Anda di halaman 1dari 106

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

SISTEM PERKEMIHAN DAN ENDOKRIN

OLEH KELOMPOK 6 :

1. Komang Meny Lastini (18089014038)


2. Kadek Vera Elvandari (18089014057)
3. Ni Nyoman Vila Delvyanti (18089014058)
4. I Gusti Agung Wibawa (18089014061)
5. Ni Komang Winda Trisna Dewi (18089014064)
6. Made Yoni Wisudayanti (18089014067)

S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem
Perkemihan dan Endokrin” dengan baik.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat. Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada kelompok atas partisipasinya. Kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam pembuatan makalah ini baik yang disengaja
maupun tidak disengaja. Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah kami
jauh dari kata sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan.

Singaraja, 6 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................1
1.3 Tujuan .....................................................................................................................2
1.4 Manfaat ...................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Teori Laporan Pendahuluan Retensio Urine..............................................3
2.2 Konsep Teori Laporan Pendahuluan Gagal Ginjal .................................................16
2.3 Konsep Teori Laporan Pendahuluan Trauma Ginjal ..............................................32
2.4 Konsep Teori Laporan Pendahuluan KAD (Ketoasidosis Diabetic) ......................50

BAB III LAPORAN KASUS


3.1 Laporan Kasus Gagal Ginjal ...................................................................................69
3.2 Laporan Kasus KAD (Ketoasidosis Diabetic) ........................................................69
3.3 Perbedaan Konsep Teori dan Kasus .......................................................................70

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................103
4.2 Saran .......................................................................................................................104

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................105

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan
melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Selain mempunyai fungsi
eliminasi, system perkemihan juga mempunyai fungsi lainya, yaitu meregulasi volume
darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan sejumlah cairan kedalam urine,
meregulasi konsentrasi plasma dari sodium, potasium, klorida, dan mengontrol kuantitas
kehilangan ion-ion lainnya kedalam urine, serta menjaga batas ion kalsium dengan
menyintesi kalsitrol, mengonstribusi stabilisasi PH darah dengan mengontrol jumlah
keluarnya ion hydrogen dan ion bikarbonat ke dalam urine, menghemat pengeluaran
nutrisi dengan memelihara ekskresi pengeluaran nutrisi tersebut pada saat proses
eliminasi produk sisa, terutama pada saat pembuangan, membantu organ hati dalam
mendetoksikasi racun selama kelaparan, deaminasi asam amino yang dapat merusak
jaringan.
Kelenjar endokrin adalah kelenjar yang mengirimkan hasil sekresinya langsung
kedalam darah yang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati duktus atau saluran
dan hasil sekresinya disebut hormon. Secara umum sistem endokrin adalah sistem yang
berfungsi untuk memproduksi hormon yang mengatur aktivitas tubuh. Terdiri atas
kelenjar tiroid, kelenjar hipofisa, kelenjar pankreas, kelenjar kelamin, kelenjar suprarenal,
kelenjar paratiroid dan kelenjar buntu. Beberapa dari organ endokrin ada yang
menghasilkan satu macam hormon atau hormon ganda misalnya kelenjar hipofise sebagai
pengatur kelenjar yang lain. Sistem endokrin dalam kaitannya dengan sistem saraf,
mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling
berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah Konsep Teori Laporan Pendahuluan Retensio Urine ?
1.2.2 Bagaimanakah Konsep Teori Laporan Pendahuluan Gagal Ginjal ?
1.2.3 Bagaimanakah Konsep Teori Laporan Pendahuluan Trauma Ginjal ?
1.2.4 Bagaimanakah Konsep Teori Laporan Pendahuluan KAD (Ketoasidosis Diabetic) ?

1
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui Konsep Teori Laporan Pendahuluan Retensio Urine
1.3.2 Untuk mengetahui Konsep Teori Laporan Pendahuluan Gagal Ginjal
1.3.3 Untuk mengetahui Konsep Teori Laporan Pendahuluan Trauma Ginjal
1.3.4 Untuk mengetahui Konsep Teori Laporan Pendahuluan KAD (Ketoasidosis
Diabetic)

1.4 Manfaat
Diharapkan makalah ini bermanfaat bagi pembaca sebagai tambahan pengetahuan
tentang konsep dasar penyakit retensio urine, gagal ginjal, trauma ginjal, dan KAD
(Ketoasidosis Diabetic).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori Laporan Pendahuluan Retensio Urine


2.1.1 Definisi
Retensi urine adalah gangguan pada kandung kemih yang membuat
penderitanya kesulitan untuk mengeluarkan urine. Terkadang retensi urine juga
bisa menyebabkan keluhan berupa kencing tidak tuntas. Kondisi ini dapat dialami
oleh siapa saja, meski cenderung lebih banyak dialami pria dibandingkan wanita.
Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun
terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth).
Retensio urine adalah sutau keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan
tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.
2.1.2 Epidemiologi

Retensi urin adalah kelainan umum pada pria lanjut usia. Penyebab paling
umum dari retensi urin adalah BPH. Gangguan ini dimulai sekitar usia 50 dan
gejala mungkin muncul setelah 10–15 tahun. BPH adalah gangguan progresif dan
mempersempit leher kandung kemih yang menyebabkan retensi urin. Pada usia 70
tahun, hampir 10 persen pria mengalami beberapa derajat BPH dan 33%
mengalaminya pada dekade kedelapan kehidupan. Walaupun BPH jarang
menyebabkan retensi urin mendadak, kondisinya bisa menjadi akut dengan adanya
obat-obatan tertentu (pil tekanan darah, antihistamin, obat antiparkinson),
setelah anestesi spinal atau stroke.

Pada pria muda, penyebab tersering retensi urin adalah infeksi pada prostat
( prostatitis akut ). Infeksi didapat selama hubungan seksual dan muncul dengan
nyeri punggung bawah, keluarnya penis, demam ringan dan ketidakmampuan
untuk buang air kecil. Jumlah pasti orang dengan prostatitis akut tidak diketahui,
karena banyak yang tidak mencari pengobatan. Di AS, setidaknya 1-3 persen pria
di bawah usia 40 tahun mengalami kesulitan buang air kecil akibat prostatitis akut.
Kebanyakan dokter dan ahli perawatan kesehatan lainnya mengetahui gangguan ini.
Di seluruh dunia, BPH dan prostatitis akut telah ditemukan pada pria dari semua
ras dan latar belakang etnis. Kanker saluran kemih dapat menyebabkan

3
penyumbatan saluran kemih tetapi prosesnya lebih bertahap. Kanker kandung
kemih, prostat, atau ureter secara bertahap dapat mengganggu pengeluaran
urin. Kanker sering muncul dengan darah dalam urin, penurunan berat badan, nyeri
punggung bawah, atau distensi bertahap di panggul.

Retensi urin pada wanita jarang terjadi, terjadi 1 dari 100.000 setiap tahun,
dengan tingkat insiden wanita-ke-pria 1:13. Biasanya bersifat sementara. Penyebab
UR pada wanita bisa multi faktorial, bisa pasca operasi dan
pascapartum. Kateterisasi uretra segera biasanya menyelesaikan masalah.

2.1.3 Etiologi
a. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis. Kerusakan
saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya
pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya
miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa
sakit yang hebat.
b. Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien
DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.
c. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan leher vesika, batu kecil dan
tumor.
d. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,kelainan patologi uretra,
trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
2.1.4 Patofisiologi
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan
pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio
urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran
kemih atas.
Benigne Prostat Hyperplasia (BPH) ialah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat
meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan

4
penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSU Benigne Prostat
Hyperplasia (BPH) ialah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh
karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193). Benigne Prostat
Hyperplasia (BPH) ialah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh
karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan
kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars
prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994 : 193).
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa
sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor
lainnya seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.
Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi
di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau
seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang
mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal,
vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa
hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil
menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi
bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat dapat mempengaruhi proses BAK,
menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga
menyebabkan produksi urine menurun.

5
WOC
Pembesaran prostat

Retensi urin

Kerusakan eliminasi urine


Kateterisasi prostatektomi /TURP

Risiko infeksi

Sumbatan kateter Perdarahan/pembekuan darah

NYERI Distensi VU

2.1.5 Klasifikasi
a. Retensi urin akut
Retensi urin yang akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba dan
disertai rasa sakitmeskipun buli-buli terisi penuh. Berbeda dengan kronis,
tidak ada rasa sakit karena urin sedikitdemi sedikit tertimbun. Kondisi yang
terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali, kandungkemih penuh, terjadi
tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini termasuk kedaruratan
dalamurologi. Kalau tidak dapat berkemih sama sekali segera dipasang kateter
b. Retensi urin kronik
Retensi urin kronik adalah retensi urin ‘tanpa rasa nyeri’ yang
disebabkan oleh peningkatan volume residu urin yang bertahap. Hal ini dapat
disebabkan karena pembesaran prostat,pembesaran sedikit2 lama2 ga bisa
kencing. Bisa kencing sedikit tapi bukan karena keinginannyasendiri tapi
keluar sendiri karena tekanan lebih tinggi daripada tekanan sfingternya.
Kondisi yangterkait adalah masih dapat berkemih, namun tidak lancar , sulit
memulai berkemih (hesitancy),tidak dapat mengosongkan kandung kemih
dengan sempurna (tidak lampias). Retensi urin kroniktidak mengancam nyawa,
namun dapat menyebabkan permasalahan medis yang serius dikemudian hari.

6
2.1.6 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis retensi urine terdiri dari gejala dan tanda mayor dan minor.
Mayor merupakan tanda/gejala yang ditemukan sekitar 80%-100% untuk validasi
diagnosa. Minor merupakan tanda/gejala yang tidak harus ditemukan, namun jika
ditemukan dapat mendukung penegakan diagnosa. Menurut Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, (2017) gejala dan tanda adalah :
a. Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif
Sensasi penuh pada kandung kemih Normalnya, ginjal
menghasilkan urin dengan kecepatan sekitar 60 ml per jam atau sekitar
1.500 ml per hari. Aliran urin dipengaruhi oleh banyak faktor,
termasuk asupan cairan, kehilangan cairan tubuh melalui rute lain
seperti perspirasi dan pernafasan atau diare, dan status kardiovaskuler
dan renal individu. Pada retensi urin berat, kandung kemih dapat
menahan 2.000 sampai 3.000 ml urin (Perry& Potter, 2006).
2) Objektif
 Disuria /Anuria Disuria adalah sakit dan susah saat berkemih.
Disuria dapat menyertai striktur (pengecilan diameter) uretra,
infeksi kemih, dan cedera pada kandung kemih dan uretra.
Sedangkan anuria adalah tidak ada produksi urin (Kozier, 2010).
 Distensi kandung kemih Apabila pengosongan kandung kemih
terganggu, urin akan terakumulasi dan akan terjadi distensi
kandung kemih. Kondisi tersebut akan menyebabkan retensi urin
(Kozier, 2010).
b. Gejala tanda minor
1) Subjektif
 Dribbling
Dribbling (urin yang menetes) adalah kebocoran/ rembesan urin
walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urin (Perry& Potter,
2006).
2) Objektif
 Inkontinensia berlebih Inkontenensia urin, atau urinasi involunter
adalah sebuah gejala, bukan sebuah penyakit. Inkontenensia urin

7
berlebih merupakan kehilangan urin yang tidak terkendali akibat
overdistensi kandung kemih (Tim Pokja SDKI DPP, 2017).
 Residu urin 150 ml atau lebih Residu urin merupakan volume urin
yang tersisa setelah berkemih (volume 100ml atau lebih). Hal ini
terjadi karena inflamasi atau iritasi mukosa kandung kemih akibat
infeksi, kandung kemih neurogenik, pembesaran prostat, trauma,
atau inflamasi uretra (Perry& Potter, 2006).
2.1.7 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Keadaan compos mentis namun tampak lemas
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah biasanya meningkat karena klien merasakan nyeri, suhu
meningkat jika ditemukan adanya infeksi, nadi biasanya meningkat karena klien
merasakan nyeri dan RR biasanya meningkat karena klien merasakan nyeri.
3. Sistem tubuh
a. B1 (Breathing)
Perawat melakukan pengkajian adanya gangguan pada pola
napas klien, biasanya sesak akibat rasa nyeri yang dialami dan
peningkatan respiratory rate.
b. B2 (Blood)
Apakah terjadi peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung
dan gelisah. Pada retensi urin muncul adanya keringat dingin
(diaforesis) akibat nyeri pada distensi kandung kemih.
c. B3 (Brain)
Klien ditemukan dalam kesadaran biasanya sadar penuh. Namun
tetap diperhatikan adanya tanda-tanda pasca trauma atau cedera pada
SSP.
d. B4 (Bladder)
Disuria, ingin berkemih tetapi tidak ada urine yang keluar, dan urine
keluar sedikit-sedikit karena ada overflow, urine yang keluar menetes,
produksi urine sedikit/anuria apabila ureter terjadi obstruksi bilateral.
Inspeksi :
1. Daerah perineal : kemerahan, lecet namun tidak ditemukan adanya
pembengkakan

8
2. Tidak ditemukannya adanya benjolan atau tumor spinal cord
3. Ditemukan adanya tanda obesitas dan sempitnya ruang gerak pada
klien
4. Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat
karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung
kemih disertai keluarnya darah
5. Apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah suprapubik lesi
pada meatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat berkemih
menandakan disuria akibat dari infeksi
Palpasi :
1. Ditemukan adanya distensi kandung kemih dan nyeri tekan
2. Tidak teraba benjolan tumor daerah spinal cord
Perkusi :
Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih
Auskultasi :
Ditemukan peristaltik (+), bruit (+) jika terjadi obstruksi
steanosis arteri renalis
e. B5 (Bowel)
Pemeriksaan auskultasi bising usus klien adalah peningkatan atau
penurunan, serta palpasi abdomen klien adanya nyeri tekan abdomen
atau tidak ataupun ketidaknormalan ginjal. Pada perkusi abdomen
ditemukan ketidaknormalan atau tidak.
f. B6 (Bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkan dengan ekstremitas
yang lain, adakah nyeri pada persendian. Retensi urine dapat terjadi
pada pasien yang harus tirah baring total. Perawat mengkaji kondisi
kulit klien.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Urin
Pemeriksaan urin meliputi urin dipstik, urinalisis dan kultur urin untuk
mengesampingkan infeksi.
2. Darah
Pemeriksaan darah lengkap perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya
infeksi. Kadar elektrolit dan urea nitrogen sebaiknya diperiksa untuk menilai

9
fungsi ginjal. Pada pria juga perlu dipikirkan untuk pemeriksaan PSA (Prostat
Spesific Antigen) untuk mendeteksi kanker prostat, BPH, Prostatitis.
3. Radiologi
Perlu dilakukan ultrasonography abdomen, ginjal, ureter dan bladder.
Pemeriksaan radiologi lain yang bisa dikerjakan adalah CT abdomen atau
pelvic ultrasound bila ada kecurigaan tumor pada abdomen atau pelvis.
4. Urodinamik
Urodinamik test adalah evaluasi fungsional bladder dan uretra untuk
mendapatkan informasi terkait kapasitas bladdder komplikasi, penurunan
tekanan, kontraksi bladder yang berlebihan, bladder areflexia, detrusor
sphincter dyssynergia. Beberapa teknik test yang berbeda ini seharusnya
menjadi bagian evaluasi pada pasien dengan retensi urin, karena pemeriksaan
ini dapat mendeteksi gangguan dini resiko kerusakan ginjal, penurunan fungsi
bladder dan membantu dalam menentukan rencana penatalaksanaan.
Pemeriksaan Tambahan Lain seperti Cystoscopy, Retrograde
Cystourethrography.
2.1.9 Diagnosis

Analisis aliran urin dapat membantu dalam menentukan


jenis kelainan berkemih (buang air kecil). Temuan umum, ditentukan dengan USG
kandung kemih, termasuk laju aliran yang lambat, aliran intermiten, dan sejumlah
besar urin tertahan di kandung kemih setelah buang air kecil. Hasil tes normal
harus 20-25 mL / s laju aliran puncak. Urine sisa post-void yang lebih besar dari 50
ml merupakan jumlah urin yang signifikan dan meningkatkan potensi infeksi
saluran kemih berulang. Pada orang dewasa yang berusia lebih dari 60 tahun, 50-
100 ml sisa urin mungkin tertinggal setelah setiap buang air karena
kontraktilitas otot detrusor yang menurun. Pada retensi kronis, USG kandung
kemih dapat menunjukkan peningkatan besar-besaran dalam kapasitas kandung
kemih (kapasitas normalnya adalah 400-600 ml).

