Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber alam baik flora

maupun fauna yang tersebar luas di berbagai daerah dengan kekayaan alam ini

dapat dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia yang lebih dari 230 juta. Sebagai

potensi sumber daya yang besar untuk pengembangan bioteknologi.

Keanekaragaman ini membawa dampak bagi masing-masing yang memiliki

sumber daya hayati yang dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai obat

penyembuhan penyakit (Rahma fitri dkk, 2016).

Berdasarkan penggunaannya secara empiris, berbagai jenis tanaman obat

telah banyak diteliti dan dikembangkan sebagai sumber utama dalam penemuan

obat-obat baru. Sejumlah bahan aktif yang terkandung dalam tanaman juga telah

berhasil di identifikasi dan dibuktikan memiliki efek farmakologi, sehingga dapat

dikembangkan lebih lanjut dalam terapi berbagai penyakit. Salah satu jenis

tanaman berkhasiat obat yang digunakan oleh masyarakat sejak dahulu untuk

menghilangkan rasa nyeri dan mengurangi peradangan adalah Temu Hitam

(Curcuma aeruginosa Roxb.) dan bagian tanaman yang digunakan adalah

Rimpang. Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.) digunakan sebagai obat

tradisional karena mengandung senyawa-senyawa bioaktif seperti saponin,

flavonoid, polifenol, triterpenoid, dan glukan. Rimpang temu hitam digunakan

untuk ramuan galian dan anti rematik atau inflamasi, penyakit kulit, batuk dan
asma, anti mikroba, anti cendawan dan anti oksidan. flavonoid memiliki potensi

dalam menghambat enzim siklooksigenase sehingga pembentukan prostaglandin

terhambat pada proseses inflamasi. Flavonoid mempengaruhi berbagai macam

aktifitas biologi atau farmakologi, diantaranya antioksidan, antitumor,

antiangiogenik, antiinflamasi, antialergik, dan antiviral (Rina Adilla Akmalia dkk,

2016).

Masyarakat mengkendek kabupaten Tanah Toraja menggunakan temu

hitam secara turun-temurun untuk menghilangkan rasa sakit, keseleo, bengkak

.Penggunaannya secara topikal dan di kombinasi dengan beras yang telah di

rendam dalam air, lalu dihaluskan kemudian dilumurkan pada bagian tubuh yang

mengalami peradangan.

Suatu fenomena untuk mempertahankan keseimbangan fisiologi tubuh

dibawah pengaruh lingkungan yang merugikan adalah inflamasi. Peristiwa ini

merupakan respon tubuh terhadap cedera, infeksi, atau adanya benda asing dalam

tubuh melibatkan peranan sebagai mediator dan sitokin. Upaya utnuk mengatasi

peradangan tersebut maka digunakan obat-obt golongan antiinflamasi AINS

(Antiinflamasi Nonsteroid ). Salah satu contoh golongan obat AINS yang banyak

digunakan dalam pengobatan anti inflamasi adalah Natrium Diklofenak yang

mempunya daya untuk menghambat enzim siklooksiginase yang kuat. Dimana

obat AINS digunakan untuk mengurangi peradangan, mengurangi rasa sakit dan

demam. Secara umum mekanisme kerja obat AINS adalah menghambat sintesis

prostaglandin sebagai mediator radang yankni dengan menghambat enzim

siglookginase yang mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin, serta


mencegah sensitilasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanik dan

kimiawi (Zullies Ikawati, 2018).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka timbul permasalahan, apakah gel ekstrak

Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb) dapat digunakan sebagai anti inflamasi

terhadap mencit (Mus musculus).

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antiinflamasi

ekstrak gel Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb) dengan konsntrasi 1% b/v,

2% b/v, dan 3% b/v terhadap mencit (Mus musculus)

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah memberikan informasi dan data ilmiah

mengenai efek antinflamasi ekstrak gel Temu Hitam.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman

1. Klasifikasi (7,8)

Kingdom : Plantarum

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma aeruginosa Roxb..

2. Morfologi Tumbuhan (7,13)

temu hitam banyak ditemukan tumbuh liar di hutan jati, padang rumput,

atau di ladang pada ketinggian 400-750 m dpl. Tanaman tahunan ini mempunyai

tinggi 1-2 m, berbatang semu yang tersusun atas kumpulan pelepah daun,

berwarna hijau atau cokelat gelap. Daun tunggal, bertangkai panjang, 2-9 helai.

Helaian daun bentuknya bundar memanjang sampai lanset, ujung dan pangkal

runcing, tepi rata, pertulangan menyirip, warnanya hijau tua dengan sisi kiri dan

kanan, ibu tulang daun terdapat semacam pita memanjang berwarna merah gelap

atau lembayung, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm. Bunganya bunga majemuk

berbentuk bulir yang tandannya keluar langsung dari rimpang, panjang tandan 20-
25 cm, bunga mekar secara bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang

besar, pangkal daun pelindung berwarna putih, ujung daun pelindung berwarna

ungu kemerahan. Mahkota bunga berwarna kuning. Rimpangnya cukup besar dan

merupakan umbi batang. Rimpang juga bercabang-cabang. Jika rimpang tua

dibelah, tampak lingkaran berwarna biru kehitaman di bagian luarnya. Rimpang

temu hitam mempunyai aroma yang khas. Perbanyakan dengan rimpang yang

sudah cukup tua atau pemisahan rumpun.

3. Kandungan Kimia

Kandungan kimia yang ada pada Temu Hitam (Curcuma

aeruginosa) yaitu : germakrene, minyak asiri, kordione, alkaloid, saponin,

tetrametilfrazine, zat pati, curcumol, tanin, damar, isofortungermakrene, zat pahit,

lemak, zat warna biru, dan mineral.

4. Kegunaan Tanaman

Menambah dan merangsang nafsu maka, Mengatasi berbagai penyakit

kulit (Abses, kudis, kurap dan penyakit kulit lainnya), temu Hitam juga

mempunyai khasiat dan manfaat sebagai peluruh kentut (karminatif) Selain itu

juga mampu bermanfaat sebagai obat ambeien atau wasir, obat gonorrhoea, obat

untuk membersihkan darah setelah melahirkan, obat pembengkakan dan

menetralisir racun dalam tubuh, obat untuk peranakan turun, serta obat untuk

mencegah penularan penyakit pada bayi melalui ASI


B. Uraian Ektraksi

1. Pengertian dan Tujuan Ekstraksi

Ekstraksi berasal dari bahasa latin extraction yang diturunkan dari kata

kerja axtrahare berarti menarik keluar. Ekstraksi adalah penyarian zat-zat

berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan atau beberapa jenis

ikan dengan menggunakan metode dan pelarut tertentu. Tujuan pertama dari

penyarian adalah memisahkan bahan aktif dan dipekatkan untuk memperoleh

rasa lebih enak dibandingkan bahan bakunya.

2. Jenis-jenis Ekstraksi

Jenis-jenis ekstraksi bahan alam yang sering dilakukan adalah ekstraksi

secara dingin dan ekstraksi secara panas.

