Anda di halaman 1dari 11

Echosounder

1. Definisi serta kegunaan

Echo sounder adalah salah satu jenis SONAR (Sound Navigation and Ranging), berupa
perangkat yang digunakan oleh kapal laut dan ditaruh di bawah air. Echosounder Adalah
Suatu alat navigasi elektronik dengan menggunakan sistem gema yang dipasang pada dasar
kapal yang berfungsi untuk mengukur kedalaman perairan, mengetahui bentuk dasar suatu
perairan dan untuk mendeteksi gerombolan ikan dibagian bawah kapal secara vertical.
Pengukuran kedalaman laut lebih cepat dengan menggunakan alat-alat pemancar
gema suara (echosounder). Dengan teknik ini pengukuran dapat dilakukan lebih cepat
karena kecepatan merambat suara pada air rata-rata 1500 m/s ( Wijonarko et al ., 2016).

Untuk pengukuran kedalaman, digunakan echosounder atau perum gema yang


pertama kali dikembangkan di Jerman tahun 1920. Alat ini dapat dipakai untuk
menghasilkan profil kedalaman yang kontinyu sepanjang jalur perum dengan ketelitian yang
cukup baik. Alat perum gema menggunakan prinsip pengukuran jarak dengan
memanfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari transducer. Transducer adalah
bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk
membangkitkan gelombang suara) dan sebaliknya. Gelombang akustik tersebut merambat
pada medium air dengan cepat rambat yang relatif diketahui atau dapat diprediksi
hingga menyentuh dasar perairan dan dapat dipantulkan kembali ke transducer (Al Kautsar
et al ., 2013).

Perum gema menghitung selang waktu sejak gelombang dipancarkan dan


diterima kembali (∆t), sehingga jarak dasar perairan relatif terhadap transducer adalah :

1
Depth= v ∆ t
2

Dengan Depth = kedalaman hasil ukuran dan v = kecepatan gelombang akustik


pada medium air. Hasil pengukuran kedalaman akan direkam dan ditampilkan secara
digital. Tampilannya adalah profil kedalaman perairan sepanjang jalur survei kapal (lajur
perum). Jika pada titik-titik tertentu ditandai saat pengukurannya dan pengukuran untuk
penentuan posisi dilakukan secara kontinyu dengan saat yang tercatat, maka hasil
pencatatan waktu tersebut dapat digunakan untuk merekonstruksi posisi kapal saat
melakukan pengukuran kedalaman dilakukan.
Gambar 1. Ilustrasi Pengukuran Kedalaman Laut Metode Akustik

(Sumber : Al Kautsar et al., 2013)

2. Komponen Bagian-Bagian dan Fungsi Echosounder

Gambar 2. Prosedur Pengoperasian Echosounder

Transmitter

Transmitter merupakan sebuah alat yang dapat menghasilkan listrik dengan frekuensi
tertentu, kemudian disalurkan ke transducer. Dimana di dalamnya terdapat komponen-
komponen seperti amplifier yang berfungsi sebagai penguat tenaga dari sinyal pulsa listrik.
Selai itu fungsi dari transmitter ialah sebagai media time base ke transducer dan penstabil
kekuatan pulsa (Manik dan Asep, 2009).

Transmitter merupakan bagian yang terhubung dengan rangkaian input atau rangkaian
control. Pada bagian ini terdapat sebuah LED infra merah (IR LED) yang berfungsi untuk
mengirimkan sinyal pada receiver. Pada transmitter dibangun dari sebuah LED infra merah.
Jika dibandingkan dengan menggunakan LED biasa. LED infamerah memiliki ketahanan
terhadap sinyal tampak (Rumagit et al., 2012).
Transducer

