Anda di halaman 1dari 19

Makalah Keperawatan Maternitas

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN GANGGUAN SISTIM PENCERNAAN
“LABIOPALATOSCHISIS”

DISUSUN OLEH :

KELAS 2B/ TKT II

KELOMPOK 9

 TUTRIYANTI ANA
 MEYLING ABUBAKAR
 INDRA SEPTIAN ABDULLAH

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN


KESEHATAN GORONTALO
T.A 2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Insiden labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis lebih-kurang 1 dalam 800
kelahiran hidup.Insiden palatoskizis saja 1 dalam 2000 kelahiran hidup.Labioskizis
dengan atau tanpa palatoskizis lebih sering dijumpai pada laki-laki, dan palatoskizis saja
lebih sering pada wanita.Defek ini tampaknya lebih sering terdapat pada orang Asia dan
suku-suku tertentu penduduk asli Amerika dibandingkan pada orang kulit putih, pada
orang kulit hitam, defek tersebut lebih jarang ditemukan.
Insidens celah bibir (sumbing) dengan atau tanpa adanya celah pada palatum,
kira-kira terdapat pada 1 : 600 kelahiran; insidens celah palatum saja sekitar 1 : 1.000
kelahiran. Bibir sumbing lebih lazim terjadi pada laki-laki.Kemungkinan penyebabnya
meliputi ibu yang terpajan obat, kompleks sindrom malformasi, murni tak diketahui, atau
genetic. Faktor genetic pada bibir sumbing , dengan atau tanpa celah palatum, lebih
penting daripada celah palatum saja.Namun keduanya dapat terjadi secara sporadic;
insidens tertinggi kelainan ini terdapat pada orang Asia dan terendah pada kulit hitam.
Insidens yang terkait malformasi congenital dan gangguan dalam proses perkembangan
meningkat pada anak-anak dengan cacat celah, terutama pada mereka yang menderita
cacat celah palatum saja. Penemuan ini sebagian terjelaskan oleh adanya kenaikan
insidens gangguan pendengaran konduktif pada anak yang menderita celah palatum,
sebagian disebabkan karena infeksi berulang pada telinga tengah, juga oleh frekuensi
cacat celah pada anak-anak yang mempunyai kelainan kromosom.

B. Rumusan Masalah
1. Apa PengertianLabiopalatoskizis?
2. Bagaimana etiologi labiopalatoskizis ?
3. Bagaimana manifestasi klinis labiopalatoskizis?
4. Bagaimana komplikasilabiopalatoskizis?
5. Bagaimana Klasifikasi labiopalatoskizis ?
6. Bagaimana patofisiologi labiopalatoskizis ?
7. Bagaimana penatalaksanaan labiogilabiopalatoskizis ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak labiopalatoskizis ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau
penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang dilikuti disrupsi kedua
bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan Palatoskizis adalah kelainan congenital sumbing
akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi
(Hidayat,2008;22)
Labioskizisatau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya
celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada
bahagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari
bibir ke hidung(www.infokesehatan.com)
Palatoskisis adalah fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karenakegagalan 2 sisi
untuk menyatu karena perkembangan embriotik.

Labioskizis (celah bibir) dan palatoskizis (celah langit-langit mulut/ palatum) merupakan
malformasi facial yang terjadi dalam perkembangan embrio.Keadaan ini sering dijumpai pada
semua populasi dan dapat menjadi disabilitas yang berat pada orang yang terkena.Keduaya dapat
terjadi secara terpisah atau yang lebih sering lagi, secara bersamaan.Labiozkizis terjadi karena
kegagalan pada penyatuan kedua prosesus nasalis maksilaris dan mediana.Palatoskizis
merupakan fisura pada gais tengah palatum akibat kegagalan penyatuan kedua sisinya.

B. Klasifikasi

Jenis belahan pada labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa
mengenal salah satu bagain atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan
palatum durum, serta palatum mlle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena
menjadi beberapa bagian berikut :

1. Palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan
foramen insisivum.
2. Palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap
foramen.
3. Suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum
sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
4. Terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan
belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum. 
Klasifikasi dari kelainan ini diantaranya berdasarkan akan dua hal yaitu :

a. Klasifikasi berdasarkan organ yang terlibat


 Celah di bibir ( labioskizis )
 Celah di gusi ( gnatoskizis )
 Celah di langit ( palatoskizis )
 Celah dapat terjadi lebih dari satu organ misalnya terjadi di bibir dan langit langit
( labiopalatoskizis) 

b. Berdasarkan lengkap/tidaknya celah terbentuk

Tingkat kelainan bibir sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Beberapa
jenis bibir sumbing yang diketahui adalah :

 Unilateral Incomplete yaitu jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung.
 Unilateral Complete yaitu jika celah sumbing yang terjadi hanya disalah satu sisi sisi
bibir dan memanjang hingga ke hidung.
 Bilateral Complete yaitu Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memnajang
hingga ke hidung.