3. Ekstraksi Secara Dingin

a. Ekstraksi secara Maserasi

Maserasi adalah metode penyarian komponen kimia yang terdapat

dalam simplisia tanpa bantuan pemanasan. Metode ini umumnya dilakukan

untuk simplisia yang teksturnya lunak dan tidak tahan pemanasan atau dengan

pemanasan menyebabkan terjadinya kerusakan ke tahap zat-zat aktifnya.

b. Ekstraksi secara perkolasi

Perkolasi adalah metode penyarian komponen kimia yang terdapat

dalam suatu simplisia yang mana metode ini umumnya dilakukan terhadap

simplisia yang bertekstur lunak dan dapat diserbukkan.


c. Ekstraksi secara soxhletasi

Soxhletasi adalah metode penyarian komponen kimia yang terdapat

dalam suatu simplisia dengan menggunakan cairan penyari tertentu dan

dibantu dengan pemanasan. Metode ini umumnya dilakukan terhadap

simplisia yang dapat diserbukkan serta tahan pemanasan.

4. Ekstraksi Secara Panas

a. Ekstraksi Secara Refluks

Refluks adalah salah satu metode penyarian komponen kimia yang

terdapat dalam suatu simplisia dengan menggunakan cairan penyari yang

dibantu dengan pemanasan. Metode ini umumnya dilakukan terhadap

simplisia yang mempunyai tekstur keras dan komponen kimianya tahan

terhadap pemanasan.

b. Ekstraksi secara destilasi uap air

Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia

yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan

pada tekanan udara normal. Pada pemenasan biasa kemungkinan akan terjadi

kerusakan zat aktif.

c. Ekstraksi secara infundasi

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan

air pada suhu 900C selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang

umumnya digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air

dan bahan-bahan nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang
tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari

yang diperoleh dengan cara ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.

C. Uraian Gel

Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatudispersi

yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang

besar dan saling diresapi oleh cairan (Ansel, 1989). Gel biasanya digunakan untuk

diaplikasikan pada membran mukus atau jaringan yang rusak akibat luka terbakar,

karena gel memiliki kandungan air yang tinggi yang dapat mengurangi iritasi

(Ansel, 1989).

Hidrogel adalah sediaan semisolid yang mengandung material polimer

yang mempunyai kemampuan untuk mengembang dalam air tanpa larut dan bias

menyimpan air dalam strukturnya (Zatz and Kushla, 1996).

Adapun bahan-bahan penyusun gel antara lain :

1. Humectant

Humectant adalah bahan dalam produk kosmetik yang dimaksudkan untuk

mencegah hilangnya lembab dari produk dan meningkatkan jumlah air. Sorbitol

merupakan serbuk, granul, atau serpihan berwarna putih, bersifat higroskopik,

berasa manis, biasanya meleleh pada suhu sekitar 96ºC. Satu gram sorbitol larut

dalam 0,45 mL air, sedikit larut dalam alkohol, metanol, atau asam asetat. Larutan

sorbitol berupa cairan seperti sirup yang tidak berwarna, jernih, berasa manis,

tidak memiliki bau yang khas, dan bersifat netral. Larutan sorbitol (kelembaban)

pada lapisan kulit terluar saat produk digunakan, tidak untuk diinjeksikan ( Rowe,

Sheskey, dan Quinn 2009).


2. Gelling Agent

Carbopol® digunakan untuk sediaan non-parenteral (Rowe dkk., 2009).

Carbopol® adalah polimer sintetik asam akrilat, berupa serbuk putih dengan bau

yang khas, sangat mudah terion, sedikit asam, tidak larut dalam air dan sebagian

besar pelarut, serta bersifat higroskopis. Dalam bentuk netral, carbopol larut

dalam air, alkohol, dan gliserin serta akan membentuk gel yang jernih dan stabil.

Pada larutan asam (pH 3,5-4,0) dispersi carbopol® menujukkan viskositas yang

rendah hingga sedang dan pada pH 5,0-10,0 serta pada suhu di atas 75 0C akan

menunjukkan viskositas yang optimal (Zats and Kushala, 1996). Carbopol ®

memiliki solubility yang tinggi pada etanol 90%, sehingga gel yang berbasis

Carbopol® tidak dapat dipecah menggunakan etanol (Rowe dkk., 2009).

Carbopol® berfungsi sebagai pengental, surfaktan, stabilizer, dan

thickener. Dalam sediaan kosmetik carbopol digunakan dalam bentuk netral pada

pH 7,7 karena Carbopol® stabil pada pH tersebut dan Carbopol® bersifat

inkompatibilitas terhadap asam kuat (Rowe dkk., 2009).

3. Triethanolamine (TEA)

Triethanolamine (TEA) bersifat sukar menguap pada suhu ruangan,

berbau amoniak dan dapat berbentuk solid atau liquid tergantung pada suhu dan

nilai kemurniannya. Sifat TEA yang terbilang basa yaitu memiliki pH 10,5 dapat

digunakan sebagai agen pembasa dan juga sebagai emulsifying (Rowe dkk., 2009).

4. Metil Paraben

Metil paraben berbentuk serbuk kristal, berwarna putih dan tidak berbau.

Dalam sediaan, metil paraben digunakan sebagai bahan pengawet. Rumus kimia
C8H8O3, dimana range konsentarsi yang biasa digunakan yaitu 0,02%-0,3%

(Rowe dkk., 2009).

5. Aquadest

Aquadest merupakan cairan jernih, tidak berbau, tidak berwarna dan tidak

berasa. Aquadest dibuat dengan cara menyuling air yang dapat diminum. Rumus

kimia dari aquadest yaitu H2O dengan bobot molekul 18,02 (Departemen

Kesehatan RI, 1979).

6. Sunscreen

Sunscreen bekerja dengan cara mengabsorpsi panjang gelombang pada

range UVA dan UVB oleh suatu senyawa. Radiasi yang diabsorpsi kemudian

dikeluarkan kembali sebagai panas oleh getaran pada keadaan eksitasi (Calder,

2005). Sunscreen adalah senyawa kimia yang mengabsorbsi dan atau

memantulkan sinar UV sebelum berhasil mencapai kulit. Biasanya sunscreen

merupakan kombinasi dari dua atau lebih zat aktif. Jika hanya digunakan satu zat

aktif, sunscreen tersebut hanya mampu mengabsorbsi energi UV pada spektrum

yang terbatas (Stanfield, 2003).