Transducer merupakan suatu perangkat yang dapat mengkonversi energy dari satu
bentuk ke bentuk lainnya. Bentuk energinya dapat berupa seperti mekanik, visual, aural,
listrik termal, kimia dan yang lainnya. Transducer dapat juga digunakan untuk mengubah
informasi menjadi bentuk yang dapat dengan mudah ditransfer, disimpan, diproses dan
diinterpretasikan. Transducer merupakan perangkat yang digunakan untuk mengubah satu
jenis energy ke energy yang lain. Ketika Transducer mengkonnversi jumlah terukur (tingkat
tekanan suara, intensitas optic, medan magnet, dll) ke tegangan listrik atau arus listrik kita
menyebutnya sensor

Receiver

Receiver adalah sebuah perangkat elektronika yang memiliki fungsi sebagai


penerima/penangkap. Receiver dalam sistem SONAR UNIT berfungsi untuk menerima /
menangkap signal gelombang suara pantul dari objek. SONAR UNIT yang baik, seharusnya
memiliki receiver dengan tingkat kepekaan yang baik (sensitive receiver) . Receiver
berfungsi menerima pulsa dari objek dan display atau recorder sebagai pencatat hasil echo.
Sinyal listrik lemah yang dihasilkan oleh transducer setelah echo diterima harus diperkuat
beberapa ribu kali sebelum disalurkan ke recorder. Selama penerimaan berlangsung keempat
bagian transducer menerima echo dari target, dimana target yang terdeteksi oleh transducer
terletak dari pusat beam suara dan echo dari target akan dikembalikan dan diterima oleh
keempat bagian transducer pada waktu yang bersamaan (Marzuki, 2010).

Display / Recorder Unit

Recorder berfungsi sebagai alat pencatat yang ditulis ke dalam kertas serta menampilkan
pada layar display CRT (Cathoda Ray Tube) berupa sinar osilasi (untuk layar warna) ataupun
berupa tampilan sorotan lampu neon (untuk echo sounder tanpa rekaman), selain itu juga
dapat berfungsi sebagai pemberi sinyal untuk menguatkan pulsa transmisi dan penahanan
awal penerimaan echo pada saat yang sama. Recorder berfungsi untuk merekam atau
menampilkan sinyal echo dan juga berperan sebagai pengatur kerja transmitter dan mengukur
waktu antara pemancaran pulsa suara dan penerimaan echo atau recorder memberikan sinyal
kepada transmitter untuk menghasilkan pulsa dan pada saat yang sama recorder juga
mengirimkan sinyal ke receiver untuk menurunkan sensitifitasnya (Muslim, 2012).
3. Kelemahan dan kelebihan
 Kelemahan
jika semakin dalam laut, gambar yang dihasilkan semakin tidak jelas (tidak
terlihat lebih spesifik gambar karang, ikan, kapal karam,dan sebagainya.
 Kelebihan
o Dapat mengukur kedalaman laut yang disertai dengan pemetaan dasar
laut.
o Dapat digunakan nelayan untuk mengetahui gerombolan ikan
o membantu dalam pencarian sumber daya ikan yang baru
o dapat menetapkan daerah penangkapan ikan agar potensi ikan dapat
dipertahankan
4. cara pemakaian

1. Memasang alat dan cek keadaan alat sebelum memulai pengambilan data.
2. Pastikan kabel single beam dan display sudah terpasang.
3. Pasang antena, jika diperlukan input satelit GPS.
4. Masukkan single beam kedalam air.
5. Set Skala kedalaman yang ditampilkan display.
6. Set frekuensi yang akan digunakan 200 Hz untuk laut dangkal atau 50 Hz untuk laut
dalam atau dual untuk menggunakan keduanya.
7. Set input data air yaitu salinitas, temperatur dan tekanan air.
8. Pengambilan data.
9. Pemrosesan data.

