gan
respira gtHDR
uoarni gis
lang
Pen Ktonus
yea ak d
ronikt k Hi ng keasadaran
rsih a jalan
n nafas efektif
meningitis o r
, batasan
dll ses ke
Hila lu a System
r g a saraf h S puksi otot
as tg tanp
ernafasa
Gang p e u tik a
awatan,
a keter p oP k Epilepsi
si aBeeMa
Ced r n perkembang t
i t Perubah idak sadar yangme mend adak jemen
tera
Ketidakmampua tusre hgrakheobron
kese
keluarga k ia l
aimen mengambil naid
etahuan penatptidaCaepmaraaesnJatu rubahan n keluarg e nak
ejang
alaksanaan k pefe
r ktif
odak
an
gyan
ug
atep
nat
Ko
ntr
aks
it

D.
Pathwa
y
Kepera
watan

7
E. Manifestasi Klinis

Menurut Commision of Classification and Terminology of The


International League Against Epilepsy (ILAE) tahun 1981, klasifikasi
epilepsi sebagai berikut :

1. Epilepsi Parsial (Fokal, Lokal)

a. Epilepsi Parsial Sederhana; sawan parsial dengan kesadaran tetap


normal.

1) Dengan Gejala Motorik

a) Fokal motorik tidak menjalar : epilepsi terbatas pada satu bagian


tubuh saja

b) Fokal motorik menjalar : epilepsi dimulai satu bagian tubuh dan


menjalar luas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson
(epilepsi lobus temporalis). Umumnya hampir terjadi pada
semua pasien dengan struktur otak, serangan umumnya
dimulai pada tangan, kaki, dan muka diakhiri dengan seizure
grandmal.

c) Versif : epilepsi disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh.

d) Postural : epilepsi disertai lengan dan tungkai kaku dalam sikap


tertentu.

e) Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti


atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu.
2) Dengan gejala somatosensoris atau sensasi spesial : epilepsi
disertai halusinasi sederhana yang mengenai
kelima pancaindera dan bangkitan yang disertai vertigo.

a) Somatosensori: timbul rasa kesemutan


atau seperti ditusuk-tusuk jarum

b) Visual : terlihat cahaya

c) Auditorius : terdengar sesuatu

d) Olfaktorius : terhidu sesuatu

e) Gustatorius : terkecap sesuatu

f) Disertai vertigo

3) Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom


(sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, piloereksi, dilatasi pupil)

4) Dengan gejala psikis

a) Disfasia : gangguan bicara misalnya


mengulang suatu kata atau bagian kalimat.

b) Demensia : gangguan proses ingatan misalnya


merasa seperti sudah mengalami, mendengar,
melihat, atau sebaliknya tidak pernah mengalami.

c) Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri


berubah.

d) Afektif : merasa sangat senang, susah, marah,


takut.

e) Ilusi

f) Halusinasi kompleks

9
b. Epilepsi Parsial kompleks / Psikomotor

1) Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran :


kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.

a) Dengan gejala parsial sederhana A1-A4;


gejala- gejala seperti pada golongan A1-A4
diikuti dengan menurunnya kesadaran.

b) Dengan automatisme : gerakan-gerakan


perilaku yang timbul dengan sendirinya,
misalnya menelan-nelan, berjalan, berbicara, dan
lain-lain.

2) Dengan penurunan kesadaran sejak serangan ; kesadaran


menurun sejak permulaan serangan.

a) Dengan penurunan kesadaran

b) Dengan automatisme

c. Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan


umum
(tonik-klonik, tonik, klonik)

1) Epilepsi Parsial sederhana yang berkembang menjadi


bangkitan umum

2) Epilepsi Parsial kompleks yang berkembang menjadi


bangkitan umum

3) Epilepsi Parsial sederhana yang berkembang menjadi


bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi
bangkitan umum.

2. Epilepsi Umum (Konvulsif / Non Konvulsif)


A. 1. Epilepsi Lena (Absence) atau Petit Mal

Kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, maka tampak


membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi
bila diajak bicara. Biasanya berlangsung selama ¼ - ½ menit dan
sering dijumpai pada anak.

2. Epilepsi Lena tak khas

a) Gangguan tonus yang lebih jelas

b) Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak jelas.

B. Epilepsi Mioklonik

Terjadi kontraksi mendadak, sebentar dapat kuat atau lemah


sebagian otot atau semua otot-otot. Sekali atau berulangg-ulang dan
dijumpai pada semua umur.

C. Epilepsi Klonik

Tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelenjot. Dijumpai


sekali pada anak.

D. Epilepsi Tonik

Tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku, juga terdapat
pada anak.

E. Epilepsi Tonik-klonik

Keadaan ini dimulai secara mendadak disertai kehilangan kesadaran.


Sering dijumpai pada umur diatas balita. Kejang berlangsung kira-
kira
15-30 detik. Biasanya diawali dengan aura (peringatan akan terjadi
serangan lebih lanjut).

