Anda di halaman 1dari 4

III Pengalaman Empirik

(Studi Kasus: Silicon Valley versus Route 128)

Salah satu contoh kasus yang dapat merepresentasikan dimensi sosial kewirausahaan
adalah kasus dari dua regional pengembang bisnis berbasis teknologi di Amerka Serikat,
yaitu adalah ‘Silicon Valley’ versus ‘Route 128’. ‘Silicon Valley’ adalah julukan bagi sebuah
daerah di Bay Area kota San Fransisco (pantai barat Amerika Serikat) yang menjadi pusat
global industri high-technology dan inovasi. Kata Silicon ini sendiri berasal dari banyaknya
inovator dan perusahaan manufaktur di daerah tersebut yang berspesialisasi di transistor
semikonduktor dari silikon dan chip sirkuit terintegrasi. Kota-kota di Silicon Valley ini terdiri
dari beberapa kota besar seperti San Jose, Sunnyvale, Santa Clara, Redwood City, Mountain
View, Palo Alto, Menlo Park, and Cupertino. Hingga kini, Silicon Valley telah menjadi
rumah bagi korporasi-korporasi yang terkenal seperti Facebook, Tesla, Intel, Google, HP, dan
Netflix, serta terdapat ribuan perusahaan start-up. Sementara itu, ‘Route 128’ mengacu pada
sebuah jalan raya di lintas negara bagian Massachusetts (pantai timur Amerika Serikat) dan
berpusat di Boston sebagai ibukota negara bagian Massachusetts. Seiring dengan
berkembangnya rute yang menghubungkan antarkota di negara bagian ini, maka berkembang
pula bisnis yang berbasis pada teknologi. Ada sekitar 2000 perusahaan berbasis teknologi
yang dulu berbasis di area ini, seperti Apollo, Raytheon, dan Pollaroid, sebelum akhirnya
perlahan-lahan meredup akibat perkembangan zaman. Pada tahun 1980-an, kedua area ini
sering dibanding-bandingkan sebagai daerah indsutri pelopor high-technology di Amerika
Serikat, bahkan di dunia (Saxenian 1996). Kedua daerah ini dinilai membawa dampak besar
bagi kewirausahaan, vitalitas teknologi, dan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat.
Kejayaan dua daerah ini harus luntur juga pada tahun 1980-an karena beberapa
perusahaan di masing-masing daerah mengalami krisis. Manufaktur chip Silicon Valley
melepaskan pasar semikonduktor ke Jepang, sementara perusahaan komputer mini di Route
128 menghadapi kondisi pasar bahwa pelanggan mereka beralih ke workstation dan
komputer pribadi. Namun, beberapa dekade setelahnya, kondisi ekonomi kedua daerah ini
berlawanan, dengan Silicon Valley yang memiliki perekonomian yang terus bertumbuh
sementara Route 128 terus stagnan bahkan menurun. Saxenian (1996) memberikan
pandangannya tentang hal ini dengan analisis berbasis dimensi sosial. Inti dari pandangan
Saxenian tersebut adalah bahwa Route 128 terlalu memiliki orientasi vertikal hierarkis yang
memfokuskan semua aktivitas pada pengembangan produk secara in-house dan
mempertahankan ketidaksukaan atau bahkan permusuhan terhadap produk dan inovasi dari
perusahaan lain di area tersebut. Di sisi lain, Silicon Valley memiliki pendekatan antar
perusahaan-perusahaan di dalamnya yang lebih ‘terbuka’, di mana perusahaan- perusahaan
tersebut memiliki budaya bisnis yang berorientasi pada pengenalan inovasi yang cepat, dan
menggunakan kolaborasi dalam berinovasi untuk memajukan peluang bisnis sehingga Silicon
Valley masih terus berkembang hingga saat ini bahkan memimpin industri high-technology
dunia.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dimensi sosial dari kewirausahaan
dapat dilihat dari budaya, institusi sosial, jaringan atau network, ikatan reputasi atau
reputational bonding, serta modal sosial yang menjadi lingkungan tumbuh dan berkembang
bagi sebuah usaha. Kasus Silicon Valley dengan Route 128 ini merupakan kasus yang dapat
menjadi contoh yang baik dalam menentukan aspek-aspek kewirausahaan jika dilihat dari
sudut pandang sosial. Hal ini konsisten dengan pernyataan Saxenian bahwa perusahaan
(dalam hal ini adalah regional perusahaan) memiliki lingkungan yang tidak vakum. Ada
pengaruh budaya dan institusi sosial lainnya yang mendorong naik atau turunnya
pertumbuhan suatu perusahaan. Rincian dari aspek-aspek apa saja yang mencerminkan
dimensi sosial kewirausahaan dari kasus ini adalah sebagai berikut.
