Kelompok : B12
Ketua : Hana Anindya (1102020215)
Sekretaris : Risca Latifah (1102020217)
Anggota : Maharani Aprilian Dwiputri (1102020213)
Atikah Ulisyafitri (1102020214)
Arya Erdhafin (1102020218)
Putri Ayuni (1102020220)
Sestia Dia Alifah (1102020223)
Reyhan Adhitya Ary Fhardian (1102020224)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
JL. LETJEN SUPRAPTO, CEMPAKA PUTIH, JAKARTA 10510
TELP. 021-4206674 FAX: 021-4213065
DAFTAR ISI
Daftar Isi………………………………………………………………………………………
Identifikasi Kata Sulit…………………………………………………………………………
Pertanyaan…………………………………………………………………………………….
Jawaban……………………………………………………………………………………….
Hipotesis……………………………………………………………………………………….
Sasaran Belajar………………………………………………………………………………
1. Memahami dan menjelaskan hipoksia………………………………………………
i. Definisi hipoksia……………………………………………………………….
ii. Klasifikasi hipoksia…………………………………………………………….
iii. Mekanisme hipoksia……………………………………………………………
iv. Penyebab dan akibat hipoksia………………………………………………….
v. Penanganan hipoksia……………………………………………………………
2. Memahami dan menjelaskan suhu tubuh……………………………………………
i. Definisi suhu tubuh……………………………………………………………..
ii. Mekanisme pemindahan panas………………………………………………….
iii. Regulasi pengaturan suhu tubuh………………………………………………..
iv. Penyakit yan terkait gangguan suhu tubuh…………………………………….
3. Menjelaskan dan memahami hipotermia……………………………………………
i. Definisi hipotermia……………………………………………………………..
ii. Klasifikasi hipotermia…………………………………………………………..
iii. Penyebab dan akibat hipotermia……………………………………………….
iv. Penanganan hipotermia…………………………………………………………
4. Memahami dan menjelaskan mountain sickness acute…………………………….
i. Definisi mountain sickness acute………………………………………………
ii. Klasifikasi mountain sickness acute…………………………………………….
iii. Etiologi mountain sickness acute……………………………………………….
iv. Epiodiomologi mountain sickness acute……………………………………….
v. Patofisiologi mountain sickness acute………………………………………….
vi. Manifestasi klinis mountain sickness acute……………………………………
vii. Diagnosis dan diagnosis banding mountain sickness acute……………………
viii. Tata laksana mountain sickness acute………………………………………….
ix. Prognosis mountain sickness acute…………………………………………….
x. Komplikasi mountain sickness
acute……………………………………………
xi. Pencegahan mountain sickness
acute……………………………………………
Daftar Pustaka………………………………………….……………………………………..
SKENARIO 3
Dua pendaki Gunung Sumbing terpaksa dievakuasi oleh tim SAR Kabupaten Temanggung
Jawa Tengah. Mereka dilaporkan mengalami hipoksia akut dan hipotermia. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah melaporkan peristiwa hipotermia
terjadi karena kurangnya persiapan saat mendaki. Menurut keterangan dokter yang merawat
dua pendaki tersebut, jika keadaan hipotermia tidak segera ditangani dapat menyebabkan
kegagalan fungsi tubuh yang lebih dikenal sebagai Mountain Sickness Acute.
IDENTIFIKASI KATA SULIT
1. Hipoksia akut : kondisi rendahnya kadar oksigen di sel dan jaringan yang
mengakibatkan sel dan jaringan yang ada di seluruh tubuh tidak dapat berfungsi
dengan normal.
2. Hipotermia : suatu kondisi dimana suhu tubuh turun secara drastic dan dapat
membahayakan orang yang mengalaminya. Penurunan suhu inti tubuh menjadi
kurang dari 35 derajat celcius.
3. Mountain sickness acute : salah satu bentuk altitude sickness yang bisa terjadi saat
pendaki berada di ketinggian tertentu.
4. Evakuasi : pengungsian atau perpindahan langsung dan cepat dari orang-orang yang
menjauh dari ancaman atau kejadian yang sebenarnya yang bahaya.
5. Tim SAR : disebut juga tim source dan rescue adalah kegiatan suatu usaha mencari
atau menolong dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau dikhawatirkan
hilang dan menghadapi bahaya dalam musibah seperti, penerbangan dan bencana.
PERTANYAAN
5. Apa dampak yang dirasakan dua pendaki tersebut setelah mengalami hipoksia dan
hipotermia ?
