NIM : 030842913
2. Mengapa birokrasi di negara kita sering dicap "miring" dalam melayani masyarakat
Jawaban:
Pelayanan memenuhi apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam kaitannya dengan
pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah, maka kebutuhan masyarakat
umumnya terkait dengan kecepatan, kemudahan, keramahan, ketepatan dan biaya yang
murah.
Perlakuan yang baik dari petugas pelayanan. Masyarakat umumnya mengharapkan
perlakuan yang ramah, tepat, disiplin, dan penuh perhatian. Perlakuan yang demikian
akan membuat masyarakat merasa sangat dihargai, dan sebaliknya mereka pun akan
menghargai petugas maupun instansi pelayanan.
Bertanggungjawab atas kesalahan. Masyarakat umumnya juga mengharapkan unit
pelayanan bertanggungjawab terhadap kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya.
Belajar dari kesalahan. Masyarakat juga mengharapkan bahwa setiap instansi pemerintah
harus belajar dari kesalahan yang telah mereka lakukan pada masa lalu, sehingga
kesalahan serupa tidak terjadi lagi pada masyarakat yang lain.
Menyediakan informasi yang bermanfaat. Masyarakat juga selalu mengharapkan unit
pelayanan menyediakan informasi-informasi yang terkait dengan pelayanannya secara
lengkap, mudah dimengerti dan diakses, sehingga memudahkan bagi masyarakat untuk
memperoleh pelayanan yang ingin diperolehnya.
Memperlakukan masyarakat yang mengajukan pelayanan secara adil. Masyarakat juga
selalu mengharapkan perlakuan adil dalam memperoleh pelayanan, tidak dibedakan
karena : status social seseorang, atau kekerabatan seseorang dengan petugas pelayanan.
Dalam hal dimana pelayanan menetapkan biaya tertentu, maka keadilan dilakukan secara
proporsional.
Sebagaimana terlihat jelas fungsi pokok birokrasi Negara adalah untuk menjamin
terselenggaranya kehidupan Negara dan menjadi alat rakyat/masyarakat dalam
mencapai tujuan ideal suatu Negara. Untuk melaksanakan fungsi itu, birokrasi
pemerintah setidaknya memiliki tiga tugas pokok yakni :
1. Memberikan pelayanan umum yang bersifat rutin kepada masyarakat seperti
memberikan palayanan perjanjian, pembuatan dokumen, perlindungan, pemeliharaan
fasilitas umum, pemeliharaan kesehatan dan penyediaan jaminan keamanan bagi
penduduk.
2. Melakukan pemberdayaan terhadap masyarakat untuk mencapai kemajuan dalam
kehidupan yang lebih baik, seperti melakukan pembimbingan, pendampingan, konsultasi,
menyediakan modal dan fasilitas, usaha, serta melaksanakan pendidikan.
3. Menyelenggarakan pembangunan di tengah masyarakat, seperti membangun
infrastruktur perhubungan,telekomunikasi,perdagangan dan sebagainya.
Menurut Kumorotomo (1996) indikator untuk menilai kinerja organisasi publik, antara
lain, yaitu : efisiensi, efektivitas, keadilan, dan daya tanggap. Indikator-indikator yang
digunakan untuk menilai kinerja organisasi sangat bervariasi. Secara garis besar, berbagai
parameter yang dipergunakan untuk melihat kinerja pelayanan publik dapat
dikelompokkan menjadi dua pendekatan. Pendekatan yang pertama melihat kinerja
pelayanan publik dari perspektif pemberi layanan dan pendekatan kedua dari perspektif
pengguna jasa.
a. Akuntabilitas
Akuntabilitas dalam penyelanggaraan pelayanan publik adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan
ukuran-ukuran atau nilai-nilai dalam atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau
yang dimiliki oleh para stakeholders.
Rendahnya tingkat akuntabilitas aparat birokrasi dalampemberian pelayanan publik erat
kaitannya dengan pula dengan persoalan struktur birokrasi yang diwarisi semenjak masa
orde baru berkuasa. Prinsip loyalitas kepada atasan lebih dikenalkan daripada prinsip
loyal kepada publik. Birokrasi di Indonesia tidak pernah diajarkan untuk mempunyai
pemikiran bahwa kedaulatan berada pada publik, artinya bahwa eksistensi pelayanan
birokrasi akan sangat ditentukan oleh pertanggungjawaban birokrasi terhadap publik.
b. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menyusun kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan
aspirasi, serta tuntutan pengguna jasa. Responsivitas sangat dibutuhkan dalam pelayanan
publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat
(Dilulio, 1994). Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya
memiliki kinerja yang jelek juga (Osborne dan Plastrik, 1997).
c. Orientasi pada Pelayanan
Orientasi pada pelayanan menunjuk pada seberapa banyak energi birokrasi dimanfaatkan
untuk penyelenggarakan pelayanan publik. Sistem pemberian pelayanan yang baik dapat
dilihat dari besarnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh birokrasi secara efektif
didayagunakan untuk melayani kepentingan pengguna jasa. Idealnya, segenap
kemampuan dan sumber daya yang dimiliki oleh aparat birokrasi hanya dicurahkan atau
dikonsentrasikan untuk melayani kebutuhan dan kepentingan pengguna jasa.
Kemampuan dan sumber daya dari aparat birokrasi sangat diperlukan agar orientasi pada
pelayanan dapat dicapai.
d. Efisiensi Pelayanan
Efisiensi pelayanan adalah perbandingan terbaik antara input dan output pelayanan.