Urutannya sebagai berikut :

11
1. Aura

Bentuk aura bermacam-macam, misalnya :

a) Merasa sakit perut atau tidak enak di perut.

b) Merasa ada sesuatu di perut, yang kemudian


naik ke dada dan kepala.

c) Nyeri kepala.

d) Telinga berdengung.

e) Membaui bau yang tidak sedap, atau bau


busuk.

2. Fase Tonik, yaitu kontraksi yang kaku dari semua otot.


Selama fase ini lidah atau pipi dapat tergigit. Kontraksi
otot mencegah pernapasan dan anak dapat menjadi biru /
tidak sadar. Mulut dapat berbusa karena
hembusan nafas.

3. Fase Kronis

Selama fase ini, gerakan menghentak dimulai yang dapat


menjadi keras. Cedera dapat disebabkan oleh gerakan yang kuat.
Disertai inkontinensia urin dan feses.

4. Koma

Otot mengalami relaksasi lengkap. Dapat berlangsung selama 10


menit sampai beberapa jam dan didikuti suatu periode bingung dan
anak menjadi gelisah.

3. Epilepsi Tak Tergolongkan


Termasuk golongan ini adalah bangkitan pada bayi berupa gerakan
bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, menggigil dan pernapasan
yang mendadak berhenti sementara.

Kelainan yang meniru Epilepsi menurut Pincus Catzel :

1. Serangan menahan nafas

Biaanya terjadi antara umur 6 dan 39 bulan. Biasanya dicetuskan oleh nyeri,
ketakutan dan frustasi. Bayi menangis sampai semua udara dipaksa keluar
dari dadanya dan cepat mengalami sianosis. Serangan berlanjut disertai atau
tanpa konvulsi.

2. Synkope (pucat pasi)

Seperti serangan menahan nafas, dapat dicetuskan oleh nyeri dan ketakutan.
Anak menjadi pucat, pingsan dan mungkin disertai konvulsi. Dapat
pula disertai henti jantung.

3. Anoksia Serebrum

Dapat disebabkan oleh seranagn pingsan karena penyakit


jantung kongenital.

4. Serangan Pingsan

Lazim pada pubertas dan selama adolensen, yang berhubungan erat adalah
pingsan hipotensi ortostatik.

5. Masturbasi

Masturbasi dapat mengambil bentuk aneh pada masa kanak-kanak. Ia sering


disertai goyangan berirama “flushing”, wajah dan pandangan berkonsentrasi
kuat. Saat mencapai puncak, anak menjadi lemah dan linglung.

6. Histeria

Histeria menimbulkan serangan aneh yang tidak boleh dikacaukan


dengan
13
epilepsi murni. Kadang-kadang seorang anak dapat mencontoh serangan
epilepsi pada saudaranya untuk mendapat perhatian dari ibunya.

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Elektroensefalogram (EEG)

a) Tujuan : dapat membuktikan fokal atau gangguan


disfungsi otak akibat lesi organic melalui pengukuran
aktivitas listrik dalam otak.

b) Pada epilepsy pola EEG dapat membantu untuk


menentukan jenis dan lokasi bangkitan. Didapatkan hasil
berupa gelombang epilepsy form discharge sharp wave spike
and wave.

c) Pemeriksaan EEG harus dilakukan secara berkala karena kira-


kira 8-12 % pasien epilepsi mempuntai rekaman EEG
yang normal.

2. Pemeriksaan Radiologis

a) Foto tengkorak : untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak,


destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal (yang
disebabkan oleh penyakit dan kelainan), juga tanda
peningkatan TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela
tursika, dan sebagainya.

b) Pneumoensefalografi dan ventrikulografi

Dilakukan atas indikasi tertentu untuk melihat gambaran system


ventrikel, sisterna, rongga subaraknoid serta gambaran otak.

c) Arteriografi

Untuk mengetahui pembuluh darah di otak; apakah ada


pernjakan (neoplasma, hematom abses), penyumbatan (thrombosis,
peregangan, hidrosefalus) atau anomali pembuluh darah.
d) Pemeriksaan Pencitraan Otak

MRI bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data


EEG. Yang berguna untuk membandingkan hipokampus kanan dan
kiri dan mendeteksi kelainan pertumbuhan otak, tumor yang berukuran
kecil.

e) Pemeriksaan laboratorium

Dilakukan atas indikasi untuk memastikan adanya kelainan sistemik


seperti hipoglikemi dan hiponatremia.

G. Komplikasi

Menurut Yuda Turana, 2006 :

1. Gangguan Memori

a) Fenomena “tip of tounge” yaitu penderita tahu kata yang ingin


diucapkan, tapi tidak terpikir olehnya.

b) Checking, yaitu harus kembali memerikaa hal-hal yang


dilakukan.

c) Sering lupa dimana meletakkan barang

Lesi pada otak adalah penyebab utama gangguan memori pada epilepsi,
karena lesi pada lobus temporal mempunyai hubungan dengan fungsi
belajar.