Retensi urin kronis non-neurogenik tidak memiliki definisi standar; namun,


volume urin> 300mL dapat digunakan sebagai indikator informal. Diagnosis
retensi urin dilakukan selama 6 bulan, dengan 2 pengukuran volume urin terpisah
dengan jarak 6 bulan. Pengukuran harus memiliki volume PVR (post-void
residual)> 300mL.

10
Menentukan serum prostate-specific antigen (PSA) dapat membantu
mendiagnosis atau menyingkirkan kanker prostat, meskipun hal ini juga meningkat
pada BPH dan prostatitis. Biopsi TRUS pada prostat (trans-rectal ultra-sound
dipandu) dapat membedakan antara kondisi prostat
ini. Penentuan urea serum dan kreatinin mungkin diperlukan untuk menyingkirkan
kerusakan aliran balik ginjal. Sistoskopi mungkin diperlukan untuk memeriksa
saluran kemih dan menyingkirkan kemungkinan penyumbatan.

Dalam kasus akut retensi urin di mana gejala terkait di tulang belakang lumbal
hadir seperti nyeri, mati rasa (anestesi pelana), parastesi, penurunan tonus sfingter
anal, atau refleks tendon dalam yang berubah, MRI tulang belakang lumbal harus
dipertimbangkan untuk menilai lebih lanjut. sindrom cauda equina .

2.1.10 Terapi
Pemberian terapi yang tepat akan mencegah terjadinya berbagai komplikasi
retensi urine. Pertolongan pertama pada kasus retensi urine adalah mengeluarkan
urine sesegera mungkin.
Hal ini dapat dilakukan dengan kateterisasi urine dan sistostomy. Kateterisasi
urine dilakukan dengan memasukkan selang kateter melalui muara uretra. Jika
kateterisasi tidak dapat dilakukan seperti pada trauma uretra dan striktur uretra,
maka urine dikeluarkan dengan sistostomy.
Sistostomy adalah tindakan mengeluarkan urine melalui perut bawah dengan
bantuan selang ataupun jarum yang dimasukkan ke kandung kemih. Setelah urine
dapat dikeluarkan selanjutnya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari
penyebab retensi urine.
2.1.11 Komplikasi
Urine yang tertahan di dalam saluran kencing berpotensi menimbulkan infeksi
dan batu saluran kemih. Selain itu, retensi urine akan menyebabkan peningkatan
tekanan kandung kemih yang selanjutnya juga mempengaruhi ureter dan ginjal.
Kandung kemih akan bekerja lebih keras secara terus menerus untuk mengeluarkan
urine. Hingga akhirnya otot kandung kemih menjadi lemah dan dapat terbentuk
kantong-kantong (divertikel) yang berisiko infeksi.
Tekanan akan diteruskan ke saluran ureter dan ginjal yang akan membengkak
(hidroureter dan hidronefrosis).

11
Sayangnya keadaan ini akan berlanjut dengan gangguan fungsi ginjal. Hal ini
disebabkan tekanan yang sampai pada ginjal akan merusak sel-sel ginjal (nefron).
Bila tidak ditangani, gangguan fungsi ginjal ini akan berakhir pada gagal ginjal
terminal.
2.1.12 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
1) Anamnesa
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah
sakit dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Meliputi alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien retensio urine
saat datang ke rumah sakit.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi keluhan utama yang merupakan keluhan klien, data yang dikaji
yang dirasakan klien saat ini.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah menderita penyakit yang diderita sekarang.
e. 11 pola pengkajian gordon:
- Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan
Menggambarkan informasi atau riwayat pasien mengenai status
kesehatan dan praktek pencegahan penyakit, keamanan/proteksi,
tumbuh kembang, riwayat sakit yang lalu, perubahan status kesehatan
dalam kurun waktu tertentu.
- Nutrisi- Metabolik
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai konsumsi
makanan dan cairan. Masalah nafsu makan dan mual.
- Eliminasi
Menggambarkan informasi tentang riwayat pasien mengenai BAB,
BAK, frekuensi karakter BAB terakhir, frekuensi BAK.
- Aktivitas-latihan

12
Meliputi informasi pasien tentang pola latihan, kesimbangan energi,
tipe dan keteraturan latihan, aktivitas yang dilakukan dirumah atau
tempat sakit.
- Istirahat tidur
Meliputi informasi pasien tentang frekwensi dan durasi periode
istirahat tidur, penggunaan obat tidur, kondisi lingkungan saat tidur,
masalah yang dirasakan saat tidur.
- Kognitif-perceptual
Meliputi informasi riwayat pasien tentang fungsi sensori, kenyamanan
dan nyeri, fungsi kognitif, status pendengaran, penglihatan, masalah
dengan pengecap dan perabaan.
- Konsep diri-persepsi diri
Meliputi informasi riwayat pasien tentang peran dalam keluarga dan
peran social.
- Seksual reproduksi
Meliputi informasi riwayat pasien tentang focus pasutri terhadap
kepuasan atau ketidakpuasan dalam seks, orientasi seksual.
- Koping toleransi stress
Meliputi informasi riwayat pasien tentang metode untuk mengatasi
atau koping terhadap stress
- Nilai kepercayaan
Meliputi informasi riwayat pasien tentang nilai, tujuan, dan
kepercayaan berhubungan dengan pilihan keputusan kepercayaan
spiritual.
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan retensi urine pada kandung kemih
2. Retensi urine berhubungan dengan hambatan pada saluran uretra
3. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan eleminasi urine dan
penyumbatan uretra
Intervensi
No. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan

1. Nyeri Setelah dilakukan NIC : Manajemen

13
berhubungan tindakan keperawatan nyeri
dengan selama ...x... jam 1. Lakukan pengkajian
peningkatan diharapkan : nyeri secara
retensi urine pada 1. Kontrol nyeri komprehensif
kandung kemih 2. Pastikan perawatan
analgesik bagi
Dengan kriteria hasil :
pasien dilakukan
1. Mampu mengontrol
dengan pemantauan
nyeri
ketat
2. Mampu mengenali
3. Dorong pasien
nyeri
untuk menggunakan
3. Menyatakan rasa
obat-obatan penurun
nyaman setelah nyeri
nyeri yang adekuat
berkurang
4. Dukung
istirahat/tidur yang
adekuat untuk
membantu
penurunan nyeri
2. Retensi urine Setelah dilakukan NIC : kateterisasi
berhubungan tindakan keperawatan urin
dengan hambatan selama ...x... jam 1. Jelaskan prosedur
pada saluran diharapkan : kateterisasi
uretra 1. Eliminasi urin 2. Pasang alat dengan
tepat
3. Berikan privasi
Dengan kriteria hasil :
kepada pasien
1. Eliminasi urin baik
4. Isi bola kateter
sebelum
pemasangan kateter
untuk memeriksa
ukuran dan
kepatenan kateter
5. Pertahankan

14
kebersihan tangan
yang baik sebelum,
selama dan setelah
tindakan
6. Posisikan pasien
dengan tepat
7. Bersihkan daerah
sekitar meatus
uretra dengan
larutan antibakteri
8. Masukkan dengan
lurus dan hati-hati
9. Isi bola kateter
untuk menetapkan
kateter
10. Amankan kateter
pada kulit dengan
plester yang sesuai
11. Monitor intake dan
output
3. Risiko infeksi Setelah dilakukan NIC : Kontrol
berhubungan tindakan keperawatan infeksi
dengan kerusakan selama ...x... jam 1. Bersihkan
eleminasi urine diharapkan :
lingkungan dengan
danpenyumbatan 1. Kontrol baik setelah
uretra risiko digunakan untuk
setiap pasien
2. Anjurkan pasien
Dengan kriteria hasil :
mengenai tehnik
1. Tidak ada tanda-tanda
mencuci tangan
infeksi
dengan cepat
3. Gunakan sabun anti
mikroba untuk cuci

15
tangan yang sesuai
4. Anjurkan pasien
untuk meminum
anti biotic seperti
yang diresepkan
5. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
mengenai
bagaimana
menghindari infeksi

C. Implementasi Keperawatan
Dalam tahap ini akan dilakukan tindakan keperawatan yang disesuaikan dengan
intervensi/rencana keperawatan yang telah dibuat.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.

2.2 Konsep Teori Laporan Pendahuluan Gagal Ginjal


2.2.1 Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal
kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)
CKD ( Chronic Kidney Disease ) atau disebut dengan gagal ginjal kronik
merupakan gagal ginjal yang progresif dan lambat biasanya berlangsung beberapa
tahun ( Price, 1992 : 812). Gagal ginjal secara bertahap CKD didefinisikan
sebagai kondisi dimana ginjal melakukan penurunan fungsi kemampuan tubuh
gagal ginjal dalam mempertahankan metabolisme, cairan dan keseimbangan
elektrolit.
16
2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit
ginjal kronikdiperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8%setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta
diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya.
Di negara-negara berkembang lainnya, insiden inidiperkirakan sekitar 40-60 kasus
perjuta penduduk pertahun.
Beberapa faktor berpengaruh terhadap tingkat insidensi dan prevaluasi yang
beragam, faktor seperti distribusi penyakit gagal ginjal yang mendasari dan
kualitas pelayanan medis yang bersedia untuk pasien. CKD preterminal memili
pengaruh signifikasi terhadap hasil ahkir pasien. Tingkat insidensi dan prevalensi
CKD secara umum lebih besar pad anak laki-laki dibanding anak perempuan,
untuk ras tingkat insidensi ESRD pada anak-anak berkulit hitam di America Utara
adalah dua sampai tiga kali lebih besar dibandingkan angka berkulit putih tampak
memperdulikan jenis kelamin.
2.2.3 Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit ginjal
polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi yakni uropati
obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %. (US Renal System, 2000
dalam Price & Wilson, 2006). Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis di Indonesia tahun 2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi
etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes
melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan
8,46%, dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2006).
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi,
yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation 2018).
Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah
penyakit peradangan seperti glomerulonefritis penyakit ginjal polikistik,
malformasi saat perkembangan janin dala, rahim ibu, lupus obstruksi akibat batu
ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat dan infeksi saluran kemih yang
berulang(wilson, 2015 ).

17
Adapun penyakit CKD diantaranya yaitu :
a. Infeksi seperti pielomefritis kronik dan refluk nefrofati
b. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif seperti nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
malign, stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti lupus eritematosis sistemik.
2.2.4 Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya masa ginjal. Sebagai upaya kompesnsi, terjadilah hipertroti
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang di perantarai oleh molekul
rasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya terjadi hiperfiltrasi yang
diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Pada adaptasi ini
berlangsung singkat, sehingga akibatnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yng masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan
fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif
lagi. (suwitra, 2009)
Ketidakseimbangan nutrisi dan cairan terjadi karena ketidakmampuan ginjal
untuk memikat urine. Hiperkalemia karena kerusakan reabsorbsi bikrbonat dan
produksi amonia. Demineralisasi tulang dan gangguan pertumbuhan terjadi akibat
sekresi hormon peuzitiroid, peningkatan tospat plasma (penurunan kalsium serum,
asidosis) menyebabkan pelepasan kalsium usus anemia terjadi terjadi kerena
gangguan pruksi sel darah merah penurunan rentang hidup sel darah merah,
peningkatan kecendrungan perdarahan (akibat kerusakan fungsi trombosit)
perubahan pertumbuhan berhubungan dengan perubahan nutrisi dan berbagai
proses biokimia. (Chirs tauto dkk, 2014)

18
WOC
Gangguan
jaringan
Infeksi Penyakit Penyakit Penyakit Penyakit Neuropati
penyambung
saluran Peradangan Vaskuler kongenital metabolik obstruktif
kemih

Kerusakan Fungsi Ginjal

Sekresi eriprotein turun Kerusakan Glomelurus BUN, Creatinin meningkat

Produksi SDM Filtrasi Glomelurus Protein dapat Sampah Pd. Darah


Menurun menurun melewati
glomerurus
Pruritus Dalam Sal. GI
oksihemoglobin
GFR menurun Proteinuria
Lesi Pada Kulit Mual, Muntah
Suplai O2 Ke Hipoalbuminemia
jaringan
Kerusakan Ketidakseim
Sel kekurangan Integritas Kulit bangan
Kelebihan
Protein nutrisi
Gangguan Perfusi Volume
Jaringan Cairan kurang dari
kebutuhan
Sistem imun
tubuh
menurun

Resiko Infeksi

19
2.2.5 Klasifikasi
Pengukuran fungsi ginjal terbaik adalah dengan mengukur Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG). Melihat nilai laju filtrasi glomerulus ( LFG ) baik secara
langsung atau melalui perhitungan berdasarkan nilai pengukuran kreatinin, jenis
kelamin dan umur seseorang. Pengukuran LFG tidak dapat dilakukan secara
langsung, tetapi hasil estimasinya dapat dinilai melalui bersihan ginjal dari suatu
penanda filtrasi. Salah satu penanda tersebut yang sering digunakan dalam praktik
klinis adalah kreatinin serum.
Menurut Chronic Kidney Disease Improving Global Outcomes (CKD KDIGO)

2.2.6 Gejala Klinis


Setiap sistem tubuh pada ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi anemia.
Maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda gejala , usia pasien dan kondisi
yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut
Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)
1 Normal atau meningkat ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialysis

1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital
c. Friction rub pericardial, pembesaran vena leher
2. Dermatologi
a. Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik
b. Pruritus, ekimosis
c. Kuku tipis dan rapuh
d. Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
a. Krekels, Sputum kental dan liat

20
b. Pernafasan kusmaul

4. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b. Nafas berbau ammonia
c. Ulserasi dan perdarahan mulut
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
a. Tidak mampu konsentrasi
b. Kelemahan dan keletihan
c. Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
d. Disorientasi
e. Kejang, Rasa panas pada telapak kaki
f. Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
a. Kram otot, kekuatan otot hilang
b. Kelemahan pada tungkai
c. Fraktur tulang, foot drop
A. Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
a) Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
b) Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
c) Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
B. K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG :
a) Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
b) Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
c) Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2

21
d) Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
e) Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin
Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85. (Corwin, 1994)

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg )) / ( 72 x creatini serum )

2.2.7 Pemeriksaan fisik


a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa kusmaul.
Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan
karbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi.
c. Sitem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial. Didapatkan tanda
dan gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat, akral dingin, CRT > 3
detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas, gangguan irama jantung, edem
penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran
GI, kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,

22
adanya neuropati perifer, burning feet syndrome, retless leg syndrome, kram
otot, dan nyeri otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
system rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak napas akibat
perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis
yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita timbul gangguan
menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi
penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif
memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan
glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan
metabolism vitamin D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi penurunan libido
berat
h. Sistem pencernaan
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder dari bau
mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga
sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi, pruritus,
demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak dan sendi, keterbatasan gerak
sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dari anemia
dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

23
2.2.8 Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang
Pemeriksaan penunjang lain selain pemeriksaan lab ialah
pemeriksaandiagnostik. Pemeriksaan diagnostik pada klien CKD menurut
Doenges,Moorhouse, dan Mur (2010) terdiri dari:
1. CT scan merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan sinarXRay
lalu dilihat melalui komputer untuk menghasilkan gambaran ginjalyang lebih
detail. CT scan berfungsi untuk melihat gangguan pada pembuluh darah ginjal
dan adanya massa pada ginjal
2. USG Renal merupakan tindakan yang dilakukan dengan gelombang
suara berfrekuensi tinggi dan divisiualisasikan melalui gambar di komputer.Pe
meriksaan ini bertujuan untuk melihat apakah ada hiperfiltrasi padaginjal,
obstruksi pada sistem perkemihan, atau ada massa
3. X-Ray abdomen menunjukkan gambaran tentang ginjal, ureter, dankandung
kemih. Pemeriksaan ini berfungsi untuk melihat ukuran danstruktur organ
4. VCUG (Voiding Cystourethogram) merupakan pemeriksaan X Ray
yangspesifik dimana pemeriksaannya dilakukan saat kandung kemih terisi
dansaat kosong. Hal ini bertujuan untuk melihat ukuran kandung kemih
danapakah terjadi retensi akibat obstruktif
5. Renal biopsy tindakan mengambil jaringan untuk dibawa ke laboratoriumagar
diidentifikasi. Indikasi dari tindakan ini ialah adanya kerusakan padaginjal,
ditemukannya proteinuria
2.2.9 Diagnosis
Diagnosis ditetapkan setelah mengetahui gejala, riwayat penyakit penderita dan
keluarga, serta melakukan pemeriksaan fisik. Untuk memastikan kondisi ginjal
penderita, dokter perlu melakukan beberapa tes untuk menilai fungsi ginjal dan
mendeteksi kerusakan ginjal. Tes tersebut meliputi:
a. Tes darah. Tes ini untuk mengetahui kerja ginjal dengan melihat kadar
limbah dalam darah, seperti kreatinin dan ureum.

b. Tes urine. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi tidak normal
yang mengindikasikan kerusakan ginjal. Dalam tes ini, kadar albumin dan
kreatinin dalam urine diperiksa, begitu juga keberadaan protein atau darah
dalam urine.

