Anda di halaman 1dari 13

4

BAB II
TINJUAN PUSTAKA

A. Tetes Mata
Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi digunakan
pada mata dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar
kelopak mata atau bola mata (FI.III, 1979). Tetes mata digunakan untuk
menghasilkan efek diagnostik dan terapeutik lokal dan yang lain untuk
merealisasikan kerja farmakologis yang terjadi setelah berlangsungnya
penetrasi bahan obat, dalam jaringan yang umumnya terdapat disekitar mata
(Voight, 1994).
Pembuatan tetes mata membutuhkan perhatian khusus dalam hal toksisitas
bahan obat, sterlilisasi dan kemasan yang tepat. Beberapa tetes mata perlu
hipertonik untuk meningkatkan daya serap dan menyediakan kadar bahan aktif
yang cukup tinggi untuk menghasilkan efek obat yang cepat dan efektif.
Apabila tetes mata seperti ini digunakan dalam jumlah kecil, pengenceran
dengan air mata cepat terjadi sehingga rasa perih akibat hipertonisitas hanya
sementara, tetapi penyesuaian isotonisitas oleh pengenceran dengan air mata
tidak berarti, jika digunakan larutan hipertonik dalam jumlah besar sebagai
koliria untuk membasahi mata. Jadi yang paling penting adalah tetes mata
harus mendekati isotonik (Puspitasari, 2009).
Bahan obat yang digunakan pada mata adalah farmaka pelebar pupil
(midriatika), seperti atropine, skopolamin, fenilefrin, dan epiefrin sedangkan
bahan dengan kerja penyempit pupil (miotika) seperti pilokarpin, fisostigmin,
neostigmin dan paraixon. Untuk melawan proses infeksi digunakan antibiotika
disamping garam perak untuk mengobati rasa nyeri digunakan anastetika
lokal. Mata merupakan organ yang paling peka dari manusia. Oleh karena itu
sediaan obat mata mensyaratkan kualitas yang lebih tajam (Puspitasari, 2009).
Beberapa syarat tetes mata adalah jernih, steril, isotonik, isohidris, dan
stabilitas. Pemberian etiket pada sediaan tetes mata harus tertera tidak boleh
digunakan lebih dari 1 bulan setelah tutup dibuka (Puspitasari, 2009).

4
Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014
5

Guna mengurangi iritasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut ini :


1. Penyesuain pH dengan cairan air mata
2. Penyesuaian isotonis dengan air mata
3. Viskositas cairan air mata
Viskositas diperlukan agar larutan obat tidak cepat dihilangkan oleh air
mata serta dapat memperpanjang lama kontak dengan kornea, dengan
demikian dapat mencapai hasil terapi yang besar.
Surfaktan sering digunakan dalam tetes mata, karena mempunyai fungsi
pembasah atau zat penetrasi. Efek samping surfaktan ialah :
1. Menaikkan kelarutan, hingga menaikkan kadar dari obat kontak dengan
mata
2. Menaikkan penetrasi kedalam kornea dan jaringan lain
3. Memperlama tetapnya obat dalam konjungtiva, pada pengenceran obat
oleh air mata (Puspitasari, 2009).

B. Stabilitas Obat
Efek terapeutik suatu obat tergantung dari banyak faktor antara lain cara
dan bentuk pemberian, efek fisikokimiawi yang menentukan reabsorbsi,
biotransformasi, dan ekskresinya dalam tubuh. Selain itu, faktor individu serta
kondisi fisiologi pengguna juga sangat berpengaruh. Hal yang juga penting
adalah stabilitas dari obat itu sendiri. Suatu obat akan memberikan efek
teraupetik yang baik jika obat tersebut dalam keadaan baik.
(Luawo et al, 2012)
Stabilitas obat yang baik mempengaruhi mutu obat, sediaan farmasi yang
bermutu adalah sediaan farmasi yang memenuhi kriteria aman, efektif, efisien,
stabil dan nyaman. Untuk memenuhi kriteria tersebut, obat diformulasikan
dalam bentuk sediaan tertentu sehingga dapat mencapai tempat aksinya,
memberikan efek samping yang minimal, stabilitas sediaan yang optimal serta
nyaman dalam pemakaian, mutu semua obat yang boleh beredar harus
terjamin baik dan diharapkan obat akan sampai ke pasien dalam keadaan baik.

