oleh :
Noti Talia Meidiyah, S.Kep
NIM 202311101043
1. Anatomi Fisiologi
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea,
dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran
pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau
pernafasan eksternal, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas,
oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan
dengan darah didalam kapiler pulmunaris. Paru-paru terletak pada rongga dada, yang
memiliki bentuk kerucut dengan ujungnya berada diatas tulang iga pertama dan
dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru terbagi menjadi dua, yaitu paru-paru kanan
dengan tiga lobus dan paru- paru kiri dengan dua lobus. Diantara paru-paru kanan
dan kiri juga dipisahkan oleh ruang yang disebut dengan mediastinum (Pratomo&
Yunus, 2013).
Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa yang halus, membentuk suatu kantong
tempat paru berada yang disebut dengan pleura. Pleura mempunyai dua lapisan:
1. Pleura Parietalis (lapisan permukaan) merupakan lapisan yang langsung
berhubungan dengan paru dan memasuki fisura paru. Berfungsi untuk melapisi
bagian dalam dinding dadadan sebagai pemisah antarlobus
2. Pleura Viseralis merupakan lapisan yang berhubungan dengan fasia endotorasika,
merupakan permukaan dari dinding toraks. Sesuai dengan letaknya, pleura viseralis
terdapat empat bagian:
a. Pleura Kostakalis merupakan lapisan yang melapisi tulang iga. Bagian ini
merupakan bagian paling tebal dan yang paling kuat dalam dinding toraks.
b. Pleura Diafragmatika merupakan lapisan yang berada di atas diafragma.
c. Pleura Servikalis merupakan lapisan yang terletak di leherdan lapisan inidiperkuat
oleh membran suprapleura.
d. Pleura mediastinalis merupakan lapisan pleura yang menutupi permukaan lateral
mediasternum serta susunan yang terletak di dalamnya (Syaifuddin, 2014).
Cairan pleura diproduksi utama oleh pleura parietal dan direabsorbsi melalui
limfatik pleura melalui stomata yang berada di pleura parietal. Pada manusia sehat,
cavum pleura umumnya berisi kira- kira 0,3 mL/ kg cairan atau 10-20mL dengan
konsentrasi protein yang rendah. Pada proses fisiologis, aliran pada cairan pleura yaitu
pleura parietal akan menyerap cairan pleura melalui stomata dan akan dialirkan ke
dalam aliran limfe pleura. Cavum pleura memiliki peran penting pada proses respirasi
yaitu mengembang dan mengempiskan paru-paru, dikarenakan pada cavum pleura
memiliki tekanan negatif yang akan terjadi tarik menarik, di mana ketika diafragma dan
dinding dada mengembang maka paru-paru akan ikut tertarik mengembang begitu juga
sebaliknya. Normalnya ruangan ini hanya berisi sedikit cairan serous untuk melumasi
dinding dalam pleura (Ginting, 2015).
2. Definisi
Efusi pleura merupakan penumpukan cairan di dalam ruang pleural. Efusi dapat
berupa cairan jernih yang mungkin merupakan transudat, eksudat atau dapat berupa
darah atau pus. Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal. Secara normal ruang pleural
megandung sejumlah kecil cairan berkisar 5-15 ml berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan plerual bergerak tanpa adanya friksi, Cairan biasanya
bersumber dari pembuluh darah atau pembuluh limfe, kadang juga disebabkan karena
adanya abses atau lesi yang didrainase ke cavitas pleuralis. Efusi pleura selalu abnormal
dan mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya seperti kardiopulmonal,
inflamasi, hingga keganasan (Utama, 2018)
Efusi pleura merupakan suatu kondisi dimana terjadi penumpukan cairan pada
cavitas pleuralis yang disebabkan oleh berkurangnya absorpsi cairan ataupun
peningkatan produksi cairan di pleura. Efusi pleura dapat terjadi melalui dua proses
yaitu secara transudate atau eksudat. Eksudat terjadi biasanya dikarenakan adanya
peningkatan tekanan vena pulmonalis. Cairan yang terakumulasi pada rongga pleura
dapat mengganggu proses berkembang dan mengempis paru yang dapat menyebabkan
adanya kesulitan untuk bernafas (Permana, 2016).