24
c. Pemindaian. Pemindaian ini bertujuan melihat struktur dan ukuran ginjal, dan
dapat dilakukan dengan USG, MRI, dan CT scan.

d. Biopsi ginjal. Biopsi dilakukan dengan mengambil sampel kecil dari jaringan
ginjal, yang selanjutnya dianalisis di laboratorium untuk menentukan
penyebab kerusakan ginjal.

Setelah hasil tes menunjukkan indikasi gagal ginjal, dokter perlu mengetahui
fungsi ginjal yang masih tersisa dan stadium gagal ginjal yang dialami penderita
melalui pemeriksaan laju filtrasi glomerulus atau LFG. Pemeriksaan LFG atau
eGFR mengukur penyaringan limbah dalam darah oleh ginjal berdasarkan kadar
kreatinin dalam darah, usia ukuran tubuh, dan jenis kelamin. Tes LFG ini
dibutuhkan guna menentukan langkah pengobatan yang sesuai. Berdasarkan
pemeriksaan LFG, maka stadium gagal ginjal dapat terbagi menjadi:
a. Stadium 1, nilai LFG di atas 90.

b.Stadium 2, nilai LFG 60 hingga 89

c. Stadium 3, nilai LFG 30 hingga 59.

d.Stadium 4, nilai LFG 15 hingga 29.

e. Stadium 5, nilai LFG di bawah 15.

Pada orang dewasa, nilai LFG normal berada di atas 90, meski seiring
penambahan usia, nilai tesebut dapat berkurang walaupun tanpa penyakit ginjal.
Nilai rata-rata LFG berdasarkan usia adalah:
a. Usia 20-29, nilai LFG rata-rata 116.

b. Usia 30-39, nilai LFG rata-rata 107

c. Usia 40-49, nilai LFG rata-rata 99

d. Usia 50-59, nilai LFG rata-rata 85.

e. Usia diatas 70 tahun, nilai LFG rata-rata 75.

Selain nilai rata-rata LFG, tes untuk melihat kadar albumin dalam darah
maupun urine juga akan dilakukan guna menentukan tingkat keparahan penyakit
GGK. Seseorang dinyatakan mengalami gagal ginjal kronis jika selama 3 bulan,

25
nillai rata-rata LFG di bawah 60 dengan ditandai kadar protein (albumin) yang
tinggi dalam urine.
Hasil LFG dari waktu ke waktu dapat naik atau turun. Perubahan nilai LFG
yang begitu besar dapat membuat stadium penderita bertambah atau menurun.
Namun yang terpenting, nilai rata-rata LFG tidak menunjukkan hasil yang
semakin menurun.
2.2.10 Therapy /Tindakan Penanganan
Hemodialisa adalah terapi cuci darah di luar tubuh untuk orang yang ginjalnya
sudah tidak bisa berfungsi dengan optimal. Sebenarnya, tubuh kita secara alami
mampu melakukan cuci darah secara otomatis. Dalam hal ini, ginjal merupakan
organ yang bertanggung jawab dalam melakukan tugas ini. Selain membersihkan
darah dalam tubuh, ginjal juga membentuk zat-zat yang menjaga tubuh agar tetap
sehat. Namun, pada pengidap penyakit ginjal kronis atau gagal ginjal, organ ini
sudah tidak bisa berfungsi dengan baik. Karena itulah, proses cuci darah bisa
dilakukan dengan bantuan alat medis. Hemodialisa menggantikan fungsi ginjal
ketika ginjal sudah tidak lagi bekerja.Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK
adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh
selama mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001;
Rubenstain dkk, 2007). Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun
dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah
terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi :
1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol
proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan
obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga
intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan katabolisme
(menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah atau mengurangi
katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet;
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black & Hawks,
2005).

26
5. Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi
tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt.
Dialisis juga diiperlukan bila :
a) Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
b) Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
c) Overload cairan (edema paru)
d) Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
e) Efusi perikardial
f) Sindrom uremia (mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
2.2.11 Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
2.2.12 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
a. Data umum
• Identitas pasien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin, tempat
tanggal lahir, no RM

27
• Identitas penanggung jawab yang meliputi nama, hubungan dengan
pasien, umur, alamat, dan telp/no.HP
b. Riwayat kesehatan
Riwayatkesehatansaatini :
• Keluhanutama (keluhan yang dirasakanpasien)
• Alasanberobat(hal/kejadian apa yang menyebabkan pasien berobat
kerumah sakit)
• Riwayat penyakit (Tanya pada pasien atau keluarga pasien apakah
memiliki riwayat penyakit sebelumnya)
c. Riwayat kesehatan dahulu
• Penyakit yang pernahdialami
• Riwayat perawatan (apakah pernah melakukan perawatan atau mendapat
perawatan di rumah sakit atau tidak pernah)
• Riwayat operasi (apakah pernah mengalamioperasi)
• Riwayat pengobatan (apakah pernah melakukan pengobatan)
• Kecelakaan yang pernah dialami (apakah pernah mengalami kecelakaan)
• Riwayat alergi (tanyakan pada pasien apakah memiliki alergi terhadap
makanan atau obat)
d. Riwayat psikologi dan spiritual
1. Riwayat psikologi meliputi : tempat tinggal, lingkungan rumah,
hubungan antara anggota keluarga, dan pengasuh anak.
2. Riwayat spiritual meliputi : support system, kegiatan keagamaan.
3. Riwayat hospittalisasi : pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat
inap rumah sakit.
e. Pola fungsi kesehatan (11 pola fungsi Gordon) :
- Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
- Pola nutrisi metaboliik
- Pola eliminasi
- Pola aktivitas dan latihan
- Pola ttidur dan istirahat
- Pola kognitif/perseptual
- Pola persepsi diri atau konsep diri
- Pola seksual dan reproduksi

28
- Pola peran hubungan
- Pola managemen koping stress
- Pola keyakinan/nilai
f. Pemeriksaanfisik meliputi:
- Hari, tanggal, jam
- Keadaan umum : kesadaran, penampilan, dihubungkan dengan usia,
ekspresi wajah, kebersihan secara umum, ttv.
- Head to toe meliputi : kulit/intergumen (I.P), kepala dan rambut (I.P),
kuku ( I.P), mata/penglihatan (I.P), hidung atau penciuman (I.P), telinga
(I.P), mulut dan gigi (I.P), leher (I.P), dada/thorax (IP.P.A), jantung
(IP.P.A), abdomen (I.P.P.A), perineum dan genetalia (I) ekstremitas atas
dan bawah (I.P).
g. Pemeriksaan diagnostik
h. Penatalaksanaanmedis
B. Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
peningkatan asam lambung ditandai dengan mual dan muntah.
2. Kelebihan volume cairan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
refensi Na dan air ditandai dengan edema.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan urineria dan pengeluaran
cairan dan elektrolit berlebihan ditandai dengangatal-gatal.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko pengetahuan yang tidak
cukup untuk menghindari pemanjanan patogen.
C. Rencana Asuhan Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC) RASIONAL
1. Ketidakseimba NOC: Nutrient NIC : Nutrition 1.mengetahui apakah
ngan nutrisi intake Management pasien alergi makanan
kurang dari Tujuan: 1.kajian dan alergi atau tidak
kebutuhan Setelah dilakukan makanan 2.mengurangi
tubuh tindakan 2. monitor mual dan kekurangan nutrisi
berhubungan keperawatan selama muntah 3.untuk mengetahui
peningkatan 3 x 24 jam 3.info rmasikan pentingnya nutrisi
asam lambung diharapkan: keluarga dan pasien 4. diet yang tepat

29
ditandai Kriteriahasil: tentang manfaat dalam memenuhi
dengan mual 1. tidak mual dan nutrisi nutrisi pasien
dan muntah muntah nutrisi 4.kolaborasi dengan ahli
makan gizi dalam
meningkat menentukan diet
2.nafsu makan yang tepat.
meningkat

2. Kelebihan NOC: Elektrolit and NIC : Fluid 1.mengetahui


volume lebih acedbase balance management keseimbangan cairan
dari kebutuhan tujuan: 1. monitor balance masuk dan keluar.
tubuh Setelah dilakukan cairan 24 jam 2.memenuhi
berhubungan asuhan keperawatan 2. member posisi yang kebutuhan rasa
dengan refensi 3 x 24 jam kelebihan nyaman nyaman pasien
Na dan air volume cairan 3. memantau 3. mengontrol cairan
ditandai dengan teratasi dengan masuknya yang masuk
edema criteria hasil: cairan/makanan 4.membantu
1.elektrolit dalam 4.kolaborasi pengeluaran cairan
batas normal pemberian obat berlebih dalam tubuh
2. intake dan output deuretik
seimbang

3. Kerusakan NOC:Tissue NIC : Pressure 1. adanya kemerahan


integritas kulit integrity : skin and management dan gatal pada kulit.
berhubungan muccos 1. monitor kulit 2. kulit yang basah
dengan urineria Tujuan adanya kemerahan dapat menyebabkan
dan pengeluaran Setelah dilakukan 2. jaga kebersihan gatal pada kulit dan
cairan dan tindakan kulit agar tetap kulit menjadi lembab
elektrolit keperawatan selama kering dan sehat 3. menghilangkan
berlebihan 3 x 24 jam 3. anjurkan pasien ketidaknyamanan
ditandai dengan diharapkan keruskan untuk kompres 4. agar luka pada kulit
gatal-gatal integritas kulit lembab dan dingin dapat teratasi
pasien berkurang untuk

30
dengan criteria hasil: menghilangkan
1. integritas kulit tekanan garukan
dipertahankan pada pasien preretus
2. tidak ada luka / 4. kolaborasi dalam
lesi. menjaga kebersihan
dan menggunakan
krim

4. Resiko infeksi NOC : Knowledge : NIC : Infection 1. untuk mengetahui


berhubungan Infection control control tanda dan gejala
dengan faktor 1. monitor tanda dan infeksi
resiko Setelah dilakukan gejala infeksi 2. agar tidak terinfeksi
pengetahuan asuhan keperawatan sistemik dan lokal 3. untuk mengurangi
yang tidak cukup 3 x 24 jam resiko 2. cuci tangan setiap infeksi
untuk infeksi teratasi sebelumdan sesudah 4. agar infeksi dapat
menghindari dengan criteria hasil: tindakan teratasi
pemanjanan 1. Klien bebas dari keperawatan
patogen. tanda dan gejala 3. instruksikan pada
infeksi pengunjung untuk
2. Menunjukkan mencuci tangan saat
perilaku hidup berkujung
sehat meninggalkan pasien
4. berikan terapi
antibiotik bila perlu
infection protection
(proteksi terhadap
infeksi)

D. Implementasi
Dalam tahap ini akan dilakukan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan intervensi/perencanaa yang telah dibuat.

31
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai 3 alternatif dalam menemukan sejauh mana tujuan tercapai :
1. Berhasil : Perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan
2. Tercapai sebagian : Pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai : Pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang
diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.

2.3 Konsep Teori Laporan Pendahuluan Trauma Ginjal


2.3.1 Definiai Trauma Ginjal
Trauma ginjal adalah trauma saluran kemih yang paling sering, tetapi trauma
ginjal berat terisolasi cukup jarang. Tulisan ini membahas kasus pasien dewasa
dengan cedera ginjal derajat IV terisolasi yang ditatalaksana konservatif non-
operatif. Tidak ditemukan komplikasi signifi kan selama masa observasi dan pasca-
rawat. Tatalaksana konservatif non-operatif dapat menjadi salah satu pilihan
tatalaksana trauma ginjal derajat IV tanpa masalah hemodinamik.
2.3.2 Epidemiologi
Frekuensi cedera ginjal tergantung pada populasi pasien yang
dipertimbangkan. Trauma ginjal menyumbang sekitar 3% dari seluruh penerimaan
trauma dan sebanyak 10 % dari pasien yang mempertahankan trauma abdomen.
Denganmenggunakan Nasional Trauma Data Bank, Grimsby et al. mengulas data
cedera ginjal anak untuk menentukan mekanisme cedera dan kelas, demografi,
perawatan, dan pengaturan perawatan. Sebagian besar trauma ginjal pada anak-
anak ditemukan pada kelas rendah (79%) dan ditemukan trauma tumpul (>90%).
Cedera usia rata-rata adalah 13.7 tahun, yaitu 94% dari pasien adalah berusia 5
sampai 18 tahun. Hanya 12% dari pasien dirawat di rumah sakit anak. Meskipun
sebagian besar anak-anak dirawat secara konservatif di rumah sakit dewasa, tingkat
nefrektomi tiga kali lebih tinggi dibandingkan pasien dirawat di rumah sakit anak
(Grimsby et al, 2014).

32
2.3.3 Etiologi

Cedera ginjal dapat terjadi secara:

1) Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang.


2) Tidak langsung, yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal
secara tiba - tiba di dalam rongga retroperitoneum.
Jenis cedera yang mengenai ginjal dapat merupakan cedera tumpul, luka tusuk,
atau luka tembak. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum
menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika
intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan darah
yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta
cabangcabangnya. Cedera ginjal dapat dipermudah jika sebelumnya sudah ada
kelainan pada ginjal, seperti hidronefrosis, kista ginjal atau tumor ginjal
(Purnomo, 2011).

Terdapat 3 penyebab utama dari trauma ginjal :

a) Trauma tumpul

Trauma tumpul biasanya terjadi karena kecelakaan kenderaan bermotor, dan


jatuh. Trauma tumpul dari tabrakan kendaraan bermotor, jatuh dan tabrakan
pribadi adalah penyebab utama trauma ginjal
b) Trauma iatrogenik Trauma iatrogenik dapat hasil dari operasi, retrograde
pyelography, percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Biopsi
ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal.
c) Trauma tajam
Trauma tajam adalah seperti tikaman atau luka tembak pada daerah abdomen
bagian atas ataupun pinggang (Lusaya, 2015).
2.3.4 Patopsiologi
Secara anatomis ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, otot punggung
posterior, lapisan dinding abdomen, serta visera anterior. Oleh Karena itu, cidera
ginjal tidak jarang diikuti oleh cidera organ – organ yang mengitarinya.
Adanya cidera traumatic, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga
paling bawah shingga terjadi kontusi dan ruptur. Fraktur iga atau fraktur
prosesus transverses lumbar vertebra atas dapat dihubungkan dengan kontusi

33
renal atau laserasi. Cidera dapat tumpul (kecelakaan lalu lintas, jatuh, cidera
atletik, akibat pukulan) atau penetrasi (luka tembak, luka tikam)
Ketidakdisiplinan dalam menggunakan sabuk pengaman akan
memberikan reaksi goncangan ginjal didalam rongga retroperitoneum dan
menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika
intima arteri renalis. Robekan ini akan memeacu terbentuknya bekuan-bekuan
darah yang selanjutnya dapat menimbulkan thrombosis arteri renalis beserta
cabang – cabangnya. Kondisi adanya penyakit pada ginjal seperti
hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal akan memperberat suatu trauma
pada kerusakan struktur ginjal.
Cidera ginjal akan menyebabkan menifestasi kontusi, laserasi, rupture
dan cidera pedikel renal, atau laserasi internal kecil pada ginjal. Secara
fisiologis, ginjal menerima setengah dari aliran darah aorta abdominal, oleh
karena itu meskipun hanya terdapat laserasi renal yang kecil, namun hal ini
dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Cidera ginjal akan memberikan
berbagai manifestasi masalah keperawatan.

34
WOC
KERUSAKAN STRUKTUR
GINJAL

KONTUSI,LASERASI,RUPTUR PADA
GINJAL

PEREGANGAN DR RESPON PERDARAHAN ARTERI


SARAF KEMIH GINJAL

KOLIK RENAL
RESIKO SYOK
HIPOVOLEMIK

INTERVENSI BEDAH

NYERI PEMENUHAN INFORMASIPRA


OPERASI

RESPON PASCA
BEDAH
Kurang pengetahuan

Cemas

RESPN LUKA PASCA BEDAH INTAKE NUTRISI TIDAK PENURUNAN FISIOLOGI


PSIKOLOGIS ADEKUAT GINJAL

KECEMASAN
NYERI RESTI
KERIDAK SEIMBANGAN (AKTUAL)
INFEKSI
NUTRISI RESIKO HIPOVOLEMIK

35
2.3.5 Klasifikasi
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan
menjadi:
a) cedera minor.
b) cedera mayor.
c) cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal.
Pembagian sesuai dengan skala cedera organ (organ injury scale) cedera ginjal dibagi
dalam 5 derajat sesuai dengan penemuan pada pemeriksaan pencitraan maupum hasil
eksplorasi ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera minor
(derajat I dan II), 15% merupakan cedera mayor (derajat III dan IV), dan 1%
merupakan cedera pedikel ginjal (Purnomo, 2011).Klasifikasi trauma ginjal menurut
Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle :

Tabel 2.1 Klasifikasi Trauma Ginjal

Derajat Deskripsi Cedera

Kontusio Hematuria mikroskopik atau gross, studi urologi normal


1
Hematoma Hematoma subkapsular yang tak meluas tanpa laserasi parenkim ginjal

Hematoma Hematoma perirenal yang tidak meluas.


