MAKALAH PERPAJAKAN
Dosen Pengampu: OK Sofyan Hidayat, SE., Ak, M.Si
Nama Kelompok:
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimphakan kasih dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mengenai PPN dan PPnBM untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Perpajakan.
Kelompok 7
2
DAFTAR ISI
3
A. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
1. PENGERTIAN PPN
Menurut Mardiasmo (2011:294) Undang-undang yang mengatur
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-undang ini disebut
Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen
ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax
(VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak
tidak langsung, yang artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain,
penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak
yang ia tanggung.
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya
sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena
Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor
Barang Kena Pajak. Sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak
Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa
Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak. Mardiasmo (2011:294)
4
Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan ke pihak lain. Tanggung
jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang
menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung
beban pajak berada pada penanggung pajak (pihak yang memikul beban
pajak).
2) Pajak Objektif
Sebagai pajak objektif mengandung pengertian bahwa timbulnya
kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek
pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak relevan.
3) PPN Bersifat Multi Stage Levy
Multi Stage Levy mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pada
setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak. Hal ini berarti PPN dikenakan berulang-ulang
pada setiap mutasi BKP atau JKP.
4) Perhitungan PPN Terutang untuk Dibayar ke Kas Negara Menggunakan
Indirect Subtraction Method
Indirect Subtraction Method (metode pengurangan secara tidak
langsung), yaitu dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh
penjual atau pengusaha jasa atas penyerahan barang atau jasa, dengan
PPN yang dibayar kepada penjual atau pengusaha jasa lain atas
perolehan barang atau jasa.
5) PPN Bersifat Non Kumulatif
PPN tidak bersifat kumulatif (non kumulatif) meskipun memiliki
karakteristik Multi Stage Tax karena PPN mengenal adanya mekanisme
pengkreditan Pajak Masukan. Oleh karena itu, PPN yang dibayar bukan
unsur dari harga pokok barang atau jasa.
6) PPN Menganut Tarif Tunggal (Single Rate)
PPN di Indonesia menganut tarif tunggan yang dalam UU PPN 1984
ditetapkan sebesar 10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0% untuk
penyerahan ekspor.
7) PPN Adalah Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri
5
Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan
atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik
Indonesia. Apabila barang atau jasa itu akan dikonsumsi di luar negeri,
tidak dikenakan PPN di Indonesia.
8) PPN yang Diterapkan di Indonesia Adalah PPN Tipe Konsumsi
(Consumption Type VAT)
Dilihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia
termasuk tipe konsumsi (consumption type VAT) artinya seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari
dasar pengenaan pajak.
6
d) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung,
batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu
(halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit,
mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa,
perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah
diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan
trakkit;
e) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
f) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan
bijih perak serta bijih bauksit.
2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak.
Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam hal ini, diatur dalam
penjelasan pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN 1984. Dalam Undang-
Undang PPN ini dirinci jenis barang kebutuhan pokok dimaksud yang
meliputi:
a) Beras;
b) Gabah;
c) Jagung;
d) Sagu;
e) Kedelai;
f) Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
g) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui
proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan,
dikemas atau tidak
h) dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara
lain, dan/atau direbus;
i) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang
dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
j) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan
maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan
lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;
7
k) Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang
telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-
grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas, dan;
l) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan,
dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang
dicacah.
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman
yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering; dan
4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi, dan
lainnya).
8
f) Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan Sanatorium;
g) Jasa psikolog dan psikiater; dan
h) Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh
paranormal.
2) Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
a) Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo;
b) Jasa pemadam kebakaran;
c) Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d) Jasa lembaga rehabilitasi;
e) Jasa penyedia rumah duka atau jasa pemakaman termasuk
krematorium;
f) Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial
3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa
pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan
menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
4) Jasa keuangan meliputi:
a) Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang
dipersamakan dengan itu;
b) Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana
kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana
lainnya;
c) Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah, berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang,
usaha kartu kredit, dan/atau pembiayaan konsumen;
d) Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai
syariah dan fidusia; dan
e) Jasa penjaminan
5) Jasa Asuransi, yaitu jasa pertanggungan yang meliputi asuransi
kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan
9
asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa
penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan
konsultan asuransi.