3. Epidemiologi
Menentukan angka insidensi efusi pleura cukup sulit dikarenakan efusi pleura
merupakan manifestasi klinis dari penyakit lain yang mendasarinya. Angka insiden
efusi pleura menurut penyakit yang mendasarinya sangat beragam. Penyakit terbanyak
yang mendasari efusi pleura di negara-negara berkembang yaitu tuberculosis dan
parapneuminia. Sedangkan pada negara-nega maju efusi pleura menjadi manifestasi dari
penyakit gagal jantung, malignasi, dan pneumonia (Dwianggita, 2016). Terdapat 1,5
juta kasus efusi pleura setiap tahunnya di Amerika Serikat. Secara global diperkirakan
di antara 1 juta orang terdapat 3000 orang terdiagnosa efusi pleura (Puspita dkk, 2017).
Berdasarkan hasil dari studi yang telah dilakukan di beberapa rumah sakit di Indonesia
jumlah prevalensi penderita efusi pleura di RS Dokter Kariadi Semarang untuk wanita
yaitu 66,7% dan laki-laki 33,3%. Pada RSUP Sanglah Denpasar, total pasien efusi
pleura yaitu 483 pasien dengan presentase pasien laki-laki 57% dan pasien perempuan
43% (Dwianggita, 2016). Pada penelitian di RSUD Raden Mattaher dan RSUD H.
Abdul Manap kabupaten Jambi pada tahun 2020 total pasien yang mdi diagnosisi efusi
peluara ada 138 pasien dengan kategori laki laki sebanyak 88 (63,77%) dan perempuan
50 (36,23%). Usia pasien yang terdiganosis efusi pleura paling banyak [ada usia 40-59
tahun. usia pasien yang meengalami efusi pleura dari usia muda sekitar 18 tahun sampai
lebih dari 80 tahun (Dewi & Fairuz, 2020).
4. Klasifikasi
Klasifikasi terjadinya efusi pleura dibedakan berdasarkan penyebabnya. Menurut
Kahn dan Gotter (2018) klasifikasi efusi pleura menurut penyebabnya yaitu:
1. Efusi Pleura Transudatif
Efusi pleura yang disebabkan karena bocornya cairan ke ruang pleura sebagai akibat
dari jumlah protein dalam darah rendah atau terjadinya peningkatan tekanan dalam
pembuluh darah, dan penyebab paling umum karena penyakit gagal jantung
kongestif. Efusi pleura transudatif juga dapat disebabkan oleh beberapa kombinasi
dari peningkatan tekanan hidrostatik atau berkurangnya tekanan onkotik kapiler;
misalnyagagal jantung, sirosis, dan sindrom nefrotik.
2. Efusi Pleura Eksudatif
Efusi pleura yang disebabkan oleh getah bening atau pembuluh darah yang
tersumbat, terjadinya peradangan, tumor, dan cedera pada paru- paru. Efusi pleura
eksudatif terjadi akibat abnormalitas permeabilitas kapiler, obstruksi aliran limfatik,
infeksi, atau pendarahan. Untuk jenis penyakit yang menyebabkan terjadinya efusi
pleura eksudatif yaitu infeksi (tuberculosis, pneumonia), tumor pada pleura,
infark paru, karsinoma, penyakit dan jaringan ikat/ LupusEritematosis.