2. Gangguan Kognitif

Pada anak, gangguan berbahasa lebih sering terjadi pada anak. Kejang
berulang pada anak berhubungan dengan penurunan fungsi intelek.
Dapat juga disebabkan oleh obat antiepilepsi.

3. Penurunan Fungsi Memori Verbal


15
Disebabkan oleh operasi yaitu paska operasi epilepsi.

4. Keterbatasan Interaksi Sosial

Hal itu terjadi pada epilepsi lobus frontal, karena peranan korteks prefrontal
yang berperan dalam fungsi emosi, perilaku hubungan
interpersonal. Apabila terganggu dapat mengakibatkan keterbatasan interaksi
sosial.

5. Status Epileptikus

6. Kematian

H. Penatalaksanaan

1. Penataksanaan Medikamentosa Menurut Arif Mansjoer, 2000 :

Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya epilepsi tanpa mengganggu


kapasitas fisik dan intelek pasien.

Obat pilihan berdasarkan jenis epilepsi

No Bangkitan Jenis Obat


1. Fokal / Parsal
Sederhana CBZ, PB, PTH
Kompleks CBZ, PB, PTH, VAL
Tonik-klonik Umum CBZ, PB, PTH,
VAL
2. Umum
Tonik-klonik CBZ, PB, PTH, VAL
Mioklonik CLON, VAL
Absena / Petit mal CLON, VAL
CBZ : karbamazepin

CLON : klonazepan

VAL : asam valproat


PHT : fenitol

PB : fenobarbital

Nama Generik Efek samping atau berkaitan dengan dosis


Karbamazepin Pusing, mengantuk, keadaan tidak
mantep, mual, muntah, diplopia,
(tegretol)
lekopenia ringan.
Klonazepan Mengantuk, ataksi, hipotensi, depresi
respirasi
Fenitol Masalah penglihatan, hirsutisma,
hyperplasia gusi, distritmia
Fenobarbital Sedasi, peka rangsang, diplopia,
ataksia

Jenis Obat Dosis (mg/KgBB/Hr) Cara pemberian

Fenobarbital 1-5 1 x / hari

Fenitol 4-20 1-2 / hari

Karbamazepin 4-20 3 x / hari

Asam valproat 10-60 3 x / hari

Kloazepam 0,05-0,2 3 x / hari

Diazepam 0,05-0,015 IV

0,4-0,6 per rectal

2. Terapi Bedah Menurut Lumbantobing (1996)

Tujuan operasi adalah meningkatkan kualitas hidup, dan bukan hanya


menghilangkan kambuhnya serangan. Berbagai jenis operasi yang dapat
dilakukan, diantaranya angkat jaringan sakit di lobus frontal dan tempat lain.
Ada pula jenis operasi untuk menghilangkan atau mencegah
kambuhnya serangan misalnya memotong korpus kolosom.

17
3. Terapi Keperawatan Menurut Rosa Sachorin (1997)

Selama kejang, tujuan perawat adalah untuk mensegah cedera pada pasien.
Cakupan perawat bukan hanya mencegah atau meminimukan cedera
terhadap pasien, antara lain :

a. Selama Kejang

1) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien


dari penonton yang ingin tahu (pasien yang mempunyai
aura atau penanda ancaman kejang).

2) Tidak boleh menginggalkan pasien sendirian.

3) Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.

4) Melindungi kepala dengan bantalam untuk mencegah


cedera kepala (dari membentur permukaan keras).

5) Lepaskan pakaian yang ketat.

6) Singkirkan semua perabot yang dapat mencederai pasien


selama kejang.

7) Jika pasien di tempat tidur, singkirkan bantal


dan tinggikan pagar di tempat tidur.

8) Jika aura mendahului kejang, masukan spatel lidah yang


diberi bantalan diantara gigi, untuk mengurangi lidah
atau pipi tergigit.

9) Jangan berusaha untuk membuka rahang yangterkatup


pada keadan spasme untuk memasukkan sesuatu.
Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidaj dapat
terkadi karena tindakan ini.
10) Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama
kejang, karena kontraksi otot dan restrein
dapat menimbulkan cedera.

11) Jika mungkin, tempatkan pasien kiring pada salah


satu sisi dengan kepala fleksi ke depan, yang
memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan
pengeluaran saliva dam mukus. Jika disediakan
penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan
secret.

12) Pasang penghalang tempat tiduryang memakai


pelunak, bila harus berada terus di tempat tidur, atau
terjadi kejang sewaktu tidur. Bantal jangan dipakai
pelunak, karena bahaya bias terjadi tercekik.

13) Observasi secara akurat dan dicatat.

14) Masase

b. Setelah Kejang

1) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah


aspirasi, yakinkan bahwa jalan nafas paten.