7. Apa gejala hipoksia dan hipotermia yang dialami dua pendaki tersebut ?
11. Pertolongan pertama seperti apa yang dilakukan BPBD untuk menolong dua pendaki
tersebut yang terkena hipoksia dan hipotermia ?
13. Mengapa dua pendaki yang mengalami hipotermia suhu turun secara drastis ?
JAWABAN
1. Karena, hipotermia terjadi ketika suhu mengalami penurunan suhu tubuh yang drastic
dan hipotermia terjadi ketika pendinginan suhu tubuh keseluruhan melebihi
kemampuan mekanisme penghasil panas dan penghemat panas menyamai
pengeluaran panas yang berlebihan dan ketika terjadi hipotermia seluruh proses
metabolic melambat karena turunnya suhu.
3. Hipoksia terjadi karena ksigen yang tidak mencapai jaringan jumlahnya tidak
mencukuoi dalam darah. Semakin tinggi daratan kadar oksigen akan semakin
berkurang.
5. Dapat menyebabkan shock, depresi, gagal jantung, hipertensi paru, gagal pernafasan
akut, polisitemia sekunder, bahkan kematian.
6. Suhu lingkungan tinggi atau rendah, panas atau dingin lingkungan itu akan
menaikkan suhu tubuh. Suhu tubuh sudah melewati batas normal otak akan
memerintkan pembuluh darah dan pori-pori melebar. Suhu tubuh normal 37 derajat
celcius dan ketika suhu tubuh dibawah normak akan mengalami hipoksia.
7. Gejala yang dialami adalah perubahan warna kulit menjadi biru, detak jantung cepat,
sulit bernafas, batuk hebat, otot menjadi kaku, denyut ndi lambat, kehilangan
kesadaran, menggigil, tangan dan jari mati rasa, gemeteran.
8. Penyebabnya adalah kondisi ini disebabkan oleh penuruna kadar oksigen dan tekanan
udara yang semakin berkurang saat mendaki yang lebih tinggi.
Hipotermia dan hipoksia bisa memicu terjadinya mountain sickness acute.
Kurangnya penyesuaian tubub terhadap lingkungan.
9. Karena, metabolism dalam tubuh memerlukan oksigen apabla oksigen dalam tubuh
kurang, metabolisme tubuh akan terhambat.
10. Sakit kepala, pusing, lelah, sering terbangun saat tidur, kehilangan nafsu makan,
terasa mual dan muntah, takikardi, dan lemah lesu.
11. Pertolongan pertama yaitu harus menghangatkan tubuh pasien, dengan cara memberi
selimut atau pakaian tebal yang membuat hangat pasien lalu beri minuman hangat.
Jika pasien tersebut dalam keadaan tidak sadar jangan dipaksakan memasukan cairan
kedalam tubuh.
Langkah pertama ganti pakaian pasien dari yang basah ke kering.
Langkah kedua, jika penderita tidak dapat bergerak segera dipindahkan ke
ruangan yang lebih hangat atau mendekat ke tempat yang lebih panas.
Langkah ketiga, kompres area leher, dada, dan selangkangan dengan botol isi
air hangat.
Jika pasien tidak sadarkan diri, diharapkan untuk melakukan CPR. Evakuasi
ke tempat yang lebih rendah agar mendapatkan oksigen.Pertolongan lebih lanjut
untuk hipoksia, dengan cara menjaga dan mengawasi kadar oksigen dalam tubuh
dengan cara memberikan alat bantu pernafasan yang menutupi hidung dan mulut atau
plug di hidung lalu bisa juga dengan memberikan melalui pembuluh darah.
Mengeluarakan dan menghangatkan darah pasien lalu kembali mengalirkannya
kedalam tubuh pasien. Tindakan ini dilakukan dengan menggunakan mesin
hemodialisis.
12. Jika hipotermia tidak segera ditangani dapat menyebabkan kegagalan fungsi tubuh
atau yang lebih dikenal sebagai mountain sickness acut.e
Dapat terjadi komplikasi seperti frostbite yaitu kondisi jarinagn tubuh yang membeku
dan rusak oleh paparan suhu rendah. Lalu gangrene, yaitu kondisi jaringan kulit yang
menghitam ( mengalami pembusukan ) karena gangguan aliran darah.
Hipotermia dapat mengakibatkan kerusakan kulit akibat suhu yang ekstrem sehingga
mengakibatkan kematian karena kematian jaringan karena gangguan peredaran darah.
13. Karena, kondisi cuaca yang sangat dingin dan sang pendaki tidak menggunakan
pakaian yang hangat dan pasien menggunakan pakaian yang terlalu tipis.