Menurut Tjahyanto (2015), Pembangkit gema sorot tunggal atau single-beam echo
sounder (SBES) awalnya digunakan untuk melakukan survey kedalaman perairan di sekitar
pelabuhan dan sungai untuk kebutuhan navigasi. Meskipun sistem sorot-banyak makin
meningkat penggunaannya, masih banyak pihak yang memanfaatkan sistem sorot tunggal
karena kesederhanaannya. Cara kerja sistem sorot tunggal untuk mengukur kedalaman dapat
dilihat pada Gambar 3
Gambar 3. Mengukur kedalaman dengan menggunakan echo sounder
Pada sistem sorot tunggal, sebuah transducer biasanya dipasang pada bagian lambung
kapal, tegak lurus dengan permukaan air. Sinyal akustik dengan frekuensi tertentu kemudian
dipancarkan dari transducer menembus air di bawah kapal dan dipantulkan kembali oleh
objek yang berada di bawah air. Jenis objek dapat diperkirakan dengan mengamati
karakteristik sinyal gema yang dipantulkan kembali oleh objek bawah laut. Echo sounder
dapat dipasang pada perahu atau kapal untuk mengetahui gerombolan ikan dan pola
penyebarannya. Selain itu, echo sounder dapat pula dipasang pada lokasi yang tetap seperti
pada pintu air sungai untuk memantau ikan-ikan yang berlalu lalang. Akurasi dari echo
sounder dalam mendeteksi objek bawah air ditentukan antara lain oleh daya atau kekuatan
sinyal yang dipancarkan. Semakin besar daya yang dimiliki echo sounder, maka semakin
tinggi peluang untuk memperoleh pantulan sinyal gema dari kedalaman air, dengan kata lain
semakin besar kedalaman yang dapat dicapai. Selain itu, semakin besar daya yang
dipancarkan, maka semakin mudah untuk membedakan sinyal gema yang berasal dari objek
seperti ikan dengan sinyal gema yang berasal dari dasar laut (Lied et al., 2004).
Selain faktor daya, akurasi echo sounder juga ditentukan oleh frekuensi yang
digunakan. Frekuensi tinggi cocok digunakan untuk kedalaman air hingga 60 meter.
Sedangkan frekuensi rendah lebih cocok untuk air yang lebih dalam karena air menyerap
lebih lambat gelombang bunyi yang memiliki frekuensi rendah sehingga sinyal gema dapat
merambat lebih jauh dibanding frekuensi tinggi. Hanya saja sinyal frekuensi rendah memiliki
sudut sorot yang lebih lebar yang mengakibatkan kurang tajamnya gambaran yang diberikan.
Objek dasar laut seperti lumpur, pasir lembut, dan tumbuhan yang berada di dasar akan
menyerap dan atau menghamburkan sinyal gema yang mengakibatkan tampilan dasar yang
gelap dan tebal. Pilihan frekuensi SONAR yang tersedia di pasaran adalah sangat banyak.
Perbedaan frekuensi akan memberikan tingkat kejelasan gambar yang berbeda pula. Sebagai
contoh, frekuensi 1600 kHz menghasilkan gambar yang lebih tajam atau memiliki resolusi
yang lebih baik dari pada SONAR dengan frekuensi 400 kHz. Akan tetapi apabila yang
dipentingkan adalah area pencarian yang lebih luas, maka frekuensi yang lebih rendah adalah
pilihan yang cocok. Secara praktis, biasanya setiap transduser SONAR dilengkapi dengan
frekuensi ganda, sebagai contoh sebuah SONAR dilengkapi dengan frekuensi 200 kHz dan
50 kHz. Frekuensi yang lebih tinggi digunakan untuk memperoleh hasil resolusi yang tinggi,
sedangkan frekuensi rendah untuk keperluan area pencarian yang lebih luas. Berikut ini
adalah sinyal ping SONAR dengan frekuensi 2 kHz [ CITATION ari15 \l 1033 ].

