Disusun untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Keperawatan Gawat Darurat
Disusun Oleh :
(20650204)
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui dalam rangka mengikuti Program Profesi Ners Mahasiswa SI Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Pada tanggal 22-27 Maret 2021
Penyusun
( Dian MayaErianti )
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner.Wasid
(2017) menambahkan bahwa SKA adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS
yang disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI)
atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya
trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (Andra, 2016)
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan spectrum akut dan berat yang merupakan keadaan
kegawatdaruratan dari coroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan
aliran darah (Kumar, 2017).
B. Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1)Faktor pembuluh darah :
a. Aterosklerosis.
b. Spasme
c. Arteritis
2) Faktor sirkulasi :
a. Hipotensi
b. Stenosis aorta
c. Insufisiensi
3) Faktor darah :
a. Anemia
b. Hipoksemia
c. Polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat :
1. Aktifitas berlebihan
2. Emosi
3. Makan terlalu banyak
4. Hypertiroidisme
2. Faktor predisposisi
Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a. Usia > 40 tahun
b. Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c. Hereditas
d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
3. Faktor resiko yang dapat diubah :
a. Mayor :
Hiperlipidemia
Hipertensi
Merokok
Diabetes
Obesitas
Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor:
Inaktifitas fisik
Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
Stress psikologis berlebihan.
Menurut (Trisnohadi, 2016) ACS dipengaruhi oleh :
1. Rupture plak
Rupture plak dapat menyebabkan terjadinya oklusi subtotal atau total dari pembuluh coroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi,
adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus
menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark sedangkan bila thrombus tidak menyumbat
100% dan hanya menimbulkan stenosis berat akan terjadi angina tak stabil.
2. Thrombosis dan agregasi trombosit
Terjadinya thrombosis setelah plak tergaggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak,
sel otot polos dan sel busa yang dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak
tak stabil.
3. Vasospasme
Diperkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan
dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Adanya spasme sering
kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.
4. Erosi pada plak tanpa rupture
Terjadi proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel. Adanya
perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh darah.
C. Klasifikasi
Wasid (2017) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut menurut Braunwald (1993)
adalah:
1. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat,
atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
2. Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.
3. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri :
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-
menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor.
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri
epigastrik.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi, dan
penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama jantung
E. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain :
1. Aritmia
2. Kematian mendadak
3. Syok kardiogenik
4. Gagal Jantung ( Heart Failure)
5. Emboli Paru
6. Ruptur septum ventikuler
7. Ruptur muskulus papilaris
8. Aneurisma Ventrikel
F. Patofisiologi
ACS merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh aliran darah ke arteri miokard berkurang
sehingga ketidakseimbangan terjadi antara suplay O2 ke iokardium yang dapat menimbulkan iskemia,
yang dapat menimbulkan nyeri yang kemungkinan akibat dari perubahan metabolisme aerobik menjadi
anaerob yang menghasilkan asam laktat yang merangsang timbulnya nyeri. Hal ini terjadi pada pla
coroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque).Ini disebut fase plaque
disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor)
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X
menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet,
aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner.Ini disebut fase acute
thrombosis ‘trombosi akut’.Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit,
proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut.Sel inflamasi tersebut
bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan
menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga
menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan
petanda inflamasi pada kejadian coroner akut(IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien
IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif.Endotelium mempunyai peranan
homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal.Jika
mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya
plak).Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa
spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide
phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS).Oksigen reaktif ini dianggap
dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal
jantung.Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh
darah, misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases.Angiotensin II juga merupakan aktivator
NADPH oxidase yang poten.Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui
pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh
darah sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri coroner akibat disfungsi endotel ringan
dekat lesi atau respons terhadap lesi itu.Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan
(yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid
dan prostasiklin).Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi
leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic.Melalui efek melawan, TXA2 juga
menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi coroner, menekan fibrilasi
ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom coroner akut yang diteliti secara angiografi 60—70%
menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak
karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada
kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai terjadinya Sindrom coroner akut, khususnya
IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak
terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari
dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung
meningkat, dan aliran coroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat
sebagai pencegahan dan terapi.
G. Pemeriksaan diagnostik
1. EKG
a. STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi :
hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q
pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru.
Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang
berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi ≥ 2 mm pada 2
sadapan chest lead.
b. NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada 2
sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi ≥ 2 mm
pada 2 sadapan chest lead.
c. Gambaran EKG
Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa
AKS.Pemeriksaan yang sederhana,murah tapi mempunyai nilai klinis
yang
tinggi.
Pada APTS/ Non Q infark,perubahan berupa adanya ST segmen depresi
atau T inversi. Hal ini harus dibedakan dengan tanda hipertropi ventrikel
kiri.
Terapi medikamentosa
Obat anti iskemia
Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium.
Obat anti agregasi trombosit
Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa
Obat anti trombin
Unfractionnated Heparin , low molecular weight heparin
Direct trombin inhibitors
b. Penatalaksanaan STEMI
Tatalaksana di rumah sakit
ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet,
karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien
harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam
pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan
kolesterol <300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium,
magnesium, dan rendah natrium. Bowels, istirahat di tempat tidur.
Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi sehingga di
anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin. Sedasi, pasien
memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode
inaktivasi dengan penenang (Alwi, 2006).
Terapi farmakologis
Fibrinolitik
Antitrombotik
Inhibitor ACE
Beta-Blocker
Aliran darah
O2 & nutrisi
Infark Miokardium
Infark transmural Infark
Subendokardial
Infark pada bagian Iskemia jaringan,
papilla dan korda hipoksemia, perubahan Metabolisme anaerob
Suplai O2 ke miokard
tendinae, septum kontrol saraf otonom,
ventrikel dan gangguan gangguan metabolisme, Produksi Asam laktat
Sellular hipoksia
perikardium ketidakseimbangan
elektrolit
Integritas membran sel berubah Nyeri akut
Komplikasi pasca infark Gangguan Kontraktilitas Penurunan curah
potensial aksi jantung
Beban jantung
Disfungsi Otot Papilaris, Perubahan Mekanisme kompensasi
Gagal jantung kiri mempertahankan curah
Ventrikel Septum Defek, elektrofisiologi
Rupture Jantung, jantung dan perfusi
Aneurisma Ventrikel, Resiko tinggi perifer
Tromboembolisme, aritmia Forward failure Backware failure
Perikarditis
Reflek simpatis
COP Bendungan atrium kiri vasokonstriksi sistem
retensi Na dan air
Vena pulmonalis pressure
Suplai O2 cerebral Pe perfusi perifer
Pe perfusi koroner Denyut jantung daya
Tekanan hidrostatik
Pe kontraksi jantung
kapiler paru
Gangguan perfusi paru
kesadaran Beban akhir
Hipotensi, asidosis Tekanan onkotik
ventrikel kiri daya
metabolik dan hipoksemia dilatasi ventrikel kiri
Transudasi cairan
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
1. Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard
2. Penurunan curah jantung b/d peningkatan beban kerja ventikuler.
3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan suplai darah paru
4. Pola nafas tidak efektif b/d kelelahan otot pernafasan
5. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
6. Perfusi perifer tidak efektif
a. Intervensi Keperawatan
1 2 3 4 5