Anda di halaman 1dari 30

PPN dan PPnBM

MAKALAH PERPAJAKAN
Dosen Pengampu: OK Sofyan Hidayat, SE., Ak, M.Si

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 9

Nama Kelompok:

1. Gomgom Situngkir – 7202520008


2. Michelle Vania – 7203220007
3. Shindy Rani Sihite – 7202220001

AKUNTANSI - FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimphakan kasih dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah mengenai PPN dan PPnBM untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Perpajakan.

Kami juga mengucapakan terima kasih kepada dosen pengampu


matakuliah Perpajakan, Bapak OK Sofyan Hidayat, SE., Ak, M.Si yang telah
memberikan tugas ini, sehingga dengan adanya tugas ini, ilmu dan wawasan kami
semakin bertambah.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dan dapat menambah wawan
serta pengetahuan dan bermanfaat untuk para pembaca. Kami menyadari bahwa di
dalam penyelasaian makalah ini, masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan makalah di
kemudian hari.

Medan, April 2021

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... 2


A. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ..................................................................... 4
1. Pengertian PPN ............................................................................................ 4
2. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ............................................. 4
3. Barang Kena Pajak (BKP) ........................................................................... 6
4. Jasa Kena Pajak (JKP) ................................................................................. 8
5. Subjek Dan Objek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) .................................. 11
6. Pengertian Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean Yang Dimanfaatkan
Di Dalam Daerah Pabean .................................................................................. 13
7. Pemungut PPN ........................................................................................... 14
8. Tarif PPN ................................................................................................... 15
9. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Jasa Kena Pajak
Dari Luar Daerah Pabean .................................................................................. 16
10. Tata Cara Penyetoran PPN Yang Di Pungut .......................................... 16
11. Tata Cara Pelaporan PPN Yang Telah Di Setor ..................................... 17
B. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) ...................................... 20
1. Pengertian PPnBM ........................................................................................ 20
2. Karaktreristik PPnBM ................................................................................... 20
3. Tujuan Pengenaan PPnBM Di Samping Ppn ................................................ 20
4. Kriteria Bkp Yang Tergolong Mewah ........................................................... 21
5. Pengelompokan Tarif PPnBM....................................................................... 21
6. Dasar Pengenaan Pajak Untuk Menghitung PPnBM Yang Terutang ........... 25
7. Dibebaskan Dari Pengenaan PPnBM ............................................................ 26
8. Tidak Dikenakan PPnBM .............................................................................. 26
C. Perhitungan PPN Dan PpnBM ..................................................................... 27
1. Tarif Ppn Dan PPnBM ............................................................................... 27
2. Dasar Pengenaan PPN ................................................................................ 27
3. Cara Menghitung PPN Dan PPnBM .......................................................... 28

3
A. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)
1. PENGERTIAN PPN
Menurut Mardiasmo (2011:294) Undang-undang yang mengatur
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Undang-undang ini disebut
Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984.
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen
ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax
(VAT) atau Goods and Services Tax (GST). PPN termasuk jenis pajak
tidak langsung, yang artinya pajak tersebut disetor oleh pihak lain
(pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain,
penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak
yang ia tanggung.
Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya
sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena
Pajak dan/atau perolehan Jasa Kena Pajak dan/atau pemanfaatan Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean dan/atau
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau impor
Barang Kena Pajak. Sedangkan Pajak Keluaran adalah Pajak
Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena
Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa
Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak. Mardiasmo (2011:294)

2. KARAKTERISTIK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)


Karakteristik PPN yang berlaku di Indonesia (Untung Sukardji, 2011:1)
adalah sebagai berikut:
1) Pajak Tidak Langsung

4
Secara ekonomis beban PPN dapat dialihkan ke pihak lain. Tanggung
jawab pembayaran pajak yang terutang berada pada pihak yang
menyerahkan barang atau jasa, sedangkan pihak yang menanggung
beban pajak berada pada penanggung pajak (pihak yang memikul beban
pajak).
2) Pajak Objektif
Sebagai pajak objektif mengandung pengertian bahwa timbulnya
kewajiban pajak di bidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek
pajak. Kondisi subjektif subjek pajak tidak relevan.
3) PPN Bersifat Multi Stage Levy
Multi Stage Levy mengandung pengertian bahwa PPN dikenakan pada
setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak. Hal ini berarti PPN dikenakan berulang-ulang
pada setiap mutasi BKP atau JKP.
4) Perhitungan PPN Terutang untuk Dibayar ke Kas Negara Menggunakan
Indirect Subtraction Method
Indirect Subtraction Method (metode pengurangan secara tidak
langsung), yaitu dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh
penjual atau pengusaha jasa atas penyerahan barang atau jasa, dengan
PPN yang dibayar kepada penjual atau pengusaha jasa lain atas
perolehan barang atau jasa.
5) PPN Bersifat Non Kumulatif
PPN tidak bersifat kumulatif (non kumulatif) meskipun memiliki
karakteristik Multi Stage Tax karena PPN mengenal adanya mekanisme
pengkreditan Pajak Masukan. Oleh karena itu, PPN yang dibayar bukan
unsur dari harga pokok barang atau jasa.
6) PPN Menganut Tarif Tunggal (Single Rate)
PPN di Indonesia menganut tarif tunggan yang dalam UU PPN 1984
ditetapkan sebesar 10% untuk penyerahan dalam negeri dan 0% untuk
penyerahan ekspor.
7) PPN Adalah Pajak atas Konsumsi Dalam Negeri