2
Laserasi Laserasi korteks ginjal dengan kedalaman <1 cm tanpa ekstravasasi urin

Laserasi korteks >1 cm tanpa ruptur sistem pengumpul dan tanpa ekstravasasi
3 Laserasi
urin

Laserasi parenkim ginjal meluas melalui korteks ginjal, medulla, dan sistem
Laserasi
pengumpul (collecting system)
4
Cedera arteri atau vena segmental dengan hematoma atau laserasi pembuluh
Vaskuler
darah parsial atau trombosis pembuluh darah

Laserasi Shattered kidney

5 Vaskuler Avulsi hilum ginjal yang menyebabkan devaskulerisasi ginjal

36
2.3.6 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda dan gejala trauma ginjal adalah :

a. Hematuria : Hematuria merupakan manifestasi yang umum terjadi.


Oleh karena itu, adanya darah dalam urin setelah suatu cedera menunjukkan
kemungkinan cedera ginjal. Namun demikian, hematuria mungkin tidak akan
muncul atau terdeteksi hanya melalui pemeriksaan mikroskopik.
b. Nyeri mungkin terlokalisasi pada satu daerah panggul atau di atas perut.
c. Syok atau tanda-tanda kehilangan darah.

d. Ekimosis pada daerah panggul atau kuadran atas perut.

e. Sebuah massa teraba mungkin merupakan retroperitoneal besar hematoma


atau kemungkinan ekstravasasi kemih.
f. Laserasi (luka) di abdomen lateral dan rongga panggul (Summerton et al,
2014).\
2.3.7 Diagnosis

Penilaian awal pada pasien trauma ginjal harus meliputi jalan nafas,
mengkontrol perdarahan yang tampak. Pada banyak kasus, pemeriksaan fisik
dilakukan sesuai dengan kondisi pasien. Apabila trauma ginjal dicurigai maka
harus dilakukan evaluasi lebih lanjut:

1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Indikasi yang memungkinkan bahwa terjadinya trauma ginjal meliputi


mekanisme deselerasi yang cepat seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan
bermotor dengan kecepatan yang laju, atau trauma langsung pada region flank
Riwayat penyakit sebelumnya harus digali, apakah adanya disfungsi organ
sebelum terjadinya trauma dan adanya riwayat penyakit ginjal sebelumya yang
dapat memperberat trauma (Cachecho et al., 1994). Hidronefrosis, batu ginjal,
kista, atau tumor telah dilaporkan dapat menimbulkan komplikasi yang berat
(Sebastià et al., 1999). Pemeriksaan fisik adalah suatu pemeriksaan yang harus
dilakukan pada pasien trauma. Stabilitas haemodinamik merupakan faktor
utama dalam pengelolaan semua trauma ginjal. Vital sign harus dicatat untuk

37
mengevaluasi pasien (Summerton et al., 2014).Pada pemeriksaan fisik harus
dinilai adanya trauma tumpul atau trauma tembus pada region flank, lower
thorax, dan abdomen atas. Pada luka tembus, panjang luka tidak
menggambarkan secara akurat kedalaman penetrasi. Penemuan seperti
hematuria, jejas, dan nyeri pada daerah pinggang, patah tulang iga bawah, atau
distensi abdomen dapat dicurigai adanya trauma pada ginjal (Summerton et al.,
2014).

Kecurigaan adanya cedera ginjal jika terdapat :

a) Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut


bahagian atas dengan disertai nyeri ataupun didapati adanya jejas pada
daerah tersebut.

b) Hematuria

c) Fraktur kosta sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus


vertebra.

d) Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.

e) Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau


kecelakaanlalu lintas (Purnomo, 2011).

2) Pemeriksaan Laboratorium
Urinalisa, darah rutin dan kreatinin merupakan pemeriksaan laboratorium
yang penting. Urinalisa merupakan pemeriksaan penting untuk mengetahui
adanya cedera pada ginjal. Hematuria mikroskopis atau gross, sering terlihat
tetapi tidak cukup sensitif dan spesifik untuk membedakan apakah suatu
trauma minor atau mayor (Buchberger et al., 1993). Tambahan pula, untuk
trauma ginjal yang berat seperti robeknya ureteropelvic junction, trauma
pedikel ginjal, atau trombosis arteri dapat tampil tanpa disertai dengan
hematuria (Eastham et al, 1992). Hematokrit serial dan vital sign merupakan
pemeriksaan yang digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma. Penurunan
hematokrit dan kebutuhan untuk transfusi darah merupakankehilanga
darahdan respon terhadap resusitasi akan menjadi pertimbangan dalam
pengambilan keputusan .Peningkatan kreatinin dapat dikatakan sebagai tanda
patologis pada ginjal.

38
3) Pemeriksaan Radiologi (Pencitraan)
Indikasi untuk melakukan pemeriksaan radiologi pada trauma ginjal adalah
gross hematuria, hematuria mikroskopik yang disertai syok, atau cedera pada
organ lain. Pada luka tembus, setiap kecurigaan adalah luka yang mengarah
pada ginjal maka perlu melakukan pemeriksaan radiologi tanpa
memperhatikan derajat hematuria.
4) Pemeriksaan Intravenous Urografi (IVU) atau disebut sebagai Pielografi Intra
Vena (PIV) atau Intravenous Pyelografi (IVP). Pemeriksaan IVP adalah foto
yang dapat mengambarkan keadaan sistem urinaria melalui bahan
kontras( dengan menyuntikkan bahan kontras dosis tinggi ±2ml/kgBB)
digunakan untuk menilai tingkat kerusakan ginjal dan menilai keadaan ginjal
kontralateral. Pemeriksaan IVU dilakukan apabila diduga terdapat :
• Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal.
• Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda
hematuria.makroskopik.
• Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda
hematuria.mikroskopik dan disertai syok (Purnomo, 2011).
5) Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang
apabila diduga cedera tumpul pada ginjal yang menunjukkan tanda hematuria
mikroskopik tanpa disertai syok. Pemeriksaan USG ini dapat menemukan
adanya kontusio parenkim ginjal atau hematoma subkapsuler. Dengan
pemeriksaan ini dapat juga diperlihatkan ada atau tidak robekan kapsul ginjal.
Pemeriksaan USG pada ginjal dipergunakan :
• Untuk mendeteksi keberadaan dan keadaan ginjal (hidronefrosis, kista,
massa, atau pengkerutan ginjal) yang menunjukkan non.visualized
pada pemeriksaan IVU.
• Sebagai penuntun pada saat melakukan pungsi ginjal, atau.nefrostomi
perkutan (Purnomo, 2011).
2.3.8 Therapy
Terapi yang dikerjakan pada trauma ginjal adalah :
1) Operasi dan Rekontruksi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera
menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debriment

39
reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang
harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan
ginjal yang sangat berat. Semakin banyak pihak menganut pendekatan
konservatif untuk pasien trauma ginjal (Hammer dan Santucci, 2003). Pada
trauma ginjal, mayoritas ahli menganjurkan pendekatan transperitoneal
(Robert et al., 1996). Untuk menilai di tingkat acak secara prospektif
nefrektomi, tingkat transfusi, kehilangan darah, dan waktu operasi dalam
menembus pasien trauma ginjal acak kontrol vaskular atau tidak ada kontrol
vascular adalah sebelum membuka fasia Gerota. (Gonzalez et al., 1999)
Secara keseluruhan, 13 % pasien trauma ginjal yang membutuhkan nefrektomi
pada saat eksplorasi, umumnya nefrektomi dilakukan pada pasien dengan
riwayat syok, hemodinamik tidak stabil, dan skor trauma yang berat (Davis et
al., 2006). Pada luka tembak, rekonstruksi mungkin susah dilakukan sehingga
dibutuhkan nefrektomi (Wright et al., 2006). Secara keseluruhan, perbaikan
berhasil dicapai pada 89 % dari unit ginjal dieksplorasi. Prinsip-prinsip
manajemen operasi yang sukses termasuk kontrol vaskular awal dan berbagai
teknik bedah. Penyelamatan ginjal setelah trauma utama dapat berhasil
dilakukan dengan aman (McAninch et al., 1990). Pada semua kasus,
direkomendasikan penggunaan drainase retroperitoneal untuk mengalirkan
kebocoran urin.
2) Manajemen Non- Operatif / Konservatif
Perbedaan dalam pengelolaan trauma tumpul dan penetrasi adalah hasil dari
ketidakstabilan yang lebih besar dari pasien setelah trauma tembus dan
kemungkinan lebih tinggi dari cedera tumpul parah setelah senjata api dan
luka tusuk (Vanni dan Wessels, 2011)
2.3.9 Komplikasi
Komplikasi dini terjadi dalam bulan pertama setelah injuri, dan dapat terjadi
perdarahan, infeksi, perinefrik abses, sepsis, fistula urinaria, hipertensi, extravasi
urinaria, dan urinoma. Adapun komplikasi yang tertunda, yaitu perdarahan,
hidronefrosis, pembentukan calculi, pyelonefritis kronik, hipertensi, arterivenous
fistula, pseudoaneurisma.
Perdarahan retroperitoneal yang tertunda, biasanya terjadi pada beberapa
minggu dari terjadinya injuri dan dapat mengancam jiwa. Embolisasi angiografik
yang selektif adalah pengobatan pilihan.

40
Pembentukan abses Perinephric biasanya dapat diatasi dengan drainase
perkutan. Manajemen perkutan memberikan risiko yang minimal pada kerusakan
ginjal dibandingkan re-operasi, yang dapat menyebabkan nephrectomy ketika
jaringan yang terinfeksi sulit untuk beregenerasi. Hipertensi dapat terjadi secara
akut sebagai akibat dari kompresi eksternal, karena hematoma perirenal dan
membuat jaringan ginjal iskemik.
Renin - yang dimediasi hipertensi dapat terjadi jangka panjang sebagai akibat
dari komplikasi; etiologinya termasuk trombosis arteri ginjal, trombosis arteri
segmental, dan fistula arteriovenosa. Arteriografi dapat memberi informasi dalam
kasus-kasus pasca-trauma hipertensi. Pengobatan diperlukan jika hipertensi tetap
ada dan mungkin termasuk manajemen medis, eksisi dari segmen iskemik, atau total
nephrectomy. Dalam waktu jauh lebih lama setelah trauma, hipertensi dapat tetap
ada karena perubahan patologis, yang menghasilkan jaringan ginjal iskemik dengan
kompresi atau stenosis dari arteri ginjal.
Ekstravasasi urin setelah dilakukan rekonstruksi pada ginjal sering reda tanpa
intervensi selama obstruksi saluran kemih dan infeksi biasanya tidak ada. Saluran
kemih, stenting retrograde dapat memperbaiki drainase dan memungkinkan
penyembuhan. Ekstravasasi urin yang persisten dari ginjal dinyatakan layak setelah
trauma tumpul sering merespon stent penempatan dan / atau drainase perkutan.
Fistula arteriovenosa biasanya hadir dengan onset hematuria yang tertunda secara
signifikan, paling sering setelah trauma . Embolisasi perkutan efektif untuk gejala
fistula arteriovenosa , tetapi yang lebih besar mungkin memerlukan pembedahan.
Hidronefrosis mungkin memerlukan koreksi bedah atau nephrectomy.
Perkembangan pseudoaneurysms adalah komplikasi yang jarang terjadi
setelah trauma ginjal tumpul. Dalam laporan kasus banyak, embolisasi transkateter
tampaknya menjadi solusi, minimal invasif dapat diandalkan. Kolik ginjal akut dari
rudal tetap merupakan komplikasi yang jarang dari cedera rudal ke perut dengan
rudal dipertahankan dan dapat dilakukan endoskopi. Komplikasi lain yang tidak
biasa, seperti obstruksi duodenum, merupakan hasil dari hematoma retroperitoneal
akibat trauma tumpul ginjal.

41
2.3.10 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mengendalikan hemoragi, nyeri dan


infeksi, untuk mempertahankan dan melindungi fungsi ginjal, dan untuk
mempertahankan drainase urin,
• Hematuria merupakan manifestasi yang paling umum, hematuria mungkin
tidak muncul atau terdeteksi hanya melalui pemeriksaan mikroskopik.
Sehingga urin yang dikumpulkan dan dikirimkan ke laboratorium untuk
dianalisis guna mendeteksi adanya sel darah merah dan untuk mengikuti
perjalan pendarahan. Kadar hematokrit dan hemoglobin dipantau dengan ketat
untuk melihat adanya hemoragi.
• Pantau adanya oliguria dan tanda syok hemoragik, karena cedera pedikel atau
ginjal yang hancur dapat menyebabkan eksanguinasi (kehilangan banyak
darah yang mematikan).
• Hematoma yang yang meluas dapat menyebabkan ruptur kapsul ginjal. Untuk
mendeteksi adanya hematoma, area disekitar iga paling bawah, lumbar
vertebra atas dan panggul, dan abdomen dipalpasi terasa nyeri tekan.
• Terabanya massa disertai nyeri tekan,bengkak dan ekimosis pada panggul atau
abdominal menunjukkan adanya hemoragi renal.
2.3.11 Pemeriksaan Diangnostik

Ada beberapa tujuan pemeriksaan diagnostik pada pasien yang dicurigai


menderita trauma ginjal, yaitu :

1. Klasifikasi beratnya trauma sehingga dapat dilakukan penenganan yang tepat


dan menentukan prognosisnya
2. Menyingkirkan keadaan ginjal patologis pre trauma
3. Mengevaluasi keadaan ginjal kontralateral
4. Mengevaluasi keadaan organ intra abdomen lainnya
a Plain Photo
Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom
retroperitoneaal atau ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada
tulang tampak fraktur prosesus transversalis vertebra atau fraktur
iga.(Donovan , 1994)

42
b. Intravenous Urography (IVU)
Pada trauma ginjal, semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus
dilakukan single shot high dose intravenous urography (IVU) sebelum
eksplorasi ginjal. Single shot IVU ini bersisi 2 ml/kgBB kontras standar 60%
ionic atau non ionic yang disuntikkan intra vena, diikuti satu pengambilan
gambar abdomen 10 menit kemudian. Untuk hasil yang baik sistol
dipertahankan diatas 90 mmHg. Untuk menghemat waktu kontras dapat
disuntikkan pada saat resusitasi awal. Keterbatasan pemeriksaan IVU adalah
tak bisa mengetahui luasnya trauma. Dengan IVU bisa dilihat fungsi kedua
ginjal, serta luasnya ekstravasasi urin dan pada trauma tembus bisa
mengetahui arah perjalanan peluru pada ginjal. IVU sangat akurat dalam
mengetahui ada tidaknya trauma ginjal. Namun untuk staging trauma
parenkim, IVU tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada pasien dengan
hemodinamik stabil, apabila gambaran IVU abnormal dibutuhkan pemeriksaa
lanjutan dengan Computed Tomography (CT) scan. Bagi pasien hemodinamik
tak stabil, dengan adanya IVU abnormal memerlukan tindakan eksplorasi.
c. CT Scan
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan.
Teknik noninvasiv ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan
ekstravasasi urin, mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran
dan lokasi hematom retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable
serta cedera terhadap organ sekitar seperti lien, hepar, pankreas dan kolon
(Geehan , 2003). CT scan telah menggantikan pemakaian IVU dan
arteriogram.Pada kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena secara
akurat dapat memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental.
Saat ini telah diperkenalkan suatu helical CT scanner yang mampu
melakukan imaging dalam waktu 10 menit pada trauma abdomen (Brandes ,
2003).
d. Arteriografi
Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka
arteriografi bisa memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama. Trombosis
arteri dan avulsi pedikel ginjal terbaik didiagnosis dengan arteriografi
terutama pada ginjal yang nonvisualized dengan IVU. Penyebab utama ginjal

43
nonvisualized pada IVU adalah avulsi total pedikel, trombosis arteri, kontusio
parenkim berat yang menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah
memang tidak adanya ginjal baik karena kongenital atau operasi
sebelumnya.(Mc Aninch , 2000)
e. Ultra Sonography (USG)
Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi
adanya laserasi ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah
ketidakmampuan untuk membedakan darah segar dengan ekstravasasi
urin, serta ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel dan infark
segmental. Hanya dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat
didiagnosis. Adanya fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta
obesitas membatasi visualisasi ginjal.(Brandes, 2003).

