Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH DISCOVERY LEARNING 1

TUGAS 1 : UUD DAN PERMENKES


(Kesehatan Jiwa, Keperawatan Jiwa, Pasung, Hak-hak Orang Dengan Gangguan Jiwa)
KELOMPOK 4
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa 2
Dosen Pengampu: Ns. Fajriyah Nur Afriyanti, M.Kep.,SP.Kep.J

Disusun Oleh :

Luthfiana Febriyanti 11181040000016


Eneng Erna purnama 11181040000019
Meli lestari 11181040000021
Aprilia nur aini 11181040000026
Idah faridah 11181040000027
Cici nuranisa 11181040000028
Arifani Adilah 11181040000044

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
MARET/2021
PEMBAHASAN
1. KESEHATAN JIWA
 UU RI Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
BAB I (Ketentuan Umum) :
- Pasal 1 ayat (1) dan (4). Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
(1) Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
(4) Upaya Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat
kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat
dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
- Pasal 2
Upaya Kesehatan Jiwa berasaskan :
a. keadilan
b. perikemanusiaan
c. manfaat
d. transparansi
e. akuntabilitas
f. komprehensif
g. perlindungan, dan
h. nondiskriminasi
- Pasal 3
Upaya Kesehatan Jiwa bertujuan:
a. menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik,
menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan,
dan gangguan lain yang dapat mengganggu Kesehatan Jiwa;
b. menjamin setiap orang dapat mengembangkan berbagai potensi
kecerdasan;
c. memberikan pelindungan dan menjamin pelayanan Kesehatan Jiwa bagi
ODMK dan ODGJ berdasarkan hak asasi manusia;
d. memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan
berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif bagi ODMK dan ODGJ;
e. menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam Upaya
Kesehatan Jiwa;
f. meningkatkan mutu Upaya Kesehatan Jiwa sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
g. memberikan kesempatan kepada ODMK dan ODGJ untuk dapat
memperoleh haknya sebagai Warga Negara Indonesia.
BAB II (Upaya Kesehatan Jiwa) Bagian Kesatu (Umum)
- Pasal 4
(1) Upaya Kesehatan Jiwa dilakukan melalui kegiatan:
a. promotif,
b. preventif,
c. kuratif, dan
d. rehabilitatif.
(2) Upaya Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
- Pasal 5
(1) Upaya Kesehatan Jiwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilaksanakan
secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan sepanjang siklus
kehidupan manusia.
(2) Dalam rangka menjamin pelaksanaan Upaya Kesehatan Jiwa yang terintegrasi,
komprehensif, dan berkesinambungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan secara terkoordinasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Presiden.
(DPR, 2017)
- Pasal 144 ayat (1) dan 148 ayat (1) (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan menyebutkkan bahwa:
(1) Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat
menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan,
dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.
(Amalita, dkk, 2018)
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017
Tentang Penanggulangan Pemasungan Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa
BAB I (Ketentuan Umum)
- Pasal 1 ayat (1). Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
(1) Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan
mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
(BPK, 2017)

 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :


406/Menkes/SK/VI/2009 Tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa
Komunitas
- Tujuan Umum
Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas ini, secara umum bertujuan
untuk mengingatkan peran serta masyarakat dalam upaya pelayanan
kesehatan jiwa komunitas.
- Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan jiwa
b. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan tentang masalah kesehatan
jiwa komunitas
c. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dan petugas terkait lainnya
dalam menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan jiwa komunitas di
semua tatanan pelayanan
d. Mendorong terwujudnya pengembangan berbagai model pelayanan
kesehatan jiwa komunitas sesuai dengan kondisi dan situasi setempat.
(Kemenkes, 2009)
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1966 Tentang
Kesehatan Jiwa
BAB I (Ketentuan Umum)
- Pasal 1
Yang dimaksudkan dalam Undang-undang ini dengan:
(1) Kesehatan Jiwa adalah keadaan jiwa yang sehat menurut ilmu Kedokteran
sebagai unsur daripada kesehatan yang dimaksudkan dalam pasal 2 Undang-
undang Pokokpokok Kesehatan (Undang-undang Tahun 1960 No. 9 Lembaran
Negara Tahun 1960 No. 131).
(2) Penyakit jiwa adalah sesuatu perubahan pada fungsi jiwa, yang menyebabkan
adanya gangguan pada kesehatan jiwa, seperti yang dimaksudkan dalam sub (a).
- Pasal 2
(1) Usaha-usaha dalam bidang kesehatan jiwa, perawatan, pengobatan penderita
dan penyaluran bekas penderita penyakit jiwa (selanjutnya disebut: sipenderita)
yang dimaksudkan dalam Bab II pasal 3, Bab III pasal 4 dan Bab V Pasal 10
dilakukan oleh Pemerintah dan/atau badan swasta.
(2) Dalam usaha-usaha seperti dimaksudkan dalam ayat (1) Pemerintah perlu
mengikutsertakan masyarakat.
BAB II (Pemeliharaan Kesehatan Jiwa)
- Pasal 3
Dalam bidang kesehatan jiwa usaha-usaha Pemerintah meliputi:
a. Memelihara kesehatan jiwa dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
b. Menggunakan keseimbangan jiwa dengan menyesuaikan penempatan tenaga
selaras dengan bakat dan kemampuannya.
c. Perbaikan tempat kerja dan suasana kerja dalam perusahaan dan sebagainya
sesuai dengan ilmu kesehatan jiwa.
d. Mempertinggi taraf kesehatan jiwa seseorang dalam hubungannya dengan
keluarga dan masyarakat.
e. Usaha-usaha lain yang dianggap perlu oleh Menteri Kesehatan.
 UU No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
BAB V (Upaya Kesehatan)
- Pasal 24
(1) Kesehatan jiwa diselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang schat secara
optimal baik intelektual maupun emosional.
(2) Kesehatan jiwa meliputi pemeliharaan dan peningkatan kesehatan jiwa,
pencegahan dan penanggulangan masalah psikososial dan gangguan jiwa,
penyembuhan dan pemulihan penderita gangguan jiwa.
(3) Kesehatan jiwa dilakukan oleh perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan masyarakat, didukung sarana
pelayanan kesehatan jiwa dan sarana lainnya.
(DPR, 2017)
2. KEPERAWATAN JIWA
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1966 Tentang
Kesehatan Jiwa
BAB III (Perawatan dan Pengobatan Penderita Penyakit Jiwa)
- Pasal 4
(1) Perawatan, pengobatan dan tempat perawatan penderita penyakit jiwa
(selanjutnya disebut perawatan diatur oleh Menteri Kesehatan).
(2) Menteri Kesehatan mengatur, membimbing, membantu dan mengawasi usaha-
usaha swasta, sesuai dengan Pasal 14 Undang-undang Pokok Kesehatan.
- Pasal 5
(1) Untuk mendapatkan perawatan dan pengobatan pada suatu tempat perawatan
harus ada permohonan dan salah seorang yang tersebut di bawah ini:
a. Si penderita, jika ia sudah dewasa.
b. Suami/isteri atau seorang anggota keluarga yang sudah dewasa.
c. Wali dan/atau yang dapat dianggap sebagai sipenderita.
d. Kepala Polisi/Kepala Pamongpraja di tempat tinggal atau di daerah
dimana sipenderita ada.
e. Hakim Pengadilan Negeri, bilamana dalam suatu perkara timbul
persangkaan, bahwa yang bersangkutan adalah penderita penyakit jiwa.
(2) Petugas-petugas yang dimaksudkan dalam ayat (1) sub d mengajukan
permohonan:
a. jika tidak ada orang seperti yang dimaksudkan dalam ayat (1) sub b dan c.
b. jika sipenderita dalam keadaan terlantar.
c. demi kepentingan ketertiban dan keamanan umum.
- Pasal 6
(1) Perawatan dan pengobatan atas permohonan tersebut dalam pasal 5 ayat (1)
sub a, b dan c, diselenggarakan setelah diadakan pemeriksaan oleh dokter, yang
menetapkan adanya penderita-penderita penyakit jiwa dan sipenderita perlu
dirawat.
(2) Dalam waktu selambat-lambatnya 3 x 24 jam, petugas yang tersebut dalam
pasal 5 ayat (1) sub d wajib mengusahakan keterangan dari dokter bahwa yang
bersangkutan memang menderita penyakit jiwa.
- Pasal 7 : Jika ada keraguan apakah seseorang menderita penyakit jiwa atau
tidak, Menteri Kesehatan dapat menunjuk ahli-ahli untuk menetapkannya.
(DPR, 2017)
3. PASUNG
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017
Tentang Penanggulangan Pemasungan Pada Orang Dengan Gangguan Jiwa
BAB I (Ketentuan Umum)
- Pasal 1 ayat (2), (3), dan (4).
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