5
Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan
atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam daerah pabean Republik
Indonesia. Apabila barang atau jasa itu akan dikonsumsi di luar negeri,
tidak dikenakan PPN di Indonesia.
8) PPN yang Diterapkan di Indonesia Adalah PPN Tipe Konsumsi
(Consumption Type VAT)
Dilihat dari sisi perlakuan terhadap barang modal, PPN Indonesia
termasuk tipe konsumsi (consumption type VAT) artinya seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk perolehan barang modal dapat dikurangi dari
dasar pengenaan pajak.

3. BARANG KENA PAJAK (BKP)


Pasal 1 angka 2 dan 3 UU PPN 1984 merumuskan sebagai berikut.
“Barang Kena Pajak adalah barang berwujud yang menurut sifat atau
hukumnya dapat merupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan
barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan undang-undang
ini.”
Pada dasarnya semua barang dikenai PPN, kecuali barang barang
tertentu yang disebutkan dalam UU PPN, barang yang tidak dikenai PPN
sebagaimana disebutkan dalan Pasal 4A ayat 2 UU PPN 1984 didasarkan
atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut:
1) Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya. Diambil langsung dari sumbernya artinya
barang tersebut belum diolah atau belum diproses. Sesuai dengan
penjelasan pasal 4A ayat (2) UU PPN 1984 huruf a, yang dimaksud
dengan barang hasil pertambangan dan hasil pengeboran yang diambil
langsung dari sumbernya seperti:
a) Minyak mentah (crude oil);
b) Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap
dikonsumsi langsung oleh masyarakat;
c) Panas bumi;

6
d) Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung,
batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu
(halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit,
mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa,
perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah
diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan
trakkit;
e) Batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan
f) Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, dan
bijih perak serta bijih bauksit.
2) Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat
banyak.
Yang dimaksud dengan kebutuhan pokok dalam hal ini, diatur dalam
penjelasan pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN 1984. Dalam Undang-
Undang PPN ini dirinci jenis barang kebutuhan pokok dimaksud yang
meliputi:
a) Beras;
b) Gabah;
c) Jagung;
d) Sagu;
e) Kedelai;
f) Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
g) Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui
proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan,
dikemas atau tidak
h) dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara
lain, dan/atau direbus;
i) Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang
dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;
j) Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan
maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan
lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas;

7
k) Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang
telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-
grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas, dan;
l) Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan,
dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang
dicacah.
3) Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,
warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman
yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau catering; dan
4) Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga (saham, obligasi, dan
lainnya).

4. JASA KENA PAJAK (JKP)


Dalam Pasal 1 angka 5 UU PPN 1984 dirumuskan bahwa: “Jasa adalah
setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan
hokum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas, kemudahan atau
hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk
menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan
atas petunjuk dari pemesan.”
Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain
oleh Undang-Undang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN
ditetapkan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas
kelompok-kelompok sebagai berikut:
1) Jasa di bidang pelayanan kesehatan medis, meliputi:
a) Jasa dokter umum,dokter spesialis, dan dokter gigi;
b) Jasa dokter hewan
c) Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi dan
fisioterapi;
d) Jasa kebidanan dan dukun bayi;
e) Jasa paramedis dan perawat;

8
f) Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium
kesehatan, dan Sanatorium;
g) Jasa psikolog dan psikiater; dan
h) Jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh
paranormal.
2) Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
a) Jasa pelayanan Panti Asuhan dan Panti Jompo;
b) Jasa pemadam kebakaran;
c) Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d) Jasa lembaga rehabilitasi;
e) Jasa penyedia rumah duka atau jasa pemakaman termasuk
krematorium;
f) Jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial
3) Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa
pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan
menggunakan cara lain pengganti perangko tempel.
4) Jasa keuangan meliputi:
a) Jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang
dipersamakan dengan itu;
b) Jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana
kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana
telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana
lainnya;
c) Jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah, berupa: sewa guna usaha dengan hak opsi, anjak piutang,
usaha kartu kredit, dan/atau pembiayaan konsumen;
d) Jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai
syariah dan fidusia; dan
e) Jasa penjaminan
5) Jasa Asuransi, yaitu jasa pertanggungan yang meliputi asuransi
kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan

9
asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa
penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan
konsultan asuransi.
6) Jasa di bidang keagamaan, meliputi:
a) Jasa pelayanan rumah ibadah;
b) Jasa pemberian khotbah atau dakwah;
c) Jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan, dan;
d) Jasa lainnya di bidang keagamaan.
7) Jasa di bidang pendidikan,meliputi:
a) Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa
penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan,
pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan professional
b) Jasa penyelengaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus
8) Jasa di bidang kesenian dan hiburan meliputi semua jenis jasa yang
dilakukan oleh pekerja seni nyang telah dikenakan Pajak Tontonan.
9) Jasa di bidang penyiaran meliputi jasa penyiaran radio dan televisi baik
yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupn swasta yang bukan
bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bersetujuan
komersial.
10) Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam
negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan
udara luar negeri.
11) Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
a) Jasa tenaga kerja;
b) Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga
kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja
tersebut;
c) Jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
12) Jasa di bidang perhotelan, meliputi:

10
a) Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah
penginapan, motel losmen, hostel serta fasilitas yang terkait dengan
kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap;
b) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan hotel,
rumah penginapan, motel, losmen dan hotel.
13) Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan
oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan
(IMB), pemberian Izin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok
Wajib Pajak,pembuatan Kartu Tanda Penduduk.
14) Jasa penyediaan tempat parkir, yaitu jasa penyediaan tempat parkir
yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada
pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.
15) Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, yaitu jasa
telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.
16) Jasa penerimaan uang dengan wesel pos.
17) Jasa boga atau catering.

5. SUBJEK DAN OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)


A. Objek PPN
1) Penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha, dengan syarat-syarat berikut:
a) Barang berwujud yang diserahkan merupakan BKP
b) Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan BKP yang
tidak berwujud.
c) Penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean, dan
d) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
2) Impor BKP
Pemungutan pajak atas impor BKP dilakukan melalui Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai. Siapapun yang memasukkan BKP ke dalam

11
Daerah Pabean dikenakan pajak tanpa memperhatikan apakah
dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya ataukah
tidak.
3) Penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha. Syarat-syaratnya adalah:
a) Jasa yang diserahkan merupakan JKP
b) Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean;
c) Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
4) Pemanfataan BKP tidak berwujud (hak paten, hak cipta, merk
dagang, waralaba) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
5) Pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean (jasa konsultan asing
yang memberikan jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa lain) di
dalam Daerah Pabean.
6) Ekspor BKP Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
7) Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan
usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan orang lain.
8) Penyerahan BKP berupa aktiva oleh PKP yang menurut tujuan
semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak
Masukan yang dibayar pada saat perolehannya menurut ketentuan
dapat dikreditkan.

B. Subjek PPN
1) Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan
penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikreditkan pajak
berdasarkan Undang-undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk
pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan Pengusaha Kena Pajak
apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah
peredaran bruto melebihi Rp. 4.800.000.000 (empat milyar delapan
ratus juta rupiah) dalam satu tahun.

12
2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP
Dalam Pasal 1 ayat (1) PMK Nomor 197/PMK.03/2013
tentangperubahan atas PMK Nomor 68/PMK.03/2010 tentang
Batasan Pengusaha Kecil PPN “Pengusaha kecil merupakan
pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan peredaran
bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah).”Pengusaha kecil yang memilih untuk
dikukuhkan sebagai PKP, selanjutnya wajib melaksanakan
kewajiban sebagaimana halnya PKP.
3) Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP tidak berwujud
dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean.
4) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya
sendiri dengan persyaratan tertentu. Adapun syarat-syarat yang
dimaksud adalah :
a) Luas bangunan lebih atau sama dengan 20 meter persegi
b) Bangunan diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau tempat
usaha
c) Bangunan bersifat permanen
d) Tidak dibangun dalam lingkungan real estate, dan
e) Pembangunan dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan
atau pekerjaan oleh orang pribadi, yang hasilnya digunakan
sendiri oleh pihak lain

6. PENGERTIAN JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN


YANG DIMANFAATKAN DI DALAM DAERAH PABEAN
a. Jasa Kena Pajak tersebut diserahkan oleh orang pribadi atau badan
yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah;
b. Pemberian Jasa Kena Pajak dapat dilakukan di dalam dan/atau di
luar Daerah Pabean sepanjang kegiatan pemberian Jasa Kena Pajak
tersebut tidak menyebabkan orang pribadi atau badan yang
bertempat tinggal atau berkedudukan di luar Daerah Pabean menjadi
Subjek Pajak dalam negeri;

13
c. Kegiatan pemanfaatan Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar Daerah
Pabean tersebut dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan
d. Jasa Kena Pajak yang berasal dari luar Daerah Pabean tersebut
dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean.