2.3.12 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
- Kaji mekanisme cedera yang mengenai ginjal
- Kaji keluhan nyeri secara PQRST
- Kaji ada riwayat penyakit ginjal pada masa sebelumnya yang dapat
memperburuk reaksi cedera.
- Kaji apakah ada riwayat penyakit lain seperti DM dan hipertensi
- Kaji pemakaian obat-obatan sebelumnya dan sesudah kemana saja
klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya
- Kaji pengaruh cedera terhadap respons psikologis klien
b. pengkajian
a) Pengkajian primer
a. Airway
- Kaji penyebab terjadinya obstruksi atau gangguan jalan nafas seperti
tersedak adanya benda asing
- Non obstruksi, kaji penyebab adanya trauma medula spinalis
b. Breathing
- Kaji penyebab adanya penurunan kesadaran
- Kaji penyebab adanya fraktur iga
- Kaji penyebab adanya cyanosis sentral sekitar mulut

44
c. Circulation
- Kaji penyebab adanya gangguan berhubungan dengan darah dan
pembuluh darah
- Kaji penyebab adanya perdarahan
- Kaji penyebab nadi tidak teratur
- Kaji penyebab CRT lebih dari 2 detik
- Kaji penyebab cyanosis perifer
- Kaji penyebab pucat

Neurologi
- Nilai GCS (E : M: V: )
- Kesadaran kuantitatif
d. Diasability
- Pupil isokor , anisokor
- Refleks cahaya
- Besar pupil
e. Exprosure
- Kaji adanya luka atau jejas
f. Folley catheter
- Pemasangan kateter
- Urine yang dikeluarkan
- Warna urine
c. Pemeriksaan fisik khusus
- Inspeksi :
Pemeriksaan secara umum,klien terlihat sangat kesakitan oleh adanya
nyeri.pada status lokasi biasanya didapatkan adanya jejas pada
pnggang atau punggung bawah,terlihat tanda ekimosis dan laserasi
atau luka di abdomen lateral dan rongga panggul.pemeriksaan urine
output didapatkan adanya hematuria.pada trauma rupture perikel,klien
sering kali dating dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma di
daerah pinggang yang makin lama makin besar
- Palpasi :

45
Didapatkan adanya massa pada rongga panggul,nyeri tekan pada
region kostovertebra.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan; ginjal b/d trauma
2. Nyeri akut b/d trauma
3. Gangguan eliminasi urine b/d trauma
4. Resiko hipertensi b/d infark parenkim renal
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnose keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Diagnosa Mempertahankan a. Kaji tanda- a. pengamatan
ketidakefektifan perfusi fungsi renal agar tanda vital tanda-tanda
jaringan; ginjal b/d maksimal b. Kaji daerah vital
trauma abdomen, dada membantu
dan punggung memutuskan
c. Berikan cairan tindakan
intra vena keperawatan
yang tepat
b. mengetahui
adanya
pembengkak
an, palpasi
massa,
edema,
ekimosis,
perdarahan
atau
ekstravasasi
urine.
c. hematuria
mengidentifi
kasi
perdarahan
renal.

46
2 Diagnosa nyeri b/d Nyeri dapat a. Kaji intensitas a. hasil
trauma terkontrol nyeri, pengkajian
perhatikan membantu
lokasi dan evaluasi
karakteristik derajat
b. Bedrest dan ketidak
atur posisi nyamanan
yang nyaman dan ketidak
bagi pasien efektifan
c. Anjurkan analgesik
pasien untuk atau
menghindari menyatakan
posisi yang adanya
menekan komplikasi
lumbal, b. posisi yang
daerah trauma nyaman
dapat
membantu
meminimalk
an nyeri.
c. nyeri akut
tercetus
panda area
ginjal oleh
penekanan.
3 Diagnosa Gangguan Eliminasi urine a. Monitor a. hasil
eliminasi urine b/d cukup atau kembali asupan dan monitoring
trauma normal keluaran urine memberikan
b. Monitor informasi
paralisis ileus tentang
(bising usus) fungsi ginjal
c. Amankan dan adanya
inspeksi, dan komplikasi.

47
bandingkan Contohnya
setiap infeksi dan
specimen perdarahan.
urine b. Gangguan
dalam
kembalinya
bising usus
dapat
mengindikas
ikan
adanya
komplikasi,
contoh
peritonitis,
obstruksi
mekanik.

c. berguna
untuk
mengetahui
aliran urine
dan
hematuria.
d. Lakukan
kateterisasi
bila
diindikasika
n
4 Diagnosa resiko Untuk a. Awasi denyut a. Takikardi
hipertensi b/d infark meminimalkan jantung, dan
parenkim ginjal resiko/ mencegah tekanan darah hipertensi
hipertensi dan CVP terjadi
b. Amati warna karena (1)

48
kulit, Kegagalan
kelembapan, ginjal untuk
suhu dan masa mengekskres
pengisian i urine, (2)
kapiler Perubahan
c. Berikan fase
lingkungan oliguria,dan
tenang dan atau (3)
nyaman Perubahan
panda
system
aldosteron
rennin-angio
tensin.
b. Adanya
pucat,
dingin, kulit
lembab dan
pengisian
kapiler
lambat
mungkin
berkaitan
dengan
vasokontriks
i.
c. Berikan
lingkungan
tenang dan
nyaman
d. Lingkungan
yang tenang
dan nyaman

49
membantu
menurunkan
ransang
simpatis ,
meningkatka
n relaksasi.

D. IMPLEMENTASI
Dalam tahap ini akan dilakukan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan intervensi/perencanaa yang telah dibuat.
E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai 3 alternatif dalam menemukan sejauh mana tujuan tercapai :
1. Berhasil : Perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal
yang ditetapkan di tujuan
2. Tercapai sebagian : Pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai : Pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang
diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.
2.4 Konsep Teori Laporan Pendahuluan KAD (Ketoasidosis Diabetic)
2.4.1 Pengertian
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik yang
ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan
olehdefisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merup
ak ankomplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami
dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. Ketoasidosis
diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai
dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Ketoasidosis diabetik
merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai gangguan

50
metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan
metabolisme yang paling serius
2.4.2 Epidemiologi
Walau tidak terdapat data epidemiologi mengenai ketoasidosis diabetik di
Indonesia, ketoasidosis diabetik umumnya terjadi pada penderita diabetes mellitus
tipe 2. Hal ini berbeda dengan kondisi global di mana ketoasidosis diabetik lebih
umum terjadi pada anak-anak dengan diabetes mellitus tipe 1.
1. Global

Sekitar 65.000 anak-anak di bawah usia 15 tahun mendapatkan


diabetes tipe 1 tiap tahun. Sekitar 80% dari anak-anak tersebut mengalami
ketoasidosis diabetik. Prevalensi ketoasidosis diabetik pada balita adalah
36% dan pada anak >14 tahun adalah 16%. Tidak ada perbedaan jenis
kelamin dan etnik.

2. Indonesia

Di Indonesia, tidak terdapat data epidemiologi terkait ketoasidosis


diabetik. Walau demikian, prevalensi diabetes mellitus tipe 1 yang lebih
rendah dibandingkan global menyebabkan prevalensi ketoasidosis diabetik
diduga lebih rendah di Indonesia. Ketoasidosis diabetik di Indonesia
umumnya terjadi pada pasien diabetes mellitus tipe 2.
3. Mortalitas

Pada pasien diabetes dengan usia di bawah 30 tahun, ketoasidosis


menyebabkan 50% dari seluruh kematian yang berhubungan dengan
diabetes. Pada anak usia <10, tingkat mortalitas ini meningkat hingga
70%.
2.4.3 Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah di ketahui DM sebelumnya 80% dapat
dikenali adanya factor pencetus. Mengatasi factor pencetus ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang. Tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi

51
2. Keadaan sakit atau infeksi
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosa dan
tidak diobati .
Beberapa penyebab terjadinya KAD yaitu :

1. Infeksi : pneumonia, infeksi tractus urinarius, dan sepsis. Diketahui


bahwa jumlah sel darah putih mungkin meningkat tanpa indikasi yang
mendasari infeksi.
2. Ketidakpatuhan : karena ketidak patuhan dalam dosis
3. Pengobatan : onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat
4. Kardiovaskuler : infark miokardium
5. Penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis, kehamilan, pengobatan
kortikosteriod and adrenergic.
2.4.4 Tanda dan Gejala
Seorang dengan ketoasidosis diabetic (KAD) akan menunjukkan berbegai gejala,
seperti :
a. Poliuria (sering berkemih)
b. Polidipsi
c. Penglihatan kabur
d. Lemah
e. Sakit kepala
f. Hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg atau >
pada saat berdiri)
g. Anoreksia, Mual, Muntah
h. Nyeri abdomen
i. Hiperventilasi
j. Perubahan status mental (sadar, letargik, koma)
k. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
l. Terdapat keton di urin
m. Nafas berbau aseton
n. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotik
o. Kulit kering
p. Keringat
q. Kusmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolic

52
2.4.5 Penatalaksanaan Medis KAD

Tujuan penatalaksanaan :

1. Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan dehidrasi).


2. Menghentikan ketogenesis (insulin),
3. Koreksi gangguan elektrolit.
4. Mencegah komplikasi,
5. Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
Airway dan Breathing

Oksigenasi / ventilasi

Jalan napas dan pernapasan tetap prioritas utama. Jika pasien dengan
kesadaran / koma (GCS<8) mempertimbangkan intubasi dan ventilasi. Pada
pasien tsb sementara saluran nafas dapat dipertahankan oleh penyisipan
Gueel’s saluran napas. Pasang oksigen melalui maskerHudson atau non-
rebreather masker jika ditunjukkan. Masukkan tabung nasogastrik dan biarkan
drainase jika pasien telah muntah berulang. Airway, pernafasan dan tingkat
kesadaran harus dimonitor disemua treatment DKA. Circulation Penggantian
cairan. Sirkulasi adalah prioritas kedua. DKA pada pasien yang menderita
dehidrasi berat bisa berlanjut pada shock hipovolemik. Oleh sebab itu, cairan
pengganti harus dimulai segera. Cairab resusitasi bertujuan untuk mengurangi
hiperglikemia, hyperosmolality, dan counterregulatory hormone, terutama
dalam beberapa jam pertama, sehingga mengurangiresistensi terhadap insulin.
Teraoi insulin paling efektif jika didahului dengan cairan awal dan
penggantian elektrolit. Deficit cairan tubuh 10% dari berat badan total maka
lebih dari 6 liter cairan mungkin harus diganti. Resusitasi cairan segera
bertujuan untuk mengembalikan volume intravascular dan memperbaiki
perfusi ginjal dengan solusi kristaloid, koloid dan bisadigunakan jika pasien
dalam syok hipovolemik. Normal saline (NaCI 0,9%) yang paling sesuai.
Iddealnya 50% dari total defisit air tubuh harus diganti dalam 8 jam pertama
dan 50% lain dalam 24 jam berikutnya. Hati-hati pemantauan status
hemodinamik secara teliti (pada pasien yang tidak stabil 15 menit, fungsi
ginjal, status mental dan kesimbangan cairan diperlukan untuk menghindar
overload cairan.

53
2.4.6 Patofisiologi
Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi metabolic yang disebabkan oleh
DM tipe 1. Dimana apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami
hiperglikemiadan glukosuria berat, penurunan liposgenesis, peningkatan lipolisi dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton
(asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton). Peningkatan produksi ketonmeningkatkan
beban ion hydrogen dan asidosis metabolic. Glukosuria dan ketonuria yang jelas
juga dapat mengakibatkan dieresis osmotic dengan hasil akhir dehidrasi dan
kehilangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akhirnya akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien mengalami koma dan
meninggal. Koma dan kematian akibat KAD saat ini jarang terjadi, karena pasien
maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi komplikasi ini ini dan
pengobatan KAD dapat dilakukan sedini mungkin. (Price, 2006)
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, system homeostasis
tubuh terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga
terjadi hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan konsentrasi
hormone kontra regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormone lipase sensitive
pada jaringan lemak. Akibatnya lipolisis meningkat sehingga terjadi peningkatan
produksi benda keton oleh sel hati dapat menyebabkan metabolic asiodosis
(Sudoyo, 2009).

54
WOC

DM tipe 1 dan 2 Stres

Glukosa >> Menstimulasi hormone kontra


regulasi (epinefrin)

Insulin
Pembentukan benda-
benda keton

Kekacauan
metabolic

KAD (ketoasidosis
diabetic)

Glukosa Respirasi Nutrisi


Insulin

Akumulasi produksi Insulin


Glukoneogenesis benda keton

Asidosis metabolic Hipermetabolisme


Asidosis

Diuresis osmotic Perubahan perfusi Gangguan transfor


jaringan glukosa ledalam sel

Dehidrasai Volume sirkulasi Pemecahan lemak dan


tidak adekuat protein

Hipovolemia Ketidakseimbangan
Pernapasan Pengisian Kapiler nutrisi : kurang dari
Kusmaul tidak adekuat, kebutuhan tubuh
CRT >3 detik
Turgor kulit jelek,
mukosa bibir kering Sesak

Kekurangan
Ketidak efektifan
volume cairan
pola napas

55
2.4.7 Klasifikasi
KAD diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya asidosis dan di bagi menjadi :
a. KAD ringan : pH < 7.3 atau HCO3 < 15 mEq/L
b. KAD sedang : pH <7,2 atau HCO3 < 10 mEq/L
c. KAD berat : pH < 7,1 atau HCO3 < 5 mEq/L
2.4.8 Manifestasi Klinis
Sesuai dengan patofisiologi KAD, maka pada pasien KAD di jumpai kadar
gula darah tinggi (>240mg/dl), banyak buang air kecil sehingga dapat dehidrasi,
keadaan umum lemah, pernafasan cepat dan dalam (kussmul), berbagai derajat
dehidrasi (turgor kulit jelek, lidah dan bibir kering), kadang-kadang disertai
hivolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak terlalu mudah tercium,
muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada KAD anak
(Sudoyo, 2009).
Disamping itu, pasien dapat mengalami penglihatan yang kabur, kelemahan
dan sakit kepala. Pasien dengan penurunan volume introcular yang nyata akan
menderita hopitesis ortostatik. Perubahan status mental pada ketoasidosis diabetic
bervariasi antara pasien yang satu dengan yang lainny. Pasien dapat terlihat sadar,
mengantuk (lethargi) atau koma (Brunner& Suddarth, 2002).
2.4.9 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan pada ketoasidosis diabetik
mencakup kesadaran pasien, tanda vital, tanda umum lainnya, dan status hidrasi.
Kesadaran
Penurunan kesadaran bervariasi, tergantung dari beratnya ketoasidosis
diabetik. Pada keadaan dehidrasi berat atau asidosis, pasien dapat mengalami koma.
Nilai kesadaran pasien menggunakan Glasgow Coma Scale.
1. Tanda Vital
Tanda vital yang berkaitan dengan ketoasidosis diabetik adalah takikardia,
takipnea, hipotensi, dan hipotermia. Demam dapat terjadi pada ketoasidosis
yang disebabkan oleh infeksi.
2. Tanda Umum Lain
Tanda umum lain yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan fisik adalah tanda
dehidrasi seperti membran mukosa yang kering dan penurunan turgor,
penurunan refleks, serta tanda khas berupa bau nafas ketotik (bau nafas
seperti aseton).

56
3. Status Hidrasi
Penilaian tingkat hidrasi adalah sebagai berikut:
▪ Nil atau ringan: < 4%, biasanya tidak tampak tanda klinisnya

▪ Moderat: 4%-7%, dehidrasi mudah dideteksi, yaitu turgor kulit menurun,


pengisian kembali pembuluh darah kapiler buruk

▪ Berat: >7%, perfusi jaringan buruk, nadi cepat, tekanan darah menurun
sebagai tanda-tanda pasien mengalami syok

2.4.10 Pemeriksaan diagnosis


1. Analisa Darah
a. Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
b. pH rendah (6,8 -7,3)
c. PCO2 turun (10 – 30 mmHg)
d. HCO3 turun (<15 mEg/L)
e. Keton serum positif, BUN naik
f. Kreatinin naik
g. Ht dan Hb naik
h. Leukositosis
i. Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
2. Elektrolit

a. Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan
yang hilang (dehidrasi).
b. Fosfor lebih sering menurun
c. Urinalisa
d. Leukosit dalam urin
e. Glukosa dalam urin
3. EKG gelombang T naik

4. MRI atau CT-scan

5. Foto toraks

57
2.4.11 Diagnosis Ketoasidosis Diabetik

Langkah pertama yang harus diambil pada pasien KAD terdiri dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama memperhatikan patensi jalan
napas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status hidrasi. Langkah-
langkah ini harus dapat menentukan jenispemeriksaan laboratorium yang harus
segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan segera dapat dimulai tanpa adanya
penundaan. Meskipun gejala DM yang tidak terkontrol mungkin tampak dalam
beberapa hari, perubahan metabolic yang khas untuk KAD biasanya tampak
dalam jangka waktu pendek (<24 jam). Umunya penampakan seluruh gejala dapat
tampak atau dokter dan para medis yang bertugas. Terdapat banyak sekali
pedoman penatalaksanaan KAD pada literature kedokteran, dan hendaknya semua
itu tidak diikuti secara ketat sekali dan disesuaikan dengan kondisi penderita.
Dalam menatalaksana penderita KAD setiap rumah sakit hendaknya memiliki
pedoman atau disebut sebagai integrated care pathway. Pedoman ini harus
dilaksanakan sebagaimana mestinya dalam rangka mencapai tujuan terapi. Studi
terakhir menunjukkan sebuah integrated care pathway dapat memperbaiki hasil
akhir penatalaksanaan KAD secar signifikan.Keberhasilan penatalaksanaan KAD
membutuhkan koreksi dehidrasi, hiperglikemia, asidosis dan kelainan elektrolit,
identifikasi faktor presipitasi komorbid, dan yang terpenting adalah pemantauan
pasien terus menerus.