Gambar 4. Salah satu bentuk sinyal ping SONAR dengan frekuensi 2 kHz

5. Jenis-Jenis Echosounder
Menurut Al Kautsar et al., (2013), terdapat 2 tipe Echosounder, yaitu tipe Single Beam
dan tipe Multi Beam. Yang membedakan kedua tipe tersebut adalah jenis pancaran dan
penerima pancaran gelombang bunyi. Di dalam perkembangannya, kegiatan survei batimetri
dilakukan dengan memanfaatkan beragam metode dan teknologi. Dua teknologi di dalam
survei batimetri yang sama-sama memanfaatkan gelombang akustik untuk memperoleh data
kedalaman adalah alat singlebeam echosounder (SBES) dan multibeam echosounder
(MBES). Perbedaan kedua jenis alat akuisisi data batimetri ini perlu dikaji lebih lanjut
sehingga nantinya dapat dijadikan sebagai salah satu dasar untuk mengetahui tingkat
perbedaan nilai kedalaman dari kedua jenis alat ini. Proses akuisi data batimetri dengan
menggunakan alat SBES tipe ODOM Echotrac DF3200 yang memiliki tipe frekuensi rendah
dan MBES tipe Seabeam ELAC 1050D yang memiliki tipe frekuensi tinggi untuk wilayah
perairan dangkal akan memberikan data kedalaman (Z) yang berbeda untuk posisi (X, Y)
yang sama. Oleh karena itu, diperlukan uji statistik untuk memberikan gambaran perbedaan
kedua alat ini untuk wilayah perairan dangkal dalam tingkat kepercayaan 95%. 

a.  Single-Beam Echosounder
Single-beam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan
pancaran tunggal sebagai pengirim dan pengiriman sinyal gelombang suara.Komponen
dari single-beam terdiri dari transciever (transduceratau receiver) terpasang pada lambung
kapal.Sistem ini mengukur kedalaman air secara langsung dari kapal penyelidikan.
Transciever mengirimkan pulsa akustik dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam
(gelombang suara) menyusuri bagian bawah kolom air. Energi akustik memantulkan sampai
dasar laut dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever.Transciever terdiri dari sebuah
transmiter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa yang
dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang
diberikan. Transmiter ini menerima secara berulang-ulang dalam kecepatan yang tinggi
sampai pada orde kecepatan milisekon. Range frekuensi single-beam echosounder relatif
mudah untuk digunakan, tetapi hanya menyediakan informasi kedalam sepanjang garis trak
yang dilalui oleh kapal (Urick , 1983).
b.  Multi-Bean Echosounder
Multi-Beam Echosounder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air dengan
cakupan area dasar laut yang luas.Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada
pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setelah itu energi
akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bad), beberapa pancaran suara (beam) secara
elektronis terbentuk menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga diketahui sudut
beam. Multi beam echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi (0,1
m akurasi vertikal dan krang dari 1 m akurasi horizontalnya) (Urick, 1983).
Multibeam echosounder merupakan suatu instrument yang dapat memetakan 
(mendapatkan  data  rekaman)  lebih  dari  satu  titik  lokasi  di  dasar perairan dalam satu
ping dan mempunyai kemampuan perekaman dengan resolusi yang tinggi dari pada
echosounder konvensional. Secara efektif, setiap narrow sigle-beam yang dipancarkan,
ditempatkan pada titik lokasi yang berbeda di dasar perairan ketika perekaman. Titik lokasi
perekaman di dasar perairan tersebut telah diatur dan disusun penempatannya tergantung dari
array transduser yang digunakan, yang pada umumnya posisi titik lokasi perekaman adalah
tegak luruh dengan alur kapal. Area perekaman tersebut disebut swath width

Gambar 5. (a) Single-Beam (b) Multi-Beam


6. Perbedaan Multi-Beam dan Single-Beam
Perbedaan utama antara SBES dan MBES tentu saja sonar yang dipancarkan, yaitu tunggal
dan jamak. Demikian juga tangkapan hasil pulsa akustik dari keduanya juga berbeda. Berikut
ini adalah perbedaan secara teknis:

Keduanya, tentu saja, berbeda dalam penggunaan. Artinya tidak semua bisa dilakukan dengan
SBES dan juga tidak semua survey hidrografi harus menggunakan MBES. Penggunaan kedua
system itu harus disesuaikan kebutuhan. Misal kebutuhan hanya merekam kedalaman serta
profil  kontur kedalaman, cukup dengan SBES. Demikian juga jika perlu perhitungan
sedimentasi, kita bisa menggunakan SBES dual frekuensi, tidak perlu MBES.

