Anda di halaman 1dari 6

RPS 13

KONSEP DASAR BUDAYA SERTA KEBERADAAN BUDAYA DALAM ORGANISASI


A. Pengertiaan budaya organisasi
Sudah lama para ahli manajemen berusaha mendifinisikan budaya organisasi, di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. sebagai nilai-nilai, prinsip-prinsip, tradisi, dan cara- cara bekerja yang dianut
bersama oleh para anggota organisasi dan mempengaruhi cara mereka bertindak
serta
2. berperilaku isasi (Robbins dan Coulter, 2015) 2) Cara berpikir dan melakukan
sesuatu yang mentradisi yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi,
dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerimanya
sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari organisasi (Eliott laeques
dalam Duncan, 1989).
3. Himpunan dari kepercayaan, harapan dan nilai yang dianut bersama oleh
anggota organisasi dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya
(Wheelen dan Hunger 1988 dalam NIMRAN, 1999).
4. Seperangkat asumsi, keyakinan dan nilai-nilai yang membantu anggota
organisasi untuk mengetahui tindakan tindakan yang dapat diterima dan
tindakan-tindakan yang tidak dapat diterima(Davis dan Newstroom, 2002).
Jadi dapat dikatakan bahwa Budaya organisasi/perusahaan suatu sistem dari
nilai bersama, yang akan dipakai sebagai pedoman dalam bertindak oleh para anggota
organisasi. Tidak semua budaya organisasi sama kuatnya dalam mempengaruhi perilaku
anggota.
Ada budaya organisasinya yang kuat, dan tidak sedikit juga terdapat organisasi
yang budayanya lemah. Budaya yang kuat yaitu nilai-nilai dasarnya tertanam secara
kokoh dan diterima secara luas oleh para anggota. Budaya yang lemah biasanya karena
nilai-nilai hanya dianut oleh segelintir orang saja, biasanya di kalangan pimpinan puncak
saja., sementara sebagian besar yang lainnya tidak begitu peduli terhadap nilai nilai
tersebut.
B. Dimensi budaya organisasi
Riset mengemukakan bahwa ada tujuh dimensi yang secara keseluruhan
menangkap hakikat budaya organisasi (Robbins dan Coulter, 2016). Dimensi-dimensi
digambarkan sebagai berikut.
1. Inovasi dan pengambilan risiko.
Kadar seberapa jauh karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil risiko
2. Perhatian ke hal yang rinci/detil.
Kadar seberapa jauh karyawan diharapkan mampu menunjukkan ketepatan, analisis,
dan perhatian yang rinci detail.
3. Orientasi hasil. Kadar seberapa jauh manajer berfokus pada hasil atau keluaran
bukannya pada cara mencapai hasil itu.
4. Orientasi orang.
Kadar seberapa jauh keputusan manajemen turut mempengaruhi orang-orang yang
ada dalam organisasi.
5. Orientasi tim.
Kadar seberapa jauh pekerjaan disusun berdasar tim bukannya perorangan.
6. Keagresifan.
Kadar seberapa jauh karyawan agresif dan bersaing bukannya dari pada
bekerjasama.
7. Kemanlapan/Stabilitas.
Kadar seberapa jauh keputusan dan tindakan organisasi menekankan usaha untuk
mempertahankan status quo.