2.4.12 Therapy
1. Cairan
Pasien penderita KAD baisanya mengalami depresi cairan yang hebat.
NaCl 0,9% diberikan 500-1000 ml/Jm selama 2-3 jam. Pemberian cairan
normal salin hipotonik (0,45%) dapat digunakan pada pasien-pasien yang
menderita hipertensi atau hipematremi atau yang beresiko mengalami gagal
jantung kongestif. Infus dengan kecepatan sedang hingga tinggi (200-500
ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam selanjutnya.
2. Insulin
Insulin intravena paling umum dipergunakan. Insulin imtramuskular adalah
alternatif bila pompa infus tidak tersedia atau bila akses vena mengalami
kesulitan, misalnya pada anak-anak kecil. Asidosis yang terjadi dapat diatasi
melalui pemberian insulin yang akan menghambat pemecahan lemak sehingga

58
menghentikan pembentukan senyawa-senyawa yang bersifat asam. Insulin
diberikan melalui infus dengan kecepatan lambat tapi kontinu (missal 5
unit/jam). Kadar glukosa harus diukur tiap jam. Dektrosa ditambahkan
kedalam cairan infus bila kadar glukosa darah mencapai 250 -300 mg/dl untuk
menghindari penurunan kadar glukosa darah yang terlalu cepat.
3. Potassium
Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua pasien
penderita KAD mengalami depresi kalium tubuh yang mungkin terjadi secara
hebat. Input saline fisiologi awal yang tinggi yakni 0,9% akan pulih Kembali
selama deficit cairan dan elektrolit pasien semakin baik. Insulin intravena
diberikan melalui infus kontinu dengan menggunakan pompa otomatis, dan
suplemen potassium ditambahkan kedalam regimen cairan. Bentuk
penanganan yang baik atas seorang pasien penderita KAD (Ketoasidosis
diabetic) adalah melalui monitoring klinis dan biokimia yang cermat.
2.4.13 Komplikasi
1) Ginjal diabetic (Nefropati Diabetik)
Ginjal diabetic dapat dideteksi cukup dini. Bila penderita mencapai
stadium nefrotik diabetic , didalam air kencingnya terdapat protein. Dengan
menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun
waktu yang lama penderita nefropati diabetic akan berakhir dengan gagal
ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati diabeti bisa
menimbulkan gagal jantung kongestif.
2) Kebutan (Retinopati Diabetik)
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berkhir dengan kebutaan. Tetapi
bila tidak terlambat dan segera di tangani secara dini dimana kadar glukosa
darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa normal Kembali.
3) Syaraf (Neuropati Diabetik )
Neoropati diabetic adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita bisa
stress, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat dirasakan
(mati rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak merasa bila
kakinya terluka. Dengan demikian luka kecil cepat menjadi besar dan tidak
jarang harus berakhir dengan amputasi.
4) Kelainan jantung

59
Terganggungnya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetes mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung
akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan penyebab
kematian mendadak. Selain itu terganggunya saraf otonom yang tidak
berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya timbul rasa
sesak, bengkak, dan lekas lelah.
5) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul mulai dari
rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6) Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi
yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah merangsang
saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetaapi
juga mereka yang masih berusia 35-40 tahun. Pada tingkat yang lebih lanjut,
jumlah sperma yang ada menjadi sedikit atau bahkan hampir tidak ada sama
sekali. Ini terjadi karena sperma masuk ke dalam kandung seni (ejaculation
retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan mengalami
kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi keluhan ini
penderita menggunakan obat-obatan yang mengandung hormon yang
bertujuan menigkatkan kemampuan seksualnya. Karena obat-obatan hormone
tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang sebenarnya kondisinya
masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel produksi hormon akan
menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan seksual tidak banyak
dikeluhkan.
Walau demikian diabetes mellitus mempunyai pengaruh jelek pada
proses kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah mengalami
keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-turut, berat bayi
sat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang berlebihan, bayi lahir
mati atau cacat dan lainnya.

60
7) Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glukosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetisi juga lenih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan
pembuluh darah kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatif syaraf
akan mengirimkan sinyal ke otak untuk menambah tekanan darah.
8) Komplikasi lainnya
Selain komplikasi yang disebutkan diatas, masih terdapat beberapa
komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut, misalnya :
1. Gangguan pada saluran pencernaan akibat kelainan urat saraf. Untuk
makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
2. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada
dasarnya karena kurangnya perawatan pada rongga mulut, gigi dan
gusi, sehingga bila terkena penyakit akan sulit penyembuhannya.
3. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita
diabetes mellitus lebih mudah terserang infeksi
2.4.14 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada
penderita gagal ginjal kronik menurut Prabowo (2014) dan Le Mone &
Burke (2016) :
a) Anamnesa
1) Biodata
Tidak ada spesifik khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun
laki-laki sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan
pekerjaan dan pola hidup sehat.
2) Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit
sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urin output yang
menurun dari oliguria- anuria, penurunan kesadaran karena
komplikasi pada sistem sirkulasi- ventilasi, anoreksia, mual dan
muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus.
3) Riwayat kesehatan

61
Keluhan anoreksia, mual, kenaikan berat badan, atau edema,
penurunan output urin, perubahan pola napas, perubahan fisiologis
kulit dan bau urea pada napas.
4) Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit terdahulu seperti penyakit ISK, payah
jantung, penggunaan obat-obat berlebihan, diabetes melitus,
hipertensi atau batu saluran kemih.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun,
sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit
ini. Namun pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki
pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena
penyakit tersebut bersifat herediter.
6) Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jka klien memiliki
koping adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya
perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami
perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa.
7) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue),
tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada
pemeriksaan TTV sering didapatkan RR meningkat (Tachypneu),
hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi.
8) Sistem pernafasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi
asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan
mengalami patalogis gangguan. Pola napas akan semakin cepat dan
dalam sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan
ventilasi(Kusmaul)
9) Sistem hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat.
Selain itu, biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT >3
detik, palpitasi jantung, chest pain, dyspnue, gangguan irama
jantung dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin

62
parah jika zat sisa metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena
tidak efektif dalam eksresinya. Selain itu, pada fisiologi darah
sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin.
10) Sistem neuromuskuler
Penurunan kesadaran terjadi jika telah mengalami hiperkarbic
dan sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan
kognitif dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal
kronis.
11) Sistem kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal
ginjal kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang
tinggi diatas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume
vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air
sehingga akan meningkatkan bebanjantung.
12) Sistem endokrin
Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal
ginjal kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena
penurunan hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal
kronis berhubungan dengan penyakit diabetes militus, makan akan
ada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada
prosesmetabolisme.
13) Sistem perkemihan
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks
(filtrasi, sekresi, reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang
paling menonjol adalah penurunan urin output < 400 ml/hr bahkan
sampai pada anuria
14) Sistem pencernaan
Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari
penyakit (stress effect). Sering ditemukan anoreksia, mual, muntah
dan diare.
15) Sistem muskuloskeletal
Dengan penurunan/ kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka
berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko
terjadinya osteoporosis tinggi.

63
b) Pemeriksaan fisik
1) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi
lemah, disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.
2) Kepala
• Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan
kabur, edema periorbital.
• Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
• Hidung : pernapasan cuping hidung
• Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia,
mual, muntah serta cegukan, peradangan gusi.
3) Leher : pembesaran vena leher.
4) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan
dangkal dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis,
edema pulmoner, friction rubpericardial.
5) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
6) Genital : atropi testikuler, amenore.
7) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam
serta tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
foot drop, kekuatanotot.
8) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu,
mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan
rapuh, memar (purpura), edema.
Derajat edema:
- Derajat I: Kedalamannya 1-3 mm dengan waktu kembali 3
detik.
- Derajat II: Kedalamannya 3-5 mm dengan waktu kembali 5
detik.
- Derajat III: Kedalamannya 5-7 mm dengan waktu kembali
7 detik.
- Derajat IV: Kedalamannya 7 mm dengan waktu kembali 7
detik.
-

64
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisien volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuab mengabsorpsi nurien
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC) RASIONAL
1. Defisien Tujuan : setelah NIC : Manajemen elektrolit 1. Untuk mengatasi
volume cairan dilakukan asuhan cairan dehidrasi yang
berhubungan keperawatan 1x24 dialami psaien
1. Tingkatkan intake/
dengan jam diharpkan : 2. Untuk
asupan cairan peroral
kehilangan NOC label : mengetahui
2. Monitor tanda-tanda
cairan aktif Hidrasi perubahan tanda-
vital yang sesuai
tanda vital
1. Turgor kulit 3. Jaga pencatatan
pasien
2. Penurunan intake/ asupan dan
3. Menganaliasi
tekanan output yang akurat
intake cairan
darah 4. Pastikan bahwa
untuk mengatur
3. Intake larutan intravena yang
keseimbangan
cairan mengandung eletrolit
cairan pasien
diberikan dengan
4. Untuk
aliran yang konstan
mengetahui
dan sesuai
respon/ keadaan
5. Monitor respon pasien
setelah terapi
terhadap terapi
diberikan
elektrolit yang
5. Agar kondisi
diberikan
pasien tepantau
6. Konsultasikan kepada
jika memburuk
dokter jika tanda dan
atau tidak
gejala ketidak
mengalami
seimbangan eletrolit
perubahan
menetap atau
6. untuk

65
memburuk mengetahui
7. Instrusikan pasien dan tidakan yang
keluarga mengenai dilakukan
tindakan hidrasi terhadap kondisi
dehidrasi

2. Ketidakefektifa Tujuan : setelah NIC : Manajemen Jalan Nafas 1. Untuk


n pola nafas dilakukan asuhan mengurangi
1. Buka jalan nafas
berhubungan keperawatan 1x24 sesak yang
dengan Teknik chin
dengan jam diharpkan dialami pasien
lift jaw thrust, sebagai
gangguan NOC lebel : Status 2. Untuk
mana mestinya
muskuloskeleta Pernapasan: meningkatkan
2. Posisikan pasien untuk
l Kepatenan Jalan ventilasi alveoli
memaksimalkan
Nafas 3. Untuk
ventilasi
mengetahui
1. Frekuensi 3. Identifikasi kebutuhan
kebutuhan
pernafasan actual/ potensial
aktual/potensial
2. Irama pasien untuk
pasien.
pernafasan memasukkan alat
4. Agar tidak
3. Kedalaman membuka jalan nafas
adanya suara
inspirasi 4. Lakukan fisioterapi
tambahan.
dada, sebagaimana
5. Agar udara dan
mestinya
oksigen normal.
5. Auskultasi suara
6. Agar pasien
nafas, catat area yang
nyaman untuk
ventilasinya menurun
bernafas dan
atau tidak ada dan
tidak mengalami
adanya suara
sesak nafas.
tambahan.
7. Agar status
6. Kelola udara atau
pernapasan dan
oksigen yang
oksigenasi klien
dilembabkan,
normal.
sebgaimana mestinya

66
7. Regulasi asupan cairan
untuk
mengoptimalkan
keseimbangan cairan
8. Posisikan untuk
meringankan sesak
nafas
9. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi,
sebagaimana mestinya
3. Ketidakseimba Tujuan : setelah NIC : Manajemen Nutrisi 1. Agar asupan
ngan nutrisi : dilakukan asuhan makanan secara
1. Tentukan status gizi pasien
kurang dari keperawatam 1x24 oral klien baik
dan kemampuan untuk
kebutuhan jam diharpkan
memenuhi kebutuhan gizi. 2. Agar asupan
tubuh NOC lebel : Status
cairan secara
berhubungan Nutrisi : Asupan 2. Identifikasi adanya alergi
oral klien baik
dengan Makanan dan atau intoleransi makanan
ketidakmampu Cairan yang dimiliki pasien 3. Agar asupan
ab nutrisi parenteral
1. Asupan 3. Tentukan jumlah kalori dan
mengabsorpsi klien baik
makanan jenis nutrisi yang
nurien
secara oral dibutuhkan untuk 4. Agar asupan

2. Asupan memenuhi persayatan gizi makanan klien

cairam terkontrol.
4. Anjurkan pasien terkait
secara oral
dengan kebutuhan diet
3. Asupan
untuk kondisi sakit
nutrisi
parenteral 5. Anjurkan pasien terkait
dengan kebutuhan makanan
tertentu berdasarkan
perkembangan atau usia

6. Monitor kecenderungan

67
terjadinya penurunan dan
kenaikan berat badan

7. Berikan arahan, bila


diperlukan

D. IMPLEMENTASI
Dalam tahap ini akan dilakukan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan intervensi/rencana keperawatan yang telah dibuat.

E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai 3 alternatif dalam menemukan sejauh mana tujuan tercapai :
1. Berhasil : Perilaku pasien sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan
2. Tercapai sebagian : Pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai : Pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku
yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.

68
BAB III
LAPORAN KASUS DAN PERBEDAAN KASUS DENGAN TEORI

3.1 Perbedaan Teori dan Kasus Ketoasidosis Diabetik


Berdasarkan teori, Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut
diabetes melitus yang ditandai dengan dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat insulin dan disertai
gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak. Keadaan ini merupakan
gangguan metabolisme yang paling serius.
Berdasarkan kasus dilapangan, klien mengeluh sesak nafas, mual, muntah, dan
mengalami peningkatan rasa haus. Dari kasus yang kami angkat terdapat 3 diagnosa
keperawatan.
3.2 Perbedaan Teori dan Kasus Gagal Ginjal
Berdasarkan teori, Gagal ginjal secara bertahap CKD didefinisikan sebagai kondisi
dimana ginjal melakukan penurunan fungsi kemampuan tubuh gagal ginjal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan dan keseimbangan elektrolit.
Berdasarkan kasus dilapangan, lien mengalami pembengkakan pada kaki, mual,
muntah dan kurangnya pengetahuan tentang risiko gejala penyakit yang dialami. Dari
kasus ini kami mengangkat 3 diagnosa keperawatan.

69
Laporan Kasus
Asuhan Keperawatan Pada Ny. W dengan Diagnosa Medis Ketoasidosis Diabetik
di Singaraja pada tanggal 07-10 Maret 2021

PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (UGD)


Tgl/ Jam : 7 Maret 2021/09.00 wita No. RM :
Triage: Diagnosis Medis: Ketoasidosis Diabetik
Transportasi : Ambulan/Mobil Pribadi/ Lain-lain … …
Nama : Ny.W Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 45 Alamat : Singaraja
IDENTITAS

Agama : Hindu Status Perkawinan : Kawin


Pendidikan : SMA Sumber Informasi : Klien dan suami
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga Hubungan : suami
Suku/ Bangsa : Bali/Indonesia

Keluhan Utama : pasien mengalami peningkatan rasa haus, mengeluh


sakit kepala, mengeluh mual dan muntah, sesak dan terkadang pandangan agak kabur

Mekanisme Cedera (Trauma) : -


RIWAYAT SAKIT & KESEHATAN

Sign/ Tanda Gejala : Lemas dan lelah, Mual dan muntah, Tugor kulit
buruk

Allergi : Tidak ada

Medication/ Pengobatan :

Past Medical History : Diabetes

Last Oral Intake/Makan terakhir :


Event leading injury :

70
Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing
 Tidak Ada
AIRWAY

 Muntahan  Darah  Oedema


Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor Tidak ada
Keluhan Lain: ... ...
Masalah Keperawatan:
Nafas :  Spontan  Tidak Spontan
Gerakan dinding dada:  Simetris  Asimetris
Irama Nafas :  Cepat  Dangkal  Normal
Pola Nafas : Teratur  Tidak Teratur
Jenis :  Dispnoe  Kusmaul  Cyene Stoke
 Lain… …
BREATHING

Suara Nafas : Vesikuler  Stidor  Wheezing  Ronchi


Sesak Nafas :  Ada Tidak Ada
Cuping hidung  Ada  Tidak Ada
Retraksi otot bantu nafas :  Ada  Tidak Ada
Pernafasan :  Pernafasan Dada  Pernafasan Perut
RR : 12-20 x/mnt
Keluhan Lain: … …
Masalah Keperawatan: Pola nafas tidak efektif
Nadi :  Teraba  Tidak teraba  N:60-100 x/mnt
Tekanan Darah :120/80 mmHg
Pucat :  Ya  Tidak
Sianosis :  Ya  Tidak
: < 2 detik > 2 detik
CIRCULATION

CRT
Akral :  Hangat  Dingin  S: 36,7C
Pendarahan :  Ya, Lokasi: ... ... Jumlah ... ...cc  Tidak ada
Turgor :  Elastis  Lambat
Diaphoresis: Ya Tidak
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan:  Diare  Muntah  Luka bakar
Keluhan Lain: ... ...
Masalah Keperawatan: defisien volume cairan

71
Kesadaran:  Composmentis  Delirium  Somnolen  Apatis  Koma
GCS :  Eye 4  Verbal 5  Motorik 6
Pupil :  Isokor  Unisokor  Pinpoint  Medriasis
DISABILITY

Refleks Cahaya:  Ada  Tidak Ada


Refleks fisiologis:  Patela (+)  Lain-lain … …
Refleks patologis : Babinzky (+) Kernig (+/-)  Lain-lain ... ..
Kekuatan Otot :
Keluhan Lain : … …
Masalah Keperawatan:

Deformitas :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...