Dimensi sosial pertama dari kewirausahaan adalah budaya. Seperti yang telah
dijelaskan pada Bab I, budaya merupakan konstruk subyektif mengenai apa yang benar dan
salah dalam sebuah lingkungan masyarakat, sehingga budaya di suatu negara akan berbeda
dengan budaya di negara lain. Silicon Valley dan Route 128 memiliki banyak wirausahawan,
seperti Elon Musk (Paypal dan Tesla Motors) serta William Poduska (Apollo Computer,
sebelum diakuisisi oleh Hewlett-Packard) yang memiliki latar belakang kebudayaan berbeda.
Salah satu kalimat yang perlu digaris bawahi dalam tulisan Saxenian adalah sebagai berikut.
Ketika seseorang ingin menjadi wirausahawan, maka orang lain akan bertanya, “Apakah
kamu siap untuk menanggung risikonya?”. Sementara di California, seseorang akan menjadi
pahlawan lokal ketika memulai sebuah bisnis, bahkan kolega, agen asuransi, tukang
pengantar air, dan semua orang pun senang atas hal tersebut. Kedua pernyataan tersebut
berimplikasi bahwa Silicon Valley dan Route 128, yang sama-sama berada di Amerika
Serikat, memiliki kebudayaan yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa relativitas budaya
tidak akan hanya berbeda pada satu bangsa atau negara saja, namun wilayah yang berbeda
dalam suatu negara juga dapat memilikinya.
Budaya manajemen Route 128 yang cenderung mengandalkan fakta bahwa informasi
hanya tersebar secara vertikal dan hierarkis (hanya pihak-pihak tertentu dalam sebuah
perusahaan yang dapat mengakses informasi) menyebabkan perusahaan-perusahaan di area
tersebut mengalami stagnansi bahkan diakuisisi perusahaan lain atau mati seiring
perkembangan zaman. Budaya manajemen di Silicon Valley sangat mendukung perusahaan-
perusahaan di daerah tersebut untuk bertumbuh dan berkembang. Mereka selalu
mengedepankan pengenalan inovasi dan berkolaborasi untuk menambah kesempatan antar
bisnis di daerah tersebut. Budaya antar perusahaan di daerah tersebut juga mengutamakan
pembelajaran kolektif serta penyesuaian fleksibel di antara perusahaan-perusahaan yang
membuat produk khusus di teknologi terkait. Dengan adanya pembelajaran kolektif tersebut,
siapa saja tanpa peduli apa hierarki mereka dalam suatu perusahaan, bisa mengakses
informasi baik tentang perusahaannya sendiri maupun perusahaan kompetitor di daerah
tersebut. Hewlett-Packard (HP) mengimplementasi hal ini dengan cara memberi penghargaan
bagi para pekerjanya yang bisa berinovasi, tanpa peduli apa jabatan pekerja tersebut. Bahkan,
Mark Zuckerberg, yang merupakan pendiri Facebook lulusan Hardvard University di
Massachusetts (universitas ini menjadi motor bagi R&D serta menghasilkan lulusan yang
menjadi para pendiri perusahaan di Route 128), memutuskan untuk memindahkan perusahaan
beserta tim nya ke Silicon Valley karena melihat budaya kewirausahaan dapat lebih
mendukung kemajuan perusahaannya di daerah tersebut.