C. Etiologi

Umumnya kelainan kongenital ini berdiri sendiri dan penyebabnya tidak diketahui
dengan jelas. Selain itu dikenal dengan beberapa syndrom atau malformasi yang disertai adanya
sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya yang disebut kelompok syndrom clefts dan
kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts.
Beberapa cindromik clefts adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom
(trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan akobat
toksisitas selama kehamilan (kecanduan alkohol), terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang
ditemukan pada syndrom pierrerobin, penyebab non sindromik clefts dafat bersifat multifaktorial
seperti masalah genetik dan pengaruh lingkungan(Wong.2003:587)
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Faktor tersebut antara
lain , yaitu :

1. Herediter
a) Mutasi gen

Ditemukan sejumlah sindroma atau gejala menurut hukum Mendel secara otosomal,
dominant, resesif dan X-Linked. Pada otosomal dominan, orang tua yang mempunyai kelainan
ini menghasilkan anak dengan kelainan yang sama. Pada otosomal resesif adalah kedua orang tua
normal tetapi sebagai pembawa gen abnormal. X-Linked adalah wanita dengan gen abnormal
tidak menunjukan tanda-tanda kelainan sedangkan pada pria dengan gen abnormal menunjukan
kelainan ini.

b) Kelainan Kromosom

Celah bibir terjadi sebagai suatu expresi bermacam-macam sindroma akibat


penyimpangan dari kromosom, misalnya Trisomi 13 (patau), Trisomi 15, Trisomi 18 (edwars)
dan Trisomi 21.

2. Faktor lingkungan
a) Faktor usia ibu

Dengan bertambahnya usia ibu waktu hamil daya pembentukan embrio pun akan
menurun. Dengan bertambahnya usia ibu sewaktu hamil, maka bertambah pula resiko dari
ketidaksempurnaan pembelahan meiosis yang akan menyebabkan bayi dengan kehamilan
trisomi. Wanita dilahirkan dengan kira-kira 400.000 gamet dan tidak memproduksi gamet-gamet
baru selama hidupnya. Jika seorang wanita umur 35 tahun maka sel-sel telurnya juga berusia 35
tahun. Resiko mengandung anak dengan cacat bawaan bertambah besar sesuai dengan
bertambahnya usia ibu.

b) Obat-obatan

Obat yang digunakan selama kehamilan terutama untuk mengobati penyakit ibu, tetapi
hampir janin yang tumbuh akan menjadi penerima obat. Penggunaan asetosal atau aspirin
sebagai obat analgetik pada masa kehamilan trimeseter pertama dapat menyebabkan terjadinya
celah bibir. Beberapa obat yang tidak boleh dikonsumsi selama hamil yaitu rifampisin, fenasetin,
sulfonamide, aminoglikosid, indometasin, asam flufetamat, ibuprofen dan penisilamin,
diazepam, kortikosteroid. Beberapa obat antihistamin yang digunakan sebagai antiemetik selama
kehamilan dapat menyebabkan terjadinya celah langit-langit.
c) Nutrisi

Contohnya defisiensi Zn, B6, Vitamin C, kekurangan asam folat pada waktu hamil.
Insidensi kasus celah bibir dan celah langit-langit lebih tinggi pada masyarakat golongan
ekonomi kebawah penyebabnya diduga adalah kekurangan nutrisi.

d) Daya pembentukan embrio menurun

Celah bibir sering ditemukan pada anak-anak yang dilahirkan oleh ibu yang mempunyai
jumlah anak yang banyak.

e) Penyakit infeksi

Contohnya seperti infeksi rubella, sifilis, toxoplasmosis dan klamidia dapat menyebabkan
terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis.

f) Radiasi

Efek teratogenik sinar pengion jelas bahwa merupakan salah satu faktor lingkungan
dimana dapat menyebabkan efek genetik yang nantinya bisa menimbulkan mutasi gen. Mutasi
gen adalah faktor herediter.

