STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama : Ny. M
Umur : 61 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Sukoharjo, Jawa Tengah
No. RM : 0759xx
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Sudah menikah
Tanggal masuk RS : 13 April 2021
Tanggal pemeriksaan : 13 April 2021
2. Data Dasar
Keluhan Utama
Pusing berputar sejak 6 jam SMRS dan mual muntah sejak 3 jam SMRS.
1
keluhan sama yaitu pada November 2020, dan diberikan obat nyeri, mual,
dan vertigo. Pasien hanya meminum obatnya sesaat setelah sakit. Gangguan
pendengaran disangkal, telinga berdenging disangkal, pandangan kabur
disangkal, penglihatan ganda disangkal, kelemahan anggota gerak badan
disangkal, sulit menelan disangkal. Pasien mengaku tidak ada penurunan
berat badan. BAB dan BAK pasien normal.
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Serupa November 2020 pusing berputar,
mual muntah
Riwayat mondok Disangkal
Riwayat HT Terdapat riwayat HT, rutin
minum Amlodipin 1x1
Riwayat DM Disangkal
Riwayat kolesterol Disangkal
Riwayat sakit ginjal Disangkal
Riwayat sakit jantung Disangkal
Riwayat stroke Disangkal
Riwayat kejang Disangkal
Riwayat alergi Disangkal
Riwayat Kebiasaan
Merokok dan alkohol disangkal. Sebelum sakit, pasien rutin makan 3x sehari
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 13 April 2021 dengan hasil
sebagai berikut:
1. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit ringan, GCS E4V5M6
2. Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 125/67 mmHg
b. Nadi : 83 kali/menit
c. Frekuensi nafas : 20 kali/menit
d. Suhu : 36,5 0C
3. Status Gizi
a. Berat Badan : 60 kg
b. Tinggi Badan : 156 cm
c. IMT : 24.7
d. Kesan : Normal
4. Kulit : Kulit berwarna sawo matang, turgor menurun (-),
hiperpigmentasi bekas garukan gatal (-), kering (-),
teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-),
papul (-)
5. Kepala : Bentuk mesocephal, rambut warna hitam dan
putih, mudah rontok (-), luka (-), atrofi m. Temporalis
(-)
6. Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil
isokor diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+),
edema palpebra (-/-), strabismus (-/-), katarak (-/-)
7. Telinga : Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-),
nyeri tekan tragus (-)
8. Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
9. Mulut : Bibir pucat (-), mukosa kering (-), sianosis (-), gusi
berdarah (-), papil lidah atrofi (-), oral thrush (-), karies
gigi (-) Mulut mencong ke kiri (-)
10 Leher : JVP R+2cm, trakea ditengah, simetris, pembesaran
. kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening
leher (-), distensi vena-vena leher (-)
11 Thorax : Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
. kanan = kiri, retraksi intercostal (-), pernafasan
abdominothorakal, sela iga melebar (-), pembesaran
kelenjar getah bening axilla (-/-)
12 Jantung :
a. Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak
b. Palpasi : Ictus kordis tidak kuat angkat
c. Perkusi :
Batas Jantung
Kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra
Kiri atas : SIC II linea sternalis sinistra
Kiri bawah : SIC V linea midclavicularis sinistra
Kesan : Ukuran jantung kesan normal
d. Auskultasi : Bunyi jantung I-II, reguler
13 Pulmo :
Inspeksi
1. Statis : Normochest, simetris
2. Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela
iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi
1. Statis : Simetris
2. Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri, fremitus
raba kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah halus (-), ronkhi
basah kasar (-) krepitasi (-)
14 Abdomen :
a. Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding thoraks
b. Auskultasi : Bising usus (+) 12 x / menit, bruit hepar (-)
c. Perkusi : Timpani, pekak alih (-), undulasi (-)
d. Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (-)
15 Ekstremitas : Oedem
. - -
- -
CRT< 2 detik
C. PEMERIKSAAN NEUROLOGI
1. Kesadaran dan Fungsi Luhur
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Laboratorium Darah (13 April 2021) di RS UNS
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 13.1 g/dL 12.0 – 15.6
Hematokrit 40.2 % 33 – 45
Leukosit 12.91 ribu/µl 4,5 – 11.0
Trombosit 263 ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 5.05 juta/µl 4.10 – 5.10
Indeks Eritrosit
MCV 79.6 /um 80.0 – 96.0
MCH 25.9 Pg 28.0 – 33.0
MCHC 32.5 g/dl 33.0 – 36.0
RDW-CV 12.8 % 11.6 – 14.6
MPV 10.1 Fl 7.2 – 11.1
PDW 10.8 % 25 - 65
Hitung Jenis
Eosinofil 0.4 % 0.00-4.00
Basofil 0.4 % 0.00-2.00
Netrofil 84.9 % 55.00-80.00
Limfosit 10.5 % 22.00-44.00
Monosit 3.8 % 0.00-7.00
F. PLANNING
1. Infus RL 20 tpm
2. Inj Difenhidramin 1A/8jam
3. Inj Ranitidin 1A/8jam
4. Inj Ondancetron 8mg/8jam
5. Inj. Omeprazole 1A/12jam
6. Betahistin 3x12mg
7. Sucralfat syr. 3x1 CI
8. Terapi rehabilitasi vestibular
BAB II
DISKUSI KASUS
Pasien merupakan seorang perempuan berusia 61 tahun datang dengan keluhan mual
muntah sejak 3 jam SMRS, yang didahului dengan pusing berputar 6 jam SMRS. Hal ini sesuai
dengan definisi vertigo, yaitu sensasi berputar dan bergeraknya penglihatan, disertai mual
muntah dan keringat dingin. Pasien mengrluhkan pusing berputar memberat saat pasien bangun
dari posisi duduk ke berdiri, serta saat di keramaian. Hal ini sesuai dengan kasus BPPV
(Benign Paroxysmal Positional Vertigo), keluhan dipicu oleh perubahan posisi kepala terhadap
gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf pusat. Hal ini disebabkan karena
adanya kelainan pada otokonia berupa deposit pada kupula kanalis semisirkularis posterior.
Adanya deposit menyebabkan kanalis menjadi sensitif saat tubuh mengalami perubahan
gravitasi disertai perubahan posisi kepala (Lumbantobing, 2003).
Fungsi sistem vestibular terletak pada kanalis semisirkularis yang berada pada dalam
apparatus vestibular, terisi cairan yang apabila bergetar berfungsi mengirim informasi tentang
gerakan sirkuler atau memutar. Ketiga kanalis semisirkularis bertemu di vestibulum yang
terletak berdekatan dengan koklea. Adanya kerjasama dari mata dan sistem vestibular
mengakibatkan terjaganya pandangan agar benda terlihat dengan jelas ketika bergerak. Hal ini
disebut dengan reflek vestibular-okular. Gerakan cairan dalam kanalis semisirkularis memberi
pesan kepada otak bagaimana kecepatan kepala berotasi, ketika kepala mengangguk, atau saat
kepala menoleh. Setiap kanalis semisirkularis memiliki ujung yang menggembung dan berisi
sel rambut. Adanya rotasi kepala mengakibatkan gerakan/aliran cairan yang akan mengubah
posisi pada bagian ujung sel rambut terbungkus jelly-like cupula. Selain kanalis semisirkularis,
terdapat organ yang termasuk dalam bagian sistem vestibuler, yaitu sakulus dan utrikulus.
Kedua organ tersebut termasuk dalam organ otolit. Organ otolit memiliki otokonia yaitu sel
rambut terbungkus jelly-like layer bertabur batuan kecil kalsium (Joesoef, 2006; Copeland,
2005).
Saat kepala menengadah maupun posisi tubuh berubah, terjadilah pergeseran batuan
kalsium karena pengaruh gravitasi. Akibatnya, sel rambut menjadi bengkok sehingga terjadi
influx ion kalsium yang selanjutnya memicu keluarnya neuritransmitter yang kemudian
memasuki celah sinaps dan ditangkap oleh reseptor. Selanjutnya, terjadi penjalaran impuls
melalui nervus vestibularis menuju tingkat yang lebih tinggi. Adanya sistem vestibular bekerja
sama dengan sistem visual dan proprioseptik membuat tubuh dapat mempertahankan orientasi
dan keseimbangannya (Joesoef, 2006; Copeland, 2005).
Sistem keseimbangan pada manusia adalah suatu mekanisme yang kompleks terdiri
dari input sensorik bagian dari alat vestibular, visual, maupun proprioseptif. Ketiganya menuju
otak dan medula spinalis, dimodulasi dan diintegrasikan aktivitas cerebrum, sistem limbik,
sistem ekstrapiramidal, dan korteks cerebri, dan mempersepsikan posisi tubuh dan kepala saat
berada dalam ruangan, mengontrol gerak mata, dan fungsi sikap statik dan dinamik. Adanya
perubahan pada input sensorik, organ efektor, maupun mekanisme integrasi mengakibatkan
persepsi vertigo, adanya gangguan gerakan pada bola mata, dan gangguan keseimbangan.
Kehilangan pada input dari dua atau lebih dari sistem vestibular mengakibatkan hilangknya
keseimbangan hingga terjatuh. Karenanya, apabila seorang pasien dengan gangguan
proprioseptif berat disertai sensory disequilibrium, atau disfungdi vestibular unilateral
uncompesanted dan vertigo, akan jatuh bila penglihatan ditutup (Copeland, 2005). Hal ini
sesuai dengan Tes Romberg pasien (+) jatuh ke kanan.
Pemeriksaan neurologis Uji Romberg pada pasien (+) pasien tidak seimbang ke kanan
saat menutup mata. Pada Uji Romberg, Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan mula-
mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-
30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya
dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata
tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada
mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebral badan penderita
akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup (Riyanto, 2004).
Selanjutnya, Past Pointing Test pada pasien juga (+) penyimpangan ke kanan. Pada
past-ponting test, penderita diinstruksikan mengangkat lengannya ke atas dengan jari telunjuk
ekstensi dan lengan lurus ke depan, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan
pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan
vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi (Riyanto, 2004).
a. Manuver Epley, manuver Epley adalah yang paling sering digunakan pada kanal vertikal.
Pasien diminta untuk menolehkan kepala ke sisi yang sakit sebesar 45° lalu pasien
berbaring dengan kepala tergantung dan dipertahankan 1-2 menit. Lalu kepala ditolehkan
90° ke sisi sebaliknya, dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan
dipertahan 30- 60 detik. Setelah itu pasien mengistirahatkan dagu pada pundaknya dan
kembali ke posisi duduk secara perlahan.
c. Manuver Lempert, manuver ini dapat digunakan pada pengobatan BPPV tipe kanal
lateral. Pasien berguling 360° yang dimulai dari posisi supinasi lalu pasien menolehkan
kepala 90° ke sisi yang sehat, diikuti dengan membalikkan tubuh ke posisi lateral
dekubitus. Lalu kepala menoleh ke bawah dan tubuh mengikuti ke posisi ventral
dekubitus. Pasien kemudian menoleh lagi 90° dan tubuh kembali ke posisi lateral
dekubitus lalu kembali ke posisi supinasi. Masing-masing gerakan dipertahankan selama
15 detik untuk migrasi lambat dari partikel-partikel sebagai respon terhadap gravitasi.
d. Forced Prolonged Position, manuver ini digunakan pada BPPV tipe kanal lateral.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan kekuatan dari posisi lateral dekubitus pada sisi
telinga yang sakit dan dipertahankan selama 12 jam.
e. Brandt-Daroff exercise, manuver ini dikembangkan sebagai latihan untuk di rumah dan
dapat dilakukan sendiri oleh pasien sebagai terapi tambahan pada pasien yang tetap
simptomatik setelah manuver Epley atau Semont. Latihan ini juga dapat membantu
pasien menerapkan beberapa posisi sehingga dapat menjadi kebiasaan.
Copeland BJ, Pillsbury III CH. Vertigo. Dalam: Runge MS, Greganti MA, editor. Netter
internal medicine. Edisi ke-1. New Jersey: Icon Learning System; 2005. hlm. 725–7.
Edward Y, dan Roza Y. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test. Jurnal Kesehatan Andalas, 2014; 3(1):
77-81
Joesoef AA, Kusmastuti K, editor. Neurootologi klinis vertigo. Jakarta: Airlangga University
Press; 2002.
Joesoef AA. Etiologi dan patofisiologi vertigo. Dalam: Leksmono P, Islam MS, Yudha H,
editor. Kumpulan makalah pertemuan ilmiah nasional ii nyeri kepala, nyeri dan vertigo.
Jakarta: Airlangga University Press; 2006. hlm. 209–14.
Joesoef AA. Vertigo. Dalam: Harsono, editor. Kapita selekta neurologi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press; 2000. hlm. 341–59
Lumbantobing SM. Vertigo tujuh keliling. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2003.
Purnamasari PP. Diagnosis dan tatalaksana benign paroxysmal positional vertigo (BPPV).
Balai Peneribit Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 2013; 2(6): 18-22.
Riyanto WB. Vertigo: aspek neurologi. Cermin Dunia Kedokteran. 2004; 144:41-6