Anda di halaman 1dari 5

PENCEGAHAN KORUPSI DI JAWA TENGAH

I. Latar Belakang

Diskursus mengenai korupsi di Indonesia tidak pernah berhenti, sejak awal

dikumandangkannya semangat pemberantasan korupsi sebagai agenda reformasi, hingga

saat ini telah banyak upaya dan strategi pemerintah guna membersihkan praktik korupsi.

Upaya awal Pemerintah dengan membuat regulasi sebagai dasar kebijakan hingga tahap

implementasi aksi telah dilakukan. Baik melalui pembentukan Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) dan Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

Semuanya itu menjadi upaya dalam mewujudkan Good Governance dan Clean

Government.

Dalam konsep Good Governance dibicarakan mengenai cara atau proses pengelolaan

otoritas kekuasaan, dan hasil nyata yang diwujudkan. Didalamnya mengandung 8 prinsip,

yakni : akuntabilitas, transparansi, partisipasi, responsivitas, efektifitas dan efesiensi,

penegakan hukum, kesetaraan, dan berorientasi pada konsensus ( Johnston, 2016:7). Jika

prinsip Good Governance ini dilakukan maka akan terwujud tata kelola pemerintahan

yang baik sebagai jaminan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Penerapan good governance di berbagai negara menunjukan hasil yang baik bagi

meningkatnya pembangunan dan perekonomian. Debnath dan Kenji (2011) dalam hasil

kajianya menyampaikan bahwa penerapan Good Governance di Jepang, Hongkong,

Taiwan, Korea, Malaysia dan Singapura berdampak positif pada peningkatan investasi
dan pembangunan, sehingga perekonomian negara menjadi semakin baik. Selain

berdampak pada perekonomian dan pengentasan kemiskinan.

Jenis Pekerjaan Terdakwa Tindak Pidana Korupsi


Tahu BUMN/BUM Universitas DPR/ Perangk Kement Kepala
ASN Swasta
n D /Sekolah DPRD at Desa erian Daerah
2015 210 135 15 15 13 - 2 9
2016 217 150 34 17 39 - 8 32
2017 456 224 37 34 33 - 8 94
2018 319 242 27 34 53 158 52 28
2019 263 138 24 33 43 188 13 3
2020 321 286 47 45 33 330 39 10
Namun demikian, praktik Good Governance dan Clean Government mempunyai

tantangan yang cukup berat. Tantangan itu muncul dari perilaku koruptif di birokrasi.

Para oknum birokrat masih saja menjadi mayoritas pelaku korupsi, data ini terlihat dari

banyaknya pelaku korupsi yang berasal dari kalangan birokrat sebagaimana yang terlihat

pada tabel I berikut.

Sumber: Indonesia Corruption Watch, 2021

Melihat fenomena ini, pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk mengurangi

dan mencegah terjadinya korupsi di lingkungan birokrasi, seperti melalui Strategi

Nasional Pencegahan Korupsi, Road Map Reformasi Birokrasi, dan Koordinasi dan

Supervisi Pencegahan. Termasuk dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga

telah melakukan pencegahan agar terwujud pemerintahan yang bersih.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2013 dibawah kepemimpinan

Ganjar Pronowo- Heru Sudjatmoko memberikan perhatian khusus terhadap pemberantasan

korupsi. Visi Gubernur Ganjar Pranowo saat itu adalah menuju Jawa Tengah sejahtera

mandiri, mboten korupsi, mboten ngapusi, selanjutnya dipertajam dengan misi mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan provinsi jawa tengah yang bersih, jujur, transaparan, mboten

korupsi, mboten ngapusi. Visi dan misi tersebut tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi

Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018.

RPJMD kemudian diwujudkan dalam berbagai program dalam rangka mewujudkan

pemerintahan yang bersih. Hasilnya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mendapat berbagai

penghargaan dalam inovasinya melakukan pemberantasan korupsi yaitu :

a. Mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa

Keuangan terhadap laporan keuangan selama 7 kali berturut sejak tahun 2013;

b. Mendapat penghargaan dari KPK mengenai pengelola Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggaran Negara (LHKPN) terbaik pada tahun 2016 dan 2017;

c. Mendapat penghargaan dari KPK mengenai Kepatuhan Pelaporan Gratifikasi pada

tahun 2015 dan 2016 dan menjadi salah satu rujukan Unit Pengendali Gratifikasi terbaik

se Indonesia;

d. Semua Rumah Sakit Daerah Milik Pemerintah Provinsi menjadi Wilayah Bebas

Korupsi;

e. Indeks Reformasi Birokrasi terbaik secara nasional Tahun 2019;

f. Capaian Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) terbaik nasional Tahun

2019;

g. Pengelolaan gratifikasi terbaik kategori tingkat provinsi se Indonesia tahun 2020;

h. Tingkat kepatuhan dan pelaporan LHKPN Tahun 2020 mencapai 100 % dari jumlah

wajib lapor sebanyak 2.419 orang;


i. Survei Penilaian Integritas Tahun 2020 tertinggi Se Indonesia kategori Pemerintah

Provinsi.

Berbagai hasil yang diperoleh oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah terkait dengan

pencegahan korupsi muncul dari strategi pencegahan yang dilakukan. Secara khusus

pembahasan mengenaik strategi pencegahan korupsi dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pembangunan Komitmen

Komitmen ini menjadi tonggak dilaksanakannya pencegahan korupsi di Jawa

Tengah, hal ini diwujudkan dalam bentuk tagline “Tetep Mboten Korupsi Mboten

Ngapusi”, pencanangan zona integritas, pakta integritas, transparan harta kekayaan

dan penandatangan komitmen kepala daerah.

2. Penyusunan Kebijakan Anti Korupsi

Regulasi sebagai dasar pelaksanaan diperlukan guna memperkuat dan mendukung

strategi pencegahan korupsi melalui diterbitkannya peraturan sebagai berikut:

a. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 59 Tahun 2014


Hal ini bertolak belakang dengan korupsi yang secara harfiah diartikan sebagai

kebusukan, keburukan, dan kebejatan. Dampaknya secara umum terhadap perekonomian,

dan pembangunan nasional pada umumnya dipandang negatif. Korupsi juga

menghambat pertumbuhan dan pengembangan wiraswasta yang sehat, dan disamping itu

tenaga profesional kurang atau tidak dimanfaatkan pada hal potensial bagi pertumbuhan

ekonomi( Soewartojo, 1995:24).

II.

Anda mungkin juga menyukai