5. Etiologi
Penyebab terjadinya efusi pleura karena infeksi, keganasan, peradangan yang
terjadi pada jaringan parenkim, atau karena gagal jantung (D’Agostino dan Edens,
2020). Pleura akan mengeluarkan cairan saat mengalami iritasi, meradang atau
terinfeksi. Cairan yang keluar akan menumpuk di rongga dada diluar paru-paru, dan
cairan inilah yang disebut efusi pleura. Terdapat jenis kanker tertentu yang dapat
mengakibatkan terjadinya efusi pleura, seperti kanker paru yang dapat terjadi pada laki-
laki dan kanker payudara pada perempuan. Kedua kanker tersebut secara umum dapat
mengakibatkan terjadinya efusi pleura (Kahn dan Gotter, 2018). Cairan pada efusi
pleura dapat berupa cairan transudat, cairan eksudat, cairan darah dan cairan getah
bening.
a. Cairan transudate adalah cairan bening yang biasanya ditemukan pada kondisi gagal
jantung, gagal ginjal akut atau kronik, fibroma ovari, dan kondisi pemberian infus
yang berlebihan.
b. Cairan eksudat, adalah cairan keruh yang dapat ditemukan pada infeksi tuberculosis
dan penyakit kolagen seperti penyakit lupus eritematosus dan rheumatoid artritis.
c. Cairan darah, adalah cairan yang dapat ditemukan karena terjadi trauma tertutup atau
terbuka, infark paru, dan karsinoma paru.
d. Cairan getah bening, adalah cairan yang dapat ditemukan akibat terjadinya sumbatan
aliran getah bening thoraks seperti pada filiariasis atau metastasis pada kelenjar getah
bening dari suatu keganasan.
6. Manifestasi Klinis
Terjadinya efusi pleura pada sebagian orang biasanya tidak dapat langsung
terlihat. Adanya gejala umum dan dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada atau
pemeriksaan fisik dapat menentukan diagnosa terjadinya efusi pleura. Gejala umum
efusi pleura menurut Utama (2018) diantaranya yaitu:
a. Sakit dada
b. Batuk kering
c. Demam
d. Kesulitan bernapas saat berbaring
e. Sesak napas
f. Kesulitan mengambil napas dalam
g. Kesulitan melakukan aktifitas fisik
h. Cegukan persisten
7. Patofisiologi
Menurut Hayuningrum (2020) patofisiologi terjadinya efusi pleura karena adanya
peningkatan tekanan kapiler pulmonal, penurunan tekanan onkotik plasma, peningkatan
permeabilitas membran pleura, penurunan kemampuan drainase limfatik pleura, dan
obstruksi bronkus dengan tingginya tekanan negatif intrapleural. Hal ini terjadi karena
adanya kelainan pada paru, pleura, atau kelainan sistemik. Cairan yang terjebak dalam
cavum pleura dapat berupa transudat atau eksudat. Efusi pleura transudat umumnya
terjadi akibat adanya perubahan tekanan hidrostatik atau onkotik pada ruang pleura
akibat gagal jantung kiri kongestif, sindrom nefrotik, sirosis hepatis, hypoalbuminemia,
kelebihan cairan, atau pericarditis. Sedangkan penyebab umum efusi pleura eksudatif
karena terjadi pneumonia, tuberculosis, keganasan, penyakit inflamatorik (lupus atau
arthritis rheumatoid), infeksi virus, hemotoraks (darah pada kavital pleura), asbestosis
benigna, atau sindrom Dessler (Krishna dan Rudrapp, 2020).
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dapat dimulai dengan melakukan anamnesis pada pasien terkait
riwayat penyakit dan keluhan yang dialami. Pemeriksaan fisik lebih lanjut dilakukan
untuk mendapatkan infromasi secara mendasar. Pemeriksaan lanjutan dilakukan dengan
melakukan analisis cairan pleura untuk mengetahui apakah jenis cairan bersifat
eksudatif atau transudatif dengan melakukan pemeriksaan biomarker, infeksi, dan
abnormalitas jaringan (Jany dan Welte, 2019).