Sunscreen bekerja dengan 2 cara:

a. Memantulkan sinar (light scattering). Mekanisme tersebut menyebabkan

radiasi UV dipantulkan ke segala arah oleh permukaan kecil kristal dari

beberapa pigmen. Prinsipnya adalah membentuk lapisan tipis yang

kusam/buram pada permukaan kulit.

b. Mengabsorpsi panjang gelombang pada range UVA dan UVB oleh suatu

senyawa. Radiasi yang diabsorpsi kemudian dikeluarkan kembali sebagai


panas oleh getaran deeksitasi pada keadaan eksitasi (Calder, 2005). Tingkat

perlindungan (efektivitas) produk sunscreen terhadap sinar UV dilihat dari

nilai SPF (Sun Protection Factors). SPF dapat mengindikasikan lamanya

seseorang yang menggunakan sunscreen dapat bertahan di bawah sinar

matahari tanpa menimbulkan eritema sebagai salah satu akibat dari sunburn

(Calder, 2005).

D. Teori Inflamasi

1. Uraian Inflamasi

Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan

atau adanya bahaya yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak

atau zat-zat mikrobiologik lainnya. Dimana tubuh berusaha untuk menginaktivasi

atau merusak organisme yang menyerang, menghilangkan zat-zat iritan, dan

mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika terjadi proses penyembuhan, maka

peradangan akan mereda (3, 5, 16).

Peradangan (inflamasi) pada umumnya dibagi dalam 3 fase, yaitu (6) :

1. Inflamasi akut; merupakan respon awal terhadap cedera jaringan, hal tersebut

melalui mediator respon inflamasi akut yang terlibat antara lain; histamin,

serotonin, bradikinin, prostaglandin dan umumnya mendahului respon imun.

2. Respon Imun; terjadi bila sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan,

diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi antigenik yang

terlepas selama respon inflamasi akut atau kronis.

3. Inflamasi Kronis; melibatkan keluarnya mediator yang tidak menonjol

pada inflmasi akut, seperti interlaukin-1,2,3, granulocyte-makrophage


coloni-stimulating factor, tumor necrosis factor-alpha, interferon. Salah satu

dari kondisi yang paling penting melibatkan mediator-mediator ini adalah

arthritis rematoid, dimana peradangan kronis mengakibatkan sakit serta

kerusakan tulang.

Stimulus-stimulus yang merusak jaringan dan menyebabkan

radang dapat berupa agen kimia, fisik, reaksi imunologik dan infeksi oleh

mikroorganisme patogenik. Meskipun ada hubungan antara peradangan dan

infeksi namun tidak boleh dianggap sama. Infeksi disebabkan oleh adanya

mikroorganisme hidup dalam jaringan dan hanya merupakan salah satu penyebab

radang, tetapi tidak semua radang disebabkan oleh infeksi.

Adapun gambaran makroskopis perandangan yang menjadi ciri khas atau

tanda-tanda utama radang adalah :

1. Rubor (kemerahan), biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah

radang. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai

darah tersebut melebar sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke

mikrosirkulasi lokal.

2. Kalor (panas), terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan

akut. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya,

disebabkan oleh darah (pada suhu 37O C) yang disalurkan tubuh ke permukaan

daerah yang terkena radang lebih banyak dari yang disalurkan ke daerah

normal.

3. Dolor (nyeri), dapat dihasilkan dengan berbagaii cara dari reaksi peradangan,

misalnya perubahan pH lokal atau konsentrasi ion-ion tertentu yang dapat


merangsang ujung-ujung saraf, pengeluaran, mediator peradangan dan

pembengkakan yang mengakibatkan tekanan lokal yang menimbulkan rasa

sakit.

4. Tumor (pembengkakan), dapat ditimbulkan oleh peningkatan permeabilitas

kapiler serta pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan

intestisial. Campuran cairan dan sel-sel yang tertimbun di daerah radang

disebut eksudat, sebagian besar bentuknya cair. Dan dengan dinding sel yang

permeabel, maka dengan mudah sel-sel darah putih meninggalkan aliran

darah dan tertimbun sebagai eksudat.

5. Fungsi Lease (perubahan fungsi), bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi

abnormal dan lingkungan abnormal karena penumpukan cairan yang

mengurangi mobilitas di daerah tersebut, sehingga gerakan pada daerah radang

mengalami hambatan karena rasa sakit dan pembengkakan.

Beberapa bentuk peradangan dapat timbul didasarkan atas jenis eksudat

yang terbentuk, organ atau jaringan tertentu yang terlibat dan lamanya proses

peradangan. Berbagai eksudat diberi nama deskriptif. Lamanya respon

peradangan disebut akut selama fase eksudasi aktif, disebut kronik jika ada bukti

perbaikan yang sudah lanjut disertai eksudasi dan disebut sub akut jika ada bukti

awal perbaikan bersama dengan eksudasi (16).

Pada beberapa keadaan proses peradangan sejak permulaan dapat

terganggu, yaitu pada stadium eksudatif. Seluruh proses peradangan bergantung

pada sirkulasi yang utuh ke daerah yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai

darah ke daerah radang, hasilnya berupa proses peradangan yang sangat lambat,
infeksi menetap dan penyembuhan jelek. Syarat lain agar peradangan eksudatif

efisien adalah suplai leukosit yang bebas dalam darah yang beredar, sedangkan

faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau peradangan bergantung pada

poliferasi sel dan aktivasi sintetik, khususnya sensitif terhadap suplai darah lokal

dan juga peka terhadap keadaan gizi penderita.

2. Mekanisme Terjadinya Inflamasi

Terjadinya inflamasi adalah reaksi setempat dari suatu jaringan atau sel

terhadap suatu rangsangan atau cedera. Setiap ada cedera, terjadi rangsangan

untuk dilepaskannya zat kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya

perubahan jaringan pada reaksi radang tersebut, diantaranya adalah histamin,

serotonin, bradikinin dan prostaglandin. Histamin bertanggung jawab pada

perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada arteriol dan

peningkatan permeabilitas kapiler, hal ini menyebabkan distribusi sel darah

merah. Oleh karena aliran darah yang lambat, sel darah merah akan menggumpal,

akibatnya sel darah putih terdesak ke pinggir, makin lambat aliran darah maka sel

darah putih akan menempel pada dinding pembuluh darah makin lama makin

banyak. Perubahan permeabilitas kapiler yang terjadi menyebabkan cairan keluar

dari pembuluh dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin dan kalidin bereaksi

lokal menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi, meningkatkan permeabilitas. Sebagai

penyebab radang prostaglandin berpotensi kuat setelah bargabung dengan

mediator lainnya.
3. Obat-obat Anti Inflamasi

Obat-obat antiinflamasi adalah golongan obat yang mengandung aktivitas

menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui

berbagai cara, yaitu menghambat pembentukan mediator prostaglandin,

menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, menghambat pelepasan

prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukan. Berdasarkan mekanisme kerjanya,

maka golongan obat antiinflmasi dibagi dalam dua (2) golongan, yaitu

Golongan Obat Antiinflmasi steroida dan Golongan Obat Antiinflamasi Non

Steroida.

a. Obat-obat Antiinflamasi Golongan Steroida (Glukokortikoid)