Analisis dimensi budaya yang digagas oleh Mueller dan Thomas (2000), yang terdiri
dari individualisme/kolektivisme, jarak kekuasaan, pencegahan ketidakpastian, serta
maskulinitas/feminitas juga dapat menjelaskan perbedaan budaya yang mendorong atau
menghambat kewirausahaan di kedua daerah tersebut. Pertama, jika dibandingkan dengan
Massachusetts yang lebih dekat dengan New York sebagai pusat bisnis secara general
Amerika Serikat, California yang merupakan pusat industri hiburan Amerika Serikat
dianggap memiliki individualisme yang tinggi serta kekuatan jarak serta penghindaran
ketidak pastian yang lebih kecil (Licht dan Siegel 2006). Pada kenyataannya, para pekerja di
Silicon Valley saling bekerja sama untuk mengembangkan inovasi perusahaan dengan
informasi yang dibagikan secara menyeluruh – sebuah cerminan dari kolektivisme. Argumen
bahwa California memiliki individualisme tinggi padahal para anggota Silicon Valley
cenderung kolektivis dapat disanggah dengan pernyataan Hofstede (2001) dalam Licht dan
Siegel (2006), bahwa perbandingan tersebut bisa saja relatif. Artinya, kolektivisme memang
benar dimiliki oleh para anggota Silicon Valley yang membuat mereka lebih unggul serta
mampu bertahan dalam mengembangkan perusahaan di sana, sehingga wirausahawan baru
dapat dilahirkan secara berkala di sana. Individualisme Route 128 yang dicirikan dengan
informasi bersifat hierarkis vertikal ternyata menyebabkan tidak berkembangnya area ini.
Jarak kekuasaan dan pencegahan ketidakpastian dari kedua daerah ini relatif sama dalam
menjadikan daerah ini sebagai daerah industri teknologi di Amerika Serikat. Sementara itu,
dari riset yang dilakukan oleh Carta dan CNBC pada 2018, persentase pekerja laki-laki di
Silicon Valley adalah 91%, dan tingkat partisipasi tenaga kerja laki-laki di Massachusetts
adalah 71.3% dengan dominasi sektor privat di Massachusetts sebesar 87% (State of
Massachusetts 2017). Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya kerja di
kedua daerah didominasi oleh maskulinitas. Oleh karena itu, dimensi budaya yang hanya
mempengaruhi kegagalan Route 128 dan Silicon Valley kurang lebih dipengaruhi oleh
individualisme/kolektivisme, di mana pada kasus ini tingkat kolektivisme Silicon Valley
yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan Route 128 dapat dikatakan membawa
kesuksesan Silicon Valley.
Institusi sosial yang sangat berpengaruh terhadap Silicon Valley dan Route 128, yang
disebut juga approved social instituion atau kelembagaan yang dapat diterima masyarakat
karena membawa manfaat baik, adalah lembaga pendidikan (dalam hal ini universitas di
sekitar kedua area tersebut) serta pengadilan dengan instrumen hukum yang diciptakannya.
Lembaga pendidikan, dalam hal ini universitas, memberikan dampak yang berbeda dengan
adanya aksi yang berbeda pula terhadap masing-masing area. Universitas yang paling dekat
dan memberi pengaruh signifikan terhadap pengembangan Silicon Valley dan Route 128
adalah Standford University dan Massachusetts Institute of Technology (MIT). Ada
perbedaan peran dari masing-masing universitas terhadap kewirausahaan dan pengembangan
bisnis di masing-masing wilayah menurut Saxenian. Standford memberikan sponsor seperti
beasiswa pendidikan bagi para insinyur di Silicon Valley agar memperluas skill dan
pengetahuan mereka sehingga diharapkan mampu menghasilkan wirausahawan baru, serta
memfasilitasi perusahaan-perusahaan yang ada untuk menggunakan laboratorium atau segala
fasilitas yang ada di Stanford untuk bisa berinovasi mengembangkan usahanya. Sementara
itu, MIT hanya berfokus untuk membebankan biaya bagi bisnis yang ingin melakukan riset.
