DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 9
TUTRIYANTI ANA
MEYLING ABUBAKAR
INDRA SEPTIAN ABDULLAH
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Insiden labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis lebih-kurang 1 dalam 800
kelahiran hidup.Insiden palatoskizis saja 1 dalam 2000 kelahiran hidup.Labioskizis
dengan atau tanpa palatoskizis lebih sering dijumpai pada laki-laki, dan palatoskizis saja
lebih sering pada wanita.Defek ini tampaknya lebih sering terdapat pada orang Asia dan
suku-suku tertentu penduduk asli Amerika dibandingkan pada orang kulit putih, pada
orang kulit hitam, defek tersebut lebih jarang ditemukan.
Insidens celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah pada palatum,
kira-kira terdapat pada 1 : 600 kelahiran; insidens celah palatum saja sekitar 1 : 1.000
kelahiran. Bibir sumbing lebih lazim terjadi pada laki-laki.Kemungkinan penyebabnya
meliputi ibu yang terpajan obat, kompleks sindrom malformasi, murni tak diketahui, atau
genetic. Faktor genetic pada bibir sumbing , dengan atau tanpa celah palatum, lebih
penting daripada celah palatum saja.Namun keduanya dapat terjadi secara sporadic;
insidens tertinggi kelainan ini terdapat pada orang Asia dan terendah pada kulit hitam.
Insidens yang terkait malformasi congenital dan gangguan dalam proses perkembangan
meningkat pada anak-anak dengan cacat celah, terutama pada mereka yang menderita
cacat celah palatum saja. Penemuan ini sebagian terjelaskan oleh adanya kenaikan
insidens gangguan pendengaran konduktif pada anak yang menderita celah palatum,
sebagian disebabkan karena infeksi berulang pada telinga tengah, juga oleh frekuensi
cacat celah pada anak-anak yang mempunyai kelainan kromosom.
B. Rumusan Masalah
1. Apa PengertianLabiopalatoskizis?
2. Bagaimana etiologi labiopalatoskizis ?
3. Bagaimana manifestasi klinis labiopalatoskizis?
4. Bagaimana komplikasilabiopalatoskizis?
5. Bagaimana Klasifikasi labiopalatoskizis ?
6. Bagaimana patofisiologi labiopalatoskizis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan labiogilabiopalatoskizis ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak labiopalatoskizis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau
penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang dilikuti disrupsi kedua
bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan Palatoskizis adalah kelainan congenital sumbing
akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi
(Hidayat,2008;22)
Labioskizisatau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya
celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada
bahagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari
bibir ke hidung(www.infokesehatan.com)
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karenakegagalan 2 sisi
untuk menyatu karena perkembangan embriotik.
Labioskizis (celah bibir) dan palatoskizis (celah langit-langit mulut/ palatum) merupakan
malformasi facial yang terjadi dalam perkembangan embrio.Keadaan ini sering dijumpai pada
semua populasi dan dapat menjadi disabilitas yang berat pada orang yang terkena.Keduaya dapat
terjadi secara terpisah atau yang lebih sering lagi, secara bersamaan.Labiozkizis terjadi karena
kegagalan pada penyatuan kedua prosesus nasalis maksilaris dan mediana.Palatoskizis
merupakan fisura pada gais tengah palatum akibat kegagalan penyatuan kedua sisinya.
B. Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa
mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan
palatum durum, serta palatum mlle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena
menjadi beberapa bagian berikut :
1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan
foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap
foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum
sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan
belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
Klasifikasi dari kelainan ini diantaranya berdasarkan akan dua hal yaitu :
Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa
jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :
Unilateral Incomplete yaitu jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
Unilateral Complete yaitu jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
Bilateral Complete yaitu Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memnajang
hingga ke hidung.
C. Etiologi
Umumnya kelainan kongenital ini berdiri sendiri dan penyebabnya tidak diketahui
dengan jelas. Selain itu dikenal dengan beberapa syndrom atau malformasi yang disertai adanya
sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya yang disebut kelompok syndrom clefts dan
kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts.