Efek glukokortikoid berhubungan dengan kemampuannya untuk

menrangsang biosentesa protein lipomodulin yang dapat menghambat kerja

enzimatik fosfolipase, suatu enzim yang bertanggung jawab terhadap pelepasan

asam arakhidonat dan metabolitnya, seperti prostaglnadin (PG), leukotrien (LT),

prostasiklin dan tromboksan. Glukokortikoid dapat memblok jalur

siklooksigenase dan lpooksigenase, namun toksisitasnya yang berat dan memiliki

efek adiksi yang kuat (5,6).

b. Obat-obat Antiinflamasi Golongan Non Steroida

Antinflamasi Non Steroid (AINS) adalah merupakan suatu kelompok obat

yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda senyawa kimia, namun

memiliki persamaan efek terapi dan efek samping. Golongan obat ini mempunyai

efek prototip obat golongan ini adalah aspirin karena itu sering disebut obat

golongan aspirin. Aspirin dan obat-obat lain yang digunakan untuk mengobati
rematik yang mempunyai kemampuan untuk menekan tanda dan gejalah

peradangan. Golongan obat mempunyai efek analgetik dan antipiretik, tetapi efek

antiinfamasinya membuat golongan obat ini bermanfaat dalam menanggunlangi

kelainan rasa nyeri yang berhubungan proses peradangan. Golongan ini

menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat terganggu

yang mengakibatkan terhambatnya pelepasan mediator nyeri seperti

prostaglandin, tromboksan.

Obat Antiinflamasi Nonsteroid terdiri dari :

1. Turunan Asam salilisiat, contohnya aspirin, salsalat, diflunisal.

2. Turunan Asam propionat, contohnya ibuprofen, naproksen, fenoprofen,

ketoprofen

3. Turunan Asam fenamat, contohnya asam mefanamat, meklofenamat.

4. Turunan Pirazolon, contohnya fenilbutazon, azapropazon, oksifenbutazon

5. Turunan Oksikam, contohnya piroksikam, tenoksikam

6. Turunan Asam fenilasetat, contohnya diklofenak, fenklofenak

7. Turunan Asam inden asetat, contohnya indometason, tolmetin, sulindak

8. Turunan para aminofenol (analgetik non narkotik), contohnya asetaminofen,

fenasetin.

4. Metode Pengujian Antiinflamasi

Metode pengujian antiinfamasi suatu bahan calon obat dilakukan

berdasarkan kemampuan obat uji mengurangi atau menekan derajat udema yang

diinduksi pada hewan percobaan. Sekitar 12 teknik telah diperkenalkan untuk

mengevaluasi antiinflamasi ini. Perbedaan diantara metode-metode pengujian


tersebut, terletak pada cara menginduksi udema pada hewan percobaan, yaitu

induksi secara kimia dengan menggunakan berbagai bahan kimia dan berbagai

cara pemberian induktor, secara fisika dengan penyinaran radiasi UV secara

mekanik dan induksi oleh mikroba.

Berbagai jenis bahan kimia telah menggunakan untuk menginduksi udema

pada kaki mencit, diantaranya adalah (20) :

a. Larutan 1% karegen lamda dalam NaCl fisiologis 0,9% (0,05 ml)

b. Larutan formalin 3% dalam NaCl fisiologis 0,9% (0,05 ml)

c. Putih Telur segar (0,1 ml)

d. Larutan dekstran 6% (0,2 ml)

e. Suspense mustard 2,5% (0,1 ml)

f. Suspense steril kaolin (0,2 ml)

5. Uraian Natrium Diklofenak

a. Uraian Kimia

Nama Resmi : DICLOFENAC SODIUM

Nama Lain : Natrium Diklofenak

Rumus Kimia : 2-[(2,6-dichorophenyl)amino] acid monosodium salt, 2-

[(2,6-

dichlorophenyl)amino] asetic acid sodium salt, sodium 2-

[(2,6-dichorophenyl)amino] phenyl acetat GP 458450,

Volteran, Voltarol.

Rumus Molekul : C14H10Cl2NNaO2

Berat Molekul : 318,13


Rumus Bangun : CH2COONa Cl

NH

Cl

Kearutan : Mengkristal dalam air

Penggunaan : Antiinflamasi

b. Farmakokinetik

Natrium Diklofenak diabsorbsi secara cepat dan sempurna dalam

lambung, bertumpuk pada cairan sinovial. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 2

jam. Urine merupakan jalan utama ekskresi obat ini dan metabolitnya.

c. Farmakodinamik

Natrium Diklofenak mempunyai aktivitas antiinflamasi yaitu menghambat

aktivitas dari enzim siklooksigenase yang mengurangi produksi prostaglandin

oleh jaringan.

d. Efek Samping

Toksisitas Natrium Diklofenak serupa dengan toksisitas obat AINS lain,

misalnya masalah saluran cerna dan obat ini juga dapat meningkatkan kadar

enzim hepar.

6. Uraian Albumin

Nama Resmi : ALBUMEN

Nama Lain : Albumin, Putih telur

Kandungan Kimia : 75% ovalbumin, ovoconabumin, ovomucin, ovoglobulin,

lysozyme dan ovidin

Pemerian : Bening, bersifat koloid, mengair (menggantung), massa


jernih, berwarna putih dan elastis ketika terdenaturasi.

Penggunaan : Penginduksi Radang

7. Uraian Mencit

Mencit (Mus musculus) adalah hewan pengerat (rodentia) yang cepat

berkembang biak, mudah dipelihara dalam jumlah yang banyak, variasi

genetiknya cukup, serta anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik.

Mencit hidup dalam daerah yang cukup luas penyebarannya, mulai dari iklim

dingin, sedang maupun panas, dan dapat hidup terus-menerus dalam kandang atau

secara bebas sebagai hewan liar. Mencit merupaka hewan uji yang paling banyak

digunakan di Laboratorium untuk berbagai penelitian. Berat badan mencit jantan

yang dewasa antara 20 - 30 g dan dapat mencapai umur 2-3 tahun, mencit dapat

dipegang dengan cara memegang ekornya dengan jari atau planel yang ujungnya

dilapisi karet, sedangkan bagian tangan kanan memegang bagian leher.

Untuk tujuan penyuntikan dan pemeriksaan, ekor mencit diangkat lalu

ditempatkan pada permukaan yang kasar sehingga mencit terdiam karena kaki-

kakinya berpegangan pada permukaan kasar tersebut, kemudian tangan

memegang punggung dan leher mencit. Mencit jantan dibedakan dengan mencit

betina dengan cara memperhatikan jarak anogentail yang lebih besar pada mencit

jantan (1,5 – 2 kali dari ), testis pucat dan terlihat di bawah abdomen dan papila

genitalnya lebih besar. Hewan uji yang digunakan sekurang-kurangnya 2 minggu

sebelumnya pengujian harus dipelihara dan dirawat dengan sebaik-sebaiknya.

Mencit harus sehat, pertumbhan normal, tidak menunjukan kelainan yang berarti.