7. PEMUNGUT PPN
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah,
badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh
Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau
instansi Pemerintah tersebut.
Yang termasuk sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan menjadi
Wajib Pungut (WAPU) PPN antara lain:
1) Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara;
2) Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi;
dan kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan
sumber daya panas bumi;
3) Badan Usaha Milik Negara. Wajib Pungut PPN melakukan
pemungutan PPN/PPnBM terhadap penyerahan Barang Kena Pajak
dan/ atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Wajib Pungut
tersebut.

Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP


kepada Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara, Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang
Izin, atau Badan Usaha Milik Negara. Pemungut PPN memiliki
kewajiban-kewajiban sebagai konsekuensi penunjukan sebagai pemungut
PPN.

Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain:

14
1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok
wajib Pajak).
2. Wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM
yang terutang.

8. TARIF PPN
Penghitungan PPN yang terutang atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
Luar Daerah Pabean adalah sebagai berikut:
a) 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau
seharusnya dibayarkan kepada pihak yang memanfaatkan Jasa Kena
Pajak, jika dalam jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan
tidak termasuk PPN;
b) 10/110 (sepuluh per seratus sepuluh) dikalikan dengan jumlah yang
dibayarkan atau seharusnya dibayarkan kepada pihak yang
memanfaatkan Jasa Kena Pajak, jika dalam jumlah yang dibayarkan
atau seharusnya dibayarkan sudah termasuk PPN;
c) Dalam hal tidak ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis
untuk jumlah yang dibayarkan atau seharusnya dibayarkan atau
ditemukan adanya kontrak atau perjanjian tertulis akan tetapi tidak
dengan tegas dinyatakan bahwa dalam jumlah kontrak atau perjanjian
sudah termasuk PPN, maka PPN yang terutang dihitung sebesar 10%
(sepuluh persen) dikalikan dengan jumlah yang dibayarkan atau
seharusnya dibayarkan kepada pihak yang memanfaatkan Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean.

Saat terutangnya PPN atas pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean terjadi pada saat dimulainya pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean tersebut. Saat dimulainya pemanfaatan adalah saat yang
diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa – peristiwa di bawah ini:

a. saat Jasa Kena Pajak tersebut secara nyata digunakan oleh pihak yang
memanfaatkannya;

15
b. saat harga perolehan Jasa Kena Pajak tersebut dinyatakan sebagai
utang oleh pihak yang memanfaatkannya;
c. saat harga jual dan/atau penggantian Jasa Kena Pajak tersebut ditagih
oleh pihak yang menyerahkannya; atau
d. saat harga perolehan Jasa Kena Pajak tersebut dibayar baik sebagian
atau seluruhnya oleh pihak yang memanfaatkannya.

9. DASAR HUKUM PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS


PEMANFAATAN JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH
PABEAN
1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga
atas Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah.
2) PMK Nomor 40/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Perhitungan,
Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan /atau JKP dari Luar Daerah
Pabean.
3) Surat Edaran DJP Nomor : SE-147/Pj/2010 tentang Penjelasan Atas
PMK Nomor 40/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Perhitungan,
Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan /atau JKP dari Luar Daerah
Pabean.

10. TATA CARA PENYETORAN PPN YANG DI PUNGUT


PPN yang terutang atas Pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean wajib
dipungut dan disetorkan seluruhnya ke Kas Negara melalui Kantor Pos
atau Bank Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Elektronik (SSE)
paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya pajak.
• Pengertian Surat Setoran Elektronik
Saat ini Wajib Pajak dapat lebih mudah dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas

16
elektronik yang telah disediakan Direktorat Jenderal Pajak. Salah
satu fasilitas tersebut adalah e-Billing. Sistem pembayaran
elektronik (billing system) berbasis MPN-G2 yang memfasilitasi
Wajib Pajak untuk membayarkan pajaknya dengan lebih mudah,
lebih cepat dan lebih akurat. E-Billing ialah metode pembayaran
pajak secara elektronik menggunakan Kode Billing. Kode Billing
sendiri adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui sistem
Billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran pajak yang akan
dilakukan Wajib Pajak.

• Fungsi Surat Setoran Elektronik


Surat Setoran Elektronik merupakan salah satu sarana yang penting
untuk melakukan penyetoran kewajiban perpajakan, adapun fungsi
dari Surat Setoran Pajak antara lain:
1) Sarana untuk membayar pajak
2) Bukti dan laporan pembayaran pajak

• Tempat Pembayaran/Penyetoran Pajak


Menurut Peraturan Menteri Keungan Nomor 40/PMK.03/2010
tempat pembayaran maupun penyetoran pajak yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan, yaitu:
1) Bank-bank yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak
2) Bank BUMN dan BUMD
3) Kantor Pos
4) Tempat pembayaran lain yang telah ditunjuk oleh Menteri
Keuangan

11. TATA CARA PELAPORAN PPN YANG TELAH DI SETOR


a. Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), PPN yang telah disetor
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN bulan
terutangnya pajak dan dapat dilaporkan pada masa pajak berikutnya

17
paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang
bersangkutan . SPT Masaa PPN tersebut diperlakukan sebagai
laporan pemungut PPN atas pemanfaatan JKP dari Luar Daerah
Pabean.
b. Orang Pribadi maupun Badan yang bukan Pengusaha Kena Pajak
wajib melaporkan PPN yang telah disetor dengan mempergunakan
lembar ketiga Surat Setoran Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak yang
wilayahnya meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat
kedudukan badan tersebut paling lama akhir bulan berikutnya setelah
saat terutang pajak.

