Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE CORONARY SYNDROME (SKA)

Disusun untuk memenuhi tugas Profesi Ners Departemen Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pengampu : Syaiful Nurhidayat, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

DIAN MAYA ERIANTI

(20650204)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Oleh : Dian Maya Erianti

Judul : Laporan Pendahuluan Acute Coronary Syndrome (SKA)

Telah disetujui dalam rangka mengikuti Program Profesi Ners Mahasiswa SI Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Pada tanggal 22-27 Maret 2021

Ponorogo, 23 Maret 2021

Penyusun

( Dian MayaErianti )

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE CORONARY SYNDROME (SKA)

A. Definisi
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner.Wasid
(2017) menambahkan bahwa SKA adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS
yang disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI)
atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya
trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (Andra, 2016)
Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan spectrum akut dan berat yang merupakan keadaan
kegawatdaruratan dari coroner akibat ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan
aliran darah (Kumar, 2017).

B. Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1)Faktor pembuluh darah :
a. Aterosklerosis.
b. Spasme
c. Arteritis
2) Faktor sirkulasi :
a. Hipotensi
b. Stenosis aorta
c. Insufisiensi
3) Faktor darah :
a. Anemia
b. Hipoksemia
c. Polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat :
1. Aktifitas berlebihan
2. Emosi
3. Makan terlalu banyak
4. Hypertiroidisme

2. Faktor predisposisi
Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a. Usia > 40 tahun
b. Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita meningkat setelah
menopause
c. Hereditas
d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
3. Faktor resiko yang dapat diubah :
a. Mayor :
 Hiperlipidemia
 Hipertensi
 Merokok
 Diabetes
 Obesitas
 Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor:
 Inaktifitas fisik
 Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
 Stress psikologis berlebihan.
Menurut (Trisnohadi, 2016) ACS dipengaruhi oleh :
1. Rupture plak
Rupture plak dapat menyebabkan terjadinya oklusi subtotal atau total dari pembuluh coroner yang
sebelumnya mempunyai penyempitan yang minimal. Terjadinya rupture menyebabkan aktivasi,
adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya thrombus. Bila thrombus
menutup pembuluh darah 100% akan terjadi infark sedangkan bila thrombus tidak menyumbat
100% dan hanya menimbulkan stenosis berat akan terjadi angina tak stabil.
2. Thrombosis dan agregasi trombosit
Terjadinya thrombosis setelah plak tergaggu disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak,
sel otot polos dan sel busa yang dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor jaringan dalam plak
tak stabil.
3. Vasospasme
Diperkirakan ada disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang diproduksi oleh platelet berperan
dalam perubahan dalam tonus pembuluh darah dan menyebabkan spasme. Adanya spasme sering
kali terjadi pada plak yang tak stabil dan mempunyai peran dalam pembentukan trombus.
4. Erosi pada plak tanpa rupture
Terjadi proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan endotel. Adanya
perubahan bentuk dari lesi karena bertambahnya sel otot polos dapat menimbulkan penyempitan
pembuluh darah.

C. Klasifikasi

Wasid (2017) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut menurut  Braunwald (1993)
adalah:
1. Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat,
atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari.
2. Kelas II: Sub akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.
3. Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.

D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri :
a. Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-
menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau
gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang
dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin.
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening
atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang
hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu
neuroreseptor.
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri
epigastrik.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi, dan
penurunan saturasi oksigen (SAO 2) atau kelainan irama jantung

E. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain :
1. Aritmia
2. Kematian mendadak
3. Syok kardiogenik
4. Gagal Jantung ( Heart Failure)
5. Emboli Paru
6. Ruptur septum ventikuler
7. Ruptur muskulus papilaris
8. Aneurisma Ventrikel