Saat terkena udara dingin, tubuh akan mengeluarkan energi untuk menjaga agar tetap
hangat. Dengan terus terpapar suhu dingin, tubuh akan menghabiskan energi yang
tersimpan dan suhu tubuh akan menurun.
HIPOTESIS
Hipoksia akut dan hipotermia yang ditandai dengan perubahan warna kulit menjadi
biru, detak jantung cepat, sulit bernafas, batuk hebat, otot menjadi kaku, denyut nadi
lambat, kehilangan kesadaran, menggigil, tangan dan jari mati rasa, gemeteran.
Hipotermia dan hipoksia akut terjadi ketika suhu mengalami penurunan suhu tubuh
yang drastis dan kekurangan kadar oksigen. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
shock, depresi, gagal jantung, hipertensi paru, gagal pernafasan akut, polisitemia
sekunder, bahkan kematian. Hipoksia akut dan hipotermia yang terjadi pada pendaki
dapat menyebabkan AMS. Pertolongan pertama yang dilakukan, yaitu
menghangatkan tubuh pasien, lalu memberikan cairan kedalam tubuh agar tidak
terjadi dehidrasi, jika penderita tidak dapat bergerak segera dipindahkan ke ruangan
yang lebih hangat atau mendekat ke tempat yang lebih panas, kemudian kompres area
leher, dada, dan selangkangan dengan botol isi air hangat. Jika pasien tidak sadarkan
diri, diharapkan untuk melakukan CPR dan evakuasi ke tempat yang lebih rendah
agar mendapatkan oksigen.
SASARAN BELAJAR
ii.
Klasifikasi hipoksia
a.) Hipoksia hipoksik (pembuluh darah arteri berkurang). Merupakan
bentuk boksigen menurun, seperti: pada ketinggian tertentu dari
permukaan laut. Kondisi yang memblokade pertukaran oksigen pada
tingkat alveolus dengan pembuluh darah kapiler, seperti: pneumonia
(radang paru), asma, tenggelam. Faktor lain-lain, seperti penjeratan leher,
terhirupnya asap (pada kebakaran), penyakit jantung bawaan seperti
Tetralogy of Fallot, dan faktor lainnya.
b.) Hipoksia anemik (Hemoglobin berkurang). Terjadi ketika tubuh tidak
mampu mengangkut oksigen yang tersedia ke jaringan target. Penyebab
hal ini antara lain: anemia berat karena kehilangan darah baik akut maupun
kronis. Anemia yang bersifat ringan-sedang tidak akan menyebabkan
hipoksia anemik karena tubuh masih dapat mengkompensasi walaupun
pasien akan tetap mengalami hipoksia jika melakukan aktivitas, keracunan
karbon monoksida (CO), faktor obat-obatan seperti aspirin, sulfonamid,
nitrit. Keadaan methemoglobinemia (kondisi di mana terdapatnya met
hemoglobin , suatu pigmen darah hemoglobin yang tidak normal, pada
darah). Penyakit seperti anemia sel sabit, anemia defisiensi besi, anemia
aplastik, anemia hemolitik, dan masih banyak lagi yang lainnya.
c.) Hipoksia stagnan/iskemik ( tidak cukup ke jaringan). Hipoksia jenis ini
terjadi ketika tidak adanya aliran darah yang cukup ke jaringan target.
Organ yang paling terpengaruh adalah ginjal dan jantung karena mereka
memiliki kebutuhan oksigen yang tinggi. Hipoksia jaringan ditandai
oligema jaringan atau aliran darah ke jaringan sangat rendah, sehingga
yang dihantarkan ke jaringan tidak cukup meskipun pembuluh dan
konsentrasi haemoglobin normal. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan
arteriolar dan vasokonstriksi
d.) Hipoksia histotoksik. Jenis Hipoksia ini terjadi ketika jaringan tubuh
tidak dapat menggunakan oksigen yang sudah dialirkan ke mereka. Kasus
ini bukan merupakan hipoksia sebenarnya karena tingkat oksigenisasi
jaringan dapat normal atau lebih dari normal. Penyebab hal ini sebagian
besar berupa racun, antara lain: keracunan sianida, konsumsi alcohol.
o Efek Bhor
Efek CO2 dan asam pada pelepasan O2 disebut efek Bohr. Baik
komponen CO2 maupun ion hidrogen dari asam dapat mengikat secara
reversibel dengan Hb di tempat selain situs pengikatan O2. Akibatnya
adalah perubahan struktur molekul Hb yang mengurangi afinitasnya
terhadap O2. Kurva disosiasi bergeser ke kanan saat konsentrasi
karbon dioksida atau ion hidrogen meningkat. Pergeseran kurva ke
kanan menunjukkan bahwa afinitas hemoglobin terhadap oksigen
menurun.