2) Biasanya terjadi periode ekonfusi setelah


kejang grandmal.

3) Periode apneu pendek dapat terjadi selama atau


secara tiba-tiba setelah kejang.

4) Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan


terhadap lingkungan.

19
5) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang,
coba untuk menangani situasi dnegan pendekatan
yang

20
lembut dan member restrein yang lembut.

c. Konsultasi dan penyuluhan

Penyuluhan merupakan bagian yang penting dari keperawatan pasien


dengan kejang. Yang harus mendapat penyuluhan termasuk pasien serta
keluarga pasien yang merawat pada saat serangan. Melibatkan keluarga
pasien dan orang lain yang berkepentingan selama pasien masih dirawat
di rumah sakit dan dapat menerima anggota keluarga yang kejang.

Penyuluhan pasien dnegan kejang :

1) Pemakaian obat, efek samping, dosis, waktu,


laporkan efek samping kepada dokter.

2) Langkah-langkah menghindari cedera pada saat kejang.

3) Utamakan cukup istirahat dan diet.

4) Utamakan memakai obat walaupun sedang bebas kejang.

5) Memanfaatkan sumber-sumber di masyarakat.

6) Utamakan perawatan lanjutan.

7) Penting untuk mengungkapkan perasaan.

8) Kebutuhan untuk mencegah stress hebat.

9) Penting memakai tanda pengenal medis

10) Penting untuk tidak terlalu melindungi anak.


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN EPILEPSI

A. Dasar Data Pengkajian Pasien

Menurut Doengoes, 2000 :

1. Aktivitas/Istirahat

Gejala : keletihan, kelemahan umum. Keterbatasan


dalam beraktivitas/bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri /
orang terdekat/pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.

Tanda : perubahan tonus/kekuatan otot. Gerakan involunter otot


ataupun sekelompok otot.

2. Sirkulasi

Gejala : Iktal : hipertensi, peningkatan nadi, sianosis. Posiktal : tanda vital


normal atau deperesi dengan penurunan nadi dan pernapasan.

3. Integritas Ego

Gejala : stressor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan dan

21
atau penanganan. Peka rangsangan : perasaan tidak ada harapan /
tidak berdaya. Perubahan dalam berhubungan.

Tanda : pelebaran tentang respons emosional.

4. Eliminasi

Gejala : inkontinensia episodic.

Tanda : Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus


sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia ( baik
urine/fekal ).

5. Makanan/Cairan

Gejala : sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah yang


berhubungan dengan aktivitas kejang.

Tanda : kerusakan jaringan lunak/gigi ( cedera selama kejang ). Hiperplasi


gingival ( efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang ).

6. Neurosensori

Gejala : riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang pingsang, pusing.


Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebal. Adanya
aura ( rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik ).
Posiktal : kelemahan, nyeri otot, area parestese/paralisis.

Tanda : karakteristik kejang: Fase prodormal : adanya perubahan


pada reaksi emosi atau respons afektif yang tidak menentu
yang mengarah pada fae aura dalam beberapa kasus dan
berakhir beberapa menit sampai eberapla jam.

a) Kejang umum :

Tonik-tonik ( grand mal ): kekakuan dan postur menjejak, mengerang,


penurunan kesadaran, pupil dilatasi, inkontinensia urine/fekal,
pernapasan stridor ( ngorok ), saliva keluar secara berlebihan, dan
mungkin juga lidahnya tergigit.

Absen ( petit mal ) : periode gangguan kesadaran dan atau


melamun ( tak sadar lingkungan ) yang diawali pandangan mata
menerawang sekitar 5-30 detik saja, yang dapat terjadi 100 kali setiap
harinya, terjadinya kejang pada motorik minor mungkin
bersifat akinetik hilang gerakan ), mioklonik ( kontraksi otot
secara berulang ), atau atonik ( hilangnya tonus otot ).

b) Posiktal : amnesia terhadap peristiwa kejang, tidak bingung, dapat


melakukan kembali aktivitas.

c) Kejang parsial ( kompleks ) :

Lobus psikomotor/ temporal : pasien umumnya tetap sadar,


dengan reaksi seperti bermimpi, melamun, berjalan-jalan,
peka rangsang, halusinasi, bermusuhan atau takut. Dapat
menunjukangejala motorik involunter ( seperti merasakan bibir )
dan tingkah laku yang tampak bertujuan tetapi tidak sesuai
( involunter/ automatisme ) dan termasuk kerusakan penyesuaian, dan
pada pekerjaan, kegiatan bersifat antisosial.

d) Postikal : hilangnya memori terhadap peristiwa yang terjadi, kekacauan


mental ringan s ampai sedang.

e) Kejang parsial ( sederhana ) :