g) Stress Emosional

Korteks adrenal menghasilkan hidrokortison yang berlebih. Pada binatang percobaan


telah terbukti bahwa pemberian hidrokortison yang meningkat pada keadaan hamil menyebabkan
labioskizis dan labipaltoskizis.

h) Trauma

Celah bibir bukan hanya menyebabkan gangguan estetika wajah, tetapi juga dapat
menyebabkan kesukaran dalam berbicara, menelan, pendengaran dan gangguan psikologis
penderita beserta orang tuanya. Permasalahan terutama terletak pada pemberian minum,
pengawasan gizi dan infeksi. Salah satu penyebab trauma adalah kecelakaan atau benturan pada
saat hamil minggu kelima. Bila terdapat gangguan pada waktu pertumbuhan dan perkembangan
wajah serta mulut embrio, akan timbul kelainan bawaan. Salah satunya adalah celah bibir dan
langit-langit. Kelainan wajah ini terjadi karena ada gangguan pada organogenesis antara minggu
keempat sampai minggu kedelapan masa embrio.

D. Patofisiologi
Labio/palatoskizis terjadi karena kegagalan penyatuan prosesus maksilaris dan
premaksilaris selama awal usia embrio. Labioskizis dan palatoskizis merupakan malformasi yang
berbeda secara embrional dan terjadi pada waktu yang berbeda selama proses perkembangan
embrio. Penyatuan bibir atas pada garis tengah selesai dilakukan pada kehamilan antara minggu
ketujuh dan kedelapan.
Fusi palatum sekunder (palatum durum dan mole) terjadi kemudian dalam proses
perkembangan, yaitu pada kehamilan antara minggu ketujuh dan keduabelas. Lalam proses
migrasi ke posisi horisontal, palatum tersebut dipisahkan oleh lidah untuk waktu yang singkat.
Jika terjadi kelambatan dalam migrasi atau pemindahan ini, jika atau lidah tidak berhasil turun
dalam waktu yang cukup singkat,bagian lain proses perkembangan tersebut akan terus berlanjut
namun palatum tidak pernah menyatu. Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa
mengenai langit-langit.Berbeda pada kelainan bibir yang terlihat jelas secara estetik, kelainan
sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan
bicara.
Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung.Pada bayi
yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa
tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat
menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan
jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi
saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan
infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.

E. Tanda dan Gejala

Ada beberapa gejala dari bibir sumbing yaitu :

a. Terjadi pamisahan Langit-langit


b. Terjadi pemisahan bibir
c. Terjadi pemisahan bibir dan langit-langit
d. Infeksi telinga
e. Berat badan tidak bertambah
f. Pada bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari hidung.

F. Komplikasi
a. Gangguan bicara
b. Terjadinya atitis media
c. Aspirasi
d. Distress pernafasan
e. Resiko infeksi saluran nafas
f. Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
g. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder akibat
disfungsi tuba eustachius.
h. Masalah gigi
i. Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajat kecacatan dan jaringan
paruh
j. Kesulitan makan

G. Penatalaksanaan

Penanganan untuk bibir sumbing adalah dengan cara operasi. Operasi ini
dilakukansetelah bayi berusia 2 bulan, dengan berat badan yang meningkat, dan bebas dari
infeksi oral pada saluran napas dan sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk
melakukanoperasi bibir sumbing dilakukan hukum Sepuluh ( rules of Ten) yaitu, Berat badan
bayi minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar
leukositminimal 10.000/ui.

1) Perawatan

a. Menyusu ibu
Menyusu adalah metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan
bibir sumbing tidak menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan
payudara untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa payudara untuk
mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol setelah
dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu.

b.Menggunakan alat khusus 

 Dot domba Karena udara bocor disekitar sumbing dan makanan dimuntahkan melalui
hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan dengan dot yang diberi pegangan yang
menutupi sumbing, suatu dot domba (dot yang besar, ujung halus dengan lubang besar),
atau hanya dot biasa dengan lubang besar. 
 Botol peras Dengan memeras botol, maka susu dapat didorong jatuh di bagian belakang
mulut hingga dapat dihisap bayi.
 Ortodonsi Pemberian plat/ dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum
agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus mengurangi deformitas palatum
sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive.

c. Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali karena cenderung untuk menelan banyak udara.


d. Periksalah bagian bawah hidung dengan teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian
pemisah lubang hidung.
e. Suatu kondisi yang sangat sakit dapat membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi
arahkan dot ke bagian sisi mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut
untuk sembuh.
f.Setelah siap menyusu, perlahan-lahan bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas
yang dicelupkan dalam hydrogen peroksida setengah kuat atau air.