2. Efek suhu
Peningkatan suhu menggeser kurva ke kanan, menyebabkan lebih
banyak O2 yang dibebaskan pada PO2 tertentu. Otot yang berolahraga atau sel
yang aktif bermetabolisme menghasilkan panas. Peningkatan suhu lokal
meningkatkan pembebasan O2 dari Hb untuk digunakan oleh jaringan yang
lebih aktif.
3. Efek 2,3-difosfogliserat
Peningkatan kadar BPG menggeser kurva O2-Hb ke kanan,
meningkatkan pembebasan O2 sewaktu darah mengalir melalui jaringan,
karena eritrosit dapat berikatan secara reversibel dengan Hb dan mengurangi
afinitasnya terhadap O2, seperti yang dilakukan oleh CO2 dan H.
v. Penanganan hipoksia
Penanganan hipoksia bertujuan untuk mengembalikan pasokan oksigen
ke sel dan jaringan, sehingga organ-organ tubuh dapat bekerja dengan baik
dan tidak terjadi kematian jaringan. Pengobatan hipoksia juga ditujukan untuk
mengatasi penyebab yang mendasarinya.Penanganan yang dapat dilakukan
untuk mengatasi hipoksia antara lain:
Oksigen
Pemberian oksigen bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen di dalam
tubuh pasien. Terapi tambahan oksigen bisa diberikan melalui:
o Masker atau selang hidung (nasal kanul), yang pemilihannya akan
disesuaikan dengan kondisi pasien dan kadar oksigen yang ingin
dicapai.
o Terapi heperbarik, untuk hipoksia jaringan yang parah atau pasien
yang keracunan karbon monoksida.
o Alat bantu napas (ventilator), untuk hipoksia yang parah dengan
kesulitan bernapas.
Obat-obatan
Selain obat, penanganan hipoksia juga dilakukan untuk mengobati penyebab
hipoksia. Beberapa obat-obatan yang mungkin akan diberikan oleh dokter
adalah:
o Inhaler atau obat asma, untuk mengobati serangan asma
o Obat golongan kortikosteroid, untuk meredakan peradangan di paru-
paru
o antibiotik, untuk mengobati infeksi bakteri
o Obat antikejang, untuk meredakan kejang
Komplikasi Hipoksia
Penurunan kadar oksigen yang tidak segera diatasi bisa berlanjut
menjadi hipoksia jaringan dan hipoksia serebral (kekurangan oksigen di otak).
Hipoksia tersebut mengakibatkan kerusakan sel, jaringan, maupun organ-
organ tubuh, misalnya otak.Kerusakan jaringan otak dapat membuat
penderitanya kehilangan kesadaran dan mengalami gangguan fungsi organ di
seluruh tubuh. Kondisi ini dapat berujung pada kematian.Hipoksia yang
ditangani dengan pemberian oksigen juga berisiko menyebabkan komplikasi.
Pemberian oksigen secara berlebihan (hiperoksia) dapat meracuni jaringan
tubuh dan menyebabkan katarak, vertigo, perubahan perilaku, kejang, bahkan
gangguan pada sistem pernapasan.
Pencegahan Hipoksia
Hipoksia sulit untuk dicegah karena dapat terjadi tanpa diduga.
Namun, ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk menurunkan risiko
terjadinya hipoksia:
o Gunakan obat asma secara rutin
o Lakukan latihan pernapasan
o Hindari naik ke ketinggian tertentu secara cepat, untuk
mencegah altitude sickness
o Terapkan gaya hidup sehat dengan berolahraga secara rutin, minum air
putih yang cukup, dan berhenti merokok
o Lakukan pemeriksaan secara rutin ke dokter jika Anda memiliki
kondisi medis atau penyakit yang bisa meningkatkan risiko terjadinya
hipoksia
2. Memahami dan menjelaskan suhu tubuh
i. Definisi suhu tubuh
Suhu yang dimaksud adalah panas atau dingin suatu substansi. Suhu
tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses
tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Meskipun dalam
kondisi tubuh yang ekstrim selama melakukan aktivitas fisik, mekanisme
kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan dalam relatif
konstan. Suhu permukaan berfluktuasi bergantung pada aliran darah ke kulit
dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Karena fluktuasi suhu
0 0
permukaan ini, suhu yang dapat diterima berkisar dari 36 C atau 38 C.
Fungsi jaringan dan sel tubuh paling baik dalam rentang suhu yang relatif
sempit
Suhu tubuh adalah ukuran dari kemampuan tubuh dalam menghasilkan
dan menyingkirkan hawa panas. Suhu tubuh adalah suhu rata-rata tubuh
manusia dan bisa diukur menggunakan thermometer. Dalam suhu tubuh titik
regulasi tidak berubah, dan tubuh memulai proses tertentu yang dirancang
untuk mengembalikan suhu normal, seperti dengan berkeringat atau
menggigil.Suhu tubuh biasanya diukur untuk memastikan ada tidaknya
demam. Namun, masih ada kontroversi mengenai thermometer yang paling
tepat dan terbaik.
b.) Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh yang bukan disebabkan oleh infeksi disebut
hipertermia. Hipertermia terjadi karena ketidakseimbangan antara
pembentukan panas dengan pengeluaran panas. Hipertermia biasanya terjadi
karena latihan fisik atau olahraga.
Hipertermia juga dapat disebabkan oleh cara lain, yaitu pembentukan panas
yang berlebihan akibat disfungsi tiroid atau medula adrenal yang
menyebabkan peningkatan kadar hormon tiroid atau adrenalin darah. Kedua
hormon ini meningkatkan suhu inti dengan meningkatkan laju keseluruhan
aktivitas metabolisme dan produksi panas. Kegagalan pusat kendali
hipotalamus juga dapat menyebabkan hipertermia.
c.) Hipotermia
Hipotermia, penurunan suhu tubuh, terjadi ketika pendinginan tubuh
keseluruhan melebihi kemampuan mekanisme penghasil panas dan penghemat
panas untuk menyamai pengeluaran panas yang beriebihan tersebut.
Saat hipotermia terjadi, laju semua proses metabolisme akan melambat akibat
penurunan suhu. Saat suhu tubuh menurun, pusat pernafasan yang juga
menurun akan menurunkan dorongan untuk bernafas, sehingga pernafasan
menjadi lambat dan lemah. Jantung kian melambat dan curah jantung
menurun. Irama jantung terganggu tersebut dapat mengakibatkan fibrilasi
ventrikel dan kematian.
d.) Frostbite
Frostbite melibatkan pendinginan berlebihan suatu bagian tertentu
tubuh ke suatu titik ketika jaringan di bagian tersebut mengalami kerusakan.
Jika jaringan yang terekspos benar-benar membeku, kerusakan sel akibat
pembentukan kristal es atau kekurangan air dapat menyebabkan kerusakan
jaringan.
Diagnosis banding
Psikosis akut, malformasi arteriovenosa, tumor otak, keracunan karbon
monoksida, infeksi sistem saraf pusat, dehidrasi, ketoasidosis diabetik,
kelelahan, hangover, hipoglikemia, hiponatremia, hipotermia, tertelannya
racun, obat-obatan, atau alkohol, migrain, kejang , stroke, serangan ischemic
sementara, infeksi virus atau bakteri.
Acetazolamide
Berdasarkan penelitian tersamar ganda, random, plasebo-kontrol
terbaru memperlihatkan pemberian acetazolamide sebanyak 125 mg
dua kali sehari, sama efektifnya dengan pencegahan, dengan
pemberian 375 mg dua kali sehari.
Dexamethasone
Dexamethasone kemungkinan kurang efektif dibandingkan dengan
acetazolamide, namun efektif sebagi pengobatan emergensi AMS
dengan dosis awal 4-10 mg, diikuti 4 mg setiap 6 jam.
Acetaminophen dan Ibuprofen
Acetaminofen dan NSAID seperti ibuprofen dan aspirin seringkali efektif
dalam mengurangi sakit kepala akibat AMS. Pemberikan 800 mg
ibuprofen dan 85 mg acetazolamide serta placebo 3 kali sehari pada
ketinggian 4280 m dan 4358 m memperlihatkan perbaikan keluhan sakit
kepala sama baiknya antara ibuprofen dengan acetazolamid dan lebih baik
dari placebo. Sehingga dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
ibuprofen dan acetazolamid efektif dalam pencegahan AMS
o Bartsch P, Gibbs J. Effect of Altitude on the Heart and the Lungs. Circulation.
2007;116:2191‐2202
o http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/804/4/2.pdf
o https://html2-f.scribdassets.com/185idecqps5r3l73/images/7-ca9930e29d.png
o Paralikar, Swapnil & Paralikar, Jagdish. (2010). High-altitude medicine. Indian Journal of Occupational
and Environmental Medcine. Volume 14. 6-12. 10.4103/0019-5278.64608.