Jacksonian/ motorik fokal ; sering didahului oleh aura, sekitar 2-


15 menit. Tidak ada

Konvulsif dan terjadi gangguan sementara pada bagian tertentu


yang dikendalikan oleh bagian otak yang terkena ( seperti lobus frontal
(disfungsi motorik); parietal ( terasa baal, kesemutan ), lobus oksipital
( cahaya terang, sinar lampu ), lobus posterotemporal ( kesulitan dalam

23
berbicara ). Konvulsi ( kejang ) dapat mengenai seluruh tubuh
atau bagian tubuh yang mengalami gangguan yang terus
berkembang. Jika dilakukan restrein selama kejang, pasien mungkin
akan melawan dan memperlihatkan tingkah laku yang tidak kooperatif,

f) Status epileptikus :

Aktivitas kejang yang terjadi terus-menerus dengan spontan atau


berhubungan dengan gejala putus antikonvulsan tiba-tiba dan fenomena
metabolic lain. Catatan : jika hilangnya kejang mengikuti pola tertentu,
masalah dapat menghilang tidak terdeteksi selama periode
waktu tertentu, sehingga pasien tidak kehilangan kesadarannya.

7. Nyeri/Ketidaknyamanan

Gejala : sakit kepala, nyeri otot/punggung pada periode posiktal.


Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal ( mungkin terjadi
selama kejang fokal/parsial tanpa mengalami penurunan
kesadaran ).

Tanda : sikap/tingkah laku yang berhati-hati. Perubahan pada tonus otot.


Tingkah laku distraksi atau gelisah.

8. Pernapasan

Gejala : fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernapasan menurun/ cepat:


peningkatan sekresi mucus. Fase posiktal : apnea.

9. Keamanan

Gejala : riwayat terjatuh/ trauma, frakutr. Adanya alergi.

Tanda : trauma pada jaringan lunak/ekimosis. Penurunan


kekuatan/tonus otot secara menyeluruh.

10. Interaksi Sosial

Gejala : masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau


lingkungan sosialnya. Pembatasan/ penghindaran terhadap kontak social.

11. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : adanya riwayat epilepsy pada keluarga. Penggunaan/


ketergantungan obat ( termasuk alcohol ).

Pertimbangan : DRG menunjukan rerata lama dirawat : 3,5 hari.

Rencana pemulangan : mungkin memerlukan perubahan


dalam pengobatan, bantuan pada beberapa pekerjaan
rumah / mempertahankan tugas-tugas yang tetap menjaga
keamanan dan transportsi.

Menurut Wong, Donna L.2004, pengkajian pada pasien epilepsi adalah :

1. Dapatkan riwayat kesehatan terutama yang berkaitan dengan kejadian


prenatal, perinatal, dan neonatal; adanya contoh infeksi, apnea, kolik,
atau menyusu yang buruk; informasi mengenai kecelakaan
atau penyakit serius sebelumnya.

2. Observasi kejang

a. Jelaskan hal-hal berikut :

1. Hanya hal-hal yang harus diobservasi dengan benar

2. Urutan kejadian (sebelum, selama, dan


setelah kejang0

3. Durasi kejang

4. Tonik-tonik : dari tanda-tanda pertama kejdian kejang


sampai sentakan-sentakannya berhenti

5. Tanpa kejang dari kehilangan kesadaran sampai

25
pasien sadar kembali.

6. Parsial kompleks : dari aura sampai berhenti


secara otomatis atau menunjukkan responsivitas
pada lingkungan.

b. Awitan

1. Waktu awitan

2. Kejadian pra-kejang yang signifikan (sinar terang,


bising, kegirangan, emosi berlebihan).

3. Perilaku

1) Perubahan pada ekspresi wajah, seperti pada


rasa takut

2) Menangis atau bunyi lain

3) Gerakan sterotip atau otomatis

4) Aktivitas acak (mengeluyur)

4. Posis kepala, tubuh, ekstremitas :

1) Postur unilateral atau bilateral dari salah satu


atau lebih ekstremitas

2) Deviasi tubuh ke samping

c. Gerakan

1. Perubahan posisi (bila ada)

2. Sisi permulaan (tangan, ibu jari, mulut, seluruh tubuh)

3. Fase tonik (bila ada dapat lama, melibatkan beberapa


bagian tubuh)
4. Fase klonik (kedutan atau gerakan
menyentak, melibatkan beberapa bagian tubh, urutan
bagian yang terkena, umum, perubahan dalam
karakteristik gerakan.

5. Kurang gerakan atau tonus otot pada bagian-


bagian tubuh seluruh tubuh.

d. Wajah

1. Perubahan warna (pucat, sianosis, wajah kemerahan)

2. Keringat

3. Mulut (posisi, menyimpang ke salah satu sisi, gigi


mengatup, lidah tergigit, mulut berbusa, flek darah
atau perdarahan).