Sehari sebelumnya, mencit harus dimasukan ke dalam ruang penelitian.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain batang pengaduk,

corong gelas, erlemeyer 1000 ml (Pyrex), gelas piala 500 ml (Pyrex), gelas ukur

100 ml (Pyrex), kandang mencit, kertas timbang, labu alas bulat 250 ml, labu

takar 100 ml, lumpang dan stemper, pletismometer, sendok tanduk, spoit injeksi 1

ml (one med), lempeng kaca berskala, penanggas air, lempeng alat uji daya sebar,

alat uji daya lekat, pot untuk gel, stick pH stopwatch, timbangan analitik

(Acculab), dan timbangan hewan (Berkel).

2. Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan antara lain Aquadest, etanol 96 %, Mencit

(Mus musculus), TEA, carbopol, gliserin, propilenglikol, Na.metabosulfit, Na-

CMC, Putih telur, Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb) dan Voltaren

emulgel

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan juli 2019 sampai selesai di

Laboratorium Farmakologi Akademi Farmasi Yamasi (AKFAR YAMASI).


C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Mencit (Mus musculus)

2. Pengambilan Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah adalah Mencit jantan sebanyak 25 ekor

yang memiliki badan sehat,serta memiliki berat badan 20-30 gram.

3. Bahan Uji

Bahan uji dalam penelitian ini adalah Temu Hitam (Curcuma aeruginosa

Roxb).

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Pengambilan bahan uji

Bahan uji Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb) yang telah diambil

dari Kelurahan Lemo Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tanah Toraja.

2. Pengolahan Bahan Uji

Bahan uji Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb) yang telah diambil di

kumpulkan sebanyak 5 kg di bersihkan dari kotoran yang melekat dengan

menggunakan air mengalir dan dipotong kecil-kecil, kemudian diangin-anginkan

dalam suhu kamar, setelah kering simplisia diserbukkan.

3. Pembuatan Ekstrak Secara Maserasi

Ekstrak etanol Temu Hitam dibuat dengan metode maserasi menggunakan

pelarut etanol 96%. Kemudian dimasukkan serbuk kering simplisia kedalam

maserator tambahkan 10 bagian pelarut etanol. Rendam selama 6 jam pertama


sambil sesekali diaduk. Kemudian diamkan selama 18 jam. Pisahkan maserat

dengan cara pengendapan. Ulangi proses penyarian sekurang-kurangnya dua kali

dengan pelarut dengan jumlah yang sama. Ekstrak yang didapat kemudian

ditampung dan diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh

ekstrak kental.

4. Pembuatan Gel Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb.)

a. Rancangan Formula

Formula (%)
Bahan Kegunaan
FI FII FIII
Ekstrak Temu Hitam 1 2 3 Zat Aktif
Carbopol 940 2 2 2 Gelling agent
TEA 2 2 2 Alkalizing agent
Gliserin 5 5 5 Pelembab
Propilenglikol 15 15 15 Pelembut
Na. Metabisulfite 0,5 0,5 0,5 Pengawet
Aquadest Ad 100 100 100 Pelarut

b. Pembuatan Gel

Pembuatan gel ekstrak etanol temu hitam di mulai dengan menyiapkan

alat dan bahan di timbang sesuai dengan perhitungan yang terterah dalam

rancangan formula, carbopol di kembangkan menggunakan aquadest panas

kemudian digerus sehingga terdispersi sempurna dan berbentuk basis gel

kemudian di tambahkan trietanolamin sedikit demi sedikit lalu digerus kemudian

tambahkan gliserin sedikit demi sedikit lalu digerus (campuran I).

Na.Metabisulfite dilarutkan dalam air panas hingga suhu 70 ͦ C hingga larut

kemudian didinginkan, setelah itu ditambahkan sedikit demisedikit ekstrak Temu

hitam dan Propilenglikol kedalamnya dan digerus sampai homogen (campuran II).
Dimasukkan campuran II kedalam campuran I kemudian digerus kembali sampai

homogen. Sediaan lalu dimasukkan kedalam pot yang sesuai dan diberi label.

c. Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Gel

1. Uji viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscotester seri VT 04 dengan

cara : gel dimasukkan dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester.

Viskositas gel diketahui dengan mengamati gerakan jarum penunjuk skala

viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-04).

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sedian yang telah di

buat homogeny atau tidak.Dengan cara gel dioleskan pada kaca transparan

sebanyak 0,5 gram. Homogenitas di tunjukkan dengan tidak adanya butir kasar.

3. Uji pH

Dilakukan dengan menggunakan kertas indikator universal. pH yang baik

untuk kulit yaitu dalam interval 4,5-6,5.

4. Uji organoleptis

Uji organoleptis gel dilakukan sebagai uji pendahuluan yang meliputi

bau, warna dan konsistensi dari gel.

5. Uji daya sebar

Gel ditimbang 0,5 gram dan diletakkan di tengah kaca objek kemudian tutup

kaca objek, kemudian dibiarkan selama 1 menit, diukur diameter penyebaran

gel.daya sebar 5-7 cm menunjukkan konsistensi semisolid yang sangat nyaman

dalam penggunaan.
d. Pembuatan Larutan Koloidal Na-CMC 1 % b/v

Dipanaskan air suling sebanyak 50 ml, kemudian timbang Na.CMC

sebanyak 1 gram. Lalu tuangkan air suling yang sudah dipanaskan ke dalam

lumpang kemudian masukan sedikit demi sedikit Na.CMC kedalam lumpang,

setelah itu tunggu beberapa menit lalu digerus hingga homogen/sampai terbentuk

koloidal. Koloidal yang terbentuk dimasukan ke dalam labu takar 100 ml dan

dicukupkan volumenya sampai 100 ml dengan air suling.

5. Penyiapan Penginduksi (Putih Telur)

Diambil putih telur yang masih segar dengan cara dipisahkan putih telur

dan kuning telur, kemudian diaduk hingga rata untuk meratakan kekentalan putih

telur.

6. Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah Mencit jantan yang dewasa, berbadan

sehat dengan bobot antara 20-30 gram. Diadaptasikan dengan lingkungan

sekitarnya selama 1 minggu. Jumlah mencit yang digunakan sebanyak 25 ekor,

dikelompokan secara acak dalam lima kelompok. Sebelum diberi perlakuan,

hewan uji terlebih dahulu dipuasakan selama 8 jam dan dipastikan tidak

mengalami penurunan bobot badan.

7. Perlakuan Terhadap Hewan Uji

Sebelum perlakuan, Mencit dipuasakan, kemudian dikelompokan lalu

diukur volume kaki kiri belakang mencit pada Pletismometer dan dicatat sebagai

volume awal. Selanjutnya semua mencit di induksikan dengan putih telur

sebanyak 0,1 ml secara subkutan. Setelah satu jam diukur kembali volume kaki
kiri belakang mencit pada pletismometer dan di catat sebagai volume edema awal.