SBES untuk Kedalaman dan Profil Kontur

Cara penggunaan dan system kerja SBES ditunjukkan dalam gambar berikut ini:
Gambar 6. Prinsip Kerja SBES

Beda waktu pelepasan sinyal dan penangkapan echo (sinyal balikan) dapat digunakan dalam
perhitungan jarak, setelah mempertimbangkan juga velocity pada air. Jarak tersebut akan
direkam sebagai kedalaman pada saat itu. Dengan banyaknya titik perekaman maka akan
didapatkan kontur kedalaman dari area yang disurvey.

MBES untuk Profiling Detail

Prinsip kerja MBES pada dasarnya sama yaitu perhitungan waktu antara
pelepasan pulse dengan penangkapan pulse oleh alat. Yang membedakan jika SBES
pengiriman dan penangkapan sinyal hanya tunggal maka pada MBES sinyal yang dikirim
maupun ditangkap jamak/multiple. Karena sinyal yang ditangkap oleh MBES
bersifat multiple/jamak, maka bentuk permukaan yang dapat digambarkan juga bersifat
luasan bukan hanya satu titik.

Gambar 7. Prinsip Kerja MBES


7. Pemanfaatan Alat Survey Hidrografi
Penggunaan SBES (Single Beam Echosounder) masih terbatas untuk mengetahui dasar
permukaan bawah air dan untuk memetakan kontur bawah permukaan. Hal ini disebabkan
keterbatasan SBES dalam memberikan hasil. Untuk keperluan praktis dan kecepatan dalam
penggambaran kontur bawah permukaan air, SBES tentu saja lebih menguntungkan. Selain
hal tersebut, biaya juga lebih murah.
Pemanfaatan MBES (Multibeam Echosounder) bisa dilakukan untuk
mendapatkan profiling yang lebih detil. Misalnya untuk pendeteksian obyek di bawah
permukaan air atau menggambarkan bangunan bawah air (mis, bendungan).
DAFTAR PUSTAKA

Al Kautsar, M., B. Sasmioto Dan Hani’ah. 2013. Aplikasi Echosounder Hi-Target Hd 370
Untuk Pemeruman Di Perairan Dangkal (Studi Kasus : Perairan Semarang). Jurnal
Geodesi Undip,2(4) : 222-239.

Lied, T. T., Walday, M., Olsgard, F., Ellingsen, K., & Holm, S. (2004). SEABEC - A Single
Beam Echo Sounder Seabed Classification System. OCEANS, 4, 2024-2028.

Manik, H.M., Dan M. Asep. 2009. Rancangan Bangunan Sistem Informasi Data
Hidroakustik Berbasis Web. Ipb. Bogor

Marzuki, Ismail Johan. 2010. Identifikasi Material Dasar Perairan Menggunakan Perangkat
Fish Finder Berdasarkan Nilai Target Strength. Skripsi: Universitas Indonesia;
Jakarta

Rumagit. F. D., Wuwung J. O., Sompie S. R. U. A., Dan Narasiang. 2012. Perancangan
Sistem Switching 16 Lampu Secara Nirkabel Menggunakan Remote Control. Hal: 2.
Jurusan Teknik Elektro Ft-Unsrat: Manado.

Tjahyanto, a. (2015). Klasifikasi Objek Bawah Laut Dengan Memanfaatkan Support Vektor
Machines. SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA UNY (pp. 191-198). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Urick, R.J., 1983. Principles of Under-water Sound, 3rd ed. McGraw-Hill Publishing,
New York.

Wijonarko, W.W., B. Sasmito Dan A. L.Nugraha. 2016. Kajian Pemodelan Dasar Laut
Menggunakan Side Scan Sonar Dan Singlebeam Echosounder. Jurnal Geodesi
Undip, 5(2) : 168-178
Zona Spasial. 2019. Autonomous Survey Vessel (ASV) Bagian III Alat Survey (SBES &
MBES). Artikel Geospasial, Survey Teknologi. Diakses pada, Rabu, 14 April 2021
Pukul 16:29.

Anda mungkin juga menyukai