Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
No Kelompok Pemberian Waktu Gambar
mencit 30 60 90
1. Kontrol (Na- Peroral - 0,15 -
CMC) ml

2. Furosemid Peroral - 0,1 ml -

3. Spironolakton Peroral 0,3 0,25 -


ml ml

4. Hidroklortiazid Peroral 0,15 - -

4.1.1 Perhitungan Dosis


1. Furosemid
Dosis Lazim pada manusia = 20 mg
Berat Badan Mencit = 21 gram
Dosis konfersi furosemid = Dosis Lazim x Faktor Konfersi
ke mencit berat badan = 20 mg x 0,0026
= 0,052 mg
Dosis konfersi untuk = 20 gram/ 20 gram x 0,052
mencit 21 gram
= 0,052 mg
Dosis yang diberikan : 1 ml
Dibuat larutan persediaan = 10 ml
Jumlah persediaan yang ditimbang = 10/1 x 0,052 mg
= 0,52 mg
% kadar Furosemid = 0,52/10 x 100%
= 5,2%
Berat 1 tablet = 0,4 gr/tablet
= 400 mg
Berat serbuk = 0,7 gr/ 20 mg x 400 mg
= 14 gr
2. Hidroklortiazid
Dosis Lazim pada manusia = 25 mg
Berat Badan Mencit = 21 gram
Dosis konfersi hidroklortiazid = Dosis Lazim x Faktor Konfersi
ke mencit berat badan
= 25 mg x 0,0026
= 0,065 mg
Dosis konfersi untuk = 25 gram/ 20 gram x 0,065
mencit 21 gram
= 0,08 mg
Dosis yang diberikan = 1 ml
Dibuat larutan persediaan = 10 ml
Jumlah persediaan yang ditimbang = 10/1 x 0,08 mg
= 0,8 mg
% kadar hidroklortiazid = 0,8 /10 x 100%
= 0,08 %
Berat 1 tablet = 0,5 gr/ tablet
= 500 mg
Berat serbuk = 0,8 gr / 25 mg x 500 mg
= 16 mg
= 0,016 gr
3. Spironolacton
Dosis Lazim pada manusia = 25 mg
Berat Badan Mencit = 35 gr
Dosis konfersi spironolacton = Dosis Lazim x Faktor Konfersi
ke mencit berat badan
= 25 mg x 0,0026
= 0,065 mg
Dosis konfersi untuk = 35 gram/ 20 gram x 0,065
mencit 35 gram
= 0,11 mg
Dosis yang diberikan : 1 ml
Dibuat larutan persediaan = 10 ml
Jumlah persediaan yang ditombang = 10/1 x 0,11mg
= 1,1 mg
% kadar spironolacton = 1,1/10 x 100%
= 11 %
Berat 1 tablet = 0,6 gr/ tablet
= 600 mg
Berat serbuk = 0,11 gr / 25 mg x 600 mg
= 2,64 mg
= 0,00264 gr
4.2 Pembahasan
Diuretik adalah zat- zat yang bekerja secara langsung pada ginjal sehingga
akan dihasilkan volume urin dalam jumlah banyak seiring dengan penurunan kadar
NaCl (Tjay and Rahardja, 2015).
Pada praktikum kali ini dilakukan uji aktifitas obat diuretik pada hewan uji
mencit. kami menggunakan Na-CMC sebagai control dan obat diuretik yang kami
gunakan adalah furosemid, spironolacton, hidroklorotiazid. Penggunaan obat diuretik
ini bertujuan untuk melihat mekanisme kerja obat sehingga volume urin meningkat
atau cairan tubuh menjadi normal (Nuridayanti, 2015).
Pada praktikum kali ini terlebih dahulu ditimbang mencit jantan yang akan
digunakan , Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian dibersihkan
alat terlebih dahulu menggunakan alkohol 70% yang bertujuan sebagai disinfektan
dengan cara melarutkan lipid pada membran sel mikroorganisme dan juga
mendenaturasi protein yang dimiliki oleh mikroorganisme tersebut sehingga alat
dental yang diolesi alkohol akan berkurang angka hitung kumannya.
Dibuat larutan Na-CMC dengan cara ditimbang 500 mg Na CMC kemudian
dilarutkan dalam sebagian aquades hangat, diaduk dan ditambah aquades sambil terus
diaduk. Setelah larut, sisa aquades ditambahkan sampai didapatkan volume larutan
Na-CMC 100 ml.
Ditimbang masing-masing obat kemudian dilarutkan kedalam Na-CMC.
Penggunaan Na-CMC sebagai pelarut dikarenakan Na-CMC berfungsi sebagai
suspending atau peningkat kekentalan (viskositas) sediaan. Konsentrasi yang tinggi