2.Pengobatan

a. Dilakukan bedah elektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan
selanjutnya. Bayi akan memperoleh operasi untuk memperbaiki keainan, tetapi waktu yang tepat
untuk operasi tersebut bervariasi. 
b. Tindakan pertama dikerjakan untuk menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often yaitu
umur > 10 mgg, BB > 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui .
c. Tindakan operasi selanjutnya adalah menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin
(15-24 bulan) sebelum anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum membentuk
cara bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang pada celah
alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur pertumbuhan gigi dikanan dan
kiri celah supaya normal.
d. Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka
mendeteksi selesai.
e. Operasi mungkin tidak dapat dilakukan jika anak memiliki kerusakan horseshoe yang lebar.
Dalam hal ini, suatu kontur seperti balon bicara ditempel pada bagian belakang gigi geligi
menutupi nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
f. Anak tersebut juga membutuhkan terapi bicara, karena langit-langit sangat penting untuk
pembentukan bicara, perubahan struktur, juga pada sumbing yang telah diperbaik, dapat
mempengaruhi pola bicara secara permanen.

3.Perinsip perawatan secara umum;


a. Lahir : bantuan pernafasan dan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) bila perlu
untuk membantu masuknya makanan kedalam lambung.
b. Umur 1 minggu : pembuatan feeding plate untuk membantu menutup langit-langit dan
mengarahkan pertumbuhan, pemberian dot khusus.
c. Umur 3 bulan : labioplasty atau tindakan operasi untuk bibir, alanasi (untuk hidung) dan
evaluasi telingga.
d. Umur 18 bulan - 2 tahun : palathoplasty; tindakan operasi langit-langit bila terdapat
sumbing pada langit-langit. 
e. Umur 4 tahun : dipertimbangkan repalatorapy atau pharingoplasty. 
f. Umur 6 tahun : evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
g. Umur 11 tahun : alveolar bone graft augmentation (cangkok tulang pada pinggir alveolar
untuk memberikan jalan bagi gigi caninus). perawatan otthodontis.
h. Umur 12-13 tahun : final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan.
i. Umur 17-18 tahun : orthognatik surgery bila perlu.

H. Konsep Asuhan Keperawatan


1. PENGKAJIAN
a.    Mata, telinga, hidung dan tenggorokan
▬   Pemisahan abnormal bibir atas
▬   Pemisahan gusi bagian atas
▬   Kerusakan gigi-geligi
▬   Kerusakan wicara
▬   Mudah tersedak
▬   Peningkatan otitis

b.    Respirasi
▬  Kegawatan pernapasan disertai aspirasi
▬  Kemungkinan dispnea
c.    Muskuloskeletal
▬  Gagal bertumbuh
d.    Gastrointestinal
▬  Kesulitan pemberian makan
e.    Psikososial
▬  Gangguan ikatan antara orang tua-bayi
▬  Gangguan citra tubuh

2.    DIAGNOSA KEPERWATAN


a.    Prabedah
1)    Defisit nutrisi : berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan
2)   Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
3) Risiko proses pengasuhan tidak efektif dibuktikan dengan ketidaksesuaian kondisi bayi
dengan harapan
b.    Post-bedah
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan pembedahan
2. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
3. penampilan peran tidak efektif berhubungan dengan harapan peran tidak realistis
3. INTERVENSI
Pra-Bedah
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
Dx
1. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Konseling laktasi
Berhubungan dengan keperawatan dalam waktu ... jam Tindakan
ketidak mampuan masalah keperawatan dapat Obsevasi :
mencerna makanan diatasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi identifikasi
dibuktikan dengan .1. Berat bada membaik keadaan emosional ibu saat
Ds. 2. Tebal lipatan kulit akan dilakukan konseling
Gejala danTanda membaik menyusui
Mayor 3. Indeksi massa tubuh 2. identifikasikan keinginan dan
1. Napsu makan membaik tujuan menyusui
menurun 3. identifikasi permasalahan yang
Do. ibu alami selama proses
Minor menyusui
1.Berat badab dibawa Terapeutik :
rentang ideal 1. gunakan teknk mendengarkan
2. Bising usus hiperaktif aktif
3. otot mengunyah lemah 2. berikan pujian terhadap
4. membran mukosa pucat perilaku ibu yang benar
5. Diare Edukasi
6. Serum albumin turun - Ajarkan teknik menyusui yang
tepat sesuai kebutuhan bayi

2. Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan Dukukungan keyakinan


dengan kekhawatiran keperawatan dalam waktu … jam Tindakan
mengalami kegagalan masalah keperawatan Tinkat Observasi
Dibuktikan dengan Pengetahuan meningkat dengan 1. Identifikasi keyakinan,maslah,
Gejala dan tanda mayor kriteria hasil : dan tujuan perawatan
Subjektif 1. Perilaku sesuai anjuran 2. Identifikasi kesembuhan jangka
1. Merasa bingung meningkat panjang sesuai kondisi pasien
2. Merasa khawatir 2. pertanyaan terhadap 3. Monitor kesehatan fisik dan
dengan akibat dari kondisi masalah yang dihadapi menurun mental pasien
yang dihadapi 3. persepsi keliru terhadap Terapeutik
3. Sulit berkonsentrasi masalah menurun 1. Integrasikan keyakinan dalam
Mengeluh pusing 4. perilaku membaik dalam rencana perawatan,
4. Anoreksia sepnjang tidak berbahaya dan
5. Merasa kurang 5. Anoreksia menurun beresiko keselamatan
berdaya 2. Berikan harapan yangrealistis
Objektif sesuai prognosis
1. Tampa gelisa 3. Fasilitasi pertemuan antara
2. Tampa gelisah keluarga dan tim
3. Sulit tidur kesehatanuntuk membuat
Gejala dan tanda Minor keputusan
Objektif 4. Fasilitasi memberikan
1. Frekuensi Napas maknaterhadap kondisi
meningkat kesehatan
2. Frekuensi nadi Edukasi
meningkat 1. Jelaskan bahaya atau resiko
3. Tekanan darah yang terjadi akibat keyakinan
meningkat negative
4. Diaforasi 2. Jelaskan alternative yang
5. Tremor bedampak fositip untuk
6. Muka tampak pucat memenuhi keyakinan dan
7. Suara bergetar perawatan
8. Kontak mata buruk 3. Berikan penjelasan yang
9. Sering berkemih relefan dan muda dipahami
10. Beorientasi pada
masa lalu

3. Risiko proses pengasuhan Setelah dilakukan tindakan Menajemen perilaku


tidak efektif dibuktikan keperawatan dalam waktu … jam Tindakan
dengan ketidaksesuaian masalah keperawatan peran Observasi
kondisi bayi dengan menjadi orang tua membaik 1. Identifikasi harapan untuk
4. harapan dengan kriteria hasil : mengendalikan perilaku
1. Bouding attachment Terapeutik
membaik 1. Diskusikan tanggung jawab
2. Perilaku positif menjadi terhadap perilaku
orang tua membaik 2. Jadwalkan kegiatan terstruktur
3. Interaksi perawatan bayi 3. Bicara dengan nada rendah dan
membaik tenang
4. Verbalisasi memiliki bayi 4. Cagah perilaku pasif dan dan
membaik agresif
5. Kebutuhan fisik ana 5. Lakukan pengekangan fisik
membaik sesuai indikasi
6. Keinginan meningkatkan 6. Hindari bersikap menyudutkan
peran menjadi orang tua dan menghentian pembidaraan
membaik 7. Hindarkan sikap mengancam
7. Stimulasi visual membaik dan berdebat
Edukasi
Infoemasikan keluarga bahwa keluarga
sebagai dasar pembentukan kognitif

INTERVENSI
Post-bedah
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
Dx
1 Nyeri akut yang Setelah dilakukan tindakan Edukasi menajemen nyeri
berhubungan dengan keperawatan dalam waktu … jam Tindakan
pembedahan dibuktikan masalah keperawatan penyembuhan Observasi
dengan luka meningkat dengan 1. Identifikasi kesiapan dan
Tanda dan gejala kriteria  hasil kemampuanmenerima
Mayor 1. Penyatuan kulit meningkat informasi
Ds. 2. Penyatuan tepi luka Terapeutik
1. Sulit tidur meningkat 1. Sediakan materi dan media
Do. 3. Edema pada sisi luka pendidikan kesehatan
2. Frekuensi nadi menurun 2. Jadwalkan pendidikan
meningkat 4. Nyeri menurun kesehatan sesuai kesepakatan
3. Gelisa 3. Berikan kesempatan untuk
4. menangis bertanya
Minor Edukasi
Do. 1. Jelaskan penyebab, periode,
1. Diaforesis dan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan memnitor secara
mandiri
3. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
2 Resiko infeksi dibuktikan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan infekse
dengan efek prosedur keperawatan dalam waktu … jam Tindakan
invasif masalah keperawatan Tingkat Observasi
infeksi menurun dengan 1. Monitor tanda dan gejala
kriteria  hasil infeksi lokal dan sistemik
1. Kemerahan menurun Terapeutik
2. Bengkak menurun 2. Berikan perawatan kulit pada
3. Demam menurun area edema
3. Cici tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
lingkungan pasien
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi jika perlu