Sedangkan menurut Utama (2018), pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada
penyakit efusi pleura yaitu:
a. Rontgen dada: Efusi pleura dengan volume >200 mL baru dapat terlihat di Rontgen
posteroanterior. Gunakan Rontgen lateral untuk efusi pleura dengan volume lebih
sedikit
b. CT scan: efusi pleura akan menunjukkan gambaran enhancement dari penebalan
pleura viseral dan parietal yang saling terpisahkan oleh cairan efusi. Pada gambaran
CT Scan dengan kontras dapat terlihat split pleura sign
c. USG dada: USG dapat mendeteksi efusi pleura dalam volume kecil. Pada efusi
pleura, akan terdapat gambaran anechoic space antara pleura viseral dan parietal
d. Analisis cairan pleura: Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan biokimia
untuk menentukan jenis cairan efusi pleura, pemeriksaan sitologi untuk melihat
adanya sel-sel darah atau proinflamasi, dan mikrobiologi untuk mendeteksi penyebab
infeksi.
e. Biopsi pleura: Pemeriksaan ini paling bermakna dalam mendiagnosis adanya
keganasan pada pleura. Hanya lakukan pemeriksaan ini pada pasien dengan efusi
pleura eksudat yang pemeriksaan sitologinya tergolong nondiagnostik atau terdapat
tanda-tanda keganasan
f. Bronkoskopi: tindakan invasif dengan memasukkan alat bronkoskop ke dalam
percabangan bronkus. Tujuan tindakan ini ialah untuk menilai keadaan percabangan
bronkus, mengambil bahan (spesimen) pemeriksaan untuk diagnostik dan melakukan
tindakan terapeutik
9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ginting (2015), terdapat beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan
pada pasien dengan efusi pleura, diantaranya yaitu:
a. Water Seal Drainage (WSD)
Terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum pleura berisi cairan abnormal
dengan botol sebagai perangkat WSD yang nantinya akan menarik keluar isi cairan
abnormal yang ada di dalam cavum pleura dan mengembalikan cavum pleura seperti
semula, sehingga dapat menyebabkan berkurangnya kompresi terhadap paru yang
tertekan dan paru akan kembali mengembang. WSD dilakukan pada pasien dengan
hemothorax, pneumothorax, emfisema, efusi pleura, dan hemipneumothorax.
b. Thoracocintesis (Pungsi Pleura)
Terapi yang bekerja dengan cara melakukan aspirasi menggunakan jarum yang
ditusukkan biasanya pada linea axillaris media spatium intercostalis. Aspirasi
dilakukan dengan menggunakan jarum dan spuit, atau dapat juga menggunakan
kateter. Aspirasi dilakukan dengan batas maksimal 1000 – 1500 cc untuk
menghindari komplikasi reekspansi, edema pulmonum, dan pneumothoraks akibat
terapi. Pungsi pleura dilakukan dengan indikasi meningitis, radang otak, neushofilis,
perdarahan subrachonois, myelitis dan efusi pleura
c. Pleurodesis
Terapi yang bekerja dengan cara memasukkan substansi kimiawi pada dinding
bagian dalam pleura parietal dengan tujuan merekatkan hubungan antara pleura
viseral dan pleura parietal. Harapan celah pada cavum pleura akan sangat sempit dan
tidak bisa terisi oleh substansi abnormal. Harapan supaya paru yang kolaps bisa
segera mengembang dengan mengikuti gerakan dinding dada. Pleurodesis telah
direkomendasikan oleh ATS dan BTS sebagai terapi paliatif pada pasien efusi pleura
ganas (EPG) berulang, memiliki gejala sesak napas danprognosis lebih dari 1 bulan.
10. Pathway
Gangguan ginjal Tubercolosis Gagal Jantung Sirosis hepatis
Tumor mediastinum Penuomonia
Infeksi Brronkiektasis
Sindroma vena cava Peningkatan Peningkatan
Abses amoeba tekanan osmotik
superior tekanan hidrostatik
koloid
Hambatan reabsorbsi cairan berlebihan
cairan di rongga pleura (transudate, eksudat)
Adanya Eksudat Adanya Eksudat
A. Pengkajian
I. Identitas
a. Identitas klien
Nama :
Umur : usia yang paling sering terkena efusi pleura adalah 40-60 tahun
Jenis kelamin : jenis kelamin yang paling sering terkena efusi pleura adalah laki
laki
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Tanggal MRS :
b. Identitas penanggung jawab
Informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu informasi selain dari
klien.