4. Kurang dalam ekspresi

e. Mata

1. Posisi (lurus, menyimpang ke atas, menyimpang


keluar, konjugasi atau divergen)

2. Pipil (bila mampu untuk mengkaji).


Terjadi perubahan pada ukuran, kesamaan reaksi
terhadap sinar dan akomodasi.

f. Observasi paska-kejang

1. Masa paska-kejang

2. Metode terminasi

3. Status kesadaran (tidak responsive,


mengantuk, konfusi,)

27
4. Orientasi terhadap waktu dan orang

5. Tidur tetapi mampu untuk bangun

6. Kemampuan motorik

a) Adanya perubahan pada kekuatan motorik

b) Kemampuan untuk menggerakkan


semua ekstermitas

c) Adanya paresis atau kelemahan

d) Kemampuan untuk bersiul (bias sesuai


dengan usia)

7. Bicara (berubah, aneh, jenis dan luasnya kesulitan)

8. Sensasi

a) Keluhan tidak nyaman atau nyeri

b) Adanya kerusakan sensori dari


pendengaran, penglihatan

c) Pengumpulan kembali sensasi pra-kejang,


peringatan serangan

d) Kesadaran bahwa serangan sudah mulai terjadi

B. Diagnosa keperawatan

1. Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi


trakheobronkhial

3. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia


4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan aktivitas kejang

5. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan

6. Risiko isolasi berhubungan dengan perubahan status kesehatan

7. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan anak


yang menderita penyakit kronis

8. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian

9. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan ketebatasan


paparan

10. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan


konflik pengambilan keputusan.

C. Intervensi

Dx 1 : Risiko cedera berhubungan dengan tipe kejang.


NOC : Pengendalian Resiko
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pencegahan jatuh selama
3x24 jam diharapkan pasien tidak mengalami cedera dan tetap
tenang dengan seringnya pengendalian resiko skala 3.
Kriteria hasil :
a. Pantau faktor resiko perilaku dan lingkungan
b. Mempersiapkan lingkungan yang aman (misalnya, penggunaan tikar
karet).
c. Menghindari cedera fisik.
d. Mengidentifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap
cedera.
e. Orang tua akan mengenali resiko dan memantau kekerasan.
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang

29
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Mencegah Jatuh
1. Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan, misalnya
perubahan status mental, usia, pengobatan dan deficit
motorik / sensorik.
2. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh.
3. Singkirkan benda-benda yang dapat menimbulkan bahaya.
4. Arahkan anak ke area aman, khususnya jauh dari jendela, tangga, alat
pemanan, atau sumber air.
5. Jangan menbuat anak teragitasi; bicara dengan suara lembut dan sikap
tenang.
6. Lindungi anak setelah kejang.

Dx 2 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi


trakheobronkhial
NOC : Kontrol Aspirasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Mencegah Jatuh selama 3x24
jam diharapkan jalan nafas pasien kembali efektif dengan seringnya
memonitor aspirasi skala 2.
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasi faktor risiko.
b. Menghindari faktor risiko.
c. Menyediakan makanan sesuai kemampuan menelan pasien.
d. Mengupayakan konsitusi cairan dan makanan.
Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC : Mencegah Jatuh
1. Pengelolaan jalan nafas.
2. Ajarkan batuk secara efektif.
3. Posisikan 90 derajat sesuai kemampuan.
4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
5. Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan untuk membersihkan
sekresi.

Dx 3 : Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia


NOC : Orientasi Kognitif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pelatihan Memori selama
3x24 jam diharapkan pasien tidak menunjukkan kerusakan
memori dengan status orientasi kognitif skala 4.
Kriteria hasil :
a. Mengidentifikasikan orang terdekat, tempat sekarang, dan
musim, tahun, hari yang benar.
b. Menggunakan teknik untuk membantu memperbaiki memori.
c. Secara akurat mengingat secara tepat, informasi saat ini dan lama.
d. Mengungkapkan kemampuan yang lebih baik untuk mengingat.
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Pelatihan Memori
1. Kaji depresi, ansietas, dan peningkatan stress yang
mungkin memberikan konstribusi pada kehilangan memori.
2. Kaji fungsi neurologis untuk menentukan masalah pasien,
apakah kehilangan memori atau demensia.
3. Beri label pada barang-barang.

31
4. Bantu pasien untuk rileks untuk meningkatkan konsentrasi.
5. Berikan kesempatan pasien untuk konsentrasi seperti suatu
permainan pasangan kartu yang sesuai.
6. Berikan gambar pengingat memori; bila diperlukan.

Dx 4 : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan aktivitas kejang.

NOC : Citra Tubuh

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencapaian Citra Tubuh


selama 3x24 jam diharapkan persepsi pasien terhadap dirinya
positif dengan status citra tubuh skala 3

Kriteria hasil :

a. Kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.

b. Kesesuain antara realitas tubuh, ideal tubuh dan wujud tubuh.

c. Mengidentifikasi kekuatan personal.

d. Memelihara hubungan social yang dekat dan hubungan personal.