3 penampilan peran tidak Setelah dilakukan tindakan Konseling


efektif berhubungan keperawatan dalam waktu … jam Tindakan
dengan harapan peran masalah keperawatan penampilan Observasi
tidak realistis peran membaik dengan 1. Identivikasi kemampuang dan
kriteria  hasil beri penguatan
1. Verbalisasi kepuasan peran 2. Identifikasi keluarga yang
Dibuktikan dengan meningkat mempengaruhi keluarga
Tanda dan gejala mayor 2. Adaptasi peran meningkat Terapeutik
Ds. 3. Strategi koping yang efektif 1. Bina hubungan terapeutik
1. Merasa bingung meningkat berdasarkan rasa pervaya dan
menjalankan peran 4. Tanggung jawab peran penghargaan
2. Merasa tidak puas meningkat 2. Berikan empati , kehangatan,
dalam 5. Bingung menjalankan peran dan kejujuran
menjalankan peran menurun 3. Terapkan tujuan dan lama
Do. 6. Perilaku cemas menurun hubungan konseling
1. Konflik peran 7. Verbalisasi perasaan 4. Fasilitasi untuk
2. Adaptasi tidak menurun mengidentifikasi masalah
adekuat Edukasi
3. Strategi koping 1. Anjurkan mengekpresikan
tidak adekuat perasaan
Minor 2. Anjurkan perkembangan
Ds. keterampilan baru, jika perlu
1. Merasa cemas 3. Anjurkan mengganti
Do. kebiasaan maladaptip dengan
1. Dukungan social adaptif
kurang
2. Kurang
bertanggungjawab
menjalankan peran
    

4. Implementasi
Masalah yang akan segera dihadapi dalam perawatan bayi dengan deformitas
labio/palatoskizis berkaitan dengan pemberian makan pada bayi dan reaksi orang tua terhadap
defek yang dialami oleh bayi tersebut. Deformitas fasial merupakan cacat yang sungguh
mengganggu bagi orang tua.Khususnya labioskizis merupakan cacat yang merusak bentuk wajah
dan tampak dengan jelas sehingga menciptakan respon negative bagi orang tua.Selama fase awal
sesudah kelahiran bayu labioskizis dan/atau palatoskizis, perawat harus menekankan
menekankan perhatiannya bukan hanya pada kebutuhan fisi bayi tetapi juga pada kebutuhan
emosional orang tua bayi, terutama ibunya.
Pemberian makan ;Pemberian makanan pada bayi penderita labio/palatoskizis ini menjadi
tantangan sendiri bagi perawat maupun orang tua. Celah bibir / palatum akan mengurangi
kemampuan bayi untuk mengisap sehingga menyulitkan untuk pemberian ASI atau susu botol.
Putting susu normal tidak cocok pada bayi penderita labio/palatoskizi. Olehnya, itu dibutuhkan
dot khusus atau alat khusus untuk memberikan susu. Pemberian susu sebaiknya dilakukan
dengan menegakkan kepala bayi yang bisa dilakukan dengan meletakkannya pada lengan ibu
atau dengan memeluknya.
Richard (1991) dalam (Wong , Wilson, Winkelstein, Eaton, & Schwartz, 2008) telah
menciptakan teknik pemberian susu yang dinamakan ESSR [Enlarge nipple (memperlebar celah
atau lubang pada dot) ; Stimulate suck reflex(merangsang reflex pengisap); Swallow fluid
appropriately(menelan cairan dengan tepat); Rest when the infant signals with facial
expression(memberikan kesempatan pada bayi melalui sinyal lewat ekspresi wajahnya].
Penggunaan tipe dot ini untuk pemberian susu juga membawa manfaat lain yaitu membantu
memenuhi kebutuhan mengisap yang diperlukan oleh bayi. Dot diletakkan pada posisi tertentu
sehingga dapat ditekan oleh lidah bayi dan palatum yang ada. Jika digunakan dot dengan celah
tunggal, celah tersebut harus vertical agar bayi dapat menghasilkan dan menghentikan aliran
susu dengan membuka dan menutup lubang tersebut secara bergantian.
 Perawatan Jangka Panjang
Anak-anak yang menyandang labio/palatoskizis sering memerukan berbagai
pelayanan selama proses kesembuhannya. Keluarga yang memiliki anak ini
memerlukan dukungan serta dorongan yang diberikan oleh professional kesehatan
dan bimbingan dalam berbagai aktivitas yang akan memfasilitasi hasil akhir yang
paling normal bagi anak-anak mereka. Secara khusus, kerapkali kondisi keungan
disebut sebgaai masalah yang sulit diatasi oleh orangtua.Yang memiliki anak dengan
anomaly kraniofasial. Dengan gabungan upaya dari pihak keluarga dan tim kesehatan,
mayoritas anak penyandang cacat ini akan mencapai hasil yang memuaskan. Banyak
anak yang menyandang labio/palatoskizis berhasil menjalani operasi koreksi untuk
menghasilkan bibir yang mendekati keadaan normal dan memungkinkan kerja bibi
yang baik.Orangtua perlu memahami fungsi terapi tersebut dan tujuan serta
perawatan setiap alat disamping mengerti tentang pentingnya perawatan mulut yang
baik dan kebiasaan menyikat gigi yang bena.
Sepanjang perkembangan anak, tujuan penting yang ingin dicapai adalah
perkembangan kepribadian yang sehat dan sikap menghargai diri sendiri,
LAMPIRAN
KASUS