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014


6

Penyimpanan obat yang kurang baik merupakan salah satu masalah dalam
upaya peningkatan mutu obat (Luawo et al, 2012).
Kestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam
membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu
obat atau sediaan farmasi biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan
memerlukan waktu yang lama sampai ketangan pasien yang
membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat
toksik sehingga dapat membahayakan dan dampak negatif bagi jiwa pasien
(Luawo et al, 2012).
Uji stabilitas dimaksudkan untuk menjamin kualitas produk yang telah
diluluskan dan beredar di pasaran. Uji stabilitas yang dilakukan bermanfaat
untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban
terhadap parameter–parameter stabilitas produk seperti kadar zat aktif.
(Luawo et al, 2012).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain
adalah panas, cahaya, kelembaban, oksigan, pH, mikroorganisme, dan lain-
lain digunakan dalam formula sediaan obat tersebut (Anief, 2005).
Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah
kadar obat yang berkhasiat. Bila suau obat stabil artinya dalam waktu relatif
lama, obat akan berada dalam keadaan semula, tidak berubah atau bila
berubah masih dalam batas yang diperbolehkan oleh persyaratan tertentu.

C. Kloramfenikol
Rumus struktrur :

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014


7

Gambar 1. Struktur Kloramfenikol (Shadoul et al, 2011)


Nama Kimia : D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[β-hidroksi-α-(hidroksimetil)-
p-nitrofenetil]asetamida [56-75-7]
Rumus Molekul : C11H12CI2N2O5
Berat Molekul : 323,13
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng
memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih
kekuningan; larutan praktis netral terhadap lakmus p;
stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam.
Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol; dalam
propilen glikol; dalam aseton dan dalam etil asetat.
(FI.IV, 1995).
Kloramfenikol merupakan antibiotika yang diisolasi pertama kali dari
Sreptomyces venezuelae. Kloramfenikol bekerja dengan jalan menghambat
sintesis protein kuman dan yang dihambat ialah enzim peptidil transferase
berperan membentuk ikatan-ikatan peptide pada proses sintesis protein
kuman. Kloramfenikol aktif terhadap sejumlah organisme gram positif dan
gram negatif. Kloramfenikol merupakan suatu antibiotik spektrum luas yang
aktif, tidak hanya terhadap bakteri, tetapi juga terhadap mikroorganisme lain
seperti risketsia (Musharraf and Sultana, 2012).
Kloramfenikol digunakan sebagai pengobatan infeksi-infeksi yang parah
seperti tifus atau demam. Kloramfenikol kadang-kadang juga digunakan
secara topikal untuk pengobatan infeksi mata (Katzung, 2006).
Kloramfenikol mempunyai dua atom karbon asimetrik pada rantai
asilamido propandiol. Kloramfenikol sangat stabil dalam kondisi bahan dasar
dan bentuk sediaan padat. Dalam larutan secara lambat mengalami berbagai
reaksi hidrolitik dan reaksi yang diiunduksi oleh cahaya. Laju reaksi tersebut,
tergantung pada pH, panas, dan cahaya. Reaksi hidrolitik termasuk hidrolisis
umum terkatalis asam-basa pada amida, memberikan 1-(p-nitrofenil)- 2-
amino-propan- 1,3-diol dan asam diklorosoasetat dan hidrolisis dalam suasana

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014


8

alkalis ( diatas pH 7) gugus α- kloro membentuk turunan α, α-dihidroksi yang


cocok (Wilson dan Gisvold’s, 1982).

Gambar 2. Mekanisme degradasi Kloramfenikol (Syah, 2006 ; Abachi et al, 2010)


Kloramfenikol adalah salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui
paling stabil dalam segala hal pemakaian. Kloramfenikol memiliki stabilitas
yang sangat baik pada suhu kamar dan kisaran pH 2 sampai 7, stabilitas
maksimumnya dicapai pada pH 6. Pada suh kamar 25 o C dan pH 6, memiliki
waktu paruh hamper 3 tahun.

C. Deksametason Sodium Fosfat


Rumus struktur :

Gambar 3. Struktur Deksametason Sodium Fosfat (Shadoul et al, 2011)


Rumus molekul : C22H28 FNaO8P
Berat molekul : 516,41
Nama kimia : 9-Fluoro 11β, 17,21-trihidroksi-16α- metil pregna-1,4-
diena-3,20-dion 21-dihidrogen fosfat)[2392-39-4]
Pemerian : serbuk hablur, putih atau agak kuning, tidak berbau atau
agak berbau etanol; sangat higroskopis.
Kelarutan : mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol; sangat
sukar larut dalam dioksan; tidak larut dalam kloroform
dan dalam eter (FI.IV,1995).