• Pengertian SPT Masa PPN


SPT Masa PPN merupakan sebuah form yang digunakan oleh
Wajib Pajak Badan untuk melaporkan penghitungan jumlah pajak
baik untuk melapor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang terhutang. Fungsi dari
SPT Masa PPN selain untuk melaporkan pembayaran atau
pelunasan pajak, namun juga dapat digunakan untuk melaporkan
harta dan kewajiban serta penyetoran pajak dari pemotong atau
pemungut.

• Kewajiban Melapor SPT Masa PPN


SPT Masa PPN harus dilapor walaupun tidak ada perubahan
neraca, atau nilai Rupiah pada masa pajak terkait nihil (0). Bagi
Pengusaha Kena Pajak (PKP), PPN yang telah disetor dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN bulan terutangnya
pajak dan dapat dilaporkan pada masa pajak berikutnyabpaling
lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya masa pajak yang
bersangkutan. SPT Masa PPN tersebut diperlakukan sebagai
laporan pemungut PPN atas pemanfaatan JK dari Luar Daerah
Pabean.

18
SPT yang dilampirkan ialah:
1. SPT Induk (Form 1111)
2. SPT Lampiran
a. Form 1111AB
b. Form 1111A1
c. Form 1111A2
d. Form 1111B1
e. Form 1111B2
f. Form 1111B3
• Sanksi Keterlambatan Melapor SPT Masa PPN
Keterlambatan penyampaian atau pelaporan SPT baik Masa
maupun Tahunan akan dikenakan sanksi administrasi berupa
denda, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan tertib
administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak
dalam memenuhi kewajiban menyampaikan SPT.
Didalam Undang-undang Perpajakan Pasal 7 Ayat 1 disebutkan
besarnya denda yang dikenakan atas keterlambatan penyampaian
SPT Masa PPN ialah sebesar Rp. 500.000-,

19
B. PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (PPnBM)

1. PENGERTIAN PPnBM
Berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia, Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajak yang dikenakan pada barang
yang tergolong mewah yang dilakukan oleh produsen (pengusaha) untuk
menghasilkan atau mengimpor barang tersebut dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya.

2. KARAKTRERISTIK PPnBM
Dari Pasal 5 dan Pasal 10 UU PPN 1984 diketahui karakteristik (PPnBM) sebagai
berikut:

➢ PPnBM merupakan pungutan tambahan di smping PPN


➢ PPnBM hanya dikenakan satu kali yaitu pada saat impor, atau penyerahan
di dalam Daerah Pabean BKP yang tergolong Mewah oleh pabrikan yang
menghasilkannya
➢ PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN atau PPnBM. Namun,
Pengusaha Kena Pajak yang mengekspor BKP Yang Tergolong Mewah
dapat meminta kembali PPnBM yang telah dibayar pada waktu perolehan
BKP Yang Tergolong Mewah yang dieskpor tersebut

Berdasarkan ketentuan tersebut, pada dasarnya PPnBM hanya dikenakan


satu kali yaitu pada mata rantai jalur distribusi yang disebut dalam Pasal 5 UU
PPN 1984.

3. TUJUAN PENGENAAN PPnBM DI SAMPING PPN


Dalam memori penjelasan Pasal 5 UU PPN 1984 ditegaskan bahwa tujuan
mengenakan PPnBM di samping PPN adalah:

➢ Untuk memperoleh keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen


yang berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi

20
➢ Untuk mengendalikan pola konsumsi BKP Yang Tergolong Mewah
➢ Melindungi produsen kecil atau tradisional
➢ Untuk mengamankan penerimaan negara

4. KRITERIA BKP YANG TERGOLONG MEWAH


Kriteria BKP yang Tergolong Mewah dalam penjelasan Pasal 5 UU PPN 1984
adalah:

➢ Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok


➢ Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu
➢ Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat
berpenghasilan tinggi
➢ Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status
➢ Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta
mengganggu ketertiban masyarakat, seperti minuman beralkohol

5. PENGELOMPOKAN TARIF PPnBM


Tarif PPnBM sepenuhnya diatur dalam PMK dan ditentukan berdasarkan
klasifikasi BKP mewah. Secara umum, tarif PPnBM dibagi menjadi dua, yakni:

➢ Tarif PPnBM kendaraan bermotor


➢ Tarif PPnBM non kendaraan bermotor

Tarif PPnBM Kendaraan Bermotor

Berdasarkan PMK Nomor 33/PMK.010/2017 tarif PPnBm untuk kendaraan


bermotor ditetapkan sebagai berikut:

Tarif PPnBM sebesar 10% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan 10 orang sampai dengan 15


orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api (diesel/semi
diesel), baik yang dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan
semua kapasitas isi silinder.