Beberapa cindromik clefts adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom
(trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan akobat
toksisitas selama kehamilan (kecanduan alkohol), terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang
ditemukan pada syndrom pierrerobin, penyebab non sindromik clefts dafat bersifat multifaktorial
seperti masalah genetik dan pengaruh lingkungan(Wong.2003:587)
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Faktor tersebut antara
lain , yaitu :
1. Herediter
a) Mutasi gen
Ditemukan sejumlah sindroma atau gejala menurut hukum Mendel secara otosomal,
dominant, resesif dan X-Linked. Pada otosomal dominan, orang tua yang mempunyai kelainan
ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama. Pada otosomal resesif adalah kedua orang tua
normal tetapi sebagai pembawa gen abnormal. X-Linked adalah wanita dengan gen abnormal
tidak menunjukan tanda-tanda kelainan sedangkan pada pria dengan gen abnormal menunjukan
kelainan ini.
b) Kelainan Kromosom
2. Faktor lingkungan
a) Faktor usia ibu
Dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio pun akan
menurun. Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula resiko dari
ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan
trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet
baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35
tahun. Resiko mengandung anak dengan cacat bawaan bertambah besar sesuai dengan
bertambahnya usia ibu.
b) Obat-obatan
Obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu, tetapi
hampir janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Penggunaan asetosal atau aspirin
sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya
celah bibir. Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi selama hamil yaitu rifampisin, fenasetin,
sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen dan penisilamin,
diazepam, kortikosteroid. Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama
kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah langit-langit.
c) Nutrisi
Contohnya defisiensi Zn, B6, Vitamin C, kekurangan asam folat pada waktu hamil.
Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi pada masyarakat golongan
ekonomi kebawah penyebabnya diduga adalah kekurangan nutrisi.
Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai
jumlah anak yang banyak.
e) Penyakit infeksi
Contohnya seperti infeksi rubella, sifilis, toxoplasmosis dan klamidia dapat menyebabkan
terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis.
f) Radiasi
Efek teratogenik sinar pengion jelas bahwa merupakan salah satu faktor lingkungan
dimana dapat menyebabkan efek genetik yang nantinya bisa menimbulkan mutasi gen. Mutasi
gen adalah faktor herediter.
g) Stress Emosional
h) Trauma
Celah bibir bukan hanya menyebabkan gangguan estetika wajah, tetapi juga dapat
menyebabkan kesukaran dalam berbicara, menelan, pendengaran dan gangguan psikologis
penderita beserta orang tuanya. Permasalahan terutama terletak pada pemberian minum,
pengawasan gizi dan infeksi. Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau benturan pada
saat hamil minggu kelima. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan
wajah serta mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan. Salah satunya adalah celah bibir dan
langit-langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara minggu
keempat sampai minggu kedelapan masa embrio.
D. Patofisiologi
Labio/palatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus maksilaris dan
premaksilaris selama awal usia embrio. Labioskizis dan palatoskizis merupakan malformasi yang
berbeda secara embrional dan terjadi pada waktu yang berbeda selama proses perkembangan
embrio. Penyatuan bibir atas pada garis tengah selesai dilakukan pada kehamilan antara minggu
ketujuh dan kedelapan.
Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian dalam proses
perkembangan, yaitu pada kehamilan antara minggu ketujuh dan keduabelas. Lalam proses
migrasi ke posisi horisontal, palatum tersebut dipisahkan oleh lidah untuk waktu yang singkat.
Jika terjadi kelambatan dalam migrasi atau pemindahan ini, jika atau lidah tidak berhasil turun
dalam waktu yang cukup singkat,bagian lain proses perkembangan tersebut akan terus berlanjut
namun palatum tidak pernah menyatu. Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa
mengenai langit-langit.Berbeda pada kelainan bibir yang terlihat jelas secara estetik, kelainan
sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan
bicara.
Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung.Pada bayi
yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa
tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat
menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan
jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi
saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan
infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.
F. Komplikasi
a. Gangguan bicara
b. Terjadinya atitis media
c. Aspirasi
d. Distress pernafasan
e. Resiko infeksi saluran nafas
f. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
g. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder akibat
disfungsi tuba eustachius.
h. Masalah gigi
i. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan
paruh
j. Kesulitan makan
G. Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini
dilakukansetelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari
infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk
melakukanoperasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh ( rules of Ten) yaitu, Berat badan
bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar
leukositminimal 10.000/ui.
1) Perawatan
a. Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan
bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan
payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa payudara untuk
mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah
dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu.
Dot domba Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui
hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang
menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar),
atau hanya dot biasa dengan lubang besar.