Hewan uji di bagi dalam 5 kelompok I diberikan larutan koloidal Na-CMC 1%

b/v sebagai kontrol negative (-). dengan mengolesi kaki mencit yang telah

diinduksi. Tiga kelompok sebagai kelompok uji masing-masing Kelompok II, III,

dan IV diberi gel Temu Hitam dengan konsentrasi 1% b/v, 2% b/v, dan 3 % b/v

dengan mengolesi kaki mencit yang telah diinduksi. Dan kelompok 5 diberi

sedian Voltaren sebagai kontrol positif (+) dengan mengolesi kaki mencit yang

telah diinduksi. Satu jam setelah pemberian sediaan, dilakukan pengamatan

penurunan volume udema dengan cara mengukur kembali volume kaki kiri

belakang mencit pada pletismometer sampai pada batas mata kakinya untuk setiap

selang 60 menit selama 6 jam.

E. Defenisi Operasional

1. Induksi putih telur adalah pemberian putih telur sebanyak 0,1 ml dengan cara

di suntikan pada telapak kaki kiri mencit untuk menimbulkan peradangan.

2. Volume edema adalah perubahan yang terjadi setelah pemberian penginduksi

yang menandakan terjadinya peradangan dan diukur menggunakan

pletismometer.

3. Antiinflamasi adalah senyawa obat yang memiliki aktivitas menekan atau

mengurangi peradangan, aktivitas ini dicapai dengan cara menghambat

pembentukan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel

leukosit ke daerah radang.

4. Ekstrak Temu Hitam adalah sediaan kental yang didapatkan dari hasil

penyarian Rimpang Temu Hitam dengan menggunakan pelarut etanol 96%


5. Cara pemanenan Temu Hitam adalah dengan melakukan pemanenan saat

bagian tanaman diatas permukaan tanah tampak mengering. Umur tanaman 10

bulan bila bibit berasal dari rimpang induk, atau 2 tahun bila bibit berasal dari

rimpang anakan

6. Etanol 96% adalah Cairan penyari yang digunakan untuk menarik komponen

zat aktif dari sampel.

G. Teknik Analisis

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji Statistik

Rancangan Acak Lengkap (RAL), dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan

metode Student Newman Keuls (SNK).

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian

Tabel 1. Uji Organoleptik

Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan


Formula Dipercepat Dipercepat
Bau Warna Tekstur Bau warna Tekstur
Formula I Khas Coklat Agak Khas Coklat Agak kental
kental
Formula Khas Coklat Kental Khas Coklat Kental
II
Formula Khas Coklat Kental Khas Coklat Kental
III tua tua

Tabel 2. Uji Daya Sebar

Lama penyimpanan Reins


Formula
0 1 2 3 4
Formula I 6,1 6,3 6,3 6,5 6,6
Formula II 5,5 5,5 5,8 5,8 5,6 5-7 cm
Formula III 5,2 5,4 5,6 5,6 5,7

Tabel 3. Uji pH

Lama penyimpanan Reins


Formula
0 1 2 3 4
Formula I 6 6,14 6,01 6,09 6,12
Formula II 5,92 5,76 5,71 5,5 5,62 4,5-6,5
Formula III 5,36 5,32 5,24 5,22 5,02

Tabel 4. Uji Viskositas

Lama penyimpanan Reins


Formula
0 1 2 3 4
Formula I 23.500 23.000 22.100 20.400 18.600
Formula II 27.000 26.500 26.000 22.500 21.300 20.000 – 60.000 cP
Formula III 28.000 27.500 27.000 25.100 25.200

Tabel 5. Data Hasil Pengamatan Volume Udema (ml) Telapak Kaki Mencit

Volum Volum Volume (ml) Setelah pemberian Sediaan


Perlakua R e e Uji Setiap 60 Menit selama 6 jam
n Awal Udema
(ml) (ml)

60 120 180 240 300 360

1 0,04 0,09 0,09 0,09 0,08 0,08 0,08 0,08


Control 2 0,04 0,08 5 0,08 5 5 0,07 0,07
Na. CMC 3 0,04 0,07 0,08 0,06 0,08 0,07 0,06 0,05
4 0,05 0,08 0,07 0,07 0,06 5 0,07 5
5 0,04 0,08 0,08 5 0,08 0,06 0,07 0,07
0,08 0,08 0,07 5 0,06
5 0,07 5
0,07
5
1 0,03 0,07 0,07 0,07 0,06 0,06 0,06 0,06
FI 2 0,02 0,06 0,05 0,05 0,06 5 0,04 0,04
3 0,03 0,06 5 0,65 0,06 0,05 5 5
4 0,04 0,07 0,65 0,06 0,06 0,05 0,05 0,04
5 0,04 0,07 0,07 0,07 0,06 0,05 0,05 5
0,07 5 5 0,05 0,05
0,06 5 0,05
1 0,04 0,08 0,07 0,07 0,07 0,06 0,06 0,06
FII 2 0,03 0,08 0,07 5 0,06 5 5 0,05
3 0,04 0,07 5 0,07 5 0,06 0,06 5
4 0,03 0,08 0,65 0,65 0,06 0,06 0,05 0,05
5 0,03 0,06 0,07 0,07 0,06 0,06 0,06 0,05
0,06 0,05 5 0,05 0,04 0,04
5 0,05 5
5
1 0,02 0,06 0,05 0,05 0,04 0,04 0,04 0,03
FIII 2 0,04 0,09 0,08 0,07 5 0,06 0,06 0,05
3 0,03 0,08 5 5 0,07 5 5 5
4 0,05 0,08 0,07 0,07 0,06 0,06 0,55 0,05
5 0,04 0,07 0,07 0,07 0,06 0,06 0,05 0,05
5 0,06 0,05 0,05 0,04 0,04
0,06 5 5 5
5
1 0,02 0,08 0,06 0,06 0,05 0,04 0,03 0,03
Kontrol 2 0,03 0,08 5 0,05 5 5 5 0,03
Positif 3 0,04 0,07 0,07 5 0,05 0,04 0,04 0,04
4 0,04 0,08 0,06 0,05 0,05 5 0,04 0,04
5 0,02 0,09 0,06 5 0,04 0,05 5 0,04
5 0,06 5 0,04 0,04
0,07 0,07 0,06 5 0,05
5 0,05
5

Tabel 6. Kenaikan dan Penuruan Volume Udema (ml) Kaki Mencit Pada
Setelah 6 Jam Setelah dilakukan Koding (Dikali 100)

Volume Volume (ml) Penurunan Persentase (%)


Perlakuan R Udema Setelah Volume Penurunan
(ml) 3 Jam (ml) Volume
1 9,0 8,0 1,0 11,11
Control 2 8,0 7,0 1,0 12,5
Na. CMC 3 7,0 5,5 1,5 21,43
4 8,0 7,0 1,0 12,5
5 8,0 6,5 1,5 18,75
1 7,0 6,0 1,0 14,29
Formula 2 6,0 4,5 1,5 25
I 3 6,0 4,5 1,5 25
4 7,0 5,0 2,0 28,57
5 7,0 5,0 2,0 28,57
1 8,0 6,0 2,0 25
Formula 2 8,0 5,5 2,5 31,25
II 3 7,0 5,0 2,0 28,57
4 8,0 5,0 3,0 37,5
5 6,0 4,0 2,0 33,33
1 6,0 3,0 3,0 50
Formula 2 9,0 5,5 3,5 38,89
III 3 8,0 5,0 3,0 37,5
4 8,0 5,0 3,0 37,5
5 7,0 4,5 2,5 35,71
Kontrol 1 8,0 3,0 5,0 62,5
Positif 2 8,0 3,0 5,0 62,5
3 7,0 4,0 3,0 42,86
4 8,0 4,0 4,0 50
5 9,0 4,0 5,0 55,55