F. Patofisiologi
ACS merupakan sindrom klinis yang disebabkan oleh aliran darah ke arteri miokard berkurang
sehingga ketidakseimbangan terjadi antara suplay O2 ke iokardium yang dapat menimbulkan iskemia,
yang dapat menimbulkan nyeri yang kemungkinan akibat dari perubahan metabolisme aerobik menjadi
anaerob yang menghasilkan asam laktat yang merangsang timbulnya nyeri. Hal ini terjadi pada pla
coroner yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque).Ini disebut fase plaque
disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka faktor jaringan (tissue factor)
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X
menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi platelet,
aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner.Ini disebut fase acute
thrombosis ‘trombosi akut’.Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit,
proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut.Sel inflamasi tersebut
bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan
menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga
menyebabkan ruptur plak. Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan
petanda inflamasi pada kejadian coroner akut(IMA) dan mempunyai nilai prognostic. Pada 15% pasien
IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif.Endotelium mempunyai peranan
homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal.Jika
mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya
plak).Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa
spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/ NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide
phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS).Oksigen reaktif ini dianggap
dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal
jantung.Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh
darah, misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases.Angiotensin II juga merupakan aktivator
NADPH oxidase yang poten.Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui
pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh
darah sebagai aterogenesis yang esensial.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri coroner akibat disfungsi endotel ringan
dekat lesi atau respons terhadap lesi itu.Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan
(yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid
dan prostasiklin).Nitrit Oksid secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi
leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic.Melalui efek melawan, TXA2 juga
menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi coroner, menekan fibrilasi
ventrikel, dan luasnya infark. Sindrom coroner akut yang diteliti secara angiografi 60—70%
menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak
karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada
kapsul, dan hemodinamik stress mekanik. Adapun mulai terjadinya Sindrom coroner akut, khususnya
IMA, dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas/ latihan fisik yang berlebihan (tak
terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari), dan hari
dari suatu mingguan (Senin). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung
meningkat, dan aliran coroner juga meningkat. Dari mekanisme inilah beta blocker mendapat tempat
sebagai pencegahan dan terapi.

G. Pemeriksaan diagnostik
1. EKG
a. STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut, meliputi :
hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan terbentuknya Q
pathologis, terbentuknya bundle branch block/ yang dianggap baru.
Perubahan EKG berupa elevasi segment ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang
berdekatan pada limb lead dan atau segment elevasi ≥ 2 mm pada 2
sadapan chest lead.
b. NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1 mm pada 2
sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau segment depresi ≥ 2 mm
pada 2 sadapan chest lead.
c. Gambaran EKG
 Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa
AKS.Pemeriksaan yang sederhana,murah tapi mempunyai nilai klinis
yang
tinggi.
Pada APTS/ Non Q infark,perubahan berupa adanya ST segmen depresi
atau T inversi. Hal ini harus dibedakan dengan tanda hipertropi ventrikel
kiri.

Gambaran EKG berupa ST Depresi


 Pada akut infark dengan gelombang Q, didapat adanya ST segemen
Elevasi,yang pada jam awal masih berupa hiperakut T (gelombang T
tinggi ) yang kemudian berubah menjadi ST elevasi. Adanya new
RBBB/LBBB juga merupakan tanda perubahan ECG pada infark
gelombang Q.

Gambaran EKG berupa ST Elevasi

 Pada penderita dengan nyeri dada sementara ECG-nya normal


menunjukkan besar kemungkinan nonkardiac pain. Sementara
progonosis dengan perubahan ECG hanya T inverted lebih baik dari ST
segmen depresi yang masuk dalam risiko tinggi.
2. Enzim Jantung, yaitu :
a. CKMB : dapat dideteksi 4-6 jam pasca infark, mencapai puncaknya pada 24
jam pertama, kembali normal setelah 2-3 hari.
b. Troponin T : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat dideteksi 4-8
jam pasca infark
c. LDH : dapat dideteksi 24-48 jam pasca infark, mencapai puncaknya setelah
3-6 hari, normal setelah mencapai 8-14 hari.
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi.
5. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA , menunjukkan inflamasi
6. AGD
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
7. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
8. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
9. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
10. Pemeriksaan pencitraan nuklir
a. Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard
misal lokasi atau luasnya AMI.
b. Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
11. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding
regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
12. Angiografi coroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase
AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
13. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel,
lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
14. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan
sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.
H. Penatalaksanaan
1. Fokus pada penjalaran nyeri, sesak, dan diaphoresis
2. Pemeriksaan EKG 12 sadapan dan lab marker jantung
3. MONA: Morfin, O2, NTG, dan aspirin 160-325 mg, per oral. Jika alergi aspirin, berikan ticlopidin
(ticlid) atau clopidogrel (Plavix)
4. Berikan O2 tambahan untuk mempertahankan SpO2 > 90 %
5. Berikan tablet NTG SL atau bentuk semprot
6. Berikan morfin IV 2-4 mg setiap 15 menit sampai nyeri terkontrol (pantau adanya hipotensi dan
depresi pernapasan)