(2) Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang
yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang
termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam
menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
(3) Pemasungan adalah segala bentuk pembatasan gerak ODGJ oleh keluarga atau
masyarakat yang mengakibatkan hilangnya kebebasan ODGJ, termasuk hilangnya
hak atas pelayanan kesehatan untuk membantu pemulihan.
(4) Penanggulangan Pemasungan adalah upaya pencegahan, penanganan, dan
rehabilitasi bagi ODGJ dalam rangka penghapusan Pemasungan.
- Pasal 2
Pengaturan Penanggulangan Pemasungan pada ODGJditujukan untuk:
a. menjamin pelayanan kesehatan bagi ODGJ berdasarkan hak asasi
manusia;
b. menjamin ODGJ mencapai kualitas hidup yang sebaik-baiknya dan
menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan terhadap
Pemasungan dan tekananakibat Pemasungan; dan
c. memberikan acuan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta
pemangku kepentingan lainnya untukmenghapuskan Pemasungan pada
ODGJ
BAB II (Penyelenggaraan)
- Pasal 3
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan Penanggulangan Pemasungan pada ODGJ secara
komprehensif dan berkesinambungan untuk mencapai penghapusan Pemasungan.
(2) Penyelenggaraan Penanggulangan Pemasungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan melibatkan masyarakat.
(3) Dalam penyelenggaraan Penanggulangan Pemasungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan koordinasi dan integrasi dengan lintas program dan lintas
sektor.
- Pasal 4
(1) Penanggulangan Pemasungan dilakukan melalui: a. pencegahan Pemasungan;
b. penanganan Pemasungan; dan c. Rehabilitasi.
(2) Penanggulangan Pemasungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
terhadap ODGJ, keluarga, dan masyarakat.
(3) Penanggulangan Pemasungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara bersinergi dengan lintas program melalui pendekatan
keluarga.
- Pasal 5
(1) Pencegahan Pemasungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
a ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan ODGJ sehingga dapat
berfungsi optimal baik bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.
(2) Pencegahan Pemasungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan: a. advokasi dan sosialisasi; b. fasilitasi kepesertaan jaminan
kesehatan; c. penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan
terjangkau; d. pemberian tata laksana untuk mengontrol gejala melalui terapi
medikasi maupun non medikasi; dan e. pengembangan layanan rawat harian (day
care).
- Pasal 6
(1) Penanganan Pemasungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
b ditujukan untuk membebaskan ODGJ dari Pemasungan dan mendapatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan haknya.
(2) Penanganan Pemasungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui kegiatan: a. advokasi dan sosialisasi; b. fasilitasi kepesertaan jaminan
kesehatan; c. pemeriksaan dan tata laksana awal di komunitas; d. rujukan ke
rumah sakit umum (RSU) atau rumah sakit jiwa (RSJ); e. kunjungan rumah
(home visit) atau layanan rumah (home care); f. pengembangan layanan di tempat
kediaman (residensial) termasuk layanan rawat harian (day care); dan g.
pengembangan kapasitas tenaga kesehatan dan kader.
- Pasal 7
(1) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c ditujukan
untuk mencegah terjadinya kembali praktik Pemasungan pada ODGJ dan
pemberdayaan ODGJ dalam proses reintegrasi ke masyarakat serta peningkatan
kualitas hidup.
(2) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan:
a. advokasi dan edukasi; b. fasilitasi kepesertaan jaminan kesehatan; c.
penyediaan akses ke layanan kesehatan termasuk jaminan keberlanjutan terapi
baik fisik maupun jiwa; d. tata laksana untuk mengontrol gejala melalui terapi
medikasi dan non medikasi; e. kunjungan rumah (home visit) atau layanan rumah
(home care); f. Rehabilitasi vokasional dan okupasional; g. fasilitasi ODGJ dalam
memperoleh modal usaha mandiri atau lapangan pekerjaan; h. pengembangan
layanan di tempat kediaman (residensial) termasuk layanan rawat harian (day
care); i. pengembangan kelompok bantu diri serta organisasi konsumen dan
keluarga; dan j. fasilitasi proses kembali (reintegrasi) ke keluarga dan masyarakat.
- Pasal 8
Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggaraan Penanggulangan Pemasungan
pada ODGJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 7 diatur
dalam pedoman tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(BPK, 2017)
 UU RI NO 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa
BAB IX (Ketentuan Pidana)
- Pasal 86
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasungan, penelantaran,
kekerasan dan/atau menyuruh orang lain untuk melakukan pemasungan,
penelantaran, dan/atau kekerasan terhadap ODMK dan ODGJ atau tindakan
lainnya yang melanggar hak asasi ODMK dan ODGJ, dipidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(DPR, 2017)