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama:
Apa yang dirasakan oleh pasien, tanya keadaan pasien pada pasien efusi pleura
biasanya akan merasa sesak nafas, terasa berat pada dada, nyeri akibat iritasi
pada pleura yang bersifat jaman dan terlokalisir terutama pada saat pasien batuk
dan bernafas
2. Riwayat penyakit sekarang:
Keluhan dan kronologi yang merupakan alasan klien datang ke pelayanan
kesehatan. Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun, dll.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang pernah dialami klien sebelumnya, riwayat alergi, riwayat
imunisasi, kebiasaan dan pola hidup, dan obat-obatan yang pernah digunakan
sebelumnya. Pada pasien efusi pleura biasanya menderita penyakit seperti TBC
paru, pneumonia, gagal jantung, trauma dan asites
4. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit dialami keluarga baik menular maupun tidak menular, seperti
Ca paru, Asma Tb paru dan lihat genogram pasien
Palpasi : Kaji adanya nyeri tekan, pada pasien efusi biasanya terlihat vocal
fremitus menurun terutama pada efusi pleura dengan jumlah cairan >250cc.
terdapat pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit
Perkusi : suara pekak, redup
Auskultasi : bunyi napas menghilang atau tidak terdengar
Jantung
Inspeksi : apakah ada pembengkakan pada jantung
Palpasi : Kaji adanya nyeri tekan pada pasien efusi biasanya akan terlihat ictus
cordis teraba, tidak ada tenderness, vokal vremitus menurun pada bagian
sinistra.
Perkusi : suara jantung terdengar redup
Auskultasi : suara S1 dan S2 normal, tidak ada suara jantung abnormal.
5) Abdomen :
Inspeksi : apakah ada lesi, apakah ada luka, apakah ada pembengkakan
Palpasi : kaji adanya nyeri tekan atau massa pada abdomen
Perkusi : abdomen yang normal akan terdengar timpani
Auskultasi : auskultasi bising usus
6) Genetalia dan anus :
Kaji apakah ada kelainanan, pembengkakan pada genetalia dan anus
7) Punggung:
Inspeksi : kaji adanya kelainan pada tulang belakang
2 Pola napas Setelah diberikan asuhan keperawatan Manajemen jalan nafas I. 01011
tidak efektif selama 1x24 jam, diharapkan pola napas
Observasi : 1. Mengetahui pola nafas pasien
(D.0005) tidak efektif dapat berkurang dengan
kriteria hasil: 1. Identifikasi pola napas apakah sesak atau tidak
Pola Napas L. 01004
2. Monitor bunyi nafas 2. Monitor keadaan nafas pasien
Tujuan
No. Indikator Awl
1 2 3 4 5 3. Monitor sputum 3. Memonitor sputum pasien
√ Terapeutik : sebanyak apa
1. Dispnea 3
Cuping 3 √ 4. Pertahankan kepatenan jaalan napas 4. Agar pasien tidak kesulitan
2.