I. Penyakit Yang Termasuk Dalam SKA


Yang termasuk kedalam Sindroma koroner akut adalah angina tak stabil,
miokard infark akut dengan elevasi segmen ST (STEMI), dan miokard infark akut
tanpa elevasi segmen ST (NSTEMI).
1. Angina Pectoris Tak Stail
a. Definisi Angina Pektoris Tak Stabil
Angina pektoris tak stabil ditandai dengan nyeri angina yang frekuensi
nya meningkat. Serangan cenderung di picu oleh olahraga yang ringan, dan
serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih lama dari angina
pektoris stabil.
Angina tak stabil merupakan tanda awal iskemia miokardium yang
lebih serius dan mungkin ireversibel sehingga kadang-kadang disebut
angina pra infark. Pada sebagian besar pasien, angina ini di picu oleh
perubahan akut pada plak di sertai trombosis parsial, embolisasi distal
trombus dan/ atau vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung adalah
arterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya (Kumar, 2017).

b. Penatalaksanaan Angina Pektoris Tak Stabil


 Tindakan umum
Pasien perlu perawatan di rumah sakit sebaiknya di unit intensif koroner,
pasien perlu di istirahatkan (bed rest), di beri penenang dan oksigen;
pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan
nyeri dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin (Trisnohadi, 2016).

 Terapi medikamentosa
 Obat anti iskemia
 Nitrat, penyekat beta, antagonis kalsium.
 Obat anti agregasi trombosit
 Aspirin, tiklodipin, klopidogrel, inhibitor glikoprotein IIb/ IIIa
 Obat anti trombin
 Unfractionnated Heparin , low molecular weight heparin
 Direct trombin inhibitors

2. Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)


a. Definisi
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan
jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian diindustri dan
merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju
(Kumar, 2017). STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner
menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.

b. Penatalaksanaan STEMI
 Tatalaksana di rumah sakit
ICCU; Aktivitas, Pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama. Diet,
karena resiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien
harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam
pertama. Diet mencakup lemak < 30% kalori total dan kandungan
kolesterol <300mg/hari. Menu harus diperkaya serat, kalium,
magnesium, dan rendah natrium. Bowels, istirahat di tempat tidur.
Penggunaan narkotik sering menyebabkan efek konstipasi sehingga di
anjurkan penggunaan pencahar ringan secara rutin. Sedasi, pasien
memerlukan sedasi selama perawatan, untuk mempertahankan periode
inaktivasi dengan penenang (Alwi, 2006).

 Terapi farmakologis
 Fibrinolitik
 Antitrombotik
 Inhibitor ACE
 Beta-Blocker

3. Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI)


NSTEMI dapat di sebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena
trombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner di awali
dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya mempunyai inti
lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan konsentrasi faktor
jaringan yang tinggi. Inti lemak yang cenderung ruptur mempunyai konsentrasi ester kolesterol
dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat di jumpai sel
makrofag dan limfosit T yang menunjukan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF α, dan IL-6. selanjutnya IL-6 kan merangsang
pengeluaran hsCRP di hati (Sjaharuddin, 2016)
a. Penatalaksanaan NSTEMI
Pasien NSTEMI harus istirahat ditempat tidur dengan pemantauan EKG
untuk deviasi segmen ST dan irama jantung. Empat komponen utama terapi
harus dipertimbangkan pada setiap pasien NSTEMI yaitu:
 Terapi antiiskemia
 Terapi anti platelet/antikoagulan
 Terapi invasif (kateterisasi dini/ revaskularisasi
Pathways SKA Arteriosclerosis
Trombosis koroner
Konstriksi arteri koronaria

Aliran darah

O2 & nutrisi

Jar. Miokard iskemik

Nekrosis ( jika > 30 menit )

Infark Miokardium
Infark transmural Infark
Subendokardial
Infark pada bagian Iskemia jaringan,
papilla dan korda hipoksemia, perubahan Metabolisme anaerob
Suplai O2 ke miokard
tendinae, septum kontrol saraf otonom,
ventrikel dan gangguan gangguan metabolisme, Produksi Asam laktat
Sellular hipoksia
perikardium ketidakseimbangan
elektrolit
Integritas membran sel berubah Nyeri akut
Komplikasi pasca infark Gangguan Kontraktilitas Penurunan curah
potensial aksi jantung
Beban jantung
Disfungsi Otot Papilaris, Perubahan Mekanisme kompensasi
Gagal jantung kiri mempertahankan curah
Ventrikel Septum Defek, elektrofisiologi
Rupture Jantung, jantung dan perfusi
Aneurisma Ventrikel, Resiko tinggi perifer
Tromboembolisme, aritmia Forward failure Backware failure
Perikarditis
Reflek simpatis
COP Bendungan atrium kiri vasokonstriksi sistem
retensi Na dan air
Vena pulmonalis pressure
Suplai O2 cerebral Pe perfusi perifer
Pe perfusi koroner Denyut jantung daya
Tekanan hidrostatik
Pe kontraksi jantung
kapiler paru
Gangguan perfusi paru
kesadaran Beban akhir
Hipotensi, asidosis Tekanan onkotik
ventrikel kiri daya
metabolik dan hipoksemia dilatasi ventrikel kiri
Transudasi cairan