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014


9

Deksametason sodium fosfat sangat higroskopik, dan memiliki stabilitas


pH 7,0-8,5. Deksametason sodium fosfat merupakan ester anorganik dari
deksametason yang larut dalam air (FI.IV, 1995).
Dalam pemanasan kering atau dengan hydrogen peroxide deksametason
sodium fosfat dapat terdegradasi menjadi 6β-hydroxydexamethashone dan 17-
oxodexamethasone, pada kondisi asam dapat terdegradasi menjadi
deksametason-21-asam oic, pada kondisi basa dapat terdegradasi menjadi 6β-
hydroxydexamethashone. Hasil produk degradasi sifatnya lebih polar
dibandingkan dengan sifat induk itu sendiri (Seid et al, 2012)
Deksametason sodium fosfat, seperti kortikosteroid lainnya yang memiliki
efek anti inflamasi, anti alergi dengan pencegahan pelepasan histamin.
Deksametason sodium fosfat merupakan salah satu kortikosteroid sintetis
terampuh. Kemampuannya dalam menaggulangi peradangan dan alergi kurang
lebih 5-14 kali lebih ampuh dari pada prednisolon dan 25-75 kali lebih ampuh
dari kortison dan hidrokortison (Shadoul et al, 2011).
Deksametason sodium fosfat dapat digunakan dalam mengobati alergi
okular yang signifikan, uveitis anterior, dan penyakit radang mata terkait
dengan beberapa infeksi okular dan peradangan pasca operasi, kornea dan
bedah intraokular (Hosain et al, 2011).

D. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi(KCKT)


Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid
Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan
fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu tekhnik
kromatografi dengan fase gerak cairan dan fase diam cairan atau padat.
Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode
lainnya, kelebihan itu antara lain:
1. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran
2. Mudah melaksanakannya
3. Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi
4. Resolusi yang baik

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014


10

5. Dapat digunakan bermacam-macam detektor


6. Kolom dapat digunakan kembali
7. Mudah melakukan "sample recovery"
Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali
jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan
lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit
diperoleh.
Komponen-komponen penting dari KCKT dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :

Gambar 4. Skema alat KCKT (Putra, 2004)


a. Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui
kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan
(constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement).
Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa
reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan
suatu aliran yang berdenyut teratur, oleh karena itu membutuhkan peredam
pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line)
detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan
utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe
memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas
(Putra, 2004).

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014


11

b. Injektor
Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan
disturbansi yang minimum dari material kolom. Ada dua model umum
yaitu Stopped Flow dan Solvent Flowing. Ada tiga tipe dasar injektor yang
dapat digunakan :
1. Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir,
sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan
karena difusi di dalam cairan kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.
2. Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang
digunakan pada kromtografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada
kinerja sampai 60 -70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan
semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Partikel kecil dari septum
yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan
penyumbatan.
3. Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi
volume lebih besar dari 10 µ dan dilakukan dengan cara automatis
(dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil
dapat diinjeksian secara manual). Pada posisi load, sampel diisi
kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila valve difungsikan, maka
sampel masuk ke dalam kolom (Putra, 2004).
c. Kolom (Column)
Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu
analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang
sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok:
1. Kolom analitik : Diameter dalam 2 -6 mm. Panjang kolom tergantung
pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang
yang digunakan adalah 50 -100 cm. Untuk kemasan poros
mikropartikulat, 10 -30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
2. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih
besar dan panjang kolom 25 -100 cm.

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014


12

Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya


dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan
temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan
kromatografi eksklusi. Pengepakan kolom tergantung pada model
KCKT yang digunakan Liquid Solid Chromatography (LSC), Liquid
Liquid Chromatography (LLC), Ion Exchange Chromatography
(IEC), Exclution Chromatography (EC) (Putra, 2004).
d. Detektor (Detector)
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel
di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis
kuantitatif). Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi,
gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi
respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap
aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat
diperoleh.
Detektor KCKT yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm.
Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak
senyawa dengan range yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga
digunakan secara luas, terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi
umumnya kurang sensitif jika dibandingkan dengan detektor UV.
Detektor-detektor lainnya antara lain:
1. Detektor Fluorometer 4. Detektor Spektrofotometer Massa
2. Detektor lonisasi nyala 5. Detektor Refraksi lndeks
3. Detektor Elektrokimia 6. Detektor Reaksi Kimia (Putra, 2004)
e. Sistem Elusi
Sistem pompa kromatografi cair kinerja tinggi sudah diprogram untuk
dapat melakukan elusi dengan satu atau lebih macam pelarut. Dikenal dua
sistem pompa pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi yaitu :

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014


13

1. Sistem elusi isokratik


Pada sistem ini elusi dilakukan dengan satu macam larutan
pengembang atau lebih dari satu macam larutan pengembang (pelarut
pengembang campur) dengan tetap, misalnya metanol-air = 50:50 v/v.
2. Sistem elusi gradien
Pada sistem ini elusi dilakukan dengan pelarut pengembang
campur perbandingannya berubah dalam waktu tertentu, misanya
metanol-air = 40:60 v/v, dengan kenaikkan kadar metanol 8% setiap
menit (Mulja dan Suherman, 1995).
f. Fasa gerak
Di dalam kromatografi cair komposisi dari solven atau fase gerak
adalah salah satu dari variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat
variasi yang sangat luas pada solven yang digunakan untuk KCKT, tetapi
ada beberapa sifat umum yang sangat disukai, yaitu rasa gerak harus :
1. Murni, tidak terdapat kontaminan
2. Tdak bereaksi dengan wadah (packing)
3. Sesuai dengan defektor
4. Melarutkan sampel
5. Memiliki visikositas rendah
6. Bila diperlukan, memudahkan "sample recovery"
7. Diperdagangan dapat diperoleh dengan harga murah (reasonable price)
Umumnya, semua solven yang sudah digunakan langsung dibuang
karena prosedur pemumiannya kembali sangat membosankan dan mahal
biayanya. Dari semua persyaratan di atas, persyaratan 1 sampai 4
merupakan yang sangat penting.
Menghilangkan gas (gelembung udara) dari solven, terutama untuk
KCKT yang menggunakan pompa bolak balik (reciprocating pump)
sangat diperlukan terutama bila detektor tidak tahan kinerja sampai 100
psi. Udara yang terlarut yang tidak dikeluarkan akan menyebabkan
gangguan yang besar di dalam detektor sehingga data yang diperoleh
tidak dapat digunakan (the data may be useless). Menghilangkan gas

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014


14

(degassing) juga sangat baik bila menggunakan kolom yang sangat


sensitif terhadap udara (Putra, 2004).

E. Validasi Metode Analisis


Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur
analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Validasi dilakukan
untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik,
reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Parameter
analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi, spesifikasi, limit
deteksi, limit kuantitasi, linieritas dan rentang kadar dan ketahanan (Harmita,
2004).
1. Linieritas
Linearitas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva
kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x).
Metode ini dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada
konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses
dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai
kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya (Ganjar dan
Rohman, 2007).
Penentuan linieritas suatu prosedur analisis dilakukan dengan
perlakuan dari hasil uji yang diperoleh pada analisis sampel yang
mengandung analit dalam rentang konsentrasi yang dituntut oleh prosedur.
Perlakuan tersebut pada umumnya adalah perhitungan garis regresi
(Satiadarma, 2004).
2. Batas Deteksi dan Batas Kuntitasi
Batas deteksi (limit of detection) didefinisikan sebagai konsentrasi analit
terendah dalam sampel yang masih dapat terdeteksi. Batas deteksi dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Batas deteksi =

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014


15

Batas kuantitasi (limit of quantitation) didefinisikan sebagai


konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan
presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode
yang digunakan.

Batas Kuantitasi =

3. Ketelitian (precision)
Presisi dari suatu metode analisis adalah derajat kesesuaian diantara
masing-masing hasil uji, jika prosedur analisis diterapkan berulang kali
pada sejumlah cuplikan yang diambil dari sampel homogen. Presisi juga
diartikan sebagai ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai standar deviasi relatif (RSD). Pengujian pada
presisi biasanya dilakukan replikasi sebanyak 6-15 pada sampel tunggal
untuk tiap-tiap konsentrasi. Nilai RSD antara 1-2% biasanya
dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak,
sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit, RSD
berkisar antara 5-15% ( Gandjar dan Rohman, 2007).
4. Akurasi
Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (% recovery) analit yang
ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara, yaitu metode simulasi
(spiked placebo recovery) dan metode penambahan bahan baku (standard
addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni
(senyawa pembanding) ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa
sediaan farmasi lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya
dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang
sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis lalu
sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel
dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan
kadar yang sebenarnya.

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014


16

Persen perolehan kembali ditentukan sebagai rasio antara hasil yang


diperoleh dari analisis dengan hasil sebenarnya yang dihitung secara
teoritis. Hal yang penting untuk diperhatikan adalah metode kuantitasi
yang digunakan dalam penentuan akurasi harus sama dengan metode
kuantitasi yang digunakan untuk menganalisis sampel dalam penelitian
(Harmita, 2004).
% Perolehan Kembali = x 100%
Keterangan :
A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku
B = konsentrasi sampel sebelum penambahan baku
C = konsentrasi baku yang ditambahka

Uji Stabilitas Kadar..., Novi Riyani, Fakultas Farmasi, UMP, 2014

Anda mungkin juga menyukai