Anda di halaman 1dari 11

1

BAB II
KONSEP DAN SISTEM HUKUM

A. Konsep Umum Tentang Hukum


Hukum ada pada setiap masyarakat manusia di mana pun juga di muka bumi
ini. Bagaimanapun primitifnya dan bagaimanapun modernnya suatu masyarakat
pasti mempunyai hukum. Oleh karena itu, keberadaan (eksistensi) hukum sifatnya
universal. Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat, tetapi justru mempunyai
hubungan timbal balik. (Riduan Syahrani, 2004: 27)
Dalam kehidupan bernegara, salah satu hal yang harus ditegakkan adalah
suatu kehidupan hukum dalam masyarakat. Pandangan ini diyakini tidak saja
disebabkan negeri ini menganut paham negara hukum, melainkan lebih melihat
secara kritis kecenderungan yang akan terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia
yang berkembang ke arah suatu masyarakat modern. (Khudzaifah Dimyanti, 2004:
01)
Umumnya, seringkali dipahami oleh masyarakat bahwa hukum adalah suatu
perangkat aturan yang dibuat oleh negara dan mengikat warga negaranya dengan
mekanisme keberadaan sanksi sebagai pemaksa untuk menegakan hukumnya.
Pertanyaan mengani “apa itu hukum“ tampaknya adalah suatu pertanyaan yang
sangat mendasar dan sangat tergantung dari konsep pemikiran dari hukum itu
sendiri, sehingga jawabannya pun mungkin akan terus berkembang sesuai dengan
mazhab dan aliran-aliran yang dikemukakan dalam melakukan pendekatan secara
kualitatif tentang makna hukum. Yang jelas perlu dipahami bahwa tujuan hukum
adalah terciptanya suatu kedamaian yang didasarkan pada keserasian antara
ketertiban dengan ketentraman. Tujuan hukum ini tentunya akan tercapai apabila
didukung oleh tugas hukum, yakni keserasian antara kepastian hukum dengan
kesebandingan hukum, sehingga akan menghasilkan suatu keadilan. (Emon
Makarim, 2003: 13)
Sementara itu, paling tidak hukum mempunyai 3 (tiga) peranan utama dalam
masyarakat, yakni pertama, sebagai sarana pengendalian sosial; Kedua, sebagai
2

sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial; Ketiga, sebagai sarana untuk
menciptakan keadaan tertentu.(Soerjono Soekanto, 1986: 21)
Sebagai suatu konsep, istilah “hukum“ itu sendiri sebenarnya mempunyai
definisi yang sangat luas sehingga ia dapat diartikan apa saja sesuai dengan
paradigma hukum ataupun pemahaman hukum oleh masyarakat itu sendiri. Oleh
karena itu, hukum dapat diartikan sebagai suatu Disiplin, Ilmu Pengatahuan,
Kaidah, Tata Hukum, Keputusan Pejabat, Petugas, Proses Pemerintahan, Perilaku
yang Ajeg, Jaringan Nilai, atau bahkan suatu seni. Lebih lanjut, akan diuraikan
pengertian hukum sebagai suatu Disiplin.
Disiplin adalah suatu sistem ajaran tentang kenyataan yang biasanya
mencakup Disiplin Analitis dan Disiplin Preskriptif. Disiplin hukum dikategorikan
sebagai Disiplin Preskriptif karena ia hanya akan bertitik tolak pada segi normatif
belaka. Disiplin hukum lazimnya diartikan sebagai suatu sistem ajaran tentang
hukum sebagai suatu norma (“normwissenchaft“) dan hukum sebagai sebagai suatu
kenyataan: perilaku/sikap tindak manusia (”tatsachenwissenchaft“), yang akan
mencakup segi umum dan segi khusus.
Segi umum dalam hukum, akan mencakup ilmu hukum (ilmu tentang kaedah
hukum, ilmu tentang pengertian pokok dalam hukum, dan ilmu tentang kenyataan
hukum) yang cenderung membatasi pada esensi suatu kaedah hukum sebagai suatu
patokan (boleh/tidak boleh) dalam bersikap tindak dengan didasari oleh dogmatik
hukum yang bersifat teoritis rasional.
Sehubungan itu, segi khusus dalam hukum akan mencakup hal-hal sebagai
berikut: Pertama, Sejarah Tata Hukum; kedua, Sistem Tata Hukum, yang mencakup
Hukum Negara, Hukum Pribadi, Hukum Harta Kekayaan (Benda, Perikatan dan Hak
atas Objek yang Immateriil), Hukum Keluarga, Hukum Waris dan Hukum Pidana,
dan Ketiga, Keahlian/keterampilan hukum.
Dilihat dari sudut Fungsinya bidang-bidang hukum tersebut adalah merupakan
bagian dari hukum nasional dan/atau hukum internasional, yang akan mencakup
juga hukum substantif (material) dan hukum ajektif (formil). Sedangkan dari sudut
bentuknya, maka bidang-bidang tersebut mencakup hukum tertulis dan hukum
tidak tertulis ataupun hukum tercatat. Perlu diketahui, bahwa di dalam setiap bidang
3