Botol peras Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang
mulut hingga dapat dihisap bayi.
Ortodonsi Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum
agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum
sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive.
2.Pengobatan
a. Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki keainan, tetapi waktu yang tepat
untuk operasi tersebut bervariasi.
b. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often yaitu
umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui .
c. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin
(15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum membentuk
cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah
alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan
kiri celah supaya normal.
d. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka
mendeteksi selesai.
e. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki kerusakan horseshoe yang lebar.
Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempel pada bagian belakang gigi geligi
menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
f. Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk
pembentukan bicara, perubahan struktur, juga pada sumbing yang telah diperbaik, dapat
mempengaruhi pola bicara secara permanen.
b. Respirasi
▬ Kegawatan pernapasan disertai aspirasi
▬ Kemungkinan dispnea
c. Muskuloskeletal
▬ Gagal bertumbuh
d. Gastrointestinal
▬ Kesulitan pemberian makan
e. Psikososial
▬ Gangguan ikatan antara orang tua-bayi
▬ Gangguan citra tubuh
INTERVENSI
Post-bedah
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
Dx
1 Nyeri akut yang Setelah dilakukan tindakan Edukasi menajemen nyeri
berhubungan dengan keperawatan dalam waktu … jam Tindakan
pembedahan dibuktikan masalah keperawatan penyembuhan Observasi
dengan luka meningkat dengan 1. Identifikasi kesiapan dan
Tanda dan gejala kriteria hasil kemampuanmenerima
Mayor 1. Penyatuan kulit meningkat informasi
Ds. 2. Penyatuan tepi luka Terapeutik
1. Sulit tidur meningkat 1. Sediakan materi dan media
Do. 3. Edema pada sisi luka pendidikan kesehatan
2. Frekuensi nadi menurun 2. Jadwalkan pendidikan
meningkat 4. Nyeri menurun kesehatan sesuai kesepakatan
3. Gelisa 3. Berikan kesempatan untuk
4. menangis bertanya
Minor Edukasi
Do. 1. Jelaskan penyebab, periode,
1. Diaforesis dan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan memnitor secara
mandiri
3. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
2 Resiko infeksi dibuktikan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infekse
dengan efek prosedur keperawatan dalam waktu … jam Tindakan
invasif masalah keperawatan Tingkat Observasi
infeksi menurun dengan 1. Monitor tanda dan gejala
kriteria hasil infeksi lokal dan sistemik
1. Kemerahan menurun Terapeutik
2. Bengkak menurun 2. Berikan perawatan kulit pada
3. Demam menurun area edema
3. Cici tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
lingkungan pasien
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu
4. Implementasi
Masalah yang akan segera dihadapi dalam perawatan bayi dengan deformitas
labio/palatoskizis berkaitan dengan pemberian makan pada bayi dan reaksi orang tua terhadap
defek yang dialami oleh bayi tersebut. Deformitas fasial merupakan cacat yang sungguh
mengganggu bagi orang tua.Khususnya labioskizis merupakan cacat yang merusak bentuk wajah
dan tampak dengan jelas sehingga menciptakan respon negative bagi orang tua.Selama fase awal
sesudah kelahiran bayu labioskizis dan/atau palatoskizis, perawat harus menekankan
menekankan perhatiannya bukan hanya pada kebutuhan fisi bayi tetapi juga pada kebutuhan
emosional orang tua bayi, terutama ibunya.
Pemberian makan ;Pemberian makanan pada bayi penderita labio/palatoskizis ini menjadi
tantangan sendiri bagi perawat maupun orang tua. Celah bibir / palatum akan mengurangi
kemampuan bayi untuk mengisap sehingga menyulitkan untuk pemberian ASI atau susu botol.
Putting susu normal tidak cocok pada bayi penderita labio/palatoskizi. Olehnya, itu dibutuhkan
dot khusus atau alat khusus untuk memberikan susu. Pemberian susu sebaiknya dilakukan
dengan menegakkan kepala bayi yang bisa dilakukan dengan meletakkannya pada lengan ibu
atau dengan memeluknya.
Richard (1991) dalam (Wong , Wilson, Winkelstein, Eaton, & Schwartz, 2008) telah
menciptakan teknik pemberian susu yang dinamakan ESSR [Enlarge nipple (memperlebar celah
atau lubang pada dot) ; Stimulate suck reflex(merangsang reflex pengisap); Swallow fluid
appropriately(menelan cairan dengan tepat); Rest when the infant signals with facial
expression(memberikan kesempatan pada bayi melalui sinyal lewat ekspresi wajahnya].