6) Jasa di bidang keagamaan, meliputi:
a) Jasa pelayanan rumah ibadah;
b) Jasa pemberian khotbah atau dakwah;
c) Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan;
d) Jasa lainnya di bidang keagamaan.
7) Jasa di bidang pendidikan,meliputi:
a) Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa
penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan professional
b) Jasa penyelengaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus
8) Jasa di bidang kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang
dilakukan oleh pekerja seni nyang telah dikenakan Pajak Tontonan.
9) Jasa di bidang penyiaran meliputi jasa penyiaran radio dan televisi baik
yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupn swasta yang bukan
bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bersetujuan
komersial.
10) Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri.
11) Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
a) Jasa tenaga kerja;
b) Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga
kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja
tersebut;
c) Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
12) Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
10
a) Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah
penginapan, motel losmen, hostel serta fasilitas yang terkait dengan
kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap;
b) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan hotel,
rumah penginapan, motel, losmen dan hotel.
13) Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan
oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok
Wajib Pajak,pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
14) Jasa penyediaan tempat parkir, yaitu jasa penyediaan tempat parkir
yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada
pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.
15) Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, yaitu jasa
telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.
16) Jasa penerimaan uang dengan wesel pos.
17) Jasa boga atau catering.
11
Daerah Pabean dikenakan pajak tanpa memperhatikan apakah
dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya ataukah
tidak.
3) Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:
a) Jasa yang diserahkan merupakan JKP
b) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
c) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
4) Pemanfataan BKP tidak berwujud (hak paten, hak cipta, merk
dagang, waralaba) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
5) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean (jasa konsultan asing
yang memberikan jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa lain) di
dalam Daerah Pabean.
6) Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan orang lain.
8) Penyerahan BKP berupa aktiva oleh PKP yang menurut tujuan
semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak
Masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan
dapat dikreditkan.
B. Subjek PPN
1) Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikreditkan pajak
berdasarkan Undang-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk
pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan Pengusaha Kena Pajak
apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah
peredaran bruto melebihi Rp. 4.800.000.000 (empat milyar delapan
ratus juta rupiah) dalam satu tahun.
12
2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP
Dalam Pasal 1 ayat (1) PMK Nomor 197/PMK.03/2013
tentangperubahan atas PMK Nomor 68/PMK.03/2010 tentang
Batasan Pengusaha Kecil PPN “Pengusaha kecil merupakan
pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan peredaran
bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah).”Pengusaha kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai PKP, selanjutnya wajib melaksanakan
kewajiban sebagaimana halnya PKP.
3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud
dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.
4) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya
sendiri dengan persyaratan tertentu. Adapun syarat-syarat yang
dimaksud adalah :
a) Luas bangunan lebih atau sama dengan 20 meter persegi
b) Bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat
usaha
c) Bangunan bersifat permanen
d) Tidak dibangun dalam lingkungan real estate, dan
e) Pembangunan dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan
atau pekerjaan oleh orang pribadi, yang hasilnya digunakan
sendiri oleh pihak lain
13
c. Kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar Daerah
Pabean tersebut dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
d. Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut
dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean.
7. PEMUNGUT PPN
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah,
badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh
Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau
instansi Pemerintah tersebut.
Yang termasuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan menjadi
Wajib Pungut (WAPU) PPN antara lain:
1) Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara;
2) Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi;
dan kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan
sumber daya panas bumi;
3) Badan Usaha Milik Negara. Wajib Pungut PPN melakukan
pemungutan PPN/PPnBM terhadap penyerahan Barang Kena Pajak
dan/ atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Wajib Pungut
tersebut.
14
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok
wajib Pajak).
2. Wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM
yang terutang.
8. TARIF PPN
Penghitungan PPN yang terutang atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
Luar Daerah Pabean adalah sebagai berikut:
a) 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau
seharusnya dibayarkan kepada pihak yang memanfaatkan Jasa Kena
Pajak, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan
tidak termasuk PPN;
b) 10/110 (sepuluh per seratus sepuluh) dikalikan dengan jumlah yang
dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
memanfaatkan Jasa Kena Pajak, jika dalam jumlah yang dibayarkan
atau seharusnya dibayarkan sudah termasuk PPN;
c) Dalam hal tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis
untuk jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan atau
ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak
dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau perjanjian
sudah termasuk PPN, maka PPN yang terutang dihitung sebesar 10%
(sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau
seharusnya dibayarkan kepada pihak yang memanfaatkan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean.
Saat terutangnya PPN atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean terjadi pada saat dimulainya pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean tersebut. Saat dimulainya pemanfaatan adalah saat yang
diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa – peristiwa di bawah ini:
a. saat Jasa Kena Pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang
memanfaatkannya;
15
b. saat harga perolehan Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai
utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
c. saat harga jual dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih
oleh pihak yang menyerahkannya; atau
d. saat harga perolehan Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian
atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya.
16
elektronik yang telah disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Salah
satu fasilitas tersebut adalah e-Billing. Sistem pembayaran
elektronik (billing system) berbasis MPN-G2 yang memfasilitasi
Wajib Pajak untuk membayarkan pajaknya dengan lebih mudah,
lebih cepat dan lebih akurat. E-Billing ialah metode pembayaran
pajak secara elektronik menggunakan Kode Billing. Kode Billing
sendiri adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui sistem
Billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran pajak yang akan
dilakukan Wajib Pajak.
17
paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang
bersangkutan . SPT Masaa PPN tersebut diperlakukan sebagai
laporan pemungut PPN atas pemanfaatan JKP dari Luar Daerah
Pabean.
b. Orang Pribadi maupun Badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak
wajib melaporkan PPN yang telah disetor dengan mempergunakan
lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat
kedudukan badan tersebut paling lama akhir bulan berikutnya setelah
saat terutang pajak.
18
SPT yang dilampirkan ialah:
1. SPT Induk (Form 1111)
2. SPT Lampiran
a. Form 1111AB
b. Form 1111A1
c. Form 1111A2
d. Form 1111B1
e. Form 1111B2
f. Form 1111B3
• Sanksi Keterlambatan Melapor SPT Masa PPN
Keterlambatan penyampaian atau pelaporan SPT baik Masa
maupun Tahunan akan dikenakan sanksi administrasi berupa
denda, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan tertib
administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban menyampaikan SPT.
Didalam Undang-undang Perpajakan Pasal 7 Ayat 1 disebutkan
besarnya denda yang dikenakan atas keterlambatan penyampaian
SPT Masa PPN ialah sebesar Rp. 500.000-,
19
B. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)
1. PENGERTIAN PPnBM
Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang
yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2. KARAKTRERISTIK PPnBM
Dari Pasal 5 dan Pasal 10 UU PPN 1984 diketahui karakteristik (PPnBM) sebagai
berikut:
20
➢ Untuk mengendalikan pola konsumsi BKP Yang Tergolong Mewah
➢ Melindungi produsen kecil atau tradisional
➢ Untuk mengamankan penerimaan negara
21
➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar
cetus api, baik yang dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan
sistem 1 gardan penggerak, dengan kapasitas isi silinder sampai dengan
1.500 cc.
➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar
nyala kompresi (diesel/semi diesel). baik dilengkapi dengan motor listrik
maupun tidak, dengan sistem 1 gardan penggerak, dengan kapasitas isi
silinder sampai dengan 1.500 cc.
22
Tarif PPnBM sebesar 30% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:
23
Tarif PPnBM sebesar 50% diberlakukan bagi seluruh kendaraan yang
penggunaannya dikhususkan untuk golf.
➢ Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari
250 cc sampai dengan 500 cc, yakni sepeda motor (termasuk moped) dan
sepeda yang dilengkapi dengan motor tambahan, dengan atau tanpa kereta
pasangan sisi, termasuk kereta pasangan sisi.
➢ Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai,
digunung, dan kendaraan semacam itu.
Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 20% diberlakukan pada:
➢ Rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan harga jual sebesar
Rp 20 miliar atau lebih.
24
➢ Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title dan sejenisnya
dengan harga jual sebesar Rp 10 miliar atau lebih.
Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 40% diberlakukan pada:
➢ Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat
udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
➢ Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk
keperluan negara, yang terdiri dari peluru dan bagiannya, tidak termasuk
peluru senapan angin.
Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 50% diberlakukan pada:
Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 75% diberlakukan pada:
➢ Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam yang dirancang
untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk
kepentingan negara atau angkutan umum.
25
atau Penyalur dan Harga Jual dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa
antara pihak-pihak tersebut sehingga Harga Jual menjadi lebih rendah
daripada harga pasar wajar, maka Dasar Pengenaan Pajaknya ditetapkan
sebesar harga pasar wajar
26
C. PERHITUNGAN PPN DAN PPnBM
1. TARIF PPN DAN PPNBM
• Tarif PPN adalah 10%
• Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas:
a. Ekspor barang kena pajak (BKP) berwujud
b. Ekspor barang kena pajak (BKP) tidak berwujud
c. Ekspor Jasa Kena Pajak
• Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% dan paling tinggi 200%
• Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0%
• Harga Jual adalah nilai berupa uang dari seluruh biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
Bila PPN dan PPn.BM yang dipungut saat penyerahan dimasukkan dalam
harga jual, maka PPN dan PPn..BM tersebut harus dikeluarkan dari harga
jual, karena bukan merupakan unsur harga jual. Adapun perlakuan
potongan tunai atau rabat baik yang tercantum dalam faktur penjualan
maupun faktur pajak harus dikurangkan dari harga faktur, sehingga
diperoleh harga jual yang seharusnya menjadi dasar pengenaan pajak.
Contoh : Bahan Baku Rp 3.000.000
Biaya Produksi Rp 10.000.000
Biaya Administrasi (termasuk laba) Rp 2.000.000
Harga Jual Rp 15.000.000
• Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena
Pajak, di luar PPN dan Ppn.BM, serta Potongan Harga yang tercantum
dalam Faktur Pajak bukan merupakan unsur Penggantian.
27
• Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang merrupakan harga patokan
impor atau Cost Insurance and Freight (CIF) atau C&F ditambah Bea
Masuk dan Bea Masuk Tambahan.
Contoh :Harga CIF atau C&F Rp 30.000.000
Bea Rp 3.000.000
Bea Masuk Tambahan Rp 1.500.000
Nilai Impor Rp 34.500.000
• Nilai Ekpor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor diketahui dari harga
yang tercantum dalam dokumen ekspor (=Pemberitahuan Ekspor Barang).
= Rp. 5.500
Maka, pajak PPN yang dipungut oleh perusahaan Bapak Andi ialah Rp. 55.000
28
Contoh Kasus 1
= Rp. 4.500.000
Jadi, besarnya PPN dan PPnBM barang tersebut ialah Rp. 4.500.000
Contoh Kasus 2
PT NASIONAL selaku importir memasukkan 1000 unit AC/ dengan Harga Impor
(CIF) USD 500,000. Atas kegiatan impor ini terutang Bea Masuk 50%, PPN 10%
dan PPnBM 20%. Diketahui Nilai Kurs USD 1 = Rp2.000 berdasar Keputusan
Menteri Keuangan. PPN dan PPnBM yang terutang dihitung sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak imtuk menghitung PPN dan PPnBM atas Impor adalah:
29
Apabila kemudian Importir menyerahkan AC tersebut kepada distributor dengan
harga per-unit AC adalah Rp2.800.000.00, maka Distributor akan membayar atas
penyerahan AC per-unit termasuk PPN dengan perhitungan sebagai berikut:
Harga per unit AC = Rp 2.800.000
PPN = Rp 250.000
Jumlah = Rp 3.050.000
Contoh Kasus 2:
PT C mengimpor BKP yang tergolong mewah dengan nilai impor senilai Rp.
200.000.000. Atas impor tersebut dikenai PPN sebesar 10% dan PPnBM sebesar
30%. DPP atas impor BKP yang tergolong mewah tersebut adalah senilai Rp.
200.000.000 tidak termasuk PPN 10% dan PPnBM sebesar 30% yang dikenakan
atas impor BKP tersebut. Berapakah jumlah yang harus dibayarkan PT C atas
impor BKP yang tergolong mewah tersebut ?
30