hidung
5. Atur posisi semi fowler atau fowler bernafas
Frekuens √
3 3 6. Berikan minum hangat 5. Memudahkan pasien untuk
i nafas
√ 7. Lakukan fisioterapi dada jika perlu mengatur pola nafas
4 Cemas 4
8. Berikan oksigen jika perlu 6. Mengahangatkan pasien dan
Keterangan: Edukasi : memudahkan bernafas
1. Menurun
2. Cukup menurun 9. Anjurkan asupan cairan 2000 7. Memudahkan untuk mengeluarkan
3. Sedang
4. Cukup meningkat ml/hari jika tidak ada kontra secret pada pasien
5. Meningkat
indikasi 8. Agar pasien tidak merasa sesak
10. Ajarkan teknik batuk efektif nafas
9. Agar pasien tidak kekurangan
cairan
10. Agar pasien bisa melakukan
batuk efektif secara mandiri
3 Hipertermia Setelah dilakukan asuhan keperawatan Kompres dingin (I. 08234)
D. 0130 1x 24 jam diharapkan hipertermia dapat
Obeservasi :
teratasi dengan kriteria hasil :
Termoregulasi (L.14143) 1. Identifikasi kondisi kulit saat akan 1. Agar tidak terjadi alergi atau
No Awa Tujuan
Indikator dilakukan kompres kemerahan
. l 1 2 3 4 5
1. Suhu tubuh 2 2.√ Periksa suhu tubuh ketika akan 2. Memastikan suhu tubuh pasien
2. pucat 3 √ dilakukan kompres sebelum dilakukan kompres
3 lemas 2 √
Terapeutik : 3. Menyesuaikan dengan keadaan
4 Suhu kulit 2 √
3. Pilih metode kompres yang nyaman pasien
Keterangan :
1. Menurun dan mudah di dapat 4. Kompres dilakukan di bagian
2. Cukup menurun 4. Pilih lokasi kompres Balut alat lipatan lipatan tubuh pasien
3. Sedang
4. Cukup meningkat kompres dingin 5. Untuk melihat respon setelah
5. Meningkat 5. Monitor kulit 5 menit pertama dilakukan kompres dingin
setelah di kompres 6. Agar pasien dan keluarga mengerti
Edukasi : prosedur tindakan yang akan
6. Jelaskan prosedur penggunaan dilakukan
kompres dingin 7. Untuk menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi : pasien
7. Kolaborasi pemberian analegsik jika
diperlukan
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu tahap terakhir dalam suatu rangkaian proses
keperawatan yang harus dilakukan oleh perawat. Evaluasi keperawatan dilakukan
dengan cara membandingkan respon pasien setelah implementasi dengan kriteria hasil
yang telah ditentukan oleh perawat. Perawat memiliki 3 alternatif dalam menentukan
pencapaian pada intervensi yang telah dilakukan yaitu:
1. Teratasi
Perilaku pasien sesuai dengan pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan
2. Teratasi sebagian
Pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan
kriteria hasil
3. Belum teratasi
D’Agostino, H., dan Edens, M. 2020. Physiology, Pleural Fluid. Finlandia: StatPearls
Publishing.
Dwianggita, P. 2016. Etiologi efusi pleura pada pasien rawat inap di rumah sakit umum
pusat sanglah, denpasar, bali tahun 2013. Intisari Sains Medis. 7(1):57.
Ginting. 2015. Pemeriksaan Protein, Kolesterol dan Laktat Dehidrogenase Cairan
Pleura sebagai Parameter dalam Membedakan Efusi Pleura Transudat dan
Eksudat.
Hasna Dewi dan Fairuz 2020. Karakteristik Pasien Efusi Pleura Di Kota Jambi. JMU :
Vol (8) No (1) Hal 54-59
Hayuningrum, D.F. 2020. Diagnosis Efusi Pleura. Jurnal Penelitian Perawat
Profesional. 2(4): 529-536
Jany, B., dan Welte, T. 2019. Pleural Effusion in Adults- Etiology, Diagnosis, and
Treatment. Deutsches Arz teblatt International.116 (21), 377–386.
Kahn, A., & Gotter, A. 2018. Fluid in the Chest (Pleural Effusion). Retrieved Desember
5, 2019, from Healthline Media website:
https://www.healthline.com/health/pleural-effusion#outlook
Krishna, R., dan Rudrappa, M. 2020. Pleural Effusion. Finlandia: StatPearls Publishing.
Pratomo. I & Yunus. F. 2013. Anatomi dan Fisiologi Pleura. EGC : Jakarta
Permana, I. A. Nu. 2016. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Efusi PLeura Di RS Paru
Dr. Ario Wirawan Salatiga. Surakarta, Indonesia
Puspita, I., Soleha, T. U., Berta, G. 2017. Penyebab Efusi Pleura di Kota Metro pada
tahun 2015 Causes of Pleural Effusion in Metro City in 2015. J AgromedUnila,
4(1), 25–32.
SDKI DPP PPNI 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Utama Saktya Y. A. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Sistem Respirasi.
CV Budi Utama : Yogyakarta