21
➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar
cetus api, baik yang dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan
sistem 1 gardan penggerak, dengan kapasitas isi silinder sampai dengan
1.500 cc.
➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan motor bakar
nyala kompresi (diesel/semi diesel). baik dilengkapi dengan motor listrik
maupun tidak, dengan sistem 1 gardan penggerak, dengan kapasitas isi
silinder sampai dengan 1.500 cc.

Tarif PPnBM sebesar 20% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk


pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1 gardan
penggerak, dengan motor bakar cetus api, baik dilengkapi dengan motor
listrik maupun tidak, dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1.500 cc
sampai dengan 2.500 cc.
➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi selain sedan atau station wagon, dengan sistem 1
gardan penggerak, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi
diesel), baik yang dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 1.500 cc sampai dengan 2.500 cc.
➢ Kendaraan bermotor dengan kabin yang dirancang untuk 2 baris tempat
duduk (double cabin) untuk penumpang melebihi 3 orang tetapi tidak
melebihi 6 orang termasuk pengemudi dan memiliki bak (terbuka atau
tertutup) untuk pengangkutan barang, dengan motor bakar cetus api atau
nyala kompresi (diesel/semi diesel), dilengkapi dengan motor listrik
maupun tidak, dengan sistem 1 gardan penggerak atau dengan sistem 2
gardan penggerak, untuk semua kapasitas isi silinder, dengan massa total
tidak lebih dari 5 ton.

22
Tarif PPnBM sebesar 30% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang


termasuk pengemudi, dengan motor bakar cetus api, baik yang dilengkapi
dengan motor listrik maupun tidak, dengan kapasitas isi silinder sampai
dengan 1.500 cc untuk sedan atau station wagon dan kendaraan selain
sedan atau station wagon dengan sistem 2 gardan penggerak.
➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi, baik yang
dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan kapasitas isi silinder
sampai dengan 1.500 cc untuk sedan atau station wagon dan kendaraan
selain sedan atau station wagon dengan sistem 2 gardan penggerak.

Tarif PPnBM sebesar 40% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang


termasuk pengemudi selain sedan ataustation wagon, dengan motor bakar
cetus api, baik yang dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan
sistem 1 gardan penggerak, dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2.500
cc sampai dengan 3.000 cc.
➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi dengan motor bakar cetus api, baik yang dilengkapi
dengan motor listrik maupun tidak, dengan kapasitas isi silinder lebih dari
1.500 cc sampai dengan kapasitas 3.000 cc, untuk sedan atau station
wagon dan kendaraan selain sedan atau station wagon dengan sistem 2
gardan penggerak.
➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan orang kurang dari 10 orang
termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi
diesel), baik yang dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 1.500 cc sampai dengan 2.500 cc, untuk
sedan atau station wagon dan kendaraan selain sedan atau station wagon
dengan sistem 2 gardan penggerak.

23
Tarif PPnBM sebesar 50% diberlakukan bagi seluruh kendaraan yang
penggunaannya dikhususkan untuk golf.

Tarif PPnBM sebesar 60% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

➢ Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari
250 cc sampai dengan 500 cc, yakni sepeda motor (termasuk moped) dan
sepeda yang dilengkapi dengan motor tambahan, dengan atau tanpa kereta
pasangan sisi, termasuk kereta pasangan sisi.
➢ Kendaraan khusus yang dibuat untuk perjalanan di atas salju, di pantai,
digunung, dan kendaraan semacam itu.

Tarif PPnBM sebesar 125% diberlakukan untuk kelompok sebagai berikut:

➢ Kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk


pengemudi, dengan motor bakar cetus api, dilengkapi dengan motor listrik
maupun tidak, dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3.000 cc yang terdiri
dari sedan atau station wagon, selain sedan atau station wagon dengan
sistem 1 gardan penggerak dan dengan sistem 2 gardan penggerak.
➢ Kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala kompresi (diesel/semi
diesel), baik dilengkapi dengan motor listrik maupun tidak, dengan
kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc yang terdiri dari, sedan atau station
wagon, selain sedan atau station wagon dengan sistem 1 gardan penggerak
dan dengan sistem 2 gardan penggerak.
➢ Kendaraan bermotor roda dua dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500
cc yang terdiri dari, sepeda motor (termasuk moped) dan sepeda yang
dilengkapi dengan motor tambahan, dengan atau tanpa kereta pasangan
sisi, termasuk kereta pasangan sisi.

Tarif PPnBM Non Kendaraan Bermotor

Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 20% diberlakukan pada:

➢ Rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan harga jual sebesar
Rp 20 miliar atau lebih.