B. Pembahasan

Upaya untuk mengatasi inflamasi adalah dengan menggunakan obat-obat

antiinflamasi. Berdasarkan informasi dari literature yang mengatakan bahwa

Kandungan kimia yang ada pada Temu Hitam (Curcuma aeruginosa) yaitu :

germakrene, minyak asiri, kordione, alkaloid, saponin, tetrametilfrazine, zat pati,

curcumol, tanin, damar, isofortungermakrene, zat pahit, lemak, zat warna biru,

dan mineral. Dimana salah satu dari kegunaan dari Temu hitam adalah sebagai

obat dalam mengatasi pembengkakan.


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek antiinflamasi

ekstrak gel Temu Hitam (Curcuma aeruginosa Roxb) dengan konsntrasi 1% b/v,

2% b/v, dan 3% b/v terhadap mencit (Mus musculus).

Penelitian ini dilakukan dengan terlebih dahulu membuat Formulasi gel

Temu Hitam dengan melakukan evaluasi sediaan di antaranya uji organoleptik, uji

daya sebar, uji pH dan uji viskositas sediaan.

Uji organoleptis yang dilakukan meliputi pemeriksaan warna, bau, dan

bentuk, yang diamati secara visual, menunjukkan hasil stabil pada penyimpanan

selama 4 hari (Pada tabel 1). Pada uji daya sebar selama penyimpanan 4 hari

memenuhi standar gel yang baik yaitu pada reins 5-7 cm (Tabel 2). Pengujian pH

dengan reins 4,5 – 6,5 memenuhi standar (pada tabel 3). Begitupula pada

pengujian viskositas memenuhi standar reins yaitu 20.000 – 60.000 cp (tabel 4).

Pada penelitian ini sampel uji yang digunakan adalah formulasi Gel

Temu Hitam, dengan variasi konsentrasi 1% b/v, 2% b/v dan 3% b/v. Na.CMC

1% b/v digunakan sebagai kontrol dan sebagai pembanding digunakan Voltaren.

Tiap perlakuan 5 ekor Mencit yang masing-masing diberikan sediaan secara oral

dengan metode pengujian induksi kimia dengan menggunakan albumin dan

penurunan volume udema diukur dengan alat Pletismometer.

Berdasarkan hasil penelitian pada pemberian Gel ekstrak Temu hitam yang

tebagi dalam 3 Formula yaitu Formula I (1%), Formula II (2%) dan Formula III

(3%), Na.CMC 1% b/v digunakan sebagai kontrol dan sebagai pembanding

digunakan Foltaren. Dimana sebelumnya telah diinduksikan dengan 0,1 ml

albumin secara subkutan pada telapak kaki kiri belakang mencit, yang kemudian
diukur volume udema setiap selang waktu 60 menit selama 6 jam, diperoleh data

rerata persentase ± Standar Devisisasi penurunan volume udema mencit masing-

masing perlakuan yaitu kontrol Na.CMC 1% b/v yaitu 15.26 ± 4.55, Formula I

yaitu 24.29 ± 5.87, Formula II yaitu 31.13 ± 4.73, Formula III yaitu 39.92 ± 5.75

dan Kontrol Posisitif dengan Voltaren yaitu 54.68 ± 8.44.

Yang menurunkan udema terbesar yaitu pada formula III dengan rerata

persentase ± Standar Devisisasi adalah 39.92 ± 5.75

Dari data persentase penurunan volume udema kaki Mencit yang diperoleh

selama 6 jam, dapat terlihat bahwa ada efek antiinflamasi yang dihasilkan., hal ini

disebabkan karena kemungkinan adanya penghambatan enzim siklooksogenase

yang disebabkan oleh flavonoid yang tersari dalam ekstrak, dimana flavonoid

secara umum mempunyai kemampuan menghambat enzim lipooksigenase dan

sikooksogenase.

Hasil analisis data secara statistik dengan menggunakan metode SPSS 21.

pada taraf kepercayaan 0,05%. Data yang diperoleh dilakukan uji statistik

parametrik Anova yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan udema dari setiap

kelompok perlakuan pada setiap 60 menit selama 6 jam pengamatan. Nilai

signifikansi p <0,05 memiliki arti terdapat perbedaan yang bermakna pada setiap

kelompok pengamatan dan memberikan efek antiinflamasi pada mencit jantan.

Berdasarkan uji post Hoc tukey HSD pada setiap kelompok perlakuan

mengalami penurunan udema yang signifikan bermakna (p < 0,05). Hal ini berarti

setiap kelompok perlakuan memberikan perbedaan yang bermakna, hal ini

mungkin disebabkan oleh semakin tinggi konsentrasi zat aktif yang terkandung di
dalamnya semakin banyak yang memberikan efek antiinflamasi, yang artinya zat

aktif pada konsentrasi tersebut sudah mempunyai kemampuan untuk menurunkan

volume udema yang sama dengan voltaren, sehingga dapat dikatakan bahwa pada

konsentrasi tersebut lebih efektif dalam menurunkan volume udema kaki mencit.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data pengamatan yang diperoleh dari penelitian maka dapat

disimpulkan bahwa :

1. Data rerata persentase ± Standar Devisisasi penurunan volume udema mencit

masing-masing perlakuan yaitu kontrol Na.CMC 1% b/v yaitu 15.26 ± 4.55,

Formula I yaitu 24.29 ± 5.87, Formula II yaitu 31.13 ± 4.73, Formula III yaitu

39.92 ± 5.75 dan Kontrol Posisitif dengan Voltaren yaitu 54.68 ± 8.44.

2. Yang menurunkan udema terbesar yaitu pada formula III dengan rerata

persentase ± Standar Devisisasi adalah 39.92 ± 5.75

.
B. Saran

Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memformulasikan ekstrak Temu

hitam dalam bentuk sediaan salep dalam menurunkan udema.

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Goeswin, 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. Edisi Revisi dan
Perluasan, 206, 207. ITB, Bandung.

Albertus silvertes, 2016. Uji efek antiinflamasi ekstrak etanol daun mimba
(Azadirachta indica A. Juss) Terhadap mencit terhadap Mencit (Mus
musculus). Univesitas Pancasakti Makassar, Makassar.

Depkes RI.,2008 Farmakope Herbal Indonesia, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.

Emma Emawati dkk, 2018, Deteksi Adulteran Dalam Sediaan Jamu Temu Hitam
(Curcuma aeruginosa Roxb.) Menggunakan Metode Analisis Sidik Jari
KLT Video Densitometri, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bandung,
Bandung.