C. Wujud Budaya Organisasi


Schein yang dikutip oleh Octa Melia Jalal dalam satu artikelnya "Budaya
organisasi sebagai konsep strategi perubahan dalam majalah "Manajemen" edisi Juli
2000, menyatakan, bagi peneliti, budaya organisasi dapat dianalisis dalam berbagai
wujud atau tingkatan (level) sebagai berikut.
Pada level teratas, budaya organisasi akan berwujud sebagai fenomena yang
dapat dilihat, didengar, dan dirasakan ketika seseorang berinteraksi dalam suatu
organisasi. Ditingkat ini budaya organisasi relatif lebih mudah diidentifikasi dan
didefinisikan.
Lewis (1992) yang dikutip oleh Octa Melia Jalal (2000) mengelompokkan budaya
organisasi ini menjadi empat.
1. Simbol-simbol, terdiri dari logo, slogan, upacara-upacara, cerita-cerita yang sering
disampaikan orang dalamorganisasi tersebut.
2. Proses, merupakan metode organisasi untuk melaksanakan tugasnya, seperti jalur
pertanggung jawaban, desain pekerjaan, strategi manajemen dalam mengambil
keputusan, jalur komunikasi resmi, dan peraturan peraturan tentang pertemuan.
3. Format, merupakan benda-benda yang bisa langsung observasi, seperti desain
bangunan, tata letak ruang, furnitur, dokumen-dokumen resmi, pidato-pidato.
4. Perilaku, merupakan manifestasi simbol-simbol, prosesdan format yang ada di
organisasi.
Tingkatan berikutnya budaya organisasi terdiri dari kepercayaan, dan nilai-nilai.
Tingkatan yang paling dalam, budaya organisasi berwujud asumsi-asumsi dasar
anggota organisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan dalam
organisasi. Asumsi dasar ini biasanya mendasari kepercayaan dan nilai-nilai anggota
organisasi.
D. Tipologi budaya organisasi
1. Budaya dominan, mengungkap nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh suatu
mayoritas anggota organisasi tersebut.
2. Sub budaya, budaya-budaya mini dari suatu organisasi, yang lazimnya ditentukan
oleh rambu departemen dan geografis.
3. Nilai inti, nilai primer/dominan yang diterima di seluruh organisasi tersebut.
4. Budaya kuat, budaya di mana nilai-nilai dipegang secara intensif dan dianut bersama
secara meluas.
5. Budaya nasional mempunyai dampak yang lebih besar pada karyawan daripada
budaya organisasi.
Robert Kreimer da Angelo Kinicki (2003) mengatakan bahwa terdapat tiga tipe
umum budaya organisasi yaitu sebagai berikut.
1. Budaya konstrukfif yaitu budaya di mana para karyawan didorong untuk berinteraksi
dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan
membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya dan untuk tumbuh
berkembang.
Tipe budaya ini mendukung keyakinan normatif (suatukeyakinan dan pemikiran
tentang tingkah laku yangdiharapkan dan cara bertingkah laku) yang berhubungan
dengan pencapaian tujuan aktualisasi diri, penghargaan yang manusiawi, dan
persatuan.
2. Budaya pasif-defensif adalah budaya yang memungkinkan karyawan berinteraksi
dengan karyawan lain dengan cara yang fidak mengancam keamanan kerjanya
sendiri. Tipe ini mendorong keyakinan normatif yang berhubungan dengan
persetujuan, konvensional, ketergantungan, dan penghindaran.
3. Budaya agresif-defensif adalah budaya yang mendorong karyawannya untuk
mengerjakan tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan dan status
mereka.
Tipe budaya ini lebih bercirikan keyakinan normatif yang mencerminkan oposisi,
kekuasaan, kompetisi, dan perfeksionis.

E. Fungsi budaya orgnisasi


Robbins dan Jugde(2015) mengatakan bahwa fungsi budaya organisasi itu adalah
sebagai berikut.
1. Berperan sebagai tapal batas, yang secara jelas membedakan suatu organisasi
dengan organisasi yang lain.
2. Sebagai identitas bagi anggota.
3. Mempermudah timbulnya komitmen yang lebih luas.
4. Memantapkan sistem sosial yang membantu mempersatukan organisasi.
5. Sebagai pemandu dalam membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Wheelen & Hunger (dalam Nimran, 1997) mengemukakan fungsi budaya sebagai
berikut:
1. Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi pekerja.
2. Dapat dipakai untuk mengembangkan kekuatan pribadi dengan perusahaan.
3. Membantu stabilitas perusahaan sebagai sistem sosial.
4. Menjadi pedoman perilaku, sebagai hasil dari norma norma perilaku yang sudah
terbentuk.
L. Smircich (1983) yang dikutip oleh Robert Kreiner dan Angelo Kinicki (2003)
mengatakan bahwa budaya organisasi itu memiliki empat fungsi sebagai berikut.
1. Memberikan identitas organisasi kepada karyawan.
2. Memudahkan komitmen kolektif.
3. Mempromosikan stabilitas sistem sosial.
4. Membentuk perilaku dengan membantu merasakan keberadaannya.

F. Menciptakan dan mempertahankan budaya


Robbins dan Coulter(2016) mengatakan bahwa budaya organisasi itu tidak
muncul dari ruang yang hampa atau dari langit. Sumber perdana dari budaya suatu
organisasi biasanya dari visi sang pendiriJadi ada suatu kekuatan yang mempengaruhi
terciptanya suatu budaya organisasi.
Contoh: budaya organisasi di Microsoft adalah mengacu kepada sosok Bill Gates sang
pendiri yang sangat agresif, kompetitif, disiplin, nilai-nilai itu kemudian disepakati untuk
dipedomani oleh anggota organisasi.
Menjaga budaya agar tetap hidup.
Robbins (2002) mencatat bahwa ada tiga kekuatan yangberperan dalam
mempertahankan suatu budaya, sebagai berikut.
1. Praktik seleksi, dalam keputusan final, seperti siapa kandidat yang akan dipekerjakan
sangat dipengaruhi oleh penilai, pengambil keputusan tentang seberapa baiknya
kandidat akan cocok dengan organisasi akan sangat berpengaruh terhadap upaya
pelestarian budaya organisasi.
2. Manajemen puncak, melalui keteladannya dalam berperilaku dalam menegakkan
norma-norma yang ada akan menentukan tetap tegaknya budaya yang telah
desepakati.
3. Sosialisasi, yaitu proses yang mengadaptasikan para karyawan pada budaya
organisasi itu. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan sejak tahap pra kedatangan, suatu
kurun waktu pembelajaran yang dilakukan sebelum seseorang karyawan baru
bergabung secara resmi dengan organisasi. Sosialisasi kemudian dilakukan pada
tahap perjumpaan, tahap dalam mana pegawai baru menyaksikan seperti apa
sebenamya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan bahwa harapan dan
kenyataan dapat berbeda. Tahap sosialiasi selanjutnya adalah apa yang disebut
dengan tahap metamorfosis, suatu tahap dalam proses sosialisasi di mana para
pegawai baru menyesuaikan diri pada nilai dan norma kelompok kerjanya.
Model Sosialisasi (Proses Sosialisasi)