Contusio :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...
Abrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...
EXPOSURE

Penetrasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...


Laserasi :  Ya  Tidak  Lokasi ... ...
Edema :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
Luka Bakar :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
Grade : ... ... %
Jika ada luka/ vulnus, kaji:
Luas Luka : ... ...
Warna dasar luka: ... ...
Kedalaman : ... ...
Lain-lain : ... ...
Masalah Keperawatan:
Monitoring Jantung :  Sinus Bradikardi  Sinus Takikardi
INTERVENSI

Saturasi O2 : … …%
FIVE

Kateter Urine :  Ada Tidak


Pemasangan NGT :  Ada, Warna Cairan Lambung : ... ...  Tidak
Pemeriksaan Laboratorium : (terlampir)

72
Lain-lain: ... ...
Masalah Keperawatan:
Nyeri :  Ada  Tidak
Problem : ... ...
GIVE COMFORT

Qualitas/ Quantitas : ... ...


Regio : ... ...
Skala : ... ...
Timing : ... ...
Lain-lain : ... ...
Masalah Keperawatan:
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)
Kepala dan wajah :
a. Kepala: normocephalic dan simetris.
b. Wajah : Wajah klien tampak halus tanpa adanya nodul atau massa.
c. Mata: bola mata cekung
d. Hidung: Hidung tampak simetris, lurus
HEAD TO TOE

e. Mulut : Bibir klien berwarna agak pucat, kering, simetris


f. Telinga : bersih, pendengaran baik
Leher : Otot leher berukuran sama. Klien menunjukkan gerakan
kepala yang terkoordinasi dan mulus tanpa rasa tidak nyaman.
Dada : Dinding dada utuh
Abdomen dan Pinggang : abdomen memiliki kontur simetris. Ada gerakan simetris
yang disebabkan terkait dengan respirasi klien.
Pelvis dan Perineum : Simetris
Ekstremitas : Ekstremitas memiliki ukuran dan panjang yang simetris.
Masalah Keperawatan:
Jejas :  Ada  Tidak
POSTERIOR SURFACE

Deformitas :  Ada  Tidak


INSPEKSI BACK/

Tenderness :  Ada  Tidak


Crepitasi :  Ada  Tidak
Laserasi :  Ada  Tidak
Lain-lain : ... ...
Masalah Keperawatan:

73
ANALISA DATA
Nama : Ny. W No. RM :-
Umur : 45 tahun Dx Medis : Ketoasidosis Diabetik
Ruang rawat :- Alamat : Singaraja

NO. DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM

1. DS : Kekurangan insulin Pola napas tidak


efektif
a. Pasien mengeluh sulit
bernapas Pemecahan lemak
b. Pasien mengeluh sakit meningkat
kepala
c. Pasien mengeluh
penglihatan agak kabur Pemecahan lemak
DO : menjadi asam lemak
bebas dan gliserol
a. Takikardia
b. Frekuensi pernapasan
meningkat (30x/menit) Asam lemak bebas akan
c. Sesak diubah menjadi badan
keton oleh hati

Asidosis

Respirasi meningkat

Pola napas tidak efektif

2. DS : Kekurangan insulin Defisien volume


cairan
a. Pasien mengeluh
mengalami peningkatan Dipakainya jaringan
rasa haus lemak untuk memenuhi

74
b. Pasien mengeluh mual kebutuhan energi
dan muntah
DO :
Maka akan terbentuk
a. Kulit dan mukosa bibir keton glikosuria
kering
b. Turgor kulit buruk
Glikosuria akan
menyebabkan diuresis
osmotik yang
menimbulkan kehilangan
air dan elektrolit seperti
sodium, potasium,
kalsium, magnesium,
fosfat dan klorida

Defisien volume cairan

3. DS : Kekurangan insulin Perubahan


nutrisi kurang
a. Pasien mengeluh
dari kebutuhan
mengalami peningkatan Dipakainya jaringan
tubuh
rasa haus lemak untuk memenuhi
b. Pasien mengeluh mual kebutuhan energi
dan muntah
DO :
Menurunnya transport
a. Kulit kering
glukosa kedalam jaringan
b. Turgor kulit buruk
tubuh
c. Penurunan berat badan

Menimbulkan
hiperglikemia yang
meningkatkan glikosuria

75
Menimbulkan kehilangan
air dan elektrolit

Ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral,
status hipermetabolisme

Perubahan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN


BERDASARKAN YANG MENGANCAM JIWA ABCDE)

1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan asidosis dan respirasi yang meningkat
2. Defisien volume cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebih : muntah dan
pembatasan intake akibat mual
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral

76
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Inisial Klien : Ny. W
Ruangan :-
No.RM :-

Hari, tgl, Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan Pa


jam Keperawatan raf

NOC NIC Rasional

Senin, 8 Pola napas tidak Setelah dilakukan tindakan NIC : Terapi Oksigen 1. Untuk mengurangi
Maret 2021 efektif berhubungan keperawatan selama 2x24 1. sesak yang dialami
Siapkan peralatan oksigen
pukul dengan asidosis dan jam, pasien mampu : pasien
dan berikan melalui sistem
09.00 wita respirasi yang 1. Status pernapasan : 2. Untuk mengetahui
humidifier
meningkat kepatenan jalan napas aliran oksigen klien
2. Monitor aliran oksigen
Pastikan penggantian masker 3. Untuk
3.
menghindarkan dari
Dengan Kriteria Hasil : oksigen/kanul nasal setiap
terkontaminasinya
kali perangkat diganti
1. Frekuensi pernapasan
masker oksigen
4. Sediakan oksigen ketika
dalam batas normal
4. Untuk pertolongan
pasien dibawa/dipindahkan
2. Tidak sesak
pertama apabila tiba-
tiba terjadi
ketidakefektifan pola

77
napas
Senin, 8 Defisien volume Setelah dilakukan tindakan NIC : Manajemen 1. Untuk meningkatkan
Maret 2021 cairan berhubungan keperawatan selama 2x24 elektrolit/cairan jumlah cairan dalam
pukul dengan pengeluaran jam, pasien mampu : tubuh
1. Berikan cairan yang sesuai
09.00 wita cairan berlebih : 1. Keseimbangan cairan intake/asupan 2. Untuk memudahkan
2. Tingkatkan
muntah dan pemberian cairan
cairan per oral
pembatasan intake Dengan Kriteria Hasil : melalui infus
3. Jaga infus intravena yang
akibat mual 3. Untuk mengetahui
tepat
1. Kulit dan mukosa bibir
adanya tanda gejala
4. Pantau adanya tanda dan
baik
kekurangan cairan
gejala retensi cairan
2. Turgor kulit baik
5. Monitor kehilangan cairan
(muntah)

Senin, 8 Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan NIC : Manajemen Nutrisi 1. Untuk mengetahui
Maret 2021 kurang dari kebutuhan keperawatan selama 2x24 1. adakah alergi
Identifikasi adanya alergi
pukul tubuh berhubungan jam, pasien mampu : makanan terhadap
atau intoleransi makanan
09.00 wita dengan 1. Status pasien
yang dimiliki pasien
ketidakcukupan nutrisi : 2. Untuk mengetahui
2. Tentukan jumlah kalori dan
insulin, penurunan asupan berapa kalori dan
jenis nutrisi yang dibutuhkan
masukan oral nutrisi untuk memenuhi persyaratan jenis nutrisi apa
yang dibutuhkan

78
gizi pasien
3. Ciptakan lingkungan yang 3. Lingkungan yang
Dengan Kriteria Hasil :
optimal pada saat baik dapat
1. Turgor kulit baik
mengkonsumsi makanan meningkatkan nafsu
2. Peningkatan berat
4. Monitor kecenderungan makan
badan
terjadinya penurunan dan 4. Untuk mengetahui
kenaikan berat badan perubahan berat
badan

79
IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

Inisial Klien : Ny. W


Ruangan :-
No. R.M :-

Hari, tgl, Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan Respon Paraf


jam (Evaluasi Formatif)

Senin, 8 1. Pola napas tidak efektif 1. Menyiapkan peralatan oksigen Subjektif :


Maret 2021 berhubungan dengan dan berikan melalui sistem Pasien mengatakan sudah bisa
pukul 15.00 asidosis dan respirasi humidifier bernapas lega saat dipasang
wita yang meningkat 2. Memonitor aliran oksigen oksigen
3. Memastikan penggantian
masker oksigen/kanul nasal
setiap kali perangkat diganti Objektif :
4. Menyediakan oksigen ketika Pasien tampak lebih tenang,
pasien dibawa/dipindahkan frekuensi pernapasan 26x/menit

80
1. Memberikan cairan yang sesuai

Defisien volume cairan 2. Meningkatkan intake/asupan


2. Subjektif :
cairan per oral
berhubungan dengan Pasien mengeluh mengalami
cairan 3. Menjaga infus intravena yang
pengeluaran peningkatan rasa haus dan masih
tepat
berlebih : muntah dan mengeluh mual dan muntah
intake 4. Memantau adanya tanda dan
pembatasan
gejala retensi cairan
akibat mual
5. Memonitor kehilangan cairan Objektif :
(muntah)
Turgor kulit buruk dan Mukosa
bibir kering

1. Mengidentifikasi adanya alergi


atau intoleransi makanan yang

3. Perubahan nutrisi dimiliki pasien

kurang dari kebutuhan 2. Menentukan jumlah kalori dan Subjektif :


tubuh berhubungan jenis nutrisi yang dibutuhkan
Pasien mengeluh mengalami
dengan ketidakcukupan untuk memenuhi persyaratan

81
insulin, penurunan gizi peningkatan rasa haus dan masih
masukan oral 3. Menciptakan lingkungan yang mengeluh mual dan muntah
optimal pada saat
mengkonsumsi makanan
Objektif :
4. Memonitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan Turgor kulit buruk dan Mukosa
kenaikan berat badan bibir kering, BB menurun

Selasa, 9 1. Pola napas tidak efektif 1. Menyiapkan peralatan oksigen Subjektif :


Maret 2021 berhubungan dengan dan berikan melalui sistem Pasien mengatakan sudah bisa
pukul 15.00 asidosis dan respirasi humidifier bernapas lega saat dipasang
wita yang meningkat 2. Memonitor aliran oksigen
oksigen
3. Memastikan penggantian
masker oksigen/kanul nasal
setiap kali perangkat diganti Objektif :
4. Menyediakan oksigen ketika Pasien tampak lebih tenang,
pasien dibawa/dipindahkan frekuensi pernapasan 24x/menit

82
1. Memberikan cairan yang sesuai

Defisien volume cairan 2. Meningkatkan intake/asupan


2.
cairan per oral
berhubungan dengan Subjektif :
cairan 3. Menjaga infus intravena yang
pengeluaran
tepat Pasien mengatakan mual
berlebih : muntah dan
sedikit dirasakan
intake 4. Memantau adanya tanda dan
pembatasan
gejala retensi cairan Objektif :
akibat mual
5. Memonitor kehilangan cairan
Turgor kulit dan Mukosa bibir
(muntah)
mulai membaik

1. Mengidentifikasi adanya alergi


atau intoleransi makanan yang

3. Perubahan nutrisi dimiliki pasien

kurang dari kebutuhan 2. Menentukan jumlah kalori dan

tubuh berhubungan jenis nutrisi yang dibutuhkan


Subjektif :
dengan ketidakcukupan untuk memenuhi persyaratan

insulin, penurunan gizi Pasien mengatakan mual

masukan oral 3. Menciptakan lingkungan yang sedikit dirasakan

83
optimal pada saat
mengkonsumsi makanan Objektif :
4. Memonitor kecenderungan
Turgor kulit dan Mukosa bibir
terjadinya penurunan dan
mulai membaik, BB mengalami
kenaikan berat badan
sedikit peningkatan

84
EVALUASI SUMATIF/
CATATAN PERKEMBANGAN
Inisial Klien : Ny. W
Ruangan :-
No. R.M :-

Hari, tgl, Evaluasi Sumatif


Diagnosa keperawatan Paraf
jam (SOAP)
Rabu, 10 1. Pola napas tidak S : Pasien mengatakan sudah bisa
Maret 2021 efektif berhubungan bernapas lega saat dipasang
pukul 10.00 dengan asidosis dan oksigen
wita respirasi yang O : Pasien tampak lebih tenang,
meningkat frekuensi pernapasan
24x/menit
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan Intervensi

2. Defisien volume S : Pasien mengatakan mual


cairan berhubungan sedikit dirasakan
dengan pengeluaran O : Turgor kulit dan Mukosa bibir
cairan berlebih : mulai membaik
muntah dan A : Masalah teratasi sebagian
pembatasan intake P : Lanjutkan intervensi
akibat mual

3. Perubahan nutrisi S : Pasien mengatakan mual


kurang dari sedikit dirasakan
kebutuhan tubuh O : Turgor kulit dan Mukosa bibir
berhubungan dengan mulai membaik, BB
ketidakcukupan mengalami sedikit
insulin, penurunan peningkatan
masukan oral A : Masalah teratasi sebagian

85
P : Lanjutkan intervensi

86
Format laporan Kasus Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Medis Gagal Ginjal Di Desa Patas
Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Pada Tanggal 07-10 Maret 2021

1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT (UGD)

Tgl/ Jam : 7 Maret 2021/09.00 wita No. RM :


Triage : Diagnosis Medis : Gagal Ginjal
Transportasi : Ambulan/Mobil Pribadi/ Lain-lain … …

Nama : Ny. S Jenis Kelamin : Perempuan


IDENTITAS

Umur : 55 tahun Alamat : Ds. Patas, Kec Gerokgak


Agama : Hindu Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : SD Sumber Informasi : Keluarga klien dan suami
Pekerjaan : IRT Hubungan : Suami
Suku/ Bangsa : Indonesia

Keluhan Utama : Mengalami penurunan kesadaran

Mekanisme Cedera (Trauma) : -


RIWAYAT SAKIT & KESEHATAN

Sign/ Tanda Gejala : Urine berbusa, kehilangan selera makan dan cepat merasa lelah

Allergi :

Medication/ Pengobatan : Hemodialisis

Past Medical History :

Last Oral Intake/Makan terakhir :

Event leading injury :

87
Jalan Nafas :  Paten  Tidak Paten \
Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing
Tidak Ada
AIRWAY

 Muntahan  Darah  Oedema


Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor Tidak ada
Keluhan Lain: ... ...
Masalah Keperawatan:

Nafas : Spontan  Tidak Spontan


Gerakan dinding dada: Simetris  Asimetris
Irama Nafas :  Cepat Dangkal  Normal
Pola Nafas :  Teratur Tidak Teratur
Jenis : Dispnoe  Kusmaul  Cyene Stoke
 Lain… …
BREATHING

Suara Nafas :  Vesikuler  Stidor  Wheezing  Ronchi


Sesak Nafas : Ada  Tidak Ada
Cuping hidung  Ada  Tidak Ada
Retraksi otot bantu nafas :  Ada  Tidak Ada
Pernafasan : Pernafasan Dada  Pernafasan Perut
RR : 13-20 x/mnt x/mnt
Keluhan Lain: … …
Masalah Keperawatan: Pola nafas tidak efetif
Nadi : Teraba  Tidak teraba  N: 60-100x/mnt
Tekanan Darah : 157/80 mmHg
Pucat :  Ya Tidak
CIRCULATION

Sianosis :  Ya Tidak
CRT : < 2 detik > 2 detik
Akral : Hangat  Dingin  S: 36,5 C
Pendarahan :  Ya, Lokasi: ... ... Jumlah ... ...cc  Tidak ada
Turgor :  Elastis Lambat
Diaphoresis: Ya Tidak

88
Riwayat Kehilangan cairan berlebihan:  Diare  Muntah  Luka bakar
Keluhan Lain: ... ...
Masalah Keperawatan: ketidaseimbangan nutrisi
Kesadaran: Composmentis  Delirium  Somnolen  Apatis  Koma
GCS :  Eye ...  Verbal ...  Motorik ...
Pupil : Isokor  Unisokor  Pinpoint  Medriasis
DISABILITY

Refleks Cahaya: Ada  Tidak Ada


Refleks fisiologis: Patela (+/-)  Lain-lain … …
Refleks patologis : Babinzky (+/-) Kernig (+/-)  Lain-lain ... ..
Kekuatan Otot :
Keluhan Lain : … …
Masalah Keperawatan:

Deformitas :  Ya Tidak  Lokasi ... ...


