Anda di halaman 1dari 9

LEARNING ISSUE TUTORIAL

SKENARIO C BLOK 28

Disusun Oleh: KELOMPOK 6

Mutia Arnisa Putri 04121401004


Fadillah Amrina 04121401005
Zahrunisa Al Jannah 04121401007
Dhiya Silfi Ramadini 04121401008
Fachra Afifah Aliati 04121401041
Vina Chanthyca Ayu 04121401043
Ayu Aprilisa Dahni Putri 04121401062
M. Gufron N 04121401064
Adisti Meirizka 04121401070
M Yufimar Riza Fadilah 04121401076
Galih Nugraha 04121401078
Dwi Lestari 04121401083
Asyriva Yossadania 04121901001

Tutor: dr. Riani Erna, Sp.A


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2015/2016
LEARNING ISSUE
ANATOMI SAURAN NAFAS ANAK

Organ-Organ Pernafasan Pada Manusia organ-organ pernafasan yang dimiliki oleh


manusiameliputi semua struktur yang menghubungkan udara dari dan ke paru-paru. Organ
tersebut antara lain:

1)      Hidung

Hidung terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga   hidung. Rongga hidung
banyak memiliki kapiler darah, dan selalu lembap dengan adanya lendir yang dihasilkan oleh
mukosa. Didalam hidung udara disaring dari benda-benda asing yang tidak berupa gas agar tidak
masuk ke paru-paru. Selain itu udara juga disesuaikan suhunya agar sesuai dengan suhu tubuh.
2)      Faring

Faring merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang merupakan jalan masuknya udara dsri
ronggas hidung. Pada ruang tersebut terdapat klep (epiglotis) yang bertugas mengatur pergantian
perjalanan udara pernafasan dan makanan.

3)      Laring Laring/pangkal batang tenggorokan / kotak suara.

Laring terdiri atas tulang rawan, yaitu jakun, epiglotis, (tulang rawan penutup) dan tulang rawan
trikoid (cincin stempel) yang letaknya paling bawah. Pita suara terletak di dinding laring bagian
dalam.

4)      Trakea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan pita yang tersusun atas otot polos dan tulang rawan
yang berbentuk hurup ’C’ pada jarak yang sangat teratur. Dinding trakea tersusun atas tiga
lapisan jaringan epitel yang dapat menghasilkan lendir yang berguna untuk menangkap dan
mengembalikan benda-benda asing ke hulu saluran pernafasan sebelum masuk ke paru-paru
bersama udara penafasan.

5)      Bronkus

Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang, yang satu menuju ke paru-
paru kiri dan yang satunya menuju paru-paru kanan. Dinding bronkus terdiri atas lapisan jaringan
ikat, lapisan jaringan epitel, otot polos dan cincin tulang rawan. Kedudukan bronkus yang
menuju kekiri lebih mendatar dari pada ke kanan. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa
paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit.

6)      Bronkiolus

Bronkeolus merupakan cabang dari bronkus, dindingnya lebih tipis dan salurannya lebih tipis.
Bronkeolus bercabang-cabang menjadi bagian yang lebih halus.
 

7)      Alveolus

Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-gelembung udara. Dinding aleolus
sanat tipis setebal silapis sel, lembap dan berdekatan dengan kapiler-kapiler darah. Adanya
alveolus memungkinkan terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan penting dalam
pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadi pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke
sel-sel darah, sedangkan perukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.

8)      Paru-paru

Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan tulang rusuk, pada bagian
bawah dibatasi oleh otot dafragma yang kuat. Paru-paru merupakan himpunana dari bronkeulus,
saccus alveolaris dan alveolus. Diantara selaput dan paru-paru terdapat cairan limfa yang
berfungsi untuk melindungi paruparu pada saat mengembang dan mengempis. Mengembang dan
mengempisnya paru-paru disebabkan karena adanya perubahan tekana rongga dada.

Paru-paru kanan  berlobus tiga Bronkus kanan bercabang tiga. Sedangkan paru-paru kiri
berlobus dua Bronkuis kiri bercabang dua Posisinya lebih mendatar Dibungkus oleh lapisan
pleura yang berfungsi menghindari gesekan saat bernafas

SYOK ANAFILAKSIS

Definisi
Kumpulan gejala yang segera timbul setelah pasien terpajan oleh alergen atau faktor pencetus
nonalergen. Reaksi tersebut merupakan reaksi sistemik yang melibatkan beberapa organ
sehingga merupakan keadaan darurat yang potensial dapat mengancam jiwa.