Erna Hidayawati, 2018, Optimasi Sediaan Gel Ekstrak Jahe Merah (Zingiber
officinale roscoe var rubrum) Menggunakan Gelling Agent Carbopol Dan
Humektan Propilen Glikol Dengan Metode Simplek Lattice Design,
Univesitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Maria Ulfa, dkk, 2016, Formulasi Gel Ekstrak Daun Kelor (Moringga oleifera
lam.) Sebagai Antiinflamasi Topikal Pada Tikus (Rattus novergicus),
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar, Makassar.

Nurcholis Agus, dkk. 2018, Aktivitas Antiinflamasi Gel Ekstrak Rumput Mutiara
(Ordelandia corymbosa L.) Pada Tikus (Rattus norvegicus L.) Yang
Diinduksikan Karagenan.Univesitas Tadulako ,Palu.

Rahma Fitri dkk, 2018. Ekplorasi Pengetahuan Obat Tradisional Dalam


Prespektif Hukum Kekayaan Intelektual, Universitas Bengkilu, Bengkulu.

Rina Adilla Akmalia dkk, 2016. Aktifitas Antiinflamasi Ekstrak Rimpang Temu
Kunci (Boisenbergia pandurata) Secara Infitro, Universitas Mulawarman,
Samarinda, Kalimantan Timur.

Zullies Ikawati, 2018. Farmakologi Molekuler, Target Aksi Obat Dan Mekanisme
Molekulernya. Gadjah Mada University Press. Yokyakarta. Hal 127-129.

SKEMA KERJA

Hewan Uji Mencit (Mus Temu Hitam Voltaren


musculus) Jantan (Curcuma aeruginosa Roxb.)
- Dipelihara
- Dicuci bersih
- Diadaptasikan
- Dipotong kecil-kecil
- Dipuasakan
- Dikeringkan
- Ditimbang
- Diserbukan
- Dikelompokan
- Dibuat Ekstrak Etanol

Kelompok Mencit Pembuatan gel


Temu Hitam 1%
- Diukur Volume b/v, 2% b/v dan 3%
Hg Kaki Mencit b/v
Volume awal Hg
- Uji Viskositas
- Uji Homogenitas
- Diinduksikan 0,1 ml
- Uji pH
Putih Telur
- Uji Organoleptis
- Setelah 1 Jam
- Uji Daya Sebar
- Diukur Volume Udema Kaki
Mencit

Volume Udema Kaki Kelompok Hewan Uji


Mencit Mencit

KLP I KLP II KLP III KLP IV KLP V


Gel Temu Gel Temu Hitam Gel Temu Hitam Voltaren
Na-CMC 1 %
Hitam 1 % b/v 2 % b/v 3 % b/v
b/v

- Setelah 1 Jam
- Diukur Penurunan Volume Udema Kaki Mencit
tiap 60 menit selama 6 jam
Data Penurunan Volume Udema

- Dianalisis
- Dibuat Pembahasan

Kesimpulan

Tabel 7. Distribusi Rerata dan Standar Deviasi

Kelompok Subyek Jumlah Sampel Rerata Udema


(Mean ± SD)
Kontrol Negatif (Na-CMC) 5 15.26 ± 4.55
Formula I 5 24.29 ± 5.87
Formula II 5 31.13 ± 4.73
Formula III 5 39.92 ± 5.75
Kontrol Positif (Voltaren) 5 54.68 ± 8.44

Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 25 ekor mencit jantan sebagai

sampel, yang terbagi menjadi Lima kelompok dan setiap kelompok masing-

masing berjumlah 5 ekor mencit, yaitu kelompok kontyrol negative (Na-CMC),

kelompok Formula I, Kelompok Formula II, Kelompok Formula III dan

Kelompok Kontrol Positif (Voltaren). Dengan nilai rerata dan standar devisiasi

seperti terlihat pada tabel

Tabel 8. Data Hasil Pengamatan Uji Normalitas

Tests of Normality

Perlakuan Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Udema Kontrol Negatif (Na-CMC) .328 5 .084 .847 5 .184


Formula I .348 5 .047 .779 5 .054

Formula II .121 5 .200* .999 5 .999

Formula III .371 5 .023 .732 5 .020

Kontrol Positif (Voltaren) .223 5 .200* .907 5 .451

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Pada pengamatan uji normalitas yang terlihat pada tabel dengan metode

Shapiro wilk memperlihatkan hasil yang Signifikan (p > 0,05) artinya berbeda

nyata pada setiap perlakuan dalam menurunkan udema.

Tabel 9. Pengamatan Uji Homogenitas dan Uji Statistik One Way Anova

Test of Homogeneity of Variances


Udema

Levene Statistic df1 df2 Sig.


.739 4 20 .576

ANOVA
Udema

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4560.948 4 1140.237 31.381 .000


Within Groups 726.694 20 36.335
Total 5287.642 24

Hasil uji Homogenitas menunjukkan sebaran data di kelompok perlakuan

sampel normal (p > 0,05). Kemudian dilanjut dengan menggunakan uji Anova.

Data yang diperoleh dilakukan uji statistik parametrik Anova yang bertujuan

untuk mengetahui perbedaan penurunan udema dari setiap kelompok perlakuan

pada setiap Jam pengamatan. Nilai signifikansi p <0,05 memiliki arti terdapat

perbedaan yang bermakna pada setiap hari pengamatan terhadap kelompok

Tabel 10. Uji Post hoc Tukey HSD

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
Dependent Variable: Udema
Tukey HSD

(I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference Std. Error Sig.


(I-J)

Formula I -9.02800 3.81233 .165

Formula II -15.87200* 3.81233 .004


Kontrol Negatif (Na-CMC)
Formula III -24.66200* 3.81233 .000

Kontrol Positif (Voltaren) -39.42400* 3.81233 .000


Kontrol Negatif (Na-CMC) 9.02800 3.81233 .165
Formula II -6.84400 3.81233 .403
Formula I *
Formula III -15.63400 3.81233 .004
*
Kontrol Positif (Voltaren) -30.39600 3.81233 .000
*
Kontrol Negatif (Na-CMC) 15.87200 3.81233 .004
Formula I 6.84400 3.81233 .403
Formula II
Formula III -8.79000 3.81233 .184
*
Kontrol Positif (Voltaren) -23.55200 3.81233 .000
*
Kontrol Negatif (Na-CMC) 24.66200 3.81233 .000
*
Formula I 15.63400 3.81233 .004
Formula III
Formula II 8.79000 3.81233 .184
*
Kontrol Positif (Voltaren) -14.76200 3.81233 .008
*
Kontrol Negatif (Na-CMC) 39.42400 3.81233 .000

Formula I 30.39600* 3.81233 .000


Kontrol Positif (Voltaren)
Formula II 23.55200* 3.81233 .000

Formula III 14.76200* 3.81233 .008

Anda mungkin juga menyukai