Penggunaan tipe dot ini untuk pemberian susu juga membawa manfaat lain yaitu membantu
memenuhi kebutuhan mengisap yang diperlukan oleh bayi. Dot diletakkan pada posisi tertentu
sehingga dapat ditekan oleh lidah bayi dan palatum yang ada. Jika digunakan dot dengan celah
tunggal, celah tersebut harus vertical agar bayi dapat menghasilkan dan menghentikan aliran
susu dengan membuka dan menutup lubang tersebut secara bergantian.
Perawatan Jangka Panjang
Anak-anak yang menyandang labio/palatoskizis sering memerukan berbagai
pelayanan selama proses kesembuhannya. Keluarga yang memiliki anak ini
memerlukan dukungan serta dorongan yang diberikan oleh professional kesehatan
dan bimbingan dalam berbagai aktivitas yang akan memfasilitasi hasil akhir yang
paling normal bagi anak-anak mereka. Secara khusus, kerapkali kondisi keungan
disebut sebgaai masalah yang sulit diatasi oleh orangtua.Yang memiliki anak dengan
anomaly kraniofasial. Dengan gabungan upaya dari pihak keluarga dan tim kesehatan,
mayoritas anak penyandang cacat ini akan mencapai hasil yang memuaskan. Banyak
anak yang menyandang labio/palatoskizis berhasil menjalani operasi koreksi untuk
menghasilkan bibir yang mendekati keadaan normal dan memungkinkan kerja bibi
yang baik.Orangtua perlu memahami fungsi terapi tersebut dan tujuan serta
perawatan setiap alat disamping mengerti tentang pentingnya perawatan mulut yang
baik dan kebiasaan menyikat gigi yang bena.
Sepanjang perkembangan anak, tujuan penting yang ingin dicapai adalah
perkembangan kepribadian yang sehat dan sikap menghargai diri sendiri,
LAMPIRAN
KASUS
Seorang bayi L berjenis kelamin laki-laki yang baru saja di lahirkan 2 jam yang lalu di rumah
sakit dengan kondisi celah pada bibir dan langit-langit mulut, tampak kesulitan menyusu.
Diagnosa medis yaitu labiopalatoschizis, hasil pemeriksaan fisik di temukan lingkar perut bayi
45 cm, BBL 2500 gram, adapun RR 46 x/menit, HR 120 X/menit, Suhu 37,80 C. Hasil
pemeriksaan penunjang leukosit 11.000 mg/dl, eritrosit 3.500 mg/dl, trombosit 270.000 mg/dl,
HB 16 Mg/dl, HT 30, kalium 4,8 mEq dan natrium 138 mEq (Miliekiuvalen). Dokter
merencanakan tindakan bedah korektif setelah BB mencukupi. Ibu tampak sedih melihat kondisi
anaknya, bingung bagaimana cara menyusui anaknya dan berkata tidak tahu apa yang harus
dilakukan setelah anak dibawa pulang rumah. Ibu berusaha menutup-nutupi wajah anaknya dari
orang lain. Ibu berkata malu akan kondisi anaknya, berkata “ apa salahku sampai anakku
begini ?”.
1. Identitas Pasien
Nama : an. L
Usia : 2 jam
JK : Laki-laki
Diagnosis medis : labiopalatoschizis
2. Keluhan utama
Setelah lahir terdapat celah pada bibir dan langit-langit mulut dan tampak sulit
menyusui
3. Pemeriksaan Fisik
lingkar perut bayi 45 cm,
BBL 2500 gram,
RR 46 x/menit,
HR 120 X/menit,
Suhu 37,80 C.
Inspeksi terdapat celah pada bagian bibir dan langit-langit mulut.
4. Pemeriksaan penunjang
Leukosit 11.000 mg/dl
Eritrosit 3.500 mg/dl
Trombosit 270 mg/dl
HB 16 Mg/dl
HT 30
Kalium 4,8 mEq
Natrium 138 mEq
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.
Noer Sjaifullah H. M, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC :
Jakarta.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Wilkinson, J.M, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. EGC: Jakarta.
SDKI,SIKI,SLKI.PPNI,EDISI 1 CETAKAN II