Perfusi Perifer tidak Edema paru Hipertrofi


efeektif ventrikel kiri

Syok kardigenik Gg. pertukaran gas Kelebihan Pengembangan paru


volume cairan tidak optimal
Kematian
Pola nafas tidak
Kelemahan fisik Intoleran aktivitas efektif

Kondisi dan prognosis


penyakit

Ansietas Deficit Koping tidak ketidakpatuhan


pengetahuan efektif
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Umum
Meliputi identitas klin dan identitas penanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Meliputi keluhan utama, alasan masuk rumah sakit, riwayat penyakit.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Meliputi penyakit yang pernah dialami (riwayat perawatan, operasi, pengobatan),
kecelakaan yang pernah dialami dan riwayat alergi
4. Riwayat Penyakit keluarga
Jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit vaskuler perifer , penggunaan tembakau.
5. Riwayat Psikologi dan Spiritual
Meliputi riwayat psikologi ( tempat tinggal, lingkungan rumah, hubungan antar anggota
keluarga), riwayat spiritual ( support system, kegiatan keagamaan), riwayat hospitalisasi
(pemahaman keluarga tentang sakit & rawat inap di rumah sakit)
6. Pola Fungsi Kesehatan (11 pola fungsional Gordon)
Meliputi pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan, pola nutrisi, pola eliminasi, pola
aktivitas dan latihan, pola tidur dan istirahat, pola kognitif-perseptual, pola persepsi
diri/konsep diri, pola seksual dan reproduksi, pola peran hubungan, pola manajemen
coping stress dan pola keyakinan nilai.
7. Pemeriksaan Fisik
1) Aktifitas
Gejala :
Kelemahan,Kelelahan,Tidak dapat tidur,Pola hidup menetap,
Jadwal olahraga tidak teratur
Tanda :Takikardi, Dispnea pada istirahat atau aktifitas.
2) Sirkulasi
Gejala :
Riwayat IMA sebelumnya
Penyakit arteri koroner
Masalah tekanan darah
Diabetes mellitus.
Tanda :
 TD : dapat normal atau naik/turun, perubahan postural dicatat dari tidur sampai
duduk/berdiri
 Nadi : Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat
 kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia) mungkin terjadi.
 Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin
 menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau
komplain ventrikel.
 Murmur : bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
 Friksi ; dicurigai Perikarditis
 Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
 Edema : Distensi vena juguler, edema dependent , perifer,
edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung
atau ventrikel.
 Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa
 atau bibir

3) Makanan atau cairan


Gejala : Mual, Kehilangan nafsu makan, Bersendawa, Nyeri ulu hati atau rasa
terbakar
Tanda : Penurunan turgor kulit, Kulit kering/berkeringat, Muntah, Perubahan berat
badan.
4) Neurosensori
Gejala :Pusing, Berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat)
Tanda : Perubahan mental, Kelemahan, Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan
nyeri dalam dan viseral).
Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke
tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang,
abdomen, punggung, leher.
Kualitas : “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk
yang pernah dialami.
5) Pernapasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat, Dispnea nokturnal, Batuk
dengan atau tanpa produksi sputum, Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
Tanda : Peningkatan frekuensi pernafasan, Nafas sesak / kuat, Pucat, sianosis, Bunyi
nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu :
1. Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard
2. Penurunan curah jantung b/d peningkatan beban kerja ventikuler.
3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan suplai darah paru
4. Pola nafas tidak efektif b/d kelelahan otot pernafasan
5. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
6. Perfusi perifer tidak efektif
a. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan


Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
D.0077 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Pengertian : Kriteria Hasil: nyeri
Pengalaman sensorik Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik  Identifikasi skala nyeri
atau emosional yang Memburuk Membaik
berkaitan dengan 1 Frekuensi nadi
kerusakan jaringan   1 2 3 4 5
aktual atau fungsional, 2 Pola nafas
dengan onset mendadak   1 2 3 4 5
atau lambat dan Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
berintensitas ringan Meningkat Menurun
hingga berat yang 3 Keluhan nyeri
berlangsung kurang dari   1 2 3 4 5
3 bulan. 4 Meringis
  1 2 3 4 5
5 Gelisah
1 2 3 4 5
6 Kesulitan tidur
1 2 3 4 5
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Penurunan Curah Curah Jantung Perawatan Jantung
Jantung Observasi:
D.0008 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam  Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung
diharapkan Ketidakadekuatan jantung memompa darah  Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung
meningkat  Monitor tekanan darah
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor intake dan output cairan
Ketidakadekuatan Memburuk Cukup Sedang Cukup Menurun  Monitor saturasi oksigen
jantung memompa Memburu Menurun
darah untuk k
memenuhi kebutuhan 1 Tekanan Darah
metabolisme tubuh   1 2 3 4 5
2 CRT
  1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
3 Palpitasi
  1 2 3 4 5
4 Distensi Vena Jugularis
  1 2 3 4 5
5 Gambaran EKG Aritmia
1 2 3 4 5
6 Lelah
1 2 3 4 5
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Perfusi Perifer Tidak Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi
Efektif Observasi:
D.0009 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan  Periksa sirkulasi perifer
perfusi perifer meningkat  Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
Penurunan sirkulasi Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun Terapeutik
darah pada level Meningkat Menurun
kapiler yang dapat 1 Warna kulit pucat
mengganggu   1 2 3 4 5
metabolisme tubuh 2 Edema perifer
1 2 3 4 5
3 Kelemahan otot
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
4 Pengisian kapiler
1 2 3 4 5
5 Akral
1 2 3 4 5
 6 Turgor Kulit
1 2 3 4 5
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Pola nafas tidak Pola Napas Pemantauan Respirasi
efektif Observasi:
D.0005 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam inspirasi  Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
dan atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat membaik .  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Inspirasi dan/atau Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Terapeutik
ekspirisasi yang tidak Menurun Meningkat
memberikan ventilasi 1 Dipsnea
adekuat   1 2 3 4 5
2 Penggunaan otot bantu napas
  1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburuk Membaik
3 Frekuensi napas
  1 2 3 4 5
4 Kedalaman napas
  1 2 3 4 5
Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
Pertukaran Gas Observasi:
D.0003 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam  Monitor pola nafas, monitor saturasi oksigen
diharapkan karbondioksida pada membran alveolus-kapiler  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
dalam batas normal  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Pengertian : Kriteria Hasil: Terapeutik
 Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Edukasi
Kelebihan atau Menurun Cukup Sedang Cukup Meningka  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
kekurangan Menurun Meningka t  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
oksigenasi t Terapi Oksigen
dan/atau eliminasi 1 Tingkat Kesadaran Observasi:
karbondioksida   1 2 3 4 5  Monitor kecepatan aliran oksigen
pada membran Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Monitor posisi alat terapi oksigen
alveolus-kapiler Meningkat Menurun  Monitor tanda-tanda hipoventilasi
1 Dispneu  Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan
  1 2 3 4 5 oksigen
2 Bunyi napas tambahan Terapeutik:
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu
  1 2 3 4 5
 Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Gelisah
1 2 3 4 5
4. Diaforesis
1 2 3 4 5
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburu Membaik
k
1. PCO2
1 2 3 4 5
2. PO2
1 2 3 4 5
3. Sianosis

1 2 3 4 5

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi Toleransi Aktivitas Manajemen Energi
aktivitas Observasi:
D.0056 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
diharapkan toleransi aktivitas meningkat.  Monitor pola dan jam tidur
Pengertian : Kriteria Hasil:  Monitor kelelahan fisik dan emosional
Ketidakcukupan Menurun Cukup Sedang Cukup Meningka Edukasi
energi untuk Menurun Meningka t
melakukan aktivitas t
sehari-hari 1 Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
  1 2 3 4 5
2 Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah
  1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
3 Keluhan lelah
  1 2 3 4 5
4 Dispnea saat aktivitas
  1 2 3 4 5
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E., 2012. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke-3.


Jakarta : EGC Fakultas Kedokteran UI, 2011, Kapita Selekta
Kedokteran, editor Arif M. Dkk, Jakarta, Media Aesculapius
Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. et. al. 2011. Keperawatan
Kardiovaskular. Harapan Kita. Jakarta
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 2016. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam ,
Jakarta : FKUI
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth, alih bahasa Agung Waluyo; editor Monica Ester,
Edisi ke- 8 Volume 2, Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Wilkinson, J, 2016, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan
intervensi NIC dan kriteria hasil NOC, alih bahasa Widyawati, editor
Eny M. Edisi ke-7 Jakarta ; EGC
Udijanti, 2012, Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta ; Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai