Anda di halaman 1dari 13

Kota Surabaya (Hanacaraka: ꦑꦑꦑꦑꦑꦑꦑꦑ; Pegon Jawa: ‫ك وڟا سوراب اي ا‬, tr.

Kutha
Surabaya, pengucapan bahasa Jawa: [kuʈɔ surɔˈbɔjɔ]. Pegon Madura: ‫سور َب َوس‬
ٓ , tr. Sorbhâjâh. Hanzi:
泗水) adalah ibu kota Provinsi Jawa Timur, Indonesia, sekaligus kota metropolitan terbesar di
provinsi tersebut. Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Kota ini
terletak 800 km sebelah timur Jakarta, atau 435 km sebelah barat laut Denpasar, Bali. Surabaya
terletak di pantai utara Pulau Jawa bagian timur dan berhadapan dengan Selat Madura serta Laut
Jawa.
Surabaya memiliki luas sekitar ±326,81 km², dan 3.158.943 jiwa penduduk pada
tahun 2019.[2] Daerah metropolitan Surabaya yaitu Gerbangkertosusila yang berpenduduk sekitar 10
juta jiwa, adalah kawasan metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. Surabaya
dan wilayah Gerbangkertosusila dilayani oleh sebuah bandar udara, yakni Bandar Udara
Internasional Juanda yang berada 20 km di sebelah selatan kota, serta dua pelabuhan,
yakni Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Ujung.
Surabaya terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat diperhitungkan
dalam perjuangan Arek-Arek Suroboyo (Pemuda-pemuda Surabaya) dalam mempertahankan
kemerdekaan bangsa Indonesia dari serangan penjajah. Surabaya juga sempat menjadi kota
terbesar di Hindia Belanda dan menjadi pusat niaga di Nusantara yang sejajar dengan Hong
Kong dan Shanghai pada masanya.[5] Menurut Bappenas, Surabaya adalah salah satu dari empat
pusat pertumbuhan utama di Indonesia, bersama dengan Medan, Jakarta, dan Makassar.[6][7]

Daftar isi

 1Sejarah
o 1.1Etimologi
o 1.2Asal usul Surabaya
o 1.3Era prakolonial
o 1.4Era kolonial
o 1.5Era kemerdekaan
 1.5.1Pertempuran mempertahankan Surabaya
o 1.6Era pasca-kemerdekaan
 2Geografi
o 2.1Batas wilayah
o 2.2Geologi
o 2.3Topografi
o 2.4Iklim
 3Pemerintahan
o 3.1Daftar Wali Kota
o 3.2Dewan Perwakilan
o 3.3Pembagian administratif
o 3.4Perwakilan negara asing
 3.4.1Konsulat Jenderal
 3.4.2Konsulat
 3.4.3Kantor Perwakilan
 4Pertahanan dan keamanan
 5Kependudukan
o 5.1Agama
o 5.2Etnis
o 5.3Bahasa
 6Perekonomian
o 6.1Kawasan Pusat Bisnis
 6.1.1Kawasan Pusat Bisnis Surabaya Pusat
 6.1.2Kawasan Pusat Bisnis Surabaya Barat
o 6.2Pariwisata
 6.2.1Alam
 6.2.2Sejarah
 6.2.3Religi
 6.2.4Wisata keluarga
 6.2.5Akomodasi
o 6.3Ritel
 7Lanskap kota
o 7.1Arsitektur
 8Lingkungan
o 8.1Taman
o 8.2Penghargaan
 9Pendidikan
o 9.1Sekolah Menengah Pertama Negeri
o 9.2Sekolah Menengah Atas Negeri
o 9.3Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
o 9.4Sekolah Menengah Pertama Swasta
o 9.5Sekolah Menengah Atas Swasta
o 9.6Sekolah Menengah Kejuruan Swasta
o 9.7Perguruan Tinggi Negeri
o 9.8Perguruan Tinggi Swasta
 10Kebudayaan
 11Kesehatan
 12Olahraga
 13Pelayanan publik
 14Transportasi
o 14.1Darat
 14.1.1Jalan raya
 14.1.2Bus
 14.1.2.1Terminal Bus
 14.1.2.1.1Terminal Purabaya
 14.1.2.1.2Terminal Tambak
 14.1.2.2Bus Kota
 14.1.2.2.1Suroboyo Bus
 14.1.2.2.2Bus Tingkat
 14.1.3Angkutan massal cepat
 14.1.4Kereta api
 14.1.5Transportasi umum dalam kota
o 14.2Sungai
o 14.3Laut
o 14.4Udara
 15Infrastruktur
 16Media
o 16.1Televisi terestrial
o 16.2Televisi berlangganan
o 16.3Radio
o 16.4Media cetak
 16.4.1Surat kabar
 16.4.2Majalah
 16.4.3Tabloid
 17Kuliner
o 17.1Masakan
o 17.2Salad
o 17.3Jajanan
o 17.4Minuman
 18Rupa-rupa
o 18.1Musik dan hiburan
o 18.2Tokoh Surabaya
 18.2.1Pahlawan nasional
 18.2.2Tokoh politik
 18.2.3Tokoh agama
 18.2.4Tokoh kuliner
 18.2.5Ilmuwan
 18.2.6Seniman
 18.2.7Selebriti
 18.2.8Atlet
 18.2.9Pengusaha
 18.2.10Jurnalis
 19Kota kembar
 20Referensi
 21Pustaka tambahan
 22Pranala luar

Sejarah
Lihat pula: Garis waktu sejarah Kota Surabaya

Etimologi
Kata Surabaya (bahasa Jawa Kuno: Śūrabhaya) sering diartikan secara filosofis sebagai lambang
perjuangan antara darat dan air. Selain itu, dari kata Surabaya juga muncul mitos pertempuran
antara ikan sura / suro (ikan hiu) dan baya / boyo (buaya), yang menimbulkan dugaan bahwa
terbentuknya nama "Surabaya" muncul setelah terjadinya pertempuran tersebut.

Asal usul Surabaya


Bukti sejarah menunjukkan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial, seperti yang
tercantum dalam prasasti Trowulan I, berangka 1358 M. Dalam prasasti tersebut terungkap bahwa
Surabaya (Churabhaya) masih berupa desa di tepi sungai Brantas dan juga sebagai salah satu
tempat penyeberangan penting sepanjang daerah aliran sungai Brantas. Surabaya juga tercantum
dalam pujasastra Kakawin Nagarakretagama yang ditulis oleh Empu Prapañca yang bercerita
tentang perjalanan pesiar Raja Hayam Wuruk pada tahun 1365 M dalam pupuh XVII (bait ke-5, baris
terakhir).
Walaupun bukti tertulis tertua mencantumkan nama Surabaya berangka tahun 1358 M (Prasasti
Trowulan) dan 1365 M (Nagarakretagama), para ahli menduga bahwa wilayah Surabaya sudah ada
sebelum tahun-tahun tersebut. Menurut pendapat budayawan Surabaya berkebangsaan
Jerman Von Faber, wilayah Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat
permukiman baru bagi para prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan pada
tahun 1270 M. Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa Surabaya dahulu merupakan sebuah
daerah yang bernama Ujung Galuh.
Versi lain menyebutkan, Surabaya berasal dari cerita tentang perkelahian hidup-mati antara Adipati
Jayengrono dan Sawunggaling. Konon, setelah mengalahkan pasukan Kekaisaran
Mongol utusan Kubilai Khan atau yang dikenal dengan pasukan Tartar, Raden Wijaya mendirikan
sebuah keraton di daerah Ujung Galuh dan menempatkan Adipati Jayengrono untuk memimpin
daerah itu. Lama-lama karena menguasai ilmu buaya, Jayengrono semakin kuat dan mandiri
sehingga mengancam kedaulatan Kerajaan Majapahit. Untuk menaklukkan Jayengrono, maka
diutuslah Sawunggaling yang menguasai ilmu sura.
Adu kesaktian dilakukan di pinggir Kali Mas, di wilayah Peneleh. Perkelahian itu berlangsung
selama tujuh hari tujuh malam dan berakhir dengan tragis, karena keduanya meninggal setelah
kehilangan tenaga.
Nama Śūrabhaya sendiri dikukuhkan sebagai nama resmi pada abad ke-14 oleh penguasa Ujung
Galuh, Arya Lêmbu Sora.

Era prakolonial

Lambang kota Surabaya pada masa Hindia Belanda (1931).

Wilayah Surabaya dahulu merupakan gerbang utama untuk memasuki ibu kota Kerajaan Majapahit
dari arah lautan, yakni di muara Kali Mas. Bahkan hari jadi kota Surabaya ditetapkan yaitu pada
tanggal 31 Mei 1293. Hari itu sebenarnya merupakan hari kemenangan pasukan Majapahit yang
dipimpin Raden Wijaya terhadap serangan pasukan Mongol. Pasukan Mongol yang datang dari laut
digambarkan sebagai SURA (ikan hiu / berani) dan pasukan Raden Wijaya yang datang dari darat
digambarkan sebagai BAYA (buaya / bahaya), jadi secara harfiah diartikan berani menghadapi
bahaya yang datang mengancam. Maka hari kemenangan itu diperingati sebagai hari jadi Surabaya.
Pada abad ke-15, Islam mulai menyebar dengan pesat di daerah Surabaya. Salah satu
anggota Walisongo, Sunan Ampel, mendirikan masjid dan pesantren di wilayah Ampel. Tahun 1530,
Surabaya menjadi bagian dari Kerajaan Demak.
Menyusul runtuhnya Demak, Surabaya menjadi sasaran penaklukan Kesultanan Mataram,
diserbu Panembahan Senopati tahun 1598, diserang besar-besaran oleh Panembahan Seda ing
Krapyak tahun 1610, dan diserang Sultan Agung tahun 1614. Pemblokan aliran Sungai
Brantas oleh Sultan Agung akhirnya memaksa Surabaya menyerah. Suatu tulisan VOC tahun 1620
menggambarkan, Surabaya sebagai wilayah yang kaya dan berkuasa. Panjang lingkarannya sekitar
5 mijlen Belanda (sekitar 37 km), dikelilingi kanal dan diperkuat meriam. Tahun tersebut, untuk
melawan Mataram, tentaranya sebesar 30.000 prajurit[8].
Tahun 1675, Trunojoyo dari Madura merebut Surabaya, namun akhirnya didepak VOC pada
tahun 1677.
Dalam perjanjian antara Pakubuwono II dan VOC pada tanggal 11 November 1743, Surabaya
diserahkan penguasaannya kepada VOC. Gedung pusat pemerintahan Karesidenan Surabaya
berada di mulut sebelah barat Jembatan Merah. Jembatan inilah yang membatasi permukiman
orang Eropa (Europeesche Wijk) waktu itu, yang ada di sebelah barat jembatan dengan tempat
permukiman orang Tionghoa; Melayu; Arab; dan sebagainya (Vremde Oosterlingen), yang ada di
sebelah timur jembatan tersebut. Hingga tahun 1900-an, pusat kota Surabaya hanya berkisar di
sekitar Jembatan Merah saja.

Era kolonial

Peta Surabaya dari buku panduan perjalanan dari Inggris tahun 1897.

Kawasan Jembatan Merah sekitar tahun 1920-an.

Suasana Jalan Tunjungan sekitar tahun 1930-an.

Pada masa Hindia Belanda, Surabaya berstatus sebagai ibu kota Karesidenan Surabaya, yang
wilayahnya juga mencakup daerah yang kini wilayah Kabupaten Gresik; Sidoarjo; Mojokerto;
dan Jombang. Pada tahun 1905, Surabaya mendapat status kotamadya (gemeente). Pada
tahun 1926, Surabaya ditetapkan sebagai ibu kota provinsi Jawa Timur. Sejak saat itu Surabaya
berkembang menjadi kota modern terbesar kedua di Hindia Belanda setelah Batavia.
Sebelum tahun 1900, pusat kota Surabaya hanya berkisar di sekitar Jembatan Merah saja. Pada
tahun 1910, fasilitas pelabuhan modern dibangun di Surabaya, yang kini dikenal dengan
nama Pelabuhan Tanjung Perak. Sampai tahun 1920-an, tumbuh permukiman baru seperti
daerah Darmo; Gubeng; Sawahan; dan Ketabang.
Tanggal 3 Februari 1942, Jepang menjatuhkan bom di Surabaya. Pada bulan Maret 1942, Jepang
berhasil merebut Surabaya. Surabaya kemudian menjadi sasaran serangan udara tentara
Sekutu pada tanggal 17 Mei 1944.
Era kemerdekaan
Pertempuran mempertahankan Surabaya
Artikel utama: Peristiwa 10 November
Setelah Perang Dunia II usai, pada 25 Oktober 1945, 6.000 pasukan Inggris-India yaitu Brigade 49,
Divisi 23 yang dipimpin Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby mendarat di Surabaya
dengan perintah utama melucuti tentara Jepang, tentara dan milisi Indonesia. Mereka juga bertugas
mengurus bekas tawanan perang dan memulangkan tentara Jepang. Pasukan Jepang
menyerahkan semua senjata mereka, tetapi milisi dan lebih dari 20.000 pasukan Indonesia
menolak.

Tentara Britania menembaki 'sniper' dalam pertempuran di Surabaya

26 Oktober 1945, tercapai persetujuan antara R.M. Soerjo, Gubernur Jawa Timur dengan
Brigjen Mallaby bahwa pasukan Indonesia dan milisi tidak harus menyerahkan senjata mereka.
Sayangnya terjadi salah pengertian antara pasukan Inggris di Surabaya dengan markas tentara
Inggris di Jakarta yang dipimpin Letnan Jenderal Philip Christison.
Pada tanggal 27 Oktober 1945, pukul 11.00, pesawat Dakota Angkatan Udara Inggris dari Jakarta
menjatuhkan selebaran di Surabaya yang memerintahkan semua tentara Indonesia dan milisi untuk
menyerahkan senjata. Para pimpinan tentara dan milisi Indonesia menjadi marah ketika membaca
selebaran ini dan menganggap Brigjen Mallaby tidak menepati perjanjian yang ditanda tangani satu
hari sebelumnya. Pada 28 Oktober 1945, pasukan Indonesia dan milisi menggempur pasukan
Inggris di Surabaya. Untuk menghindari kekalahan di Surabaya, Brigjen Mallaby meminta agar
Presiden RI Soekarno dan panglima pasukan Inggris Divisi 23, Mayor Jenderal Douglas Cyril
Hawthorn untuk pergi ke Surabaya dan mengusahakan perdamaian.
29 Oktober 1945, Presiden Soekarno; Wakil Presiden Mohammad Hatta; dan Menteri
Penerangan Amir Syarifuddin bersama Mayjen Hawthorn pergi ke Surabaya untuk berunding.
Pada siang hari, 30 Oktober 1945, dicapai persetujuan yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno
dan Panglima Divisi 23 Mayjen Hawthorn. Isi perjanjian tersebut adalah diadakan perhentian tembak
menembak dan pasukan Inggris akan ditarik mundur dari Surabaya secepatnya. Mayjen Hawthorn
dan para pimpinan RI tersebut meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jakarta.
Pada sore hari, 30 Oktober 1945, Brigjen Mallaby berkeliling ke berbagai pos pasukan Inggris di
Surabaya untuk memberitahukan soal persetujuan tersebut. Saat mendekati pos pasukan Inggris di
gedung Internatio, dekat Jembatan Merah, mobil Brigjen Mallaby dikepung oleh milisi yang
sebelumnya telah mengepung gedung Internatio.
Karena mengira komandannya akan diserang oleh milisi, pasukan Inggris kompi D yang dipimpin
Mayor Venu K. Gopal melepaskan tembakan ke atas untuk membubarkan para milisi. Para milisi
mengira mereka diserang / ditembaki tentara Inggris dari dalam gedung Internatio dan balas
menembak. Seorang perwira Inggris, Kapten R.C. Smith melemparkan granat ke arah milisi
Indonesia, tetapi meleset dan jatuh tepat di mobil Brigjen Mallaby.
Mobil Brigjen Mallaby yang terbakar di tempat ia terbunuh dalam pertempuran di Surabaya tanggal 30 Oktober
1945.

Granat meledak dan mobil terbakar. Akibatnya Brigjen Mallaby dan sopirnya tewas. Laporan awal
yang diberikan pasukan Inggris di Surabaya ke markas besar pasukan Inggris di Jakarta
menyebutkan Brigjen Mallaby tewas ditembak oleh milisi Indonesia.
Letjen Philip Christison marah besar mendengar kabar kematian Brigjen Mallaby tersebut dan
mengerahkan 24.000 pasukan tambahan untuk menguasai Surabaya.
9 November 1945, Inggris menyebarkan ultimatum agar semua senjata tentara Indonesia dan milisi
segera diserahkan ke tentara Inggris, tetapi ultimatum ini tidak diindahkan.
10 November 1945, Inggris mulai membom Surabaya dan perang sengit berlangsung terus menerus
selama 10 hari. Dua pesawat Inggris ditembak jatuh pasukan RI dan salah seorang penumpang,
Brigadir Jenderal Robert Guy Loder-Symonds terluka parah dan meninggal keesokan harinya.
20 November 1945, Inggris berhasil menguasai Surabaya dengan korban ribuan orang prajurit
tewas. Lebih dari 20.000 tentara Indonesia, milisi dan penduduk Surabaya tewas. Seluruh kota
Surabaya hancur lebur.
Pertempuran ini merupakan salah satu pertempuran paling berdarah yang dialami pasukan Inggris
pada dekade 1940-an. Pertempuran ini menunjukkan kesungguhan bangsa Indonesia untuk
mempertahankan kemerdekaan dan mengusir penjajah.
Karena sengitnya pertempuran dan besarnya korban jiwa, setelah pertempuran ini, jumlah pasukan
Inggris di Indonesia mulai dikurangi secara bertahap dan digantikan oleh pasukan Belanda.
Pertempuran pada tanggal 10 November 1945 tersebut hingga saat ini dikenang dan diperingati
sebagai Hari Pahlawan.

Era pasca-kemerdekaan
Kota yang jalan utamanya dulu hampir berbentuk seperti pita dari jembatan Wonokromo di sebelah
Selatan menuju ke Jembatan Merah di sebelah Utara sepanjang kurang lebih 13 km tersebut, di
akhir tahun 1980-an mulai berubah total. Pertambahan penduduk dan urbanisasi yang pesat,
memaksa Surabaya untuk berkembang ke arah Timur dan Barat seperti yang ada sekarang.
Bertambahnya kendaraan bermotor, tumbuhnya industri baru serta menjamurnya perumahan yang
dikerjakan oleh perusahaan real estate yang menempati pinggiran kota mengakibatkan tidak saja
terjadi kemacetan di tengah kota tapi juga tidak jarang terjadi pula di pinggiran kota. Surabaya telah
berkembang jauh dari kota yang relatif kecil dan kumuh di akhir abad ke-19, menjadi kota
metropolitan di akhir abad ke-20 dan pada kurun abad ke-21 menjadi salah satu metropolitan
dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara. Kota yang pada kurun abad ke-20 dan awal abad
ke-21 dipandang panas dan kumuh ini juga berhasil berubah menjadi salah satu kota metropolitan
yang paling tertata di Indonesia dengan kualitas udara terbersih.
Geografi
Surabaya secara geografis berada pada 07°09'00" – 07°21'00" Lintang Selatan dan 112°36'-
112°54' Bujur Timur. Luas wilayah Surabaya meliputi daratan dengan luas 326,81 km² dan lautan
seluas 190,39 km².

Batas wilayah
Kota Surabaya berbatasan dengan beberapa wilayah, yaitu:

Utara Selat Madura

Timur Selat Madura

Selatan Kabupaten Sidoarjo

Barat Kabupaten Gresik

Geologi
Kondisi geologi Kota Surabaya terdiri dari Daratan Alluvium; Formasi Kabuh; Pucangan; Lidah;
Madura; dan Sonde. Sedangkan untuk wilayah perairan, Surabaya tidak berada pada jalur sesar
aktif ataupun berhadapan langsung dengan samudera, sehingga relatif aman dari bencana alam
endogen. Berdasarkan kondisi geologi dan wilayah perairannya, Surabaya dikategorikan ke dalam
kawasan yang relatif aman terhadap bencana gempa bumi maupun tanah amblesan sehingga
pembangunan infrastruktur tidak memerlukan rekayasa geoteknik yang dapat menelan biaya besar.

Topografi
Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Wilayahnya berbatasan dengan Selat
Madura di sebelah utara dan timur, Kabupaten Sidoarjo di sebelah selatan, serta Kabupaten
Gresik di sebelah barat. Sebagian besar wilayah Surabaya merupakan dataran rendah yaitu 80,72%
dengan ketinggian antara -0,5 – 5m SHVP atau 3 – 8 m di atas permukaan laut, sedangkan sisanya
merupakan daerah perbukitan yang terletak di wilayah Surabaya Barat (12,77%) dan Surabaya
Selatan (6,52%). Di wilayah Surabaya Selatan terdapat 2 bukit landai yaitu di daerah Lidah dan
Gayungan yang ketinggiannya antara 25 – 50 m di atas permukaan laut dan di wilayah Surabaya
Barat memiliki kontur tanah perbukitan yang bergelombang. Struktur tanah di Surabaya terdiri dari
tanah aluvial, hasil endapan sungai dan pantai, dan di bagian barat terdapat perbukitan yang
mengandung kapur tinggi. Di Surabaya terdapat muara Kali Mas, yakni satu dari dua
pecahan Sungai Brantas. Kali Mas adalah salah satu dari tiga sungai utama yang membelah
sebagian wilayah Surabaya bersama dengan Kali Surabaya dan Kali Wonokromo. Areal sawah dan
tegalan terdapat di kawasan barat dan selatan kota, sedangkan areal tambak berada di kawasan
pesisir timur dan utara.

Iklim
Surabaya memiliki iklim tropis seperti kota besar di Indonesia pada umumnya.
Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, Kota Surabaya termasuk dalam kategori iklim tropis basah
dan kering (Aw) dengan dua musim dalam setahun yaitu musim hujan dan musim kemarau. Curah
hujan di Surabaya rata-rata 165,3 mm. Curah hujan tertinggi di atas 200 mm terjadi pada kurun
Januari hingga Maret dan November hingga Desember. Suhu udara rata-rata di Surabaya berkisar
antara 23,6 °C hingga 33,8 °C.[9]

CiutkanData iklim Surabaya, Jawa Timur, Indonesia


Tahu
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
n
Rekor 38 38 39 38
38 38 37 37 37 37 37 42 42
tertinggi (100 (100 (102 (100
(100) (100) (99) (99) (99) (99) (99) (108) (108)
°C (°F) ) ) ) )
32. 31.
Rata-rata 32.4 32.9 32.1 31.4 32.9 34.6 32.74
32.3 32.1 6 4 34 34.2
tertinggi (90. (91. (89. (88. (91. (94. (90.9
(90.1) (89.8) (90. (88. (93) (93.6)
°C (°F) 3) 2) 8) 5) 2) 3) 2)
7) 5)
28. 26.
Rata-rata 28.4 27.1 26.5 27.3 30.2 28.04
27.8 28 27.7 4 6 28.9 29.6
harian °C (83. (80. (79. (81. (86. (82.4
(82) (82) (81.9) (83. (79. (84) (85.3)
(°F) 1) 8) 7) 1) 4) 4)
1) 9)
25. 22.
Rata-rata 24.7 24.9 23.3 22.3 22.9 24.1 25.8 24.26
24.8 24.8 5 4 25.6
terendah (76. (76. (73. (72. (73. (75. (78. (75.6
(76.6) (76.6) (77. (72. (78.1)
°C (°F) 5) 8) 9) 1) 2) 4) 4) 5)
9) 3)
Rekor
22 22 22 22 21 20 20 20 21 20 20 22 20
terendah
(72) (72) (72) (72) (70) (68) (68) (68) (70) (68) (68) (72) (68)
°C (°F)
308. 190 116. 108.
338.4 283.1 69.8 35.2 9.4 17.2 52.9 260.5 1.790
Presipitas 6 .5 3 1
(13.3 (11.1 (2.7 (1.3 (0.3 (0.6 (2.0 (10.2 (70,4
i mm (inci) (12. (7.5 (4.5 (4.2
23) 46) 48) 86) 7) 77) 83) 56) 74)
15) ) 79) 56)
Rata-rata
21 19 18 15 10 6 3 1 2 4 9 17 125
hari hujan

% kelemb
84 84 83 80 79 73 69 67 67 73 77 79 76.3
apan

Rata-rata
sinar
183 202 241 250 262 275 281 293 298 285 235 193 2.998
matahari
bulanan

Sumber #1: WeatherOnline[10]

Sumber #2: Weatherbase dan WeatherAtlas[11][12]

Pemerintahan
Artikel utama: Pemerintahan Kota Surabaya
Balai Kota Surabaya

Eri Cahyadi, Wali Kota Surabaya saat ini.

Dasar hukum bagi kota Surabaya adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
1950, tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Di Jawa Timur. Surabaya berstatus
sebagai kota yang menjadi bagian dari provinsi Jawa Timur. Wilayah Surabaya kemudian dibagi lagi
menjadi 31 kecamatan dan 163 kelurahan.

Daftar Wali Kota


Artikel utama: Daftar Wali Kota Surabaya
Surabaya dipimpin oleh seorang wali kota dan didampingi oleh seorang wakil wali kota. Wali Kota
Surabaya saat ini adalah Eri Cahyadi, yang menjabat sejak 26 Februari 2021. Ia didampingi oleh
Wakil Wali Kota Armuji.

Dewan Perwakilan
Artikel utama: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya
Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Surabaya berdasarkan asal partai politik dalam tiga
periode terakhir.

Partai Politik Jumlah Kursi pada Periode


2009-2014[13] 2014-2019[14] 2019-2024[15]

PDS 4

1
PKNU

Hanura 0 3 ▼0

Gerindra 3 5 5

5 5 5
PKS

PAN
2 4 ▼3

PKB 5 5 5

Golkar 5 ▼4 5

PPP 1 1 1

PDI Perjuangan 8 15 15

Demokrat 16 ▼6 ▼4

NasDem (baru) 2 3
(baru) 4
PSI

Jumlah Anggota 50 50 50

Jumlah Partai 10 10 10

Secara konstitusional, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Surabaya merupakan lembaga
legislatif atau perwakilan rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat Surabaya pada pemilihan
umum legislatif setiap lima tahun sekali. Anggota DPRD Kota Surabaya periode 2019-2024 adalah
50 orang yang didominasi oleh PDI Perjuangan (15 kursi), serta PKB; Partai Gerindra; PKS;
dan Partai Golkar (5 kursi)[16]. Pimpinan DPRD Kota Surabaya periode 2019-2024 terdiri dari Adi
Sutarwijono (Ketua; PDI-P), Laila Mufidah (Wakil Ketua; PKB), A.H. Thony (Wakil Ketua; Gerindra),
dan Reni Astuti (Wakil Ketua; PKS) yang resmi menjabat sejak 26 September 2019.[17]
Berikut ini adalah fraksi di DPRD Kota Surabaya 2019-2024

Logo Fraksi Ketua Anggota

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-


Baktiono 15
PDIP)

Fraksi Partai Demokrat, Partai NasDem (F- Herlina Harsono


7
Demokrat-NasDem) Njoto

Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) Minun Latif 5

Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra) Endy Suhadi 5

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Akhmad Suyanto 5

Fraksi Partai Golongan Karya (F-Golkar) Arif Fathoni 5


Logo Fraksi Ketua Anggota

William
Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (F-PSI) 4
Wirakusuma

Fraksi Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan


Hamka Mudjiadi 4
Pembangunan (F-PAN-PPP)

Total 50

Sumber: Situs web DPRD Kota Surabaya[18]

Anda mungkin juga menyukai