24
➢ Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title dan sejenisnya
dengan harga jual sebesar Rp 10 miliar atau lebih.

Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 40% diberlakukan pada:

➢ Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat
udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
➢ Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk
keperluan negara, yang terdiri dari peluru dan bagiannya, tidak termasuk
peluru senapan angin.

Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 50% diberlakukan pada:

➢ Kelompok pesawat udara, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan


udara niaga yang terdiri dari helokopter, pesawat udara dan kendaraan
udara lainnya, selain helikopter.
➢ Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan
negara yang terdiri dari senjata artileri, revolver dan pistol, senjata api
(selain senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam itu yang
dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.

Tarif PPnBM untuk non kendaraan bermotor sebesar 75% diberlakukan pada:

➢ Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam yang dirancang
untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk
kepentingan negara atau angkutan umum.

6. DASAR PENGENAAN PAJAK UNTUK MENGHITUNG PPnBM YANG


TERUTANG
Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung PPnBM yang terutang adalah:

➢ Untuk penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean, Dasar


pengenaan Pajaknya adalah Harga Jual
➢ Untuk impor kendaraan bermotor adalah Nilai Impor
➢ Dalam hal terdapat hubungan istimewa antara Industri Perakitan atau
Pabrikan kendaraan bermottor dengan Distributor atau Dealer atau Agen

25
atau Penyalur dan Harga Jual dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa
antara pihak-pihak tersebut sehingga Harga Jual menjadi lebih rendah
daripada harga pasar wajar, maka Dasar Pengenaan Pajaknya ditetapkan
sebesar harga pasar wajar

7. DIBEBASKAN DARI PENGENAAN PPnBM


Berdasarkan Pasal 4 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003
dibebaskan dari pengenaan PPnBM:

➢ Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang


digunakan untuk kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, kendaraan
pemadam kebakaran, kendaraan tahanan, kendaraan angkutan umum
➢ Impor atau penyerahan kendaraan bermotor di dalam Daerah Pabean yang
digunakan untuk tujuan Protokoler Kenegaraan
➢ Impor atau penyerahan di dalam Daerah Pabean kendaraan bermotor untuk
pengangkutan 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang
termasuk kemudi, yang digunakan untuk kendaraan dinas TNI atau POLRI
➢ Impor atau penyerahan semua jenis kendaraan bermotor di dalam Daerah
Pabean, yang digunakan untuk keperluan patroli TNI atau POLRI

8. TIDAK DIKENAKAN PPnBM


Berdasarkan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 355/KMK.03/2003
tanggal 11 Agustus 2003, PPnBM tidak dikenakan atas impor atau penyerahan:

➢ Kendaraan dalam bentuk CKD


➢ Kendaraan berupa sasis
➢ Kendaraan pengangkutan barang
➢ Kendaraan bermotor beroda dua dengan kapasitas silinder sampai dengan
250cc
➢ Kendaraan umum untuk pengangkutan 16 (enam belas) orang atau lebih
termasuk pengemudi

26
C. PERHITUNGAN PPN DAN PPnBM
1. TARIF PPN DAN PPNBM
• Tarif PPN adalah 10%
• Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas:
a. Ekspor barang kena pajak (BKP) berwujud
b. Ekspor barang kena pajak (BKP) tidak berwujud
c. Ekspor Jasa Kena Pajak
• Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% dan paling tinggi 200%
• Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0%

2. DASAR PENGENAAN PPN


Dalam perhitungan PPN dan PPnBM, harus didasarkan pada Dasar
Pengenaan Pajak (DPP). Yang menjadi DPP adalah jumlah harga jual,
penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang digunakan sebagai
dasar untuk menghitung pajak terutang.

• Harga Jual adalah nilai berupa uang dari seluruh biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
Bila PPN dan PPn.BM yang dipungut saat penyerahan dimasukkan dalam
harga jual, maka PPN dan PPn..BM tersebut harus dikeluarkan dari harga
jual, karena bukan merupakan unsur harga jual. Adapun perlakuan
potongan tunai atau rabat baik yang tercantum dalam faktur penjualan
maupun faktur pajak harus dikurangkan dari harga faktur, sehingga
diperoleh harga jual yang seharusnya menjadi dasar pengenaan pajak.
Contoh : Bahan Baku Rp 3.000.000
Biaya Produksi Rp 10.000.000
Biaya Administrasi (termasuk laba) Rp 2.000.000
Harga Jual Rp 15.000.000
• Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena
Pajak, di luar PPN dan Ppn.BM, serta Potongan Harga yang tercantum
dalam Faktur Pajak bukan merupakan unsur Penggantian.

27
• Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang merrupakan harga patokan
impor atau Cost Insurance and Freight (CIF) atau C&F ditambah Bea
Masuk dan Bea Masuk Tambahan.
Contoh :Harga CIF atau C&F Rp 30.000.000
Bea Rp 3.000.000
Bea Masuk Tambahan Rp 1.500.000
Nilai Impor Rp 34.500.000
• Nilai Ekpor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta
atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor diketahui dari harga
yang tercantum dalam dokumen ekspor (=Pemberitahuan Ekspor Barang).

Contoh perhitungan PPN

1. Bapak Andi mempunyai perusahaan yang memproduksi bahan makanan, beliau


menjual produknya tersebut sebesar Rp. 55.000, dengan PPN sebesar 10%.
hitunglah PPN yang dipungut oleh perusahaan Bapak Andi.

Jawab: PPN = Tarif PPN x DPP

= 10% x Rp. 55.000

= Rp. 5.500

Maka, pajak PPN yang dipungut oleh perusahaan Bapak Andi ialah Rp. 55.000

3. CARA MENGHITUNG PPN DAN PPNBM


Untuk menghitung PPN dan PPn BM yang terutang atas penyerahan
Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah, perlu diperhatikan tiga faktor sesuai
karakteristiknya, yaitu :

• PPnBm hanya dipungut satu kali


• PPnBm tidak dapat dikreditkan sehingga dapat dibebankan sebagai biaya
• PPN tidak menghendaki terjadi pungutan pajak berganda. Mendasarkan
pada faktor-faktor tersebut, maka PPN= Tarif PPN x (Harga Barang -
PPnBM).

28
Contoh Kasus 1

Seorang pengusaha membeli barang mewah kendaraan bermotor seharga Rp.


50.000.000, dengan tarif PPN danPPnBM nya ialah 10%. Hitunglah besarnya
PPN dan PPnBM barang tersebut:

Untuk menghitung PPN dan PPnBM menggunakan rumus:

PPN = Tarif PPN x (Harga Barang- (Harga Barang x PPnBM))

= 10% x (Rp. 50.000.000-(Rp. 50.000.000 x 10%)

= 10% (Rp. 50.000.000 – Rp. 5.000.000)

= 10% x Rp. 45.000.000

= Rp. 4.500.000

Jadi, besarnya PPN dan PPnBM barang tersebut ialah Rp. 4.500.000

Contoh Kasus 2

PT NASIONAL selaku importir memasukkan 1000 unit AC/ dengan Harga Impor
(CIF) USD 500,000. Atas kegiatan impor ini terutang Bea Masuk 50%, PPN 10%
dan PPnBM 20%. Diketahui Nilai Kurs USD 1 = Rp2.000 berdasar Keputusan
Menteri Keuangan. PPN dan PPnBM yang terutang dihitung sebagai berikut:
Dasar Pengenaan Pajak imtuk menghitung PPN dan PPnBM atas Impor adalah:

Nilai Impor = Harga Impor (CIF) + Bea Masuk

Harga Impor (CIF) = 500.000 x Rp2.000 = Rp l.000.000.000

BeaMasuk 50% = Rp 500.000.000

Nilai Impor = Rp l.500.000.000

PPN =10%xRpl.500.000.000,00 = Rp 150.000.000

PPnBM = 20% x Rpl.500.000.000,00 = Rp 300.000.000

lumlah yang dibayar oleh Importir =Rp l .950.000.000

29
Apabila kemudian Importir menyerahkan AC tersebut kepada distributor dengan
harga per-unit AC adalah Rp2.800.000.00, maka Distributor akan membayar atas
penyerahan AC per-unit termasuk PPN dengan perhitungan sebagai berikut:
Harga per unit AC = Rp 2.800.000

Dikurangi PPnBM = 1/1000 xRp300.000.000,00 = Rp 300.000

Dasar Pengenaan PPN =Rp 2.500.000

PPN yang terutang = 10% x Rp 2.500.000 = Rp 250.000

Untuk penyerahan per unit AC yang diterima oleh Distributor, ia harus


membayar:

Harga per unit AC = Rp 2.800.000

PPN = Rp 250.000

Jumlah = Rp 3.050.000

Jumlah yang dibayar oleh Distributor = Rp 3.050.000

Contoh Kasus 2:

PT C mengimpor BKP yang tergolong mewah dengan nilai impor senilai Rp.
200.000.000. Atas impor tersebut dikenai PPN sebesar 10% dan PPnBM sebesar
30%. DPP atas impor BKP yang tergolong mewah tersebut adalah senilai Rp.
200.000.000 tidak termasuk PPN 10% dan PPnBM sebesar 30% yang dikenakan
atas impor BKP tersebut. Berapakah jumlah yang harus dibayarkan PT C atas
impor BKP yang tergolong mewah tersebut ?

Jawab : DPP = Rp. 200.000.000

PPN = 10% x Rp. 200.000.000 = Rp. 20.000.000

PPnBM = 30 % x Rp. 200.000.000 = Rp. 60.000.000

Berdasarkan perhitungan diatas, maka PT C harus membayar impor BKP senilai


Rp. 280.000.000

30

Anda mungkin juga menyukai