tata hukum bisa saja terdapat aspek pidana, bilamana terhadapnya dirumuskan
sanksi-sanksi negatif yang merupakan ancaman hukuman terhadap pelanggaran
ataupun kejahatan. (Emon Makarim, 2003: 15)
Oleh karenanya pembicaraan satu bidang atau unsur atau subsistem hukum
yang berlaku di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari yang lain, sehingga mirip
dengan tubuh manusia, unsur hukum bagaikan suatu organ yang keberadaannya
tidak bisa dipisahkan dari organ yang lain. (Ilham Bisri, 2010: 39).

B. Pengelompokkan Sistem Hukum dalam Pelbagai Keluarga Hukum


Rene David dalam bukunya “Major Legal System in the World Today”
mengatakan, bahwa setiap hukum membentuk suatu sistem: Sistem mempunyai
perbendaharaan istilah untuk mengungkapkan konsep-konsep, peraturan-
peraturannya disusun ke dalam kelompok-kelompok yang dibatasi oleh pandangan
dari tertib sosial itu sendiri yang menentukan bagaimana hukum diterapkan dan
membentuk fungsi yang sesungguhnya dari hukum dalam masyarakat tersebut.
(Frans Maramis, 1994: 13)
Masing-masing sistem hukum mempunyai karakteristik tersendiri sebagai
akibat adanya berbedan pola kebudayaan setiap bangsa. Salah satu dari kebudayaan
itu adalah hukum, maka hukum tidak terlepas dari adanya perbedaan-perbedaan
diantara bangsa-bangsa yang mempunyai kebudayaan yang berbeda. Walaupun
berbeda, dapat dijumpai adanya persamaan struktur, kategori dan konsep hukum
dalam membentuk sistem hukum, sehingga dapat dikelompokkan atau dimasukkan
ke dalam suatu keluarga hukum yang ada di dunia. Pengelompokkan sistem hukum
nasional ke dalam suatu keluarga hukum didasarkan adanya persamaan, yang
disebabkan antara lain: (Rachmadi Usman, 2003: 11)
1. Kebutuhan yang bersifat universal dan khusus, di mana kebutuhan yang
bersifat universal akan mengakibatkan adanya pengaturan hukum yang sama
pada setiap negara, sedangkan adanya kebutuhan khusus berakibat timbulnya
hukum yang berbeda-beda;
2. Pertautan sejarah, khususnya bagi negara-negara yang pernah dijajah oleh
bangsa lain, terlihat adanya persamaan di bidang hukum, baik antara sesama
4

negara bekas jajahan maupun antara negara penjajah dengan negara bekas
jajahannya. Hal tersebut dikarenakan umunya kolonialisme membawa serta
hukumnya dan sudah tentu sedikit banyak terresepsi ke dalam hukum
bangsa yang dijajah atau negeri jajahan;
3. Persamaan ideologi, bagi negara-negara yang mempunyai ideologi yang
sama, hampir dipastikan mempunyai dasar dan tindakan yang tidak jauh
berbeda. Hal tersebut berpengaruh terhadap pembentukan hukumnya, yang
akan berakibat adanya persamaan di bidang hukum.
Adolf F. Schnitzer dalam karyanya “Vergleichende Rechtslehre” membagi
sistem hukum kepadalam enam kelompok keluarga hukum yang didasarkan atas
geografis dan agama, sebagai berikut: (Rachmadi Usman, 2003: 16)
1. Daerah Roman (Romanisches Gebiet):
a. Prancis;
b. Italia;
c. Ibrero – Amerika;
d. Benelux (Belgia, Nederland dan Luxemburg);
e. Yunani.
2. Daerah German (Germanisches Gebiet):
a. Jerman;
b. Negara-negara Alpia (Swiss, Liechtenstein, Austria);
c. Negara-negara Nordia;
d. Negara-negara Baltik.
3. Daerah Slavia (Schlawische Gebiet) :
a. Uni Sovyet;
b. Polandia;
c. Yugoslavia;
d. Albania;
e. Bulgaria;
f. Rumania;
g. Hongaria.
4. Anglo Amerika:
5

a. Britania Raya dan Persemakmuran;


b. Amerika Serikat;
c. Kuba;
d. Puerto Rico.
5. Negara-negara Afro-Asia;
6. Hukum-hukum Agama:
a. Hukum Yahudi;
b. Hukum Kristen;
c. Hukum Islam.
Pembagian keluarga hukum menurut Marc Ancel, yang membagi atas lima
besar, yaitu:
1. Sistem hukum Eropa Kontinental dan Amerika Latin;
2. Sistem hukum Anglo Amerika;
3. Sistem hukum Timur Tengah ;
4. Sistem hukum Timur Jauh;
5. Sistem hukum Sosialis.
Dalam pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, dapat dilihat bahwa
keluarga hukum Romawi Jerman dan Keluarga hukum Common Law lebih banyak
mendominasi sistem hukum nasional yang ada di dunia. Hal itu disebabkan adanya,
pertama, pertautan sejarah, di mana pada masa yang lalu bangsa-bangsa di Eropa,
seperti Belanda, Perancis dan Inggris mempunyai banyak daerah jajahan di seluruh
dunia, sehingga terjadi resepsi hukum penjajah oleh negara jajahan. Kedua, keluarga
hukum adalam proses evolusinya mengalami suatu hubungan diantara mereka,
sehingga lama kelamaan terjadi saling pendekatan atau pertautan dalam cara
berpikir yang membawa hasil yang hampir bersamaan. Keadaan tersebut membawa
kecenderungan untuk memasukkan kedua sistem hukum tersebut ke dalam satu
keluarga hukum saja. (Rachmadi Usman, 2003: 18)
6

C. Pembedaan Hukum
Hukum dapat dibedakan atas beberapa macam menurut cara membedakannya,
yaitu menurut sumbernya, isinya, kekuatan mengikatnya, dasar pemeliharaannya,
keadaannya, tempat berlakuknya, bentuknya dan penerapannya.
1. Menurut sumbernya
Menurut Sumbernya, hukum dapat dibedakan atas:
a. Hukum undang-undang ialah hukum yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan;
b. Hukum kebiasaan dan hukum adat ialah hukum yang terdapat dalam
kebiasaan dan adat-istiadat;
c. Hukum traktat ialah hukum yang ditetapkan oleh dua orang atau beberapa
negara yang mengadakan perjanjian bilateral ataupun multilateral;
d. Hukum yurisprudensi ialah hukum yang terbentuk karena putusan
pengadilan; dan
e. Hukum ilmu (doktrin), merupakan hukum yang dibuat oleh ilmu hukum,
yaitu hukum yang terdapat dalam pandangan ahli-ahli hukum.
2. Menurut Isinya
Menurut isinya, hukum dapat dibedakan atas:
a. Hukum publik ialah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum yang
menyangkut kepentingan umum;
b. Hukum privat ialah hukum yang mengatur hubungan-hubungan hukum yang
menyangkut kapentingan pribadi.
Antara hukum publik dan hukum privat sesungguhnya tidak dapat dipisahkan
secara tegas satu sama lain karena segala hubungan hukum dengan masyarakat
selalu dapat dikatakan termasuk hukum publik dan hukum privat. Perbedaannya
terletak pada titik berat kepentingan yang diatur. Hukum publik titik beratnya
mengatur kepentingan masyarakat (umum), sedangkan hukum privat titik beratnya
mengatur kepentingan perorangan (pribadi).(Wirjono Prodidikoro, 1996: 9)
Bidang hukum yang termasuk hukum publik adalah hukum tata negara, hukum
tata pemerintahan, hukum acara, hukum perburuhan, hukum pajak, hukum
internasional, dan hukum pidana. Sedangkan bidang hukum yang termasuk hukum
7

privat adalah hukum perdata, hukum dagang, hukum perselisihan nasional (hukum
antartata hukum), dan hukum perdata internasional. (Riduan Syahrani, 2004: 75).

3. Menurut kekuatan mengikatnya


Menurut kekuatan mengikatnya, hukum dapat dibedakan atas dua macam,
yaitu:
a. Hukum pelengkap (hukum fakultatif, aanvullend recht) ialah peraturan
hukum yang boleh dikesampingkan atau disimpangi oleh orang-orang yang
berkepentingan. Peraturan hukum mana hanya berlaku jika orang-orang yang
berkepentingan tidak mengatur sendiri kepentingannya;
b. Hukum memaksa (hukum imperatif, dwingend recht) ialah peraturan hukum
yang tidak boleh dikesampingkan atau disimpangi oleh orang-orang yang
berkepentingan. Peraturan hukum mana mau tidak mau harus ditaati oleh
orang-orang yang berkepentingan.
4. Menurut dasar pemeliharaanya
Menurut dasar pemeliharannya, hukum dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
a. Hukum materiil ialah hukum yang mengatur isi daripada hubungan-
hubungan hukum (rechtsverhouding, rechtsbetrekking) dalam masyarakat.
Hubungan-hubungan hukum dalam lapangan perdata diatur oleh hukum
perdata dan hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum publik
diatur oleh hukum publik;
b. Hukum formil ialah hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya
mempertahankan atau menegakkan hukum materiil. Hukum formil ini bisa
juga disebut hukum acara, yang terdiri atas hukum acara perdata, hukum
acara pidana, dan hukum acara tata usaha negara.
Hukum materiil sering juga disebut “hukum substantif”, sedangkan hukum
formil sering juga disebut “hukum ajektif”.
5. Menurut wujudnya
Menurut wujudnya, hukum dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
8

a. Hukum objektif ialah segala macam hukum yang ada dalam suatu negara
yang berlaku umum. Hukum ini hanya menyebut peraturan hukum saja yang
mengatur hubungan-hubungan hukum.
b. Hukum subjektif ialah peraturan hukum (hukum objektif) yang dihubungkan
dengan seseorang tertentu dan dengan demikian menimbulkan hak dan
kewajiban. Hukum subjektif timbul jika hukum hukum objektif beraksi
karena adanya hubungan hukum. Hubungan hukum yang diatur hukum
objektif menimbulkan “hak” pada suatu pihak dan “kewajiban” pada pihak
lain. Namun, pada umumny hukum subjektif ini hanya disebut “hak” saja
tidak termasuk kewajiban, sehingga hanya bersifat sepihak.
6. Menurut tempat berlakuknya
Menurut tempat berlakuknya, hukum dapat dibedakan atas:
a. Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku di wilayah satu negara saja;
b. Hukum internasional, yaitu hukum yang berlaku di wilayah berbagai negara.
7. Menurut waktu berlakunya
Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibedakan atas:
a. Ius Constitutum (hukum positif) ialah hukum yang berlaku dalam suatu
negara pada saat sekarang. Hukum yang berlaku sekarang ini di Indonesia
dinamakan ius constitutum atau juga sering disebut “tata hukum” Indonesia;
b. Ius constituendum ialah hukum yang diharapkan atau dicita-citakan berlaku
pada waktu yang akan datang. Ius constiuendum masih belum menjadi norma
dalam bentuk formil (undang-undang atau bentuk lainnya).
8. Menurut bentuknya
Menurut bentuknya, hukum dapat dibedakan atas:
a. Hukum tertulis (geschreven rech) ialah hukum sebagaimana tercantum
dalam peraturan perundang-undangan.
b. Hukum tak tertulis (ongeschreven rech) ialah hukum yang hidup dalam
masyarakat, meskipun tidak tertulis, tetapi ditaati dalam pergaulan hukum
dimasyarakat. Mengenai hukum yang tidak tertulis ini, ada kemungkinan
hukum tersebut betul-betul tak tertulis, dan ada pula hukum tak tertulis yang
tercatat (artinya, mungkin dicatat oleh pemimpin-pemimpin formal dan
9

informal atau oleh sarjana atas dasar penelitiannya).(Purnadi Purbacaraka dan


Soerjono Soekanto, 1980: 36)
9. Menurut penerapannya
Menurut penerapannya, hukum dapat dibedakan atas:
a. Hukum in abstracto ialah semua peraturan hukum yang berlaku pada suatu
negara yang belum diterapkan terhadap suatu kasus oleh pengadilan;
b. Hukum in concreto ialah peraturan hukum yang berlaku pada suatu negara
yang telah diterapkan oleh pengadilan terhadap sesuatu kasus yang terjadi
dalam masyarakat.
Kalau hukum in abstracto berlaku umum, sedangkan hukum in concreto hanya
berlaku terhadap pihak-pihak yang berperkara saja. Hukum in concreto termuat
dalam peraturan perundang-undangan serta bentuk-bentuk formil lainnya, sedangkan
hukum in concreto termuat dalam putusan pengadilan. (Riduan Syahrani, 2004: 79).

D. Tujuan Hukum dari Pandangan Berbagai Aliran Hukum


Pertama, Teori Etis (“etische theorie”), hukum hanya semata-mata bertujuan
mewujutkan ini pertama sekali dikemukan oleh filsuf yunani, Aristoteles, dalam
karyanya Ethica Nicomachea dan Rhetorika, yang menyatakan bahwa : “Hukum
mempunyai tugas yang suci yaitu memberikan kepada setiap orang yang ia berhak
menerimanya”. Untuk itu tentu saja peraturan hukum dibuat untuk setiap orang atau
untuk menyelesaikan suatu kasus tertentu. Hal ini jelas tidak mungkin
dilakukan,karena peraturan hukum tidak mungkin dibuat untuk mengatur setiap
orang atau setiap kasus, tetapi dibuat untuk umum,yang sifatnya abstrak dan
hipotetis. Pertimbangan terhadap hal-hal yang konkret diserahkan kepada hakim.
Kelemahan lain teori ethis ini adalah bahwa hukum tidak lah selalu mewujudkan
keadilan. Peraturan hukum lalu lintas misalnya, yang menetukan orang yang
mengendarai kendaraan harus mengambil di sebelah kiri jangan di sebelah
kanan,bukan dimaksudkan untuk memwujudkan keadilan. Akan tetapi,untuk
menjaga kelancaran dan keteraturan lalu lintas,sehingga tidak terjadi tabrakan antar-
pemakai jalan, dan dengan demikian kepentingan orang terlindungi. (Riduan
Syahrani, 2004: 20).
10

Kedua, Teori Utiliteis (“utilities theorie”), hukum bertujuan memwujudkan


semata-mata apa yang berfaedah saja. Hukum bertujuan menjamin adanya
kebahagian sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Teori ini
diajarkan oleh Jeremy Bentham (tahun 1748-1832) seorang ahli hukum dari inggris
dalam bukunya Introduction to the morals and legislation. Teori - teori ini pun
mengandung kelemahan, karena hanya memperhatikan hal-hal umum dan terlalu
individualistis,sehingga tidak memberikan kepuasan bagi perasaan hukum. Ia adalah
pencentus dan pemimpin aliran pikiran “Kemanfaatan”. Menurut Bentham hakikat
kebahagiaan adalah kenikmatan dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan.
Karenanya, maksud manusia melakukan tindakan adalah untuk mendapatkan
kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan. Naik burunya
tindakan diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan tindakan itu. Suatu
tindakan dinilai baik jika tindakan itu menghasilkan kebaikan. Sebaliknya,dinilai
buruk jika mengakibatkan keburukan (kerugian). (Riduan Syahrani, 2004: 21-22)
Ketiga, Teori Campuran,dari kedua teori diatas tersebut dikemukakan oleh
para sarjana berikut ini . Bellefroid,yang dapat dikelompokan pada teori campuran
ini, dalam bukunya Inleiding tot de Rechtswetenschap in Nederland menyatakan,
bahwa : “Isi hukum ditentukan menurut dua asas, yaitu keadilan dan
faedah”.Kemudian,Van Apeldoorn dalam bukunya Inleiding tot de studie van het
nederlans recht mengatakan : “Tujuan Hukum adalah untuk mengatur pergaulan
hidup secara damai. Hukum menghedaki kedamaian. Kedamaian diantara manusia
dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia
yang tertentu, yaitu kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda, dan sebagainya
terhadap yang merugikannya. Kepentingan individu dan kepentingan golongan-
golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingam-
kepentingan ini selalu akan menyebabkan pertikaian dan kekacauan satu sama lain
kalau tidak diatur oleh hukum untuk menciptakan kedamaian. Dan hukum
pertahankan kedamaian dengan mengadakan keseimbangan antara kepentingan yang
dilindungi, dimana setiap orang harus memperoleh sedapat mungkin yang menjadi
haknya. (Riduan Syahrani, 2004: 22-23)
11

E. Kesimpulan
Hukum ada pada setiap masyarakat manusia di mana pun juga di muka bumi
ini. Bagaimanapun primitifnya dan bagaimanapun modernnya suatu masyarakat
pasti mempunyai hukum. Hukum mempunyai 3 (tiga) peranan utama dalam
masyarakat, yakni pertama, sebagai sarana pengendalian sosial; Kedua, sebagai
sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial; Ketiga, sebagai sarana untuk
menciptakan keadaan tertentu. Hukum akan mencakup hal-hal sebagai berikut:
Pertama, Sejarah Tata Hukum; kedua, Sistem Tata Hukum, yang mencakup Hukum
Negara, Hukum Pribadi, Hukum Harta Kekayaan (Benda, Perikatan dan Hak atas
Objek yang Immateriil), Hukum Keluarga, Hukum Waris dan Hukum Pidana, dan
Ketiga, Keahlian/keterampilan hukum.
Setiap hukum membentuk suatu sistem: Sistem mempunyai perbendaharaan
istilah untuk mengungkapkan konsep-konsep, peraturan-peraturannya disusun ke
dalam kelompok yang dibatasi oleh pandangan dari tertib sosial itu sendiri yang
menentukan bagaimana hukum diterapkan dan membentuk fungsi yang
sesungguhnya dari hukum dalam masyarakat tersebut. Hukum dapat dibedakan atas
beberapa macam menurut cara membedakannya, yaitu menurut sumbernya, isinya,
kekuatan mengikatnya, dasar pemeliharaannya, keadaannya, tempat berlakunya,
bentuknya dan penerapannya. Tujuan Hukum dari Pandangan Berbagai Aliran
Hukum, Pertama, Teori Etis (“etische theorie”), Kedua, Teori Utiliteis (“utilities
theorie”), dan Ketiga, Teori Campuran.

F. Latihan
1. Penyataan “ Hukum tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat, tetapi justru
mempunyai hubungan timbal balik“, apakah makna dari kalimat ini?
2. Apakah yang menjadi dasar pengelompokkan dari sistem hukum di dunia?
3. Apakah perbedaan hukum menurut sumbernya dan menurut isinya?
4. Apakah perbedaan makna tujuan hukum yang berpandagan teori etis, teori
utilities dan teori campuran? Dan yang mana menurut anda yang paling
bagus? jelaskan

Anda mungkin juga menyukai