Skala : 1. Tidak pernah


2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten

NIC : Pencapaian Citra Tubuh

1. Tentukan bagaimana respon anak terhadap tubuhnya sesuai


dengan tahap perkembangan.

2. Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin, dan usia dari orang
penting bagi pasien yang menyangkut citra tubuh.
3. Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan
perasaan dan untuk berduka.

4. Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk mengungkapkan


perhatian tentang hubungan personal yang dekat.

Dx 5 : Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan perkembangan.

NOC : Perkembangan Anak :2,3,4,5 tahun: Masa Kanak-kanank Pertengahan


(%-11 tahun), dan Remaja (12-17 tahun).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan Harga Diri


selama 3x24 jam diharapkan harga diri pasien positif (pasien
dapat meningkatkan harga dirinya) dengan status
perkembangan menunjukkan skala 3.

Kriteria hasil :

a. 2 th : Mengindikasikan keinginan secara verbal, berinteraksi


dengan orang dewasa dalam permainan sederhana.

b. 3 th : mampu mengatakan nama pertamanya; memainkan interaksi


dengan anak seusianya.

c. 4 th : Mampu menjelaskan aturan-aturan permainan interaktid bersama


teman seusianya.

d. Mempertahankan hubungan pribadi yang dekat.

Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

33
NIC : Peningkatan Harga Diri

1. Pantau pernyataan pasien tentang penghargaan diri.

2. Bantu pasien meningkatkan penilaian dirinya terhadap penghargaan


diri.

3. Hindari tindakan yang dapat melemahkan pasien.

4. Beri penghargaan / pujian terhadap perkembangan pasien


dalam pencapaian tujuan.

5. Ajarkan orang tua akan pentingnya ketertarikan dan dukungannya


terhadap perkembangan konsep diri yang positif pada anak.

Dx 6 : Resiko isolasi sosial berhubungan dengan gangguan psikologis.


NOC : Keterlibatan Sosial
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan
Sosialisasi selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat berinteraksi
dengan lingkungan dan dapat diterima di lingkungan dengan
status keterlibatan sosial menunjukkan skala 3.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan adanya interaksi dengan teman, tetangga,
aggota keluarga.
b. Berpartisipasi dalam aktifitas pengalihan
c. Mulai berhubungan dengan orang lain.
d. Mengembangkan hubungan satu sama lain.
e. Melaporkan adanya peningkatan dukungan sosial.
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Peningkatan Sosialisasi
1. Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada
perasaan isolasi sosial.
2. Kurang stigma isolasi dengan menghormasti martabat pasien.
3. Dukung hubungan dnegan orang lain yang mempunyai
ketertarikan dan tujuan sama
4. Dukung usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga dan teman-
teman untuk berinteraksi.
5. Berikan uji pembatasan interpersonal.
6. Dukung pasien untuk mengubah lingkungan, seperti jalan-
jalan dan menonton film
Dx 7 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang
menderita penyakit kronik.
NOC : Parenting
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan
Integritas Keluarga selama 3x24 jam diharapkan keluarga berfungsi
secara efektif dengan seringnya melakukan peran sebagai orang tua
yang ditunjukkan dengan skala 4.
Kriteria hasil :
a. Memberikan kebutuhan psikologi untuk anak.
b. Memberikan perlindungan dan perawatan kesehatan secara teratyr dan
aseptik.
c. Stimulasi perkembangan kognitif.
d. Stimulasi perkembangan emosi.
e. Stimulasi perkembangan spiritual.
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Peningkatan Integritas keluarga

35
1. Kaji interaksi antara pasien dan keluarga.
2. Tentukan jenis hubungan keluarga.
3. Tentukan gangguan dalam jenis proses keluarga.
4. Ajari ketrampila merawat pasien yang diperlukan oleh keluarga.
5. Ajari keluarga perlunya kerjasama dengan sisten sekolah untuk
menjamin akses kesempatan pendidikan yang sesuai untuk penyakit
kronik.
6. Bantu keluarga berfokus pada anaknya dibanding dengan penyakitnya.

Dx 8 : Cemas berhubungan dengan ancaman kematian / perubahan satus


kesehatan.
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengurangan
Ansietas selama 3x24 jam diharapkan kecemasan hilang atau berkurang
dengan seringnya mengontrol cemas dengan skala 4.
Kriteria hasil :
a. Merencanakan strategi koping untuk situasi yang membuat stress.
b. Melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
c. Manifestasi perilaku kecemasan tidak ada.
d. Menunjukkan kemampuan untuk berokus pada pengetahuan dan
ketrampilan yang baru.
e. Tidak menunjukkan perilaku agresif
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Pengurangan Ansietas
1. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen
dan prognosis.
2. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
3. Berikan dorongan kepada orang tua untu menemani
anak, sesuaidengan kebutuhan.
4. Sediakan pengalihan melalui televise, radio, permainan,
untuk mengurangi ansietas.