Contusio :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
Abrasi :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
EXPOSURE

Penetrasi :  Ya Tidak  Lokasi ... ...


Laserasi :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
Edema : Ya  Tidak  Lokasi ... ...
Luka Bakar :  Ya Tidak  Lokasi ... ...
Grade : ... ... %
Jika ada luka/ vulnus, kaji:
Luas Luka : ... ...
Warna dasar luka: ... ...
Kedalaman : ... ...
Lain-lain : ... ...
Masalah Keperawatan: kelebihan volume
Monitoring Jantung :  Sinus Bradikardi  Sinus Takikardi
N

N
E
R
V
E
T

S
I

89
Saturasi O2 : … …%
Kateter Urine :  Ada  Tidak
Pemasangan NGT :  Ada, Warna Cairan Lambung : ... ... Tidak
Pemeriksaan Laboratorium : (terlampir)
Lain-lain: ... ...
Masalah Keperawatan:

Nyeri : Ada  Tidak


Problem : nyeri karena adanya edema
GIVE COMFORT

Qualitas/ Quantitas : nyeri seperti di tusuk


Regio : nyeri dirasakan di kaki
Skala : 9 dari 10
Timing : nyeri muncul secara tiba – tiba
Lain-lain : ... ...
Masalah Keperawatan: Pengealaman sensori dan emosional yang tidak mengenakkan

90
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)
Kepala dan wajah :
a. Kepala: Tengkorak Normocephal, Rambut bersih, tidak mudah rontok
b. Wajah : wajah klien tampak halus
c. Mata: Mata kiri dan kanan simetris Konjungtiva anemik +/+, Palpebra edema +/+
d. Hidung: Pernafasan cuping hidung tidak ada, deviasi tidak ada, Tidak ada nyeri tekan
e. Mulut : Sianosis : tidak, Kering : tidak, tidak ada pendarahan, dan tidak ada infeksi,
Tidak ada nyeri tekan
f. Telinga : : Tidak ada kelainan bentuk. Sekret tidak ada, Tidak ada nyeri tekan
Leher : Inspeksi : Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
Pembesaran vena : tidak terlihat
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran
Palpasi : Kaku kuduk : tidak ada
Kelenjar getah bening : tidak teraba
Dada : Inspeksi : bentuk simetris,sudut epigrastrum <90 derajat,sela iga tidak ada pelebaran,
frontal dan sagital tidak ada kelainan, pergerakan simetris kiri = kanan, skeletal tidak ada
HEAD TO TOE

retraksi, kulit tidak ada ulkus,iktus kordis terlihat di ICS 5 linea midclavicula sinistra.
Tumor tidak ada.
Palpasi : kulit tidak ada kelainan, muskulator tidak ada retraksi, vokal premitus kiri =
kanan, mamae tidak ada retraksi dan tidak ada massa,ictus cordis lokasi ICS 5 linea
midclavicular sinistra
Perkusi : Paru-paru kanan dan kiri = sonor Batas paru hati : ICS 5 Peranjakan : 1 ICS
Auskultasi : Suara pernafasan : Vesicular kanan= kiri Vokal resonans: kiri=kananSuara
tambahan: ronchi +/+,wheezing tidak ada
Abdomen dan Pinggang:
Inspeksi : Bentuk :datar
Kulit turgor : normal
Pergerakan waktu nafas: normal
Auskultasi : bising usus : positif 12 x/Menit
Palpasi : dinding perut : lembut, supel
Nyeri tekan: positif di regio epigastric
Nyeri lokal: positif di regio epigastric
Nyeri ketok CVA: +/+
Perkusi : Asites: tidak ada
91
Pelvis dan Perineum :
Ekstremitas :
Masalah Keperawatan:
Jejas :  Ada Tidak
POSTERIOR SURFACE

Deformitas :  Ada  Tidak


INSPEKSI BACK/

Tenderness :  Ada  Tidak


Crepitasi :  Ada  Tidak
Laserasi :  Ada  Tidak
Lain-lain : ... ...
Masalah Keperawatan:

92
2. ANALISA DATA

Nama : Ny. S No. RM :-


Umur : 55 Tahun Dx Medis : Gagal Ginjal
Ruang rawat :- Alamat : Ds. Patas, Kec. Gerokgak

NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM


1. DS : BUN, Creatinin
a. pasien mengatakan meningkat
tidak merasa lapar
b. pasien mengatakan
perut terasa penuh Sampah Pd. Darah
DO :
a. Perut klien tampak
membucit Dalam Sal. GI
b. Perut klien teraba keras

Mual, Muntah

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

2. DS : Klien mengatakan Kerusakan Glomelurus


kembung di daerah oerut
DO :
c. Adanya edema Filtrasi Glomelurus
pada kaki menurun
d. Perubahan turgor
kulit
GFR menurun

93
Kelebihan Volume
Cairan

DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS MASALAH


KEPERAWATAN BERDASARKAN YANG MENGANCAM JIWA ABCDE)

1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


peningkatan asam lambung ditandai dengan mual dan muntah.
2. Kelebihan volume cairan lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
refensi Na dan air ditandai dengan edema.

94
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Inisial Klien : Ny. S


Ruangan :-
No.RM :-

Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


Hari, tgl, jam Paraf
Keperawatan NOC NIC Rasional
Senin, 8 Maret Ketidakseimbangan NOC: Nutrient NIC : Nutrition 1.mengetahui
2021 pukul nutrisi kurang dari intake Management apakah pasien
09.00 wita kebutuhan tubuh Tujuan: 1.kajian dan alergi makanan
berhubungan Setelah dilakukan alergi atau tidak
peningkatan asam tindakan makanan 2.mengurangi
lambung ditandai keperawatan 2. monitor mual kekurangan
dengan mual dan selama 3 x 24 jam dan muntah nutrisi
muntah diharapkan: 3.info rmasikan 3.untuk
Kriteriahasil: keluarga dan mengetahui
1. tidak mual dan pasien tentang pentingnya
muntah manfaat nutrisi nutrisi
nutrisi makan 4.kolaborasi 4. diet yang
meningkat dengan ahli tepat dalam
2. nafsu makan gizi dalam memenuhi
meningkat menentukan nutrisi pasien
diet yang
tepat.

NOC: Elektrolit NIC : Fluid 1.mengetahui


Senin, 8 Maret Kelebihan volume and acedbase management keseimbangan
2021 pukul lebih dari balance tujuan: 1. monitor cairan masuk
09.00 wita kebutuhan tubuh Setelah dilakukan balance cairan dan keluar.

95
berhubungan asuhan 24 jam 2.memenuhi
dengan refensi Na keperawatan 3 x 2. member kebutuhan rasa
dan air ditandai 24 jam kelebihan posisi yang nyaman pasien
dengan edema volume cairan nyaman 3. mengontrol
teratasi dengan 3. memantau cairan yang
criteria hasil: masuknya masuk
1.elektrolit dalam cairan/makana 4.membantu
batas normal n pengeluaran
2. intake dan 4.kolaborasi cairan berlebih
output seimbang pemberian dalam tubuh
obat deuretik

96
IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

Inisial Klien : Ny. S


Ruangan :-
No. R.M :-

Hari,
Respon
tgl, Diagnosa Keperawatan Implementasi Keperawatan Paraf
(EvaluasiFormatif)
jam
Senin, 1. Ketidakseimbangan 1.Mengkaji adanya alergi Subjektif :
8 nutrisi kurang dari makanan Klien mengatakan
Maret kebutuhan tubuh 2. Memonitor mual dan muntah sering merasa mual
2021 berhubungan 3.Menginformasikan keluarga dan muntah
pukul peningkatan asam dan pasien tentang manfaat Objektif :
15.00 lambung ditandai nutrisi Klien terlihat sangat
wita dengan mual dan 4.Mengkolaborasikan dengan tidak nyaman
muntah ahli gizi dalam menentukan
diet yang tepat.

Subjektif :
2. Kelebihan volume 1. Memonitor balance cairan 24 Klien mengatakan
lebih dari kebutuhan jam ada pembengkakan
tubuh berhubungan 2.Mememberi posisi yang pada kaki
dengan refensi Na dan nyaman Objektif :
air ditandai dengan 3.Mememantau masuknya Kaki klien terlihat
edema cairan/makanan bengkak
4.Mengkolaborasikan pemberian
obat deuretik

Selasa, 1. Ketidakseimbangan 1.Mekaji adanya alergi Subjektif :


9 nutrisi kurang dari makanan Klien mengatakan

97
Maret kebutuhan tubuh 2. Memonitor mual dan muntah ras mual dan muntah
2021 berhubungan 3.Meinformasikan keluarga dan mulai sedikit
pukul peningkatan asam pasien tentang manfaat nutrisi dirasakan
15.00 lambung ditandai 4.ngMekolaborasikan dengan Objektif :
wita dengan mual dan ahli gizi dalam menentukan Klien terlihat sedikit
muntah diet yang tepat. lebih baik dari
sebelumnya

2. Kelebihan volume 1. Memonitor balance cairan 24 Subjektif :


lebih dari kebutuhan jam Klien mengatkan
tubuh berhubungan 2.Memberi posisi yang nyaman bengkak pada
dengan refensi Na dan 3.Memantau masuknya kakinya sudah
air ditandai dengan cairan/makanan sedikit berkurang
edema 4.Mengkolaborasikan pemberian Objektif :
obat deuretik Bengkak pada kaki
klien sudah terlihat
lebih baik

98
EVALUASI SUMATIF/
CATATAN PERKEMBANGAN

Inisial Klien : Ny. S


Ruangan :-
No. R.M :-

Evaluasi Sumatif
Hari, tgl, jam Diagnosa keperawatan Paraf
(SOAP)
Rabu, 10 Maret 2021 1. Ketidakseimbangan S : Klien mengatakan sudah
pukul 10.00 wita nutrisi kurang dari tidak merasa mula dan muntah
kebutuhan tubuh lagi
berhubungan O : Klien terlihat lebih baik dari
peningkatan asam sebelumnya
lambung ditandai A : Masalah teratasi
dengan mual dan P : pertahankan intervensi
muntah

2. Kelebihan volume S : Klien mengatakan bengkak


lebih dari kebutuhan pada kakinya sudah mulai
tubuh berhubungan sedikit membaik
dengan refensi Na dan O : Bengkak pada kaki klien
air ditandai dengan terlihat mulai membaik
edema A : masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi

99
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi
dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Kelenjar
endokrin adalah kelenjar yang mengirimkan hasil sekresinya langsung
kedalam darah yang beredar dalam jaringan kelenjar tanpa melewati
duktus atau saluran dan hasil sekresinya disebut hormone.
Retensi urine adalah gangguan pada kandung kemih yang membuat
penderitanya kesulitan untuk mengeluarkan urine. Etiologi dari retensi
urine adalah Supra vesikal, Vesikal, DM, Intravesikal. Proses pembesaran
prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran
kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Klasifiasi dari retensi urin adalah
retensi urin akut dan kronis. Manifestasi klinis retensi urine terdiri dari
gejala dan tanda mayor dan minor. Mayor merupakan tanda/gejala yang
ditemukan sekitar 80%-100% untuk validasi diagnosa. Minor merupakan
tanda/gejala yang tidak harus ditemukan, namun jika ditemukan dapat
mendukung penegakan diagnosa. Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah pemeriksaan darah, urin, radiologi, dan Urodinamik.
Pertolongan pertama pada kasus retensi urine adalah mengeluarkan urine
sesegera mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan kateterisasi urine dan
sistostomy.
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan
atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas &
Levin,2010). Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan
tekanan darah tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National
Kidney Foundation 2018). Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari
penyakit yang mendasari namun perkembangan proses selanjutnya kurang
lebih sama. Penyakit ini menyebabkan berkurangnya masa ginjal.
Pemerisaan diagnostic pada pasien CKD adalah CT scan, USG renal, X-

100
ray,renal biopsy, dan VCUG (Voiding Cystourethogram). Hemodialisa
adalah terapi cuci darah di luar tubuh untuk orang yang ginjalnya sudah
tidak bisa berfungsi dengan optimal.
Trauma ginjal adalah trauma saluran kemih yang paling sering, tetapi
trauma ginjal berat terisolasi cukup jarang. Terdapat 3 penyebab utama
dari trauma ginjal yaitu trauma tumpul, trauma iatrogenic, dan trauma
tajam. Secara anatomis ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, otot
punggung posterior, lapisan dinding abdomen, serta visera anterior. Oleh
Karena itu, cidera ginjal tidak jarang diikuti oleh cidera organ – organ
yang mengitarinya. Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal,
trauma ginjal dibedakan menjadi cedera minor. cedera mayor, dan cedera
pada pedikel atau pembuluh darah ginjal. Komplikasi dini terjadi dalam
bulan pertama setelah injuri, dan dapat terjadi perdarahan, infeksi,
perinefrik abses, sepsis, fistula urinaria, hipertensi, extravasi urinaria, dan
urinoma.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi metabolik
yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan olehdefisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan
hipoglikemia merup ak ankomplikasi akut diabetes melitus yang serius
dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Penyebab dari KAD
adalah Ketidakpatuhan : karena ketidak patuhan dalam dosis, Pengobatan :
onset baru diabetes atau dosis insulin tidak adekuat, Kardiovaskuler :
infark miokardium, penyebab lain : hipertiroidisme, pankreatitis,
kehamilan, pengobatan kortikosteriod and adrenergic. Langkah pertama
yang harus diambil pada pasien KAD terdiri dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti terutama memperhatikan patensi
jalan napas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan status
hidrasi
4.2 Saran
Diharapkan makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis dan
bisa meningkatkan kan pemahaman tentang retensi urin, trauma ginjal, gagal
ginjal dan KAD (Ketoasidosis Diabetic).

101
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ed.8;vol 2.


Jakarta : EGC
Hudak and Gallo (1995). Keperawtan Kritis, Pendekatan Holistik. Jakarta. EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku saku : Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Williams & Wilkins.Newberry, Lorene, RN,MS,CEN. 2003. Emergency Nursing Principleand
Practice. Ed.5. Mosby: Philadelphia.
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,, vol. 2.
Jakarta : EGC.
Bulechek, Gloria M. dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC). USA:
Mosby Inc an Affilliate of Elsevier.
Sue, Moorhead. dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA:
Mosby Inc an Affilliate of Elsevier.
https:www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/diabetes-
ketoasidosis/epidemiologi (Diakses pada tanggal 5 Maret 2021, Pukul
10.25 wita)
https:www.google.com/amp/dokterpost.com/terapi-diabetes-ketoasidosis/amp/
(Diakses pada tanggal 5 Maret 2021, Pukul 10.40 wita)
https://www.academia.edu/31520793/Makalah_KAD (Diakses pada tanggal 5
Maret 2021, Pukul 14.50 wita)
http://www.scribd.com/doc/87445526/Laporan-Pendahuluan-New (Diakses pada
tanggal 5 Maret 2021, Pukul 15.10 wita)
http://www.scribd.com/doc/14391169/KONSEP-NYERI (Diakses pada tanggal 9
Maret 2021, Pukul 12.15 wita)
http://annurhospital.com/web/index.php?option=com_content&view=article&id=
199: retensi-urintidak-bisa-kencing-penyebab-dan-tatalaksananya (Diakses
pada tanggal 10 Maret 2021, Pukul 09.30 wita)
https://www.alodokter.com/ketahui-penyebab-retensi-urine-yang-menyulitkan-
buang- air-kecil (Diakses pada tanggal 11 Maret 2021, Pukul 12.30 wita)

102
https://www.academia.edu/37329783/Laporan_Pendahuluan_Retensio_Urine
(Diakses pada tanggal 11 Maret 2021, Pukul 11.55 wita)

103

Anda mungkin juga menyukai