Dampak institusi atau lembaga pendidikan dari kedua pernyataan tersebut tentu bertolak
belakang sehingga mungkin saja memberi pengaruh terhadap kesuksesan Silicon Valley
dalam mengembangkan bisnis masing-masing serta mencetak wirausahawan baru. Namun,
mengenai kesuksesan berkat program di masing-masing universitas ini, tidak dibahas lebih
lanjut oleh Saxenian dalam tulisannya.
Peran institusi atau kelembagaan hukum dalam sukses atau runtuhnya kedua area ini
dapat dilihat dari masing-masing pengadilan negara bagian. Saxenian menjelaskan tentang
peran otoritas hukum di Silicon Valley dalam meningkatkan budaya bisnis terbuka di daerah
tersebut, sehingga kewirausahaan dapat tumbuh dan muncul setiap saat di daerah ini karena
diatur oleh hukum yang sesuai dengan lingkungan bisnis (Licht dan Siegel 2006). Silicon
Valley juga memiliki hak milik yang didefinisikan secara jelas dan terproteksi dalam hukum,
sehingga sangat mendukung lingkungan masing-masing perusahaan untuk berinovasi tanpa
meninggalkan kolaborasi.
Unsur dimensi sosial kewirausahaan terakhir berkaitan dengan jaringan (network),
ikatan reputasi (reputational bond), serta modal sosial. Jaringan dan ikatan reputasi adalah
yang perlu digaris bawahi pada analisis dimensi sosial kewirausahaan dari kasus ini. Jaringan
yang ada di Silicon Valley sangat luas antar satu perusahaan dengan perusahaan lain serta
ikatan reputasi yang ada di sini bersifat sangat kuat. Berlawanan dengan hal tersebut, jaringan
– ditandai dengan masing-masing perusahaan yang individualis, sekretif, dan hanya
bergantung pada in-house – pada Route 128 bersifat lemah, sehingga ikatan reputasi antar
satu perusahaan dengan perusahana lain juga lemah. Lemahnya ikatan reputasi hanya
memungkinkan perusahaan untuk mencari informasi pasar, mengevaluasi alternatif
manajerial, menyeleksi pemasok dan konsumen potensial, serta pencarian solusi bagi
permasalahan bisnis – tidak lebih (Licht dan Siegel 2006). Hal ini konsisten dengan
karakteristik perusahaan-perusahaan di Route 128 yang budayanya lebih condong untuk
sekretif pada masing-masing anggotanya. Kuatnya ikatan reputasi yang dimilki Silicon
Valley lebih memungkinkan para anggotanya untuk memiliki jaringan antar anggota yang
membawa dampak baik bagi inovasi sehingga melahirkan wirausahawan-wirausahawan baru.
Apollo Computer dan Sun Microsystem merupakan contoh perusahaan yang sama-sama
dibangun di Route 128. Apollo memiliki struktur dan strategi bisnis awal yang sangat self-
sufficient, yaitu dengan membangun sistem workstation minikomputer yang produknya tidak
kompatibel dengan perangkat lain. Sun yang dibangun dua tahun setelah Apollo berdiri
berhasil memiliki progres bisnis yang lebih baik daripada Sun, lalu pindah ke Silicon Valley
dan menyesuaikan budaya baru terhadap model bisnisnya. Apollo terus merugi, sehingga
Hewlett-Packard yang berbasis di Silicon Valley membelinya. Hal ini berimplikasi bahwa
Apollo memutusakan untuk tidak berkolaborasi dengan perusahaan lain, sehingga jaringan
bisnis yang dimilikinya lemah dan menyebabkan kehancuran diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai