Anda di halaman 1dari 18

Perawatan Bedah pada Kanker payudara

Damir Grebić*
Department of Surgery, University of Rijeka, Europe

ETIOLOGI, EPIDEMIOLOGI DAN PATOLOGI KANKER PAYUDARA

Kanker payudara adalah tumor ganas yang paling umum pada wanita di seluruh
dunia. Disebutkan bahwa satu dari delapan wanita akan mengidap kanker payudara.
Morbiditas dan mortalitas meningkat seiring bertambahnya usia secara signifikan setelah usia
45 tahun, dengan morbiditas puncak pada usia 50-an [1,2]. Deteksi dini penyakit sangat
penting. Lebih dari 90% penderita kanker payudara dapat disembuhkan, jika penyakitnya
terdeteksi pada tahap awal. Mamografi adalah tes skrining yang signifikan untuk deteksi dini
[3]. Meskipun pemeriksaan diri sendiri (self examination) disarankan tetapi diyakini tidak
memiliki peran yang berarti dalam deteksi dini [4]. Faktor risiko meliputi: Usia, jenis
kelamin, riwayat keluarga yang positif, keturunan, hormon, payudara padat, lesi prakanker
seperti hiperplasia atipikal, radiasi pengion, ketidakaktifan fisik dan obesitas setelah
menopause, dan paparan estrogen yang lebih lama (pengobatan penggantian hormon,
menarche dini, menopause terlambat). Wanita dengan mamogram yang menunjukkan
payudara padat memiliki 4 kali risiko tertular penyakit [5], seperti halnya wanita dengan
hiperplasia atipikal, dan dalam kasus riwayat keluarga yang positif, risikonya meningkat 8-12
kali [6]. Wanita dengan riwayat kanker ovarium memiliki risiko 2 kali lipat (kemungkinan
mutasi gen BRCA 1 atau BRCA2). Radiasi pengion tidak aman selama tahun-tahun
menarche, yaitu sampai 18 tahun [7]. Faktor prognostik pada pasien meliputi jumlah kelenjar
getah bening ketiak yang terkena, ukuran tumor, status reseptor hormon, dan derajat
diferensiasi tumor (grade). Menurut patohistologi, dibedakan menjadi karsinoma duktal dan
lobular, keduanya mungkin invasif, non-invasif, atau in situ. Karsinoma duktal invasif adalah
tumor payudara ganas yang paling umum. Karsinoma duktal in situ (DCIS) secara khas
menyebar ke intraductal, sering mempengaruhi sebagian besar parenkim payudara, karena itu
seringkali multisentrik (terdapat di lebih dari satu kuadran payudara). Perawatan bedah
diperlukan karena kemungkinan terdapat komponen invasif, yang hanya dikonfirmasi oleh
analisis patohistologis [8]. Karsinoma lobular lebih jarang tejadi. Mamografi seringkali gagal
untuk mendeteksi kanker invasif lobular, oleh karena itu teknik radiologi tambahan
diperlukan untuk diagnosis, seperti ultrasound dan magnetic resonance imaging. Karsinoma
lobular juga sering multisentris. Karsinoma lobular in situ (LCIS) umumnya tidak diobati,
tetapi dipantau secara rutin, karena peningkatan risiko untuk berkembang menjadi kanker
invasif pada pasien [9]. Menurut klasifikasi molekuler, kanker payudara dibagi menjadi
empat jenis berdasarkan ekspresi dari reseptor hormon, gen HER2, dan penanda proliferasi
Ki67: Luminal A, luminal B (HER2 positif atau HER2 negatif), HER2 positif dan triple
negatif (reseptor hormon dan HER2 negatif) [10]. Klasifikasi ini memiliki relevansi dalam
memilih pengobatan dan dalam memprediksi respons, hasil, dan prognosis. Subtipe luminal
A memiliki prognosis terbaik, sedangkan triple negatif memiliki prognosis terburuk [11].

DIAGNOSIS KANKER PAYUDARA


Mamografi adalah tes untuk skrining dan deteksi dini kanker payudara, cocok untuk
analisis parenkim payudara dengan perubahan involusional. Tes ini dilakukan di atas usia 40
tahun. Pada payudara padat dengan banyak jaringan kelenjar fungsional, mamografi harus
dilengkapi dengan ultrasound [12]. Ultrasonografi digunakan terutama pada pasien yang
lebih muda (sampai usia 40 tahun). Ultrasound membedakan lesi padat dari lesi kistik dengan
baik, dan untuk setiap lesi yang divisualisasikan, dimungkinkan untuk melakukan sitologi
aspirasi jarum halus/fine needle aspiration (FNA) dengan panduan ultrasound, atau biopsi
jarum inti (core needle biopsy / CNB), di mana sebuah silinder jaringan diambil sampelnya
untuk dilakukan analisis patohistologi [13] (Gambar 1). Karena kemungkinan terjadi positif
palsu dengan analisis sitologi, satu-satunya konfirmasi pasti dari penyakit ganas adalah
diagnosis patohistologis [14].

Gambar 1 : Instrumen untuk biopsi inti payudara, dimana silinder jaringan tumor
diambil untuk diagnosis patohistologis.

BEDAH/OPERASI KANKER PAYUDARA


Breast Sparing Surgery
Lumpektomi atau tumorektomi
Lumpektomi adalah operasi pengangkatan tumor dengan sesedikit mungkin jaringan
normal di sekitarnya untuk mendapatkan margin/batas negatif. Operasi ini adalah operasi
payudara paling konservatif. Diindikasikan untuk tumor jinak, untuk tujuan diagnostik ketika
biopsi jarum gagal memberikan hasil definitif, dan untuk tujuan pengobatan paliatif pada
pasien dengan kanker payudara stadium lanjut, usia tua, komorbiditas, atau risiko anestesi
yang besar [15].

Segmentektomi
Segmentektomi adalah operasi yang berada di antara lumpektomi dan
kuadrantektomi. Operasi ini adalah metode pilihan untuk tumor dengan diameter hingga 2
cm. Operasi ini mengangkat tumor dan mempertahankan kulit di atasnya dan fasia di bawah
otot pectoral besar. Saat ini, lebar reseksi dianggap cukup selama batasnya negatif, berbeda
dengan ketika ditentukan secara tepat berapa banyak tumor yang harus dikeluarkan dari
margin/batas dalam analisis patohistologis, dan jika ini tidak tercapai, akan dilakukan eksisi
ulang atau bahkan mastektomi jika volume payudara kecil. Hal ini tidak diperlukan untuk
menghilangkan kavitas yang dihasilkan setelah operasi dengan jahitan, namun untuk
mencegah ‘dead space’, dan akumulasi seroma atau hematoma pasca operasi [16].

Kuadrantektomi
Kuadrantektomi adalah breast sparing surgery yang paling komprehensif dan umum
digunakan yang mencakup pengangkatan satu kuadran, kira-kira 1⁄4 volume payudara,
bersama dengan kulit di atasnya dan fasia di bawah otot pectoral besar. Deformasi payudara
yang lebih besar dapat terjadi dibandingkan dengan segmentektomi dan tumorektomi. Tumor
hingga diameter 4 cm dapat diangkat dengan kuadrantektomi. Kontraindikasi untuk
kuadranektomi sama dengan breast sparing surgery lainnya, yang meliputi: Tumor yang
lebih besar dari 4 cm, kanker payudara multisentrik (terdapat dalam dua kuadran atau lebih)
dan adanya komponen intraduktal yang luas (terdapat lebih dari 20% DCIS dalam analisis
patohistologis ), adanya mikrokalsifikasi ganas yang menyebar, rasio tumor terhadap ukuran
payudara yang tidak menguntungkan (payudara kecil, tumor besar). Meskipun demikian,
kuadranektomi adalah operasi pilihan untuk tumor payudara multifokal (adanya dua atau
lebih fokus tumor dalam satu kuadran). Garis sayatan untuk kuadrantektomi harus berbentuk
elips, diarahkan secara radial ke arah puting dan areola. Di kuadran bawah, digunakan
sayatan radial, sedangkan di kuadran atas, digunakan sayatan semisirkular. Untuk tumor yang
terletak di sentral, kuadranektomi sentral dapat dilakukan dengan eksisi areola dan puting.
Setelah operasi, tepi jaringan yang direseksi ditandai dengan orientasi yang tepat oleh ahli
patologi. Membilas sebelum menutup luka lebih baik untuk menghilangkan kemungkinan
sisa sel ganas (Gambar 2). Tumor tidak boleh dipotong, karena nantinya akan sulit untuk
menentukan batas reseksi. Setelah pengangkatan, sebaiknya dilakukan jahitan untuk menutup
kavitas/rongga, dan untuk membentuk payudara. Bersamaan dengan jahitan, disarankan
untuk memasang drainase bedah untuk mencegah komplikasi seperti seroma dan hematoma.
Pasca operasi, seperti halnya setiap breast sparing surgery, perlu dilakukan radioterapi
dengan menyinari jaringan payudara yang tersisa, terutama pada lokasi tumor asli, yang
ditandai selama operasi dengan memasang klip logam pada otot pectoral besar (proyeksi
tumor pada dinding dada). Radioterapi harus dilakukan dalam 4-8 minggu setelah operasi
(waktu optimal adalah 3 minggu setelah operasi) [17,18].

Gambar 2 : keadaan pasca kuadranektomi karsinoma pada kuadran II.

Mastektomi
Mastektomi sederhana atau total
Mastektomi sederhana (simple) atau total adalah prosedur pembedahan di mana
seluruh payudara diangkat dengan fasia otot pectoral besar, bersama dengan kulit dan puting,
sambil mempertahankan otot pectoral besar dan kecil, serta kelenjar getah bening aksila.
Indikasinya meliputi: Kekambuhan lokal setelah breast sparing surgery dan radioterapi,
sebagai operasi 'pembersihan' untuk wanita dengan karsinoma ulserasi, karsinoma
multisentrik, adanya mikrokalsifikasi ganas difus, DCIS ekstensif, tumor melebihi 4 cm tanpa
metastasis aksila (kelenjar getah bening sentinel negatif), atau bahkan untuk tumor besar di
payudara kecil. Pada pasien yang menderita kolagenosis (lupus eritematosus sistemik atau
skleroderma), disarankan untuk melakukan mastektomi karena sensitivitas kulit, dan masalah
pada pasien tersebut selama dilakukan radioterapi adjuvan. Indikasinya dapat dikatakan sama
dengan kontraindikasi breast sparing surgery. Insisi elips Stewart (Stewart’s elliptical) paling
umum digunakan dengan dilakukan drainase setelah operasi dan pembilasan luka operasi
sebelum menutup luka untuk menghilangkan kemungkinan sisa sel ganas (Gambar 3). Hal ini
diperlukan untuk memberi label reseksi dengan jahitan (paling sering batas atas dan lateral)
untuk memastikan orientasi yang benar oleh ahli patologi [19].

Gambar 3 : Keadaan pasca mastektomi sederhana dengan sayatan Stewart dengan


drainase bedah pada luka operasi.

Mastektomi radikal yang dimodifikasi (Modified radical mastectomy)


Mastektomi radikal yang dimodifikasi adalah prosedur pembedahan di mana seluruh
payudara diangkat bersama dengan fasia otot pectoral besar, kulit, puting, dan dua tingkat
kelenjar getah bening yang lebih rendah di ketiak, biasanya sebagai satu bagian. Indikasi
untuk pembedahan ini adalah: Tumor payudara yang lebih besar dari 4 cm dengan
keterlibatan aksila yang positif secara klinis, tumor yang menyusup ke kulit dan puting
dengan keterlibatan aksila yang positif secara klinis, sebagai mastektomi 'pembersihan' pada
wanita dengan karsinoma ulserasi yang memungkinkan pengangkatan kelenjar getah bening
aksilla, kanker payudara selama kehamilan, karsinoma multisentrik dengan melibatkan aksila,
kambuhnya karsinoma dengan melibatkan aksila, margin/batas reseksi positif setelah eksisi
ulang. Kontraindikasi dilakukan operasi ini adalah kanker payudara yang mengalami
inflamasi yang pertama-tama perlu dilakukan kemoterapi neoadjuvan, dan karsinoma primer
yang tidak dapat dioperasi di mana pengangkatan radikal dan pencapaian margin negatif tidak
mungkin dilakukan. Sayatan yang paling umum digunakan adalah sayatan elips Stewart
dengan penempatan drainase wajib di aksila setelah operasi dan pembilasan luka operasi
sebelum menutup luka. Prosedur ini masih lebih konservatif dibandingkan dengan
mastektomi radikal Halsted, karena mempertahankan otot pectoral/dada (hasil kosmetik yang
lebih baik) dan kelenjar getah bening tingkat ketiga, yang secara signifikan mengurangi
limfedema lengan pasca operasi. Tingkat bertahan hidup sama dibandingkan dengan prosedur
Halsted [20]. Komplikasi dari operasi ini adalah kemungkinan cedera pada pembuluh darah
utama atau struktur saraf dari ekstremitas atas [21]. Komplikasi umum lainnya adalah
limfedema, seroma, hematoma, dan infeksi.

Mastektomi radikal Halsted (Halsted’s radical mastectomy)


Prosedur ini hanya signifikan secara historis. Operasi ini adalah operasi yang sangat
kompleks dan di mana seluruh payudara, kedua otot dada, dan ketiga tingkat kelenjar getah
bening aksila diangkat. Limfedema lengan, seroma besar, dan hasil kosmetik yang buruk
merupakan komplikasi yang umum. Karena tingkat kelangsungan hidup sebanding dengan
operasi yang kurang radikal, operasi ini telah menjadi bagian dari sejarah, dan telah
digantikan oleh bentuk perawatan bedah yang kurang agresif seperti mastektomi radikal yang
dimodifikasi (modified radical mastectomy) [21,22].

Skin and nipple sparing mastectomy


Operasi ini adalah prosedur yang lebih baru di mana jaringan payudara diangkat,
tetapi selubung kulit payudara tetap terjaga dan puting serta areola juga tidak diangkat dalam
proses tersebut, maka disebut nipple sparing mastectomy. Indikasi utama untuk jenis
mastektomi ini adalah ketertarikan pada rekonstruksi payudara primer. Teknik ini cocok
untuk mastektomi profilaksis karena diikuti dengan rekonstruksi payudara segera, biasanya
dengan prostesis, atau jaringan autologus (otot). Selain itu, operasi ini diindikasikan untuk
DCIS ekstensif dan untuk karsinoma invasif dini yang tidak melibatkan kulit dan diangkat
dari puting susu minimal 2 cm (persyaratan untuk nipple sparing). Payudara berukuran kecil
atau sedang dapat dioperasi dengan metode ini. Untuk payudara kendur atau ptotik,
dianjurkan dilakukan mastopeksi tambahan. Sayatan kulit yang sering dilakukan adalah
periareolar atau kombinasi radial dan periareolar (sayatan omega), atau lebih jarang di alur
inframammae. Tujuan dari setiap mastektomi yang berhasil dengan teknik ini adalah untuk
mencapai ketebalan lapisan kulit-subkutan yang seragam. Jika tidak, permukaan payudara
yang direkonstruksi tidak rata. Operator juga harus memperhitungkan bahwa ketebalan
lapisan kulit yang diperlukan adalah antara 0,5 hingga 1 cm. Jika terlalu tipis, komplikasi
yang mungkin terjadi adalah nekrosis pada penutup kulit (skin flap) [23]. Kerugian dari
teknik ini adalah masalah radikal. Yakni, dengan pembedahan ini, jaringan kelenjar payudara
tidak akan pernah bisa diangkat seluruhnya karena tidak jelasnya batas antara lemak subkutan
dan jaringan payudara. Akibatnya, pertanyaan tentang jaminan onkologis muncul, atau lebih
tepatnya peluang lebih besar untuk terjadinya kekambuhan lokal (alasan inilah yang paling
cocok untuk operasi DCIS ekstensif dan mastektomi profilaksis). Di sisi lain, beberapa
penulis telah menyimpulkan bahwa perkembangan kekambuhan lokal adalah hasil dari
peningkatan agresivitas biologis tumor [24]. Namun, harus ditekankan bahwa mastektomi
standar juga tidak menjamin pengangkatan seluruh jaringan kelenjar.

OPERASI / PEMBEDAHAN AKSILA


Biopsi Kelenjar Getah Bening Sentinel (Sentinel Lymph Node Biopsy)
Kelenjar getah bening (limfonodi) sentinel adalah tempat pertama penyebaran kanker.
Biopsi diindikasikan untuk setiap karsinoma payudara invasif dan mikroinvasif, dan untuk
DCIS, tetapi hanya jika selesai dilakukan mastektomi, karena kemudian dapat dimasukkan
dalam analisis patohistologis komponen invasif, di mana jika mastektomi dilakukan dalam
tindakan kedua, radiofarmasi tidak dapat diterapkan untuk menandai kelenjar getah bening
sentinel. Indikasi pasti untuk biopsi kelenjar getah bening sentinel (SLNB) adalah jika
didominasi karsinoma stadium awal T1 dan T2, sementara kontraindikasinya adalah
karsinoma inflamasi, ulserasi, dan infiltrasi kulit (T4), dan aksila positif secara klinis (atau
metastasis di aksila yang dikonfirmasi dengan aspirasi kelenjar getah bening). Biopsi sentinel
tidak diindikasikan pada tumor payudara stroma ganas, karena menyebar secara hematogen
[25]. Perlu dicatat bahwa multisentris bukan merupakan kontraindikasi SLNB. SLNB telah
menyebabkan penurunan jumlah diseksi aksila yang tidak perlu dilakukan dan komplikasi
yang tidak diinginkan (limfedema lengan ireversibel, gangguan neurologis, atau seroma pasca
operasi kronis). Ini berarti bahwa diseksi aksila tidak diindikasikan terutama pada kasus
sentinel negatif. Namun, pedoman baru melaporkan bahwa bahkan dalam kasus sentinel
positif (hingga 2 sentinel positif), diseksi aksila tidak diindikasikan, meskipun radioterapi
aksila akan diperlukan, bukti baru mendukung bahwa radioterapi aksila setara dengan diseksi
aksila, dan diseksi tidak memiliki keuntungan dalam hal mengurangi kematian dan
memperpanjang hidup [26]. Terdapat banyak teknik sebelum operasi untuk menandai
kelenjar getah bening sentinel. Beberapa dari teknik ini menggunakan pewarna (biru
metilen), sementara yang lain adalah metode kedokteran nuklir (limfoskintigrafi), yang
melibatkan injeksi technetium radioaktif, kemudian memindai pasien dengan kamera gamma,
dan memberi label pada sentinel. Kemudian (tidak lebih dari 24 jam, jika tidak radioaktivitas
diekskresikan) prosedur pembedahan dilakukan di mana kelenjar getah bening sentinel
diidentifikasi menggunakan probe gamma untuk mendeteksi radioaktivitas. Kelenjar getah
bening dengan tingkat radioaktivitas tertinggi (setidaknya 10 kali lebih tinggi dari
lingkungannya) adalah kelenjar getah bening sentinel yang akan dibedah dan dikirim untuk
evaluasi sitologi, dan dalam kasus hasil positif atau dicurigai adanya sel ganas pada biopsi
intraoperatif (bagian beku), maka kesimpulan pasti dapat dibuat bahwa adanya infiltrat ganas
di sentinel. Baru kemudian ruang lingkup operasi diperluas, yaitu dilakukan diseksi aksila.
Hal ini dimungkinkan untuk memberi label pada kelenjar getah bening sentinel hingga 99%
kasus dengan limfoskintigrafi. Dengan menggabungkan kedua teknik tersebut, dimungkinkan
untuk mengidentifikasi sentinel di hampir semua pasien dengan kanker payudara [27].
Pengaplikasian hanya dengan pawarnaan biru metilen menyebabkan tingginya kejadian
positif palsu pada kanker payudara, karena teknik ini tidak 100% akurat. Dalam kasus
identifikasi kelenjar getah bening sentinel yang tidak berhasil, perlu dilakukan diseksi aksila.
Tidak ada kontraindikasi untuk mengulang SLNB dalam kasus yang kambuh, tetapi
identifikasi sentinel kurang berhasil karena jalur limfatik direseksi selama operasi pertama
dan pada sebagian besar pasien ini, diperlukan diseksi aksila.

Limfadenektomi Aksila (Diseksi Aksila)


Limfadenektomi aksila adalah prosedur untuk mengangkat dua tingkat bawah kelenjar
getah bening aksila yang terletak di area segitiga yang dibatasi secara kranial oleh vena
aksila, di medial oleh otot serratus anterior, dan dari belakang dan lateral oleh otot latissimus
dorsi. Selain perannya dalam pengobatan, prosedur ini juga berperan dalam penentuan
stadium, yaitu dalam menentukan sejauh mana penyakit telah menyebar. Indikasi untuk
prosedur ini termasuk kelenjar getah bening sentinel positif, aksila positif secara klinis pra
operasi, atau konfirmasi sel ganas dalam aspirasi sitologi dari kelenjar getah bening aksila
yang mencurigakan [28]. Sayatan Stewart digunakan jika mastektomi juga dilakukan, atau
jika breast sparing surgery juga dilakukan, maka digunakan sayatan terpisah dalam bentuk
huruf S dimulai dari lipatan ketiak depan (otot pectoral besar), dan berakhir pada lipatan
ketiak belakang (otot latissimus dorsi). Ketika tumor terletak di kuadran luar bagian atas
payudara, aksila hanyalah perpanjangan dari sayatan radial yang dibuat untuk kuadranektomi
kuadran luar atas. Selama operasi, sayatan dibuat di fasia klavipektoral yang menutupi
struktur neurovaskular aksila. Kemudian, vena torakoepigastrik diisolasi dan diikat. Vena
aksila dipersiapkan sebagai batas kranial untuk pembersihan, kemudian batas medial untuk
pembersihan yaitu otot serratus anterior dan saraf toraks panjang yang mengikuti bagian
medial sepanjang dinding toraks. Bundel torakodorsal (arteri thoracodorsalis, vena, dan saraf)
kemudian disiapkan dan nodus di sepanjang bundel ini dipindahkan ke lateral dan kembali ke
otot latissimus dorsi. Meskipun limfadenektomi klasik tidak melibatkan pemeliharaan saraf
intercostobrachial, jika memungkinkan, disarankan untuk mempertahankannya untuk
mencegah paresthesia dan hilangnya sensorik pada permukaan medial dan belakang dari
sepertiga proksimal lengan atas. Diperlukan minimal 10 kelenjar getah bening untuk
menentukan stadium penyakit [28]. Setelah selesai, luka bedah perlu dibilas dan dilakukan
drainase Redon. Pasca operasi, penting untuk melakukan latihan lengan. Drainase
dipertahankan sesuai kebutuhan. Komplikasi yang paling serius termasuk cedera pada
struktur vaskular mayor dan risiko perdarahan, diikuti oleh cedera pada struktur saraf (saraf
toraks panjang dan saraf torakodorsalis yang mengakibatkan kelumpuhan otot serratus
anterior dan latissimus dorsi). Komplikasi ini bermanifestasi selama periode pasca operasi
akhir (bahkan sebulan setelah operasi) baik sebagai " winged scapula " (skapula terangkat
karena otot anterior serratus berperan dalam menahan skapula ke dinding toraks), atau
kesulitan retrofleksi lengan pada sendi bahu (peran otot latissimus dorsi). Komplikasi lain
yang tidak diinginkan adalah limfedema lengan yang terjadi sebagai komplikasi lanjut
(kadang-kadang bertahun-tahun setelah operasi), diobati dengan terapi fisik atau perban
kompresi elastis pada ekstremitas atas, yang memberikan hasil yang sederhana [29] (Gambar
4). Perawatan bedah dimungkinkan dengan menggunakan teknik bedah mikro untuk
membuat anastomosis antara pembuluh getah bening dan struktur vaskular, tetapi
keberhasilannya juga terbatas [30]. Komplikasi lain seperti halnya prosedur pembedahan
yaitu seroma, hematoma, dan infeksi luka [31].
Gambar 4 : Limfedema ekstensif pada lengan kiri setelah diseksi aksilla (sepuluh
tahun setelah operasi).

PERAWATAN BEDAH DARI KANKER PAYUDARA STADIUM LANJUT LOKAL


Kanker payudara stadium lanjut lokal ditentukan oleh infiltrasi kulit dan keterlibatan
kelenjar getah bening regional aksila. Menurut klasifikasi TNM, hal ini akan diklasifikasikan
sebagai T4 (infiltrasi kulit). Kanker payudara yang mengalami inflamasi dianggap sebagai
jenis kanker payudara terburuk, yang menginfiltrasi kulit secara difus sehingga menjadi
merah, bengkak, dan tebal, memberikan penampilan yang mirip dengan kulit jeruk, dengan
limfedema [32]. Diagnosis kanker payudara stadium lanjut lokal dicapai dengan pemeriksaan
klinis dan biopsi inti untuk konfirmasi patohistologis. Seperti pada umumnya, sebagai bentuk
kanker payudara yang paling ganas perlu dilakukan penentuan profil imun tumor, kemudian
dilakukan kemoterapi neoadjuvan, dan bila tercapai remisi parsial, lakukan mastektomi
radikal yang dimodifikasi. Prosedur yang sama harus dilakukan untuk setiap kanker stadium
lanjut dengan metastasis jauh yang dikonfirmasi dan keterlibatan kelenjar getah bening aksila
yang luas. Pengecualian dapat dibuat untuk karsinoma ulserasi yang terdapat perdarahan aktif
dan menyebabkan anemia, bila diinginkan untuk melakukan operasi sebelum kemoterapi
dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien [33] (Gambar 5). Untuk kanker stadium
lanjut lokal, radioterapi pada dinding toraks juga diperlukan. Terlepas dari semua ini,
prognosisnya buruk, meskipun tergantung pada subtipe karsinoma (tumor yang bergantung
pada hormonal memiliki prognosis yang lebih baik daripada HER2-positif dan triple negatif).

Gambar 5 : Kanker payudara yang mengalami perdarahan.

PERAWATAN BEDAH PADA KANKER PAYUDARA YANG KAMBUH


Frekuensi kekambuhan lokal (di dinding toraks) atau kekambuhan regional (di aksila)
tergantung pada agresivitas dan perilaku biologis dari tumor (HER2-positif dan triple negatif
lebih ganas), serta stadium penyakit, yaitu, jumlah kelenjar getah bening yang terkena pada
saat diagnosis. Kekambuhan lokal setelah breast sparing surgery dengan radioterapi
merupakan indikasi untuk dilakukan mastektomi sederhana (seringkali dengan
limfadenektomi), sedangkan kekambuhan pada dinding toraks setelah mastektomi
memerlukan pengangkatan radikal (jika perlu reseksi otot pectoral atau bahkan seluruh
ketebalan dinding dada dengan rekonstruksi yang sama menggunakan flap/penutup miokutan
dan mesh) [34,35]. Banyak pasien pada saat mengalami kekambuhan lokoregional dapat
segera berkembang menjadi metastasis yang jauh. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi
diagnostik yang menyeluruh untuk memastikan adanya metastasis (PET-CT). Tumor
metastasis memiliki kecenderungan lokasi pada paru-paru, tulang, hati, dan otak. Perbedaan
antara kekambuhan dan karsinoma primer baru juga perlu diperhatikan. Karsinoma yang
muncul lama setelah operasi (lebih dari 5 tahun) dan tidak berada di dekat bekas luka
dianggap baru. Kekambuhan biasanya berkembang dalam 5 tahun pertama dan dekat (2-3
cm) bekas luka. Penting untuk diingat heterogenitas tumor dan mutasi baru yang menjelaskan
mengapa karsinoma yang kambuh dan sebelumnya mungkin tidak memiliki profil
imunohistokimia yang sama dalam hal reseptor hormonal dan ekspresi gen HER-2, sehingga
perlu untuk menentukan profil imun yang tepat untuk masing-masing kekambuhan atau
tumor baru untuk penerapan terapi onkologis yang adekuat. Terkait dengan kelangsungan
hidup dan prognosisnya buruk, hanya sedikit pasien yang bertahan selama lebih dari tiga
tahun [36]. Pada pasien dengan kekambuhan lokoregional, radioterapi dan kemoterapi pasca
operasi mutlak diperlukan, selama pasien dapat menangani hal ini dengan
mempertimbangkan komorbiditas dan kondisi umum.

PERAWATAN BEDAH DARI KANKER PAYUDARA DALAM KEADAAN KHUSUS


Kanker Payudara selama Kehamilan
Prinsip dasar yang berlaku disini adalah mengobati kanker dan mengamankan
kehamilan. Prosedur yang ideal adalah mastektomi radikal yang dimodifikasi. Breast sparing
surgery dikontraindikasikan karena disertai dengan radioterapi pada periode pasca operasi,
karena kehamilan merupakan kontraindikasi mutlak untuk dilakukan radioterapi. Demikian
pula, limfoskintigrafi dengan radiofarmasi untuk menandai kelenjar getah bening sentinel
merupakan kontraindikasi untuk ibu hamil, oleh karena itu harus dilakukan diseksi aksila. Hal
ini menjelaskan mengapa metode pilihannya adalah mastektomi radikal yang dimodifikasi.
Hal ini dimungkinkan untuk melakukan operasi konservatif pada tahap akhir kehamilan
(Trimester III) dengan radioterapi yang dilakukan setelah melahirkan (tidak lebih dari 8
minggu pasca operasi) [37].

Kanker Payudara pada Penyakit Paget


Ini adalah bentuk kanker langka yang pertama kali menyerang puting susu. Oleh
karena itu, setiap perubahan eksim pada puting harus dilakukan biopsi. Analisis
patohistologis akan dapat memastikan diagnosis. Jika terdapat komponen invasif, tetapi aksila
secara klinis negatif, diindikasikan untuk melakukan SLNB. Biasanya diindikasikan untuk
mastektomi, meskipun dimungkinkan untuk melakukan kuadrantektomi sentral dengan
radioterapi, terutama pada payudara besar [38]. Rekonstruksi payudara mungkin dilakukan
(karena skin and nipple sparing mastectomy merupakan kontraindikasi) selama pengobatan
selanjutnya, pertama dengan ekspander jaringan, kemudian dengan prostesis permanen [39].
Dalam kasus kuadranektomi sentral, puting dapat direkonstruksi dengan penutup kulit, dan
areola dengan tato.
Kanker Payudara pada Pria
Kanker payudara jarang terjadi pada pria. Secara etiologi, faktor risikonya termasuk
obesitas dan ginekomastia, meskipun hubungannya tidak terbukti. Biasanya terdeteksi pada
stadium lanjut, dan dikarenakan ukuran payudara yang kecil, metode bedah pilihannya adalah
mastektomi radikal yang dimodifikasi. Secara patohistologis, sebagian besar tumor
bergantung pada hormon, sementara sedikit yang terkait dengan HER-2 positif atau triple
negatif [40].

Kanker Payudara Tersembunyi (Occult Breast Cancer)


Karsinoma payudara tersembunyi tidak terlihat dengan mamografi, tetapi aksila
secara klinis positif. Oleh karena itu, setiap teraba suatu bentuk/benjolan pada aksila harus
dianggap sebagai metastasis dan membutuhkan biopsi. Diagnosis banding termasuk limfoma,
tetapi sebagian besar limfadenopati aksila juga jinak (limfadenitis reaktif, cat scratch disease,
dll.). Jika keganasan dikonfirmasi, diindikasikan untuk dilakukan mastektomi radikal yang
dimodifikasi [41].

BENTUK TUMOR PAYUDARA STROMAL YANG JARANG


Tumor Payudara Phyllodes Ganas
Ini adalah tumor bifasik dengan komponen epitel dan stroma yang komponen
stromanya ganas seperti sarkoma (nama lama cystosarcoma phyllodes). Diagnosis dibuat
dengan biopsi inti. Mastektomi sederhana/ simple mastectomy diindikasikan untuk tipe ganas
(tanpa diseksi aksila karena tumor menyebar secara hematogen) [42].

Sarcoma Payudara
Selain tumor ganas phyllodes yang merupakan jenis sarkoma, histiositoma fibrosa
ganas dan banyak tumor stroma ganas lainnya dapat berkembang di payudara. Apa yang
harus diingat sebagai komplikasi akhir radioterapi setelah breast sparing surgery adalah
angiosarkoma atau perkembangan limfangiosarkoma. Tumor ini sering bermanifestasi
sebagai makula ungu dengan batas tidak teratur yang terlihat jelas perbedaanya dengan
sekitar (Gambar 6). Setiap perubahan yang mencurigakan harus dilakukan biopsi untuk
menyingkirkan angiosarkoma dan tidak boleh dikaitkan sebagai efek samping radioterapi,
atau diidentifikasi sebagai hematoma. Dalam kasus angiosarkoma yang terbukti secara
patohistologis, diindikasikan untuk dilakukan mastektomi sederhana [43]. Limfadenektomi
aksila tidak diindikasikan karena tumor ini menyebar secara hematogen. Prognosis
tergantung pada stadium penyakit, tetapi pada kebanyakan pasien progonisnya buruk dengan
persentase kelangsungan hidup yang kecil yaitu lima tahun (five-year survival).

Gambar 6 : Angiosarkoma payudara yang berkembang sebagai komplikasi akhir


radioterapi setelah breast sparing surgery dari kanker invasif (enam tahun setelah
radioterapi). Terlihat makula ungu dengan margin tidak beraturan.

MASTEKTOMI PROFILAKSIS ATAU PREVENTIF


Mastektomi profilaksis atau preventif adalah operasi pengangkatan kedua payudara
untuk mencegah perkembangan kanker payudara. Dari teknik bedah yang tersedia, skin and
nipple sparing mastectomy paling sering digunakan dengan rekonstruksi payudara dengan
implan. Setiap pasien yang memilih untuk operasi ini harus dinasehati oleh tim multidisiplin
untuk penyakit payudara karena keputusan harus diperiksa dari aspek medis, etika, dan
psikososial [44]. Indikasi utamanya adalah riwayat keluarga dekat yang positif (ibu, saudara
perempuan yang mengalami penyakit di bawah usia 50 tahun), dan wanita yang terbukti
mengalami mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, kemudian wanita dengan LCIS yang merupakan
tanda peningkatan risiko morbiditas karsinoma payudara invasif, seperti wanita dengan lesi
biopsi yang mencurigakan dengan temuan patohistologisnya menunjukkan hiperplasia duktus
atipikal, dan pada saat yang sama memiliki riwayat keluarga yang positif [45,46].
Mastektomi profilaksis bukanlah jaminan 100% bahwa pasien yang dioperasi tidak akan
mengalami kanker payudara (walaupun hasil ini berkurang secara signifikan), karena operasi
tidak pernah 100% menghilangkan jaringan payudara (biasanya beberapa jaringan tetap
berada di daerah aksilla atau submammae). Hal ini yang harus dijelaskan kepada pasien. Dari
teknik radiologi dalam memantau pasien yang menjalani mastektomi profilaksis dengan
rekonstruksi menggunakan implan, ditekankan pentingnya resonansi magnetik. Alternatif
untuk prosedur pembedahan ini adalah pemantauan rutin pada wanita dengan peningkatan
risiko, atau penggunaan tamoxifen (antiestrogen) pada wanita dengan LCIS yang terbukti.

Referensi
1. Incidence of cancer in Croatia. Zagreb: Croatian Institute for Public Health. 2009.
2. Kelava I, TomiciÄ K, KokiÄ M, CorusiÄ A, PlaniniÄ P. Breast and gynecological cancers
in Croatia, 1988-2008. Croat Med. 2012; 53: 100-108.
3. http://www.mskcc.org/cancer-care/screening-guidelines/screening-guidelines-breast.
4. Donegan WL: Diagnosis. U: Donegan and Spratt. Cancer of the breast, fourth edition, WB
Saunders Company, Philadelphia 1995:167.
5. Boyd NF, Lockwood GA, Byng JW, Tritchler DL, Yaffe MJ. Mammographic densities
and breast cancer risk. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. 1998; 7: 1133-1144.
6. Dupont WD, Parl FF, Hartmann WH, Brinton LA, Winfield AC. Breast cancer risk
associated with proliferative breast disease and atypical hyperplasia. Cancer. 1993; 71: 1258-
1265.
7. John EM, Kelsey JL. Radiation and other environmental exposures and breast cancer.
Epidemiol Rev. 1993; 15: 157-162.
8. Fechner RE, Mills SE. Benign proliferations, atypias and in situ carcinomas. In: Breast
Pathology, Chicago.1990:119.
9. Foote FW, Stewart FW. Lobular carcinoma in situ: A rare form of mammary cancer. Am J
Pathol. 1941; 17: 491-496.
10. Sørlie T, Perou CM, Tibshirani R, Aas T, Geisler S. Gene expression patterns of breast
carcinomas distinguish tumor subclasses with clinical implications. Proc Natl Acad Sci U S
A. 2001; 98: 10869-10874.
11. Parker JS, Mullins M, Cheang MC, Leung S, Voduc D. Supervised risk predictor of
breast cancer based on intrinsic subtypes. J Clin Oncol. 2009; 27: 1160-1167.
12. Bird RE, Wallace TW, Yankaskas BC. Analysis of cancers missed at screening
mammography. Radiology. 1992; 184: 613-617.
13. Acheson MB, Patton RG, Howisey RL, Morgan A. Histological correlation of image-
guided core biopsy with excisional biopsy of nonpalpable breast lesions. Arch Surg 1997;
132: 815-818.
14. Peterse JL, Koolman-Schellekens MA, van de Peppel-van de Ham T, van Heerde P.
Atypia in fine-needle aspiration cytology of the breast: a histologic follow-up study of 301
cases. Semin Diagn Pathol. 1989; 6: 126-134.
15. Fisher B, Costantino J, Redmond C, Fisher E, Margolese R. Lumpectomy compared with
lumpectomy and radiation therapy for the treatment of intraductal breast cancer. N Engl J
Med. 1993; 328: 1581-1586.
16. Lagios MD, Richards VE, Rose MR, Yee E. Segmental mastectomy without
radiotherapy. Short-term follow-up. Cancer. 1983; 52: 2173-2179.
17. Veronesi U, Volterrani F, Luini A, Saccozzi R, Del Vecchio M. Quadrantectomy versus
lumpectomy for small size breast cancer. Eur J Cancer. 1990; 26: 671-673.
18. Olivotto IA, Rose MA, Osteen RT, Love S, Cady B. Late cosmetic outcome after
conservative surgery and radiotherapy: analysis of causes of cosmetic failure. Int J Radiat
Oncol Biol Phys. 1989; 17: 747-753.
19. Horton CE, Adamson JE, Mladick RA, Carraway JH. Simple mastectomy with immediate
reconstruction. Plast Reconstr Surg. 1974; 53: 42-47.
20. Kinne DW, DeCosse JJ. Modified radical mastectomy for carcinoma of the breast. Am
Surg. 1982; 48: 543-546.
21. Robinson G, Van Heerden J, Payne WEA. The primary surgical treatment of carcinoma
of the breast. A changing trend toward modified radical mastectomy. Mayo Clin Proc 1976;
51: 433-442.
22. Haagensen CD, Bodian C. A personal experience with Halsted’s radical mastectomy. Ann
Surg. 1984; 199: 143-150.
23. Toth BA, Lappert P. Modified skin incisions for mastectomy: the need for plastic surgical
input in preoperative planning. Plast Reconstr Surg. 1991; 87: 1048-1053.
24. Carlson GW, Styblo TM, Lyles RH, Bostwick J, Murray DR. Local recurrence after skin-
sparing mastectomy: tumor biology or surgical conservatism? Ann Surg Oncol. 2003; 10:
108-112.
25. Gipponi M, Bassetti C, Canavese G, Catturich A, Di Somma C. Sentinel lymph node as a
new marker for therapeutic planning in breast cancer patients. J Surg Oncol. 2004; 85: 102-
111.
26. Giuliano AE, Hunt KK, Ballman KV, Beitsch PD, Whitworth PW. Axillary dissection vs
no axillary dissection in women with invasive breast cancer and sentinel node metastasis: a
randomized clinical trial. JAMA. 2011; 305: 569-575.
27. Salmon RJ, Marcollet A, Doridot V, Clough KB. Sentinel node identification in breast
cancer: logistic aspects. Bull Cancer. 2003; 90: 1049-1054.
28. Moore MP, Kinne DW. Axillary lymphadenectomy: a diagnostic and therapeutic
procedure. J Surg Oncol. 1997; 66: 2-6.
29. Aitken DR, Minton JP. Complications associated with mastectomy. Surg Clin North Am.
1983; 63: 1331-1352.
30. Savage RC. The surgical management of lymphedema. Surg Gynecol Obstet. 1985; 160:
283-290.
31. Tadych K, Donegan WL. Postmastectomy seromas and wound drainage. Surg Gynecol
Obstet. 1987; 165: 483-487.
32. Chandler GN, Telling M. Lymphangitis carcinomatosa. Br Med J. 1952; 2: 639-641.
33. Newman LA. Management of patients with locally advanced breast cancer. Curr Oncol
Rep. 2004; 6: 53-61.
34. Fredriksson I, Liljegren G, Palm-Sjövall M, Arnesson LG, Emdin SO. Risk factors for
local recurrence after breast-conserving surgery. Br J Surg. 2003; 90: 1093-1102.
35. Abeloff MD, Lichter AS, Niederhuber JE. Clinical Oncology. Churchill Livingstone,
New York, Edinburgh, London, Melbourne, Tokyo, 1995; 1617-1714.
36. Harris JR, Morrow M, Bonadonna G. Cancer of the breast. U: De Vita Jr VT, Hellman S,
Rosenberg SA: Cancer, Principles Practice of Oncology, Fourth Edition, JB Lippincott Co,
Philadelphia 1993; 1264-1332.
37. Nugent P, O’Connell TX. Breast cancer and pregnancy. Arch Surg. 1985; 120: 1221-
1224.
38. Bulens P, Vanuytsel L, Rijnders A, van der Schueren E. Breast conserving treatment of
Paget’s disease. Radiother Oncol. 1990; 17: 305-309.
39. Ascenso AC, Marques MSJ, Capitao-Mor M. Paget’s disease of the nipple: Clinical and
pathological review of 109 female patients. Dermatologica 1985; 170: 170.
40. Anderson WF, Althuis MD, Brinton LA, Devesa SS. Is male breast cancer similar or
different than female breast cancer? Breast Cancer Res Treat. 2004; 83: 77-86.
41. Blanchard DK, Farley DR. Retrospective study of women presenting with axillary
metastases from occult breast carcinoma. World J Surg. 2004; 28: 535-539.
42. Contarini O, Urdaneta LF, Hagan W, Stephenson SE. Cystosarcoma phylloides of the
breast: a new therapeutic proposal. Am Surg. 1982; 48: 157-166.
43. Grebic D, Tomašic AM. Sporadic case of breast angiosarcoma as a complication of
radiotherapy following breast conserving surgery for invasive ductal breast cancer. Breast
Care 2015; 10: 336-338.
44. Metcalfe KA, Esplen MJ, Goel V, Narod SA. Psychosocial functioning in women who
have undergone bilatteral prophylactic mastectomy. Psychooncology 2004; 13: 14-25.
45. Rebbeck TR, Friebel T, Lynch HT. Bilateral prophylactic mastectomy reduces breast
cancer risk BRCS1 and BRCA2 mutation carriers: the prose Study Group. J Clin Oncol 2004;
22:1055-1062.
46. Scott CI, Lorgulescu DG, Thorne HJ, Henderson MA, Phillips KA. Clinical, pathological
and genetic features of women at high familial risk of breast cancer undergoing prophylactic
mastectomy. Clin Genet 2003; 64: 111-121.

Anda mungkin juga menyukai