sekitar 3-6% digunakan untuk membentuk gel (Sandi, 2012). Setelah obat larut
kemudian diambil sebanyak 1 ml kemudian diberikan melalui oral dan dihitung kadar
urin masing masing kelompok mencit setiap 30 menit dan 60 menit.
Pada kelompok kontrol yang diberikan Na-CMC sebanyak 1 ml pada menit ke
30 menunjukan volume urin sebanyak 0 ml, pada menit ke 60 sebanyak 0,2 ml, Hal
ini menunjukkan bahwa pemberian Na-CMC memberikan efek pada perlakuan
mencit yang seharusnya Na CMC tidak memberikan efek karena hanya sebagai
kontrol atau tidak memiliki efek diuretik. Natrium karboksi metilselulosa adalah
garam natrium dari polikarboksilmetil eter selulosa. Merupakan serbuk atau granul,
putih sampai krem, higroskopik. Mudah terdispersi dalam air membentuk larutan
koloidal, dan dapat sebagai pelarut (Rowe, 2009).
Pada kelompok perlakuan pertama dilakukan pada mencit yang diberikan obat
spironolakton sebanyak 1 ml pada menit ke 30 menunjukan volume urin sebanyak 0
ml, dan pada menit ke 60 sebanyak 0,1 ml hal ini menunjukan bahwa obat
spironolakton memberikan efek dieresis. Untuk obat ketiga yakni, spironolakton
memiliki indikasi yang digunakan sebagai dekompersi jantung dan dikombinasikan
dengan surosemid. Mekanisme kerja obat dari spirolakton adalah dengan cara
memblokade ikatan glodosteron pada reseptor sitoplasma sehingga meningkatkan
ekresi Na+ (Cl- dan H20) dan menurunkan sekresi Kt yang diperkuat oleh listrik.
Pada perlakuan kedua pada perlakuan mencit yang diberikan furosemid
sebanyak 1 ml pada menit ke 30 menunjukan volume urin sebanyak 0,067 ml, dan
pada menit ke 60 tidak mengeluarkan urin. Hal ini menunjukan bahwa obat furosemid
memberikan efek dieresis. Berdasarkan literatur Tjay and Rahardja,(2015). Bahwa
pemberian furosemid secara per oral dapat berfungsi sebagai diuretik kuat. Indikasi
penggunaan obat furosemid adalah kondisi volume overload pada persen penyakit
ginjal kronik (PGK) dan mekanisme furosemid adalah pada lapisan tebal loophenis
escenden di nofrom dengan menghambat transfer aktif klorida ke kanan Na –K 2a
yang akan menurunkan pearbsorbsi natrium dan klorida sehingga menyebabkan
natrius dan klirens air bebas (Phakdekitcheroon dan boanyawat, 2015)
Pada perlakuan ketiga mencit yang diberikan Hidroklortiazid sebanyak 1 ml
hasil urin pada menit ke 30 menunjukan volume urin sebanyak 0,15 ml, dan pada
menit ke 60 sebanyak 0 ml hal ini menunjukan bahwa obat Hidroklortiazid
memberikan efek dieresis. Indikasi dari hidrklorotazid (HCT) untuk pengobatan
keadaan dikompensasi jantung dan sebagai penunjang pada pengobatan luperbansi
karena dapat mengurangi volume darah dan secara langsung menyebabkan reaksi otot
poros arteroida. Mekanismenya adalah dengan menghambat enzim karbonik
anhidrose ditubulus, distalis tetapi efeknya relatif lemah (siswandono dan Soekardjo
2015)
Berdasarka data penelitian diatas dapat dilihat bahwa obat furosemid lebih
efektif menghambat diuretik. Hal ini sesuai dengan literatur menurut Tjay and
Rahardja, (2015) Bahwa pemberian furosemid secara per oral dapat berfungsi sebagai
diuretik kuat.
Adapun kemungkinan kesalahan pada praktikum kali ini yaitu pada saat
pemberian obat dimana mencit memuntahkan kembali obat yang telah diberikan,
kemudian pada saat pengambilan urin yang kurang teliti dikarenakan mencit
mengeluarkan urin hanya dengan jumlah sedikit.

Anda mungkin juga menyukai