Dx 9 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menjelaskan Proses
Penyakit selama 3x24 jam diharapkan defisit pengetahuan dapat
teratasi dengan status pengetahuan mengenai proses penyakit
menunjukkan skala 4.
NOC : Knowledge: Proses Penyakit
a. Menguraikan proses penyakit
b. Menguraikan faktor risiko
c. Menguraikan komplikasi
d. Menguraikan tanda dan gejala penyakit.
e. Menguraikan faktor penyebab untuk mencegah
komplikasi.
Skala: 1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
NIC : Menjelaskan proses penyakit
1. Identifikasi etiologi yang memungkinkan.
2. Uraikan proses penyakit.
3. Uraikan tanda dan gejala penyakit.
4. Diskusikan terapi atau pilihan pengobatan.
5. Jelaskan patofisiologi penyakit.
6. Jelaskan komplikasi kronis yang mungkin terjadi.

Dx 10 : Resiko isolasi social berhubungan dengan gangguan psikologis.

37
NOC : Keterlibatan Sosial
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Peningkatan
Sosialisasi selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat berinteraksi
dengan lingkungan dan dapat diterima di lingkungan dengan
status keterlibatan sosial menunjukkan skala 3.
Kriteria Hasil :
a. Melaporkan adanya interaksi dengan teman, tetangga,
aggota keluarga.
b. Berpartisipasi dalam aktifitas pengalihan
c. Mulai berhubungan dengan orang lain.
d. Mengembangkan hubungan satu sama lain.
e. Melaporkan adanya peningkatan dukungan sosial.
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Peningkatan Sosialisasi
1. Identifikasi dengan pasien faktor-faktor yang berpengaruh pada
perasaan isolasi sosial.
2. Kurang stigma isolasi dengan menghormasti martabat pasien.
3. Dukung hubungan dnegan orang lain yang mempunyai
ketertarikan dan tujuan sama
4. Dukung usaha-usaha yang dilakukan pasien, keluarga dan teman-
teman untuk berinteraksi.
5. Berikan uji pembatasan interpersonal.
6. Dukung pasien untuk mengubah lingkungan, seperti jalan-jalan
dan menonton film.

Dx 11 : Manajemen regimen terapeutik keluarga tidak efektif


berhubungan dengan konflik pengambilan keputusan.
NOC : Partisipasi keluarga di perawatan professional
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Keterlibatan Keluarga selama
3x24 jam diharapkan manajemen terapeutik keluarga efektif dengan
seringnya partisipasi keluarga dengan menunjukkan skala 3.
Kriteria hasil :
a. Partisipasi keluarga dalam rencana perawatan.
b. Ikut serta dalam penyediaan pelayanan perawatan pasien.
c. Memberikan informasi yang relevan.
d. Kolaborasi dengan ahlo kesehatan.
e. Mengambil keputusan apabila pasien dalam kondisi gawat.
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Keterlibatan Keluarga
1. Kaji status koping dan proses keluarga saat ini.
2. Kaji tingkat pemahaman anggota keluarga pada penyakit,
komplikasi, dan penanganan yang disarankan.
3. Identifikasi pengaruh kebiasaan keluarga dan kepercayaan kesehatan.
4. Iidentifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam
perawatan pasien
5. Pantau struktur dan peranan keluarga.
6. Berikan ketrampilan yang dibutuhkan untuk terapi pasien
kepada pemberi perawatan
7. Dukung anggota keluarga untuk menjaga / memelihara
hubungan keluarga dengan cara yang tepat.

39
DAFTAR PUSTAKA

Catzel, Pincus.1994.Kapita Selekta Pediatri (216-226). Edisi II, Editor :


Andrianto, Petrus.Jakarta:EGC.

Doenges, Marlynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta:EGC.

Harsono.2007.Epilepsi.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.

Lumbantobing, S.M.1996.Epilepsi (Ayan).Jakarta:balai Penerbit FKUI.

Manjoer, Arif.2003.Kapita Selekta Kedokteran.Edisi 3Jilid 2.Jakarta:Media


Aesculapius FKUI.

Nelson.Ilmu Kesehatan Anak (339-345).Edisi 3.Jakarta:EGC.

Ngastiyah.2005.Perawatan Anak Sakit(175-184).Edisi II.Jakarta:EGC.


Sachorin, Rosa M.1996.Prinsip Keperawatan Pediatrik(290-293).Edisi II Alih
bahasa : R.F Maulang, Editor : Ni Luh Yasmin Asih.Jakarta:EGC.

Wilkinson, Judit M.2002.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Alih


Bahasa:Widyawati,dkk, Editor : Eny Meiliya,dkk.Jakarta:EGC.

Wong, Donna L.2004.Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Edisi


4.Jakarta:EGC.

http--www_epilepsy_org_my-bm-images-head_gif_files\what_is.htm (diakses
tanggal 14 Juni 2008)

41

Anda mungkin juga menyukai