Bagaimana Budaya Terbentuk?

G. Cara-cara karyawan mempelajari budaya organisasi


Robbins dan Coulter (2016) mengatakan bahwa budaya organisasi itu dapat
ditrasformasikan kepada para pegawai dengan berbagai macam cara, yang mana yang
paling banyak digunakan adalah cara-cara sebagai berikut.
1. Cerita. Pendongeng organisasi dalam hal ini kalanganeksekutif senior menjelaskan
warisan perusahaandan menampilkan cerita sebagai wujud penghargaan terhadap
orang yangtelah melakukan sesuatu. Contoh: bagaimana suksesnya Henry Ford II
memajukan perusahaannya dan oleh para elit perusahaan nya diceritakan kepada
karyawan.
2. Ritual, setiap organisasi biasanya memiliki corak ritual sendiri-sendiri, dan terkadang
sudah mengakar serta menjadi bagian hidup suatu organisasi. Kegiatan mana
mengekspresikan serta meneguhkan nilai-nilai utama organisasi.
3. Simbol/Lambang materi/kebendaan, seperti pakaian seragam, tata letak kantor, tipe
mobil yang diberikan, dan lain-lain atribut fisik yang dapat diamati merupakan unsur
penting budaya organisasi.
4. Bahasa. Banyak organisasi dan unit di dalam organisasi memakai bahasa sebagai
cara untuk mengidentifikasi budaya.
Dari waktu ke waktu, sering organisasi mengembangkan istilah-istilah khas untuk
menggam barkan peralatan, orang-orang penting, para pemasok, pelanggan atau
produk-produk yang berkaitan dengan bisnis, yang bisa sebagai alat pemersatu anggota
organisasi. Bahasa berperan sebagain sebuah identitas bersama yang mengikatdan
menyatukan para anggota organisasi.
Bahasa oleh Nimran(1999) dikatakan sebagai suatu media terpenting dalam
transformasi nilai-nilai, dan dalam setiap organisasi di bidang-bidang tertentu memiliki
bahasa khas atau jargon-jargon tertentu yang kadang hanya dipahami oleh kalangan
terbatas.
H. Isu- Isu Budaya Organisasi Terkini(Robbins dan Coulter,2016)
1. Menciptakan budaya inovatif
2. Menciptakan budaya yang responsif tehadap pelanggan
3. Spiritualitas dan budaya organisasi. Memanfaatkan sepiritualitas di tempat kerja

I. Aplikasi Manajerial
Budaya organisasi adalah isu yang sangat banyak mendapat perhatian dari
berbagai kalangan, utamanya para praktisi ataupun pengelola organisasi. Berdasarkan
pengalaman yang telah dialami oleh berbagai organisasi bisnis, ada bukti yang cukup
signifikan bahwa budaya organisasi berkontribusi terhadap efektivitas total organisasi.
Budaya organisasi akanberdampak pada perilaku anggota organisasi, dari level yang
paling tinggi sampai level terendah. Dampak tersebut terutama pada kinerja dan
kepuasan kerja. Paling tidak ada tujuh faktor obyektif seperti: inovasi dan pengambilan
risiko, perhatian ke hal-hal yang rinci/detil, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim,
agresifitas, dan stabilitas/kemantapan yang dipersepsikan sebagai budaya organisasi
yang dengan segala kekuatannya akan mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja
tersebut.
Maka yang terpenting bagi para pengelola organisasiadalah bagaimana
menciptakan serta memelihara suatu budaya organisasi yang kuat dan jelas, karena
akan dapat memandu atau mengarahkan usaha-usaha produktif anggota organisasi dan
akhimya mampu menghantarkan organisasi secara keseluruhan dalam mencapai tujuan-
tujuannya.

Anda mungkin juga menyukai