Seorang bayi L berjenis kelamin laki-laki yang baru saja di lahirkan 2 jam yang lalu di rumah
sakit dengan kondisi celah pada bibir dan langit-langit mulut, tampak kesulitan menyusu.
Diagnosa medis yaitu labiopalatoschizis, hasil pemeriksaan fisik di temukan lingkar perut bayi
45 cm, BBL 2500 gram, adapun RR 46 x/menit, HR 120 X/menit, Suhu 37,80 C. Hasil
pemeriksaan penunjang leukosit 11.000 mg/dl, eritrosit 3.500 mg/dl, trombosit 270.000 mg/dl,
HB 16 Mg/dl, HT 30, kalium 4,8 mEq dan natrium 138 mEq (Miliekiuvalen). Dokter
merencanakan tindakan bedah korektif setelah BB mencukupi. Ibu tampak sedih melihat kondisi
anaknya, bingung bagaimana cara menyusui anaknya dan berkata tidak tahu apa yang harus
dilakukan setelah anak dibawa pulang rumah. Ibu berusaha menutup-nutupi wajah anaknya dari
orang lain. Ibu berkata malu akan kondisi anaknya, berkata “ apa salahku sampai anakku
begini ?”.

1. Identitas Pasien
 Nama : an. L
 Usia : 2 jam
 JK : Laki-laki
 Diagnosis medis : labiopalatoschizis
2. Keluhan utama
 Setelah lahir terdapat celah pada bibir dan langit-langit mulut dan tampak sulit
menyusui
3. Pemeriksaan Fisik
 lingkar perut bayi 45 cm,
 BBL 2500 gram,
 RR 46 x/menit,
 HR 120 X/menit,
 Suhu 37,80 C.
 Inspeksi terdapat celah pada bagian bibir dan langit-langit mulut.
4. Pemeriksaan penunjang
 Leukosit 11.000 mg/dl
 Eritrosit 3.500 mg/dl
 Trombosit 270 mg/dl
 HB 16 Mg/dl
 HT 30
 Kalium 4,8 mEq
 Natrium 138 mEq
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, E., Marilyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3.EGC : Jakarta.

Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pedriatik. Jakarta ; EEC.

Hall and Guyton, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.

Noer Sjaifullah H. M, 1999, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI, Jakarta.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian 2. Jakarta; Fajar Interpratama.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EEC.

Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, vol. 3, EGC :
Jakarta.

Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Wilkinson, J.M, 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. EGC: Jakarta.

SDKI,SIKI,SLKI.PPNI,EDISI 1 CETAKAN II

Anda mungkin juga menyukai