Kriteria Diagnosis
Hipotensi, takikardia, vasokonstriksi perifer (akral dingin, keringat dingin) oliguria.
Diagnosis Banding
Syok kardiogenik, syok hipovolemik

Patogenesis
Secara imunopatologik reaksi anafilaksis dan reaksi anafilaktoid dibagi menjadi 1) reaksi
anafilaksis yang diperankan oleh IgE atau IgG, reaksi anafilaktoid karena lepasnya mediator
secara langsung misalnya oleh obat, makanan, agregasi kompleks imun seperti reaksi terhadap
globulin γ, IgG antiIgA, reaksi transfusi karena pembentukan antibodi terhadap eritrosit atau
leukosit, dan reaksi yang diinduksi prostaglandin oleh pengaruh aspirin atau obat lain.
Secara klinis gejala anafilaksis dapat berupa reaksi lokal dan reaksi sistemik. Reaksi lokal
terdiri dari urtikaria dan angioedema pada daerah yang kontak dengan antigen. Reaksi lokal
dapat berat tetapi jarang sekali fatal. Reaksi sistemik terjadi pada oragan target seperti traktus
respiratorius, sistem kardiovaskular, traktus gastrointestinalis, dan kulit. Reaksi ini biasanya
terjadi dalam waktu 30 menit sesudah kontak dengan penyebab.
Gejala awal reaksi sistemik ringan adalah rasa gatal dan panas di bagian perifer tubuh,
biasanya disertai perasaan penuh dalam mulut dan tenggorokan. Gejala permulaan ini dapat
disertai dengan hidung tersumbat dan pembengkakan peri orbita. Dapat juga disertai rasa gatal
pada membran mukosa, keluarnya air mata, dan bersin. Gejala ini biasanya timbul dalam 2 jam
sesudah kontak dengan antigen. Lamanya gejala bergantung pada pengobatan, umumnya
berjalan 1-2 hari atau lebih pada kasus kronik.
Gambar. Tanda dan gejala anaphylaxis

Reaksi sistemik sedang mencakup semua gejala dan tanda yang ditemukan pada reaksi sistemik
ringan ditambah dengan bronkospasme dan atau edema jalan napas, dispnu, batuk dan mengi.
Dapat juga terjadi angioedema, urtikaria umum, mual dan muntah. Biasanya penderita mengeluh
gatal menyeluruh, merasa panas, dan gelisah. Masa awitan dan lamanya reaksi sistemik sedang
hampir sama dengan reaksi sistemik ringan.

Reaksi sistemik berat


Masa awitan biasanya pendek, timbul mendadak dengan tanda dan gejala seperti reaksi
sistemik ringan dan reaksi sistemik sedang, kemudian dengan cepat dalam beberapa menit
(terkadang tanpa gejala permulaan) timbul bronkospasme hebat dan edema laring disertai serak,
stridor, dispnu berat, sianosis, dan kadangkala terjadi henti napas. Edema faring, gastrointestinal
dan hipermotilitas menyebabkan disfagia, kejang perut hebat, diare dan muntah. Kejang umum
dapat terjadi, dapat disebabkan oleh rangsangan sistem saraf pusat atau karena hipoksia. Kolaps
kardiovaskular menyebabkan hipotensi, aritmia jantung, syok dan koma.

Pemeriksaan Penunjang
* Lab: darah dan urin
* EKG
* Analisis gas darah

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada dasarnya ditujukan untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat dan
memberikan ventilasi yang baik. Dapat dibagi dalam 2 kategori utama, yaitu: terapi segera dan
terapi suportif yang harus ditambah dengan penyelidikan penatalaksanaan tindak lanjut dan bila
memungkinkan dilakukan tindakan pencegahan.

Tindakan Segera
1. Hentikan prosedur seperti memberi media kontras.
2. Pasang torniket, misalnya sesudah sengatan tawon.
3. Letakkan pasien terlentang pada dasar keras, horisontal dengan kakiditinggikan 30-40 derajat.
Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan. Bila pasien tidak sadar, lakukan gerakan Triple airway
maneuver (ekstensi kepala, dorong mandibula ke depan, buka mulut). Bila pasien mengalami
henti napas (apnea), segera lakukan 2 kali ventilasi buatan, kalau mungkin dengan O2 murni
(100%). Bila terdapat sumbatan jalan napas akibat edema laring, lakukan intubasi trakea. Bila
tidak mungkin, sebagai alternatif adalah krikotiroidotomi atau paling tidak pungsi membrana
krikotiroid dengan jarum berlumen besar. Setelah 2 kali ventilasi buatan awal, segera raba
arteri karotis atau arteri femoralis. Bila berdenyut tetapi pasien tetap henti napas, teruskan
ventilasi buatan (12kali/menit) sampai timbul ventilasi spontan dan adekuat. Tetapi bila tidak
teraba denyut, berarti pasien mengalami henti jantung (cardiac arrest), segera lakukan
kompresi jantung luar 15 kali dengan laju (80-100kali/menit) yang kemudian diikuti 2 kali
ventilasi buatan (1 ventilasi = 1-1½ detik), seterusnya lakukan resusitasi jantung paru menurut
standar yang baru.
4. Bila pasien tidak mengalami henti jantung, terapi farmakologis anafilaksis hendaknya dimulai
dengan adrenalin sedini mungkin. Adrenalin merupakan obat pilihan untuk terapi akut
anafilaksis karena segera melawan manifestasi yang mengancam nyawa, seperti
bronkokonstriksi dan hipotensi dengan cara meninggikan cAMP (cyclic Adenosin 3,5
Monophosphate) dalam sel mast dan basofil. Efek agonis beta juga meninggikan kegiatan
inotropik dan kronotropik miokard. Efek agonis meninggikan tahanan vaskular sistemik total
dan menaikkan tekanan diastolik untuk memperbaiki aliran koroner. Gabungan efek adrenalin
ini akan meningkatkan curahan jantung, transpor oksigen, tekanan arterial yang kesemuanya
dapat memperbaiki perfusi sistemik. Reaksi yang hebat memerlukan suntikan IV 3-5 ml
larutan 1:1000 sebanyak 0,3-0,5 mg untuk dewasa dan 0,01 mg/KgBB untuk anak-
anak.Dalam keadaan daruraut dapat dipakai vena femoralis atau vena lidah. Instilasi
intratrakeal langsung yang memberikan absorpsi cepat ke dalam sistem vaskuler dapat
diberikan lewat pipa trakeal atau transkutan. Cara pemberian terakhir ini diindikasikan
bilamana terjadi kolaps vaskular akut yang menyebabkan vena perifer sulit dikanulasi. Pada
reaksi yang lebih ringan, adrenalin dapat diberikan IM atau SK. Dalam hal ini 0,3-0,5 ml
larutan 1:1000 diberikan untuk dewasa den 0,01 mg/KgBB untuk anak-anak. Dosis ulangan
seperlunya dapat diberikan setiap 5-10 menit. Etil noradrenalin memberikan efek samping
yang lebih sedikit dari adrenalin. Dosis kecil adrenalin atau etil noradrenalin dapat
disuntikkan lokal pada tempat sengatan serangga untuk mendapatkan efek vasokonstriksi.
Aminofilin merupakan obat lain yang bermanfaat yang dapat diberikan IV jika bronkospasme
menetap setelah pemberian adrenalin. Aminofilin secara efektif mencegah pelepasan mediator
dengan menghambat fosfodiesterase, suatu enzim yang diperlukan untuk metabolisme cAMP
intraseluler. Untuk dewasa dan anak, dosis pertama 5-6 mg/KgBB diberikan perinfus selama
20 menit, dilanjutkan denagn kontinu 0,4-0,9/KgBB/jam. Infus diatur untuk mempertahankan
kadar serum 10-20 µg/ml.
5. Bila tidak ada respon terhadap terapi diatas, berikan adrenalin atau noradrenalin (1 mg/ml
diencerkan 10 kali untuk dewasa dan diberikan pelan-pelan). Hendaknya disediakan
defibrilator.
6. Intubasi trakeal/krikotirotomi/trakeostomi.
7. Lakukan resusutasi jantung-paru (RJP).
8. Beri adrnalin intrakardiak terutama bila terlihat jelas bendungan vena.
9. Pertimbangkan kompresi jantung terbuka sebagai upaya terakhir.

Terapi suportif
1. Upayakan kembali menyeimbangkan cairan dan elektrolit. Koreksi hipovolemia segera
merupakan sasaran penting dalam terapi syok anafilaksis. Terapi cairan meninggikan tekanan
arterial dan curah jantung dengan melawan asidosis laktat. Meskipun peninggian mendadak pada
permeabilitas vaskuler sering hanya berlaku sebentar, pasien tetap hipovolemik dan sangat
membutuhkan cairan. Kehilangan plasma sebaiknya diganti dengan titrasi pengganti plasma
dalam jumlah yang sama, yaitu dengan cairan koloid seperti albumin serum manusia 5% atau
kanji hidroksietil 6%.
2. Teruskan pemberian O2 terutama bila pasien sianosis.
3. Beri kortikosteroid IV. Misal: hidroksikortison 100-200 mg (ekuivalen) untuk dewasa rata-
rata.
4. Beri antihistamin IV. Misal: prometazin 0,2 mg/KgBB. Antihistamin yang menghambat efek
perifer histamin melalui inhibisi kompetitif reseptorhistamin dan kortikosteroid yang dapat
meningkatkan reaksi jaringan terhadap agonis beta dan menghambat sintesis histamin,
merupakan terapi sekunder yang tidak mempunyai peranan dalam penatalaksanaan keadaan yang
mengancam nyawa akut.
5. Hindari sedatif, narkotika, transquilizer dan obat hipotensi lainnya.
6. Pasien diobservasi minimal 4 jamsesudah anafilaksis.
7. Dua puluh empat jam berikutnya hindari vasodilator seperti alkohol, panas (mandi air panas)
dan sebagainya.
8. Pada paru edema membran jarang terjadi dan hendaknya diberi terapi dengan ventilasi kendali
tekanan positif (IPPV), tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) dan pengisian volume.

Penyulit
Syok irreversible, multi-organ damage.

Anda mungkin juga menyukai