Secara ideal, pelayanan akan efisien apabiila birokrasi pelayanan dapat menyediakan
input pelayanan, seperti biaya dan waktu pelayanan yang meringankan masyarakat
pengguna jasa. Demikian pula dalam sisi output pelayanan, birokrasi, birokrasi secara
ideal harus dapat memberikan produk pelayanan yang berkualitas, terutama dari aspek
biaya dan waktu pelayanan. Efisiensi pada sisi input dipergunakan untuk melihat
seberapa jauh kemudahan akses publik yang ditawarkan. Akses publik terhadap
pelayanan dipandang efisien apabila publik memiliki jaminan atau kepastian menyangkut
biaya pelayanan.
2. Birokrasi pemerintah Indonesia sebagai salah satu penggerak dari organisasi sektor publik
dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada publik. Namun,
kondisinya tidak lepas dari citra yang sangat buruk, khususnya dari sisi kinerjanya. Secara
umum, masih tercatat berderet masalah kronis dalam manajemen birokrasi pemerintah saat dan
paska krisis, di antaranya; (i) masih kuatnya intervensi politik dalam penyelenggaraan birokrasi
pemerintah, (ii) ketidaksesuaian antara kebutuhan dan kompetensi yang dimiliki oleh aparat
pemerintah (lack of competencies) yang berakibat rendahnya kualitas kinerja pelayanan publik,
(iii) belum selesainya tarik menarik kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
dan (iv) masih kuatnya pola pikir aparat pemerintah sebagai penguasa dan bukan sebagai pelayan
publik. Permasalahan lainnya yang menghinggapi birokrasi, antara lain: masih belum terciptanya
budaya pelayanan publik yang berorientasi kepada kebutuhan pelanggan (masyaraat); faktor
figur (individu) masih memiliki pengaruh kuat dalam manajemen kepemimpinan birokrasi;
masih belum pulihnya kepercayaan masyarakat kepada instansi pemerintah; penataan
kelembagaan pemerintah yang seringkali tidak didasarkan atas kebutuhan obyektif masa depan;
lemahnya kesinambungan/ keberlanjutan dari penerapan sistem yang berorientasi pada
peningkatan kinerja, dan lain sebagainya. untuk mewujudkan birokrasi yang berkinerja tinggi,
maka kriteria utama sistem manajemen kinerja yang harus diterapkan antara lain: (i)
menjalankan tugas pokok dan fungsi secara konsisten, (ii) pegawainya memiliki kompetensi,
disiplin, dan etos kerja yang tinggi, (iii) adanya konsistensi antara perencanaan dengan
pelaksanaan, (iv) memiliki manajemen dan prosedur kerja (bisnis proses) yang jelas, (v) kinerja
pelayanan publik yang optimal, (vi) memiliki perencanaan secara sistematis dan aspiratif serta
berdasarkan kinerja, (vii) memiliki visi dan misi organisasi yang jelas, (viii) berorientasi pada
hasil kegiatan dan manfaat kegiatan.
Banyak anggapan bahwa birokrasi sangat lamban dan tidak efisien dalam menanggapi
perubahan, kurang dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan pembangunan. Birokrasi dituntut
untuk berubah sikap dan perilaku agar dapat melayani masyarakat dengan baik. Perubahan-
perubahan sosial yang terjadi baik yang berlangsung cepat maupun yang berlangsung lambat
(evolusi) menuntut pada organisasi birokrasi dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan tersebut.
Ada beberapa hal berkenaan dengan kebijakan reformasi birokrasi yang perlu
diperhatikan yaitu moralitas birokrat, sistem dan prosedur pelayanan serta sistem penghargaan
dan sanksi.
a) Moralitas birokrat
Untuk memperbaiki moral ini satu-satunya jalan adalah dengan meningkatkan pemahan
(tiadak sekadar pengetahuan) para aparat birokrasi terhadap kewajibannya. Pelatihan-pelatihan
untuk birokrasi harus di setting tidak hanya sebagai syarat untuk menduduki jabatan tertentu
tetapi juga harus mampu memberikan sentuhan-sentuhan kemanusiaan.
b) Sistem dan prosedur birokrasi
Selama ini sistem dan prosedur pelayanan yang diterapkan birokrasi adalah sistem dan
prosedur yang dirasakan rumit dan berbelit-belit oleh masyarakat. Walaupun para pejabat
menganggap sistem dan prosedur itulah yang baik dan sesuai, tetapi lagi-lagi yang merasakan
adalah masyarakat yang menggunakan sistem dan prosedur itu.
c) Sistem penghargaan dan sanksi
Sistem penghargaan dan sanksi dalam birokrasi publik sangat tidak jelas dan tidak adil.
Aparat tingkat bawah yang notabene selalu berhadapan dengan masyarakat tidak pernah
menerima penghargaan atas prestasi yang diraih. Penghargaan selalu untuk atasannya, yang
terkadang tidak tahu-menahu tentang apa yang sudah dilakukan bawahannya.
Sebaliknya, sistem sanksi yang diberikan juga tidak jelas. Kemalasan dan ketidak
disiplinan birokrasi publik kita sangat tinggi. Tapi, mereka tidak mendapatkan sanksi yang dapat
mengubah perilaku mereka.
SUMBER: https://seknasfitra.org/wp-content/uploads/2018/12/rb.pdf,
http://deviapriyanti158.blogspot.com/2012/03/peran-birokrasi-dalam-pelayanan-publik.html