4. HAK-HAK ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA (ODGJ)


 UU RI Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa,
BAB V (Hak dan Kewajiban) Bagian Kedua Hak Orang Dengan Gangguan Jiwa
- Pasal 70 ayat (1)
(1) ODGJ berhak:
a. mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan
yang mudah dijangkau;
b. mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa sesuai dengan standar pelayanan
kesehatan jiwa;
c. mendapatkan jaminan atas ketersediaan obat psikofarmaka sesuai dengan
kebutuhannya;
d. memberikan persetujuan atas tindakan medis yang dilakukan terhadapnya;
e. mendapatkan informasi yang jujur dan lengkap tentang data kesehatan
jiwanya termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan
diterimanya dari tenaga kesehatan dengan kompetensi di bidang kesehatan
jiwa;
f. mendapatkan perlindungan dari setiap bentuk penelantaran, kekerasan,
eksploitasi, serta diskriminasi;
g. mendapatkan kebutuhan sosial sesuai dengan tingkat gangguan jiwa dan;
h. mengelola sendiri harta benda miliknya dan/atau yang diserahkan
kepadanya;
(2) Hak ODGJ untuk mengelola sendiri harta benda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf h hanya dapat dibatalkan atas penetapan pengadilan.
 UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
BAB IX (Kesehatan Jiwa)
- Pasal 148
(1) Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persamaan perlakuan
dalam setiap aspek kehidupan, kecuali peraturan perundang-undangan
menyatakan lain.
- Pasal 149
(1) Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam
keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban
dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib melakukan pengobatan
dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa
yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang
lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas pemerataan
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dengan melibatkan peran serta
aktif masyarakat.
(4) Tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita
gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.
(BPK, 2017)
DAFTAR PUSTAKA
Amalita, dkk. 2018. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENDERITA GANGGUAN
JIWA DALAM PELAYANAN KESEHATAN PADA STRUKTUR PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA. Vol.2 (No.1) : 72-83. Diakses dari
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://journal.fh.unsoed.ac.id/ind
ex.php/SLR/article/download/22/29&ved=2ahUKEwjFnu631ZDvAhXKqksFHSTcA30QFjA
NegQIFRAC&usg=AOvVaw16CG13e4EpmcW-8d9XBv-K Pada Tanggal 2 Maret 2021
Pukul 09.00 WIB

BPK. 2017. Kesehatan. Diakses dari


https://peraturan.bpk.go.id/Home/Download/28107/UU%20Nomor%2036%20Tahun%20200
9.pdf Pada Tanggal 2 Maret 2021 Pukul 09.30 WIB

BPK. 2017. Kesehatan Jiwa. Diakses dari


https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/38646/uu-no-18-tahun-2014 Pada Tanggal 2 Maret
2021 Pukul 08.15 WIB
BPK. 2017. Penanggulangan Pemasungan pada Orang Dengan Gangguan Jiwa. Diakses Dari
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://peraturan.bpk.go.id/Home
/Details/112230/permenkes-no-54-
tahun2017&ved=2ahUKEwi3lLz26ZDvAhUPWCsKHVn6A6sQFjAAegQIARAC&usg=AO
vVaw1yWDkjy__HkJ4uL4pCw7gy Pada Tanggal 2 Maret 2021 Pukul 08.30 WIB

DPR. 2017. Kesehatan Jiwa. Diakses dari


https://dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_1966_3.pdf Pada Tanggal 2 Maret 2021 Pukul
08.45 WIB

Kemenkes. 2009. Kesehatan Jiwa Komunitas. Diakses dari


https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://hukor.kemkes.go.id/upload
s/produk_hukum/KMK_No._406-Menkes-SK-VI-
2009_ttg_Kesehatan_Jiwa_Komunitas_.pdf&ved=2ahUKEwih4ODHz5DvAhXDILcAHTo8
Ds0QFjALegQICxAD&usg=AOvVaw2zVa9nA9Y9XEcUfadUBuml Pada Tanggal 2 Maret
2021 Pukul 08.20 WIB

Anda mungkin juga menyukai