Anda di halaman 1dari 27

BUSANA DAN PERHIASAN DALAM PERJALANAN HIDUP

SIDDHARTA PADA RELIEF LALITAVISTARA CANDI BOROBUDUR

Robertus Danantoro Darujati1 dan Wanny Rahardjo Wahyudi2

1. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424
2. Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424

E-mail: robdaru@gmail.com

Abstrak

Skripsi ini membahas tentang busana dan perhiasan Siddharta yang terlihat di relief Lalitavistara, Candi
Borobudur, yang kemudian diamati dengan menggunakan konsep perjalanan hidup. Selanjutnya, dilakukan pula
perbandingan busana dan perhiasan dengan figur lain pada konteks yang sama. Berdasarkan perbandingan
tersebut, akan terlihat persamaan dan perbedaan busana dan perhiasan pada konteks yang sama. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan pengaruh perjalanan kehidupan terhadap busana dan perhiasan yang digunakan oleh
Siddharta. Pengaruh tersebut merupakan salah satu rekonstruksi budaya Jawa Kuno, yang dilihat berdasarkan
konsep perjalanan kehidupan.

Kata Kunci: busana, perhiasan, Siddharta, perjalanan hidup, figur, panil.

Clothing and Jewellery in Siddharta’s Life Course on Relief Lalitavistara Borobudur


Temple
Abstract

This thesis discusses about Siddharta’s fashion and jewelry seen in relief Lalitavistara, Borobudur Temple,
which is then observed by using the concept of life course. Furthermore, also conducted a comparison of clothing
with other figures in the same context. Based on these comparisons, it would appear the similarities and
differences in clothing and jewelry in the same context. The results of this study show the influence of the life
course of the clothing and jewelry that is used by Siddharta. That influence is one of the ancient Javanese
cultural reconstruction, which is viewed by the concept of life course.

Keywords : clothing, jewelry, Siddharta, life course, figure, panel.

Pendahuluan
Kebudayaan yang diciptakan manusia sangat beragam. Budaya manusia tersebut
menghasilkan benda-benda yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu
benda tersebut adalah busana dan perhiasan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,
2008), busana merupakan pakaian lengkap, sedangkan perhiasan adalah barang yang dipakai
untuk berhias. Menurut Erkelens (J. Erkelens dalam Dijk, 2005: 57), busana dikenakan pada
tubuh manusia baik pria maupun wanita. Pakaian adalah salah satu penanda yang paling jelas

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
dari sekian banyak penanda penampilan luar, dengan apa orang membedakan diri mereka dari
orang lain dan pada gilirannya diidentifikasi sebagai sebuah kelompok tertentu. Berdasarkan
pernyataan tersebut, melalui busana dan perhiasan yang digunakan, kita dapat membedakan
manusia menjadi kelompok-kelompok.
Penampilan tubuh manusia melalui pakaian, dandanan, dan tingkah laku pada tiap-tiap
masa menyiratkan sebuah pernyataan yang sangat kuat tentang kelas, status, dan gender
(Taylor, 2005: 121). Dengan demikian, selain untuk melindungi tubuh dari lingkungan
sekitar, busana dan perhiasan juga berfungsi sebagai penjelas mengenai identitas pemakainya.
Hal ini dapat dilihat berdasarkan lengkap atau tidaknya busana dan perhiasan yang digunakan
pada suatu tokoh, serta jenis busana dan perhiasan yang dipakai. Berdasarkan kelengkapan
busana dan perhiasan tersebut dapat dilihat seberapa penting peran si pemakai dalam
masyarakat, termasuk dalam strata sosial apa, atau bahkan seberapa besar kekuasaannya di
dalam masyarakat.
Pada awalnya, pakaian tidak dipakai secara bebas seperti sekarang ini. Terdapat aturan-
aturan atau ketentuan dalam berpakaian yang biasanya ditentukan oleh para pemegang
kekuasaan. Berdasarkan rekaman-rekaman kuno, para pemegang kekuasaan mengatur
penggunaan pakaian berdasarkan subjek-subjeknya. Adanya pengaturan penggunaan pakaian
ini disebabkan karena tiga hal, yaitu yang pertama, pakaian dapat menjadi tanda kepatuhan
politik atau sebaliknya. Kedua, penguasa dan orang-orang lain yang memiliki kekuatan dapat
menggunakan kekuatannya untuk memaksakan apa yang mereka anggap sebagai perilaku
moral. Ketiga, pakaian telah digunakan untuk mengindikasikan tingkat sosial tertentu (Ross,
2008: 12).
Relief merupakan suatu bentuk hiasan yang terdapat dalam karya arsitektur berupa
bangunan candi, petirtaan, gua-gua, punden berundak, pintu gerbang dan lainnya
(Simanjuntak 2008: 108). Relief merupakan salah satu bagian candi yang menarik untuk
diteliti karena biasanya menceritakan sesuatu yang berasal dari masa lalu atau memiliki gaya
hias yang unik dan lain dari gaya hias pada kesenian zaman sekarang. Melukis, menggambar,
dan memahat pada permukaan datar untuk merepresentasikan kehidupan lebih banyak
memunculkan sudut pandang dibandingkan dengan merepresentasikan dengan suatu figur
(Renfrew, 2004: 421). Hal ini menunjukkan bahwa dari relief dapat diketahui banyak hal
tentang aspek kehidupan. Sesuai dengan tujuan arkeologi yaitu merekonstruksi kehidupan
masa lalu, maka relief pada candi juga sangat penting untuk diteliti. Relief dijadikan data dari
penelitian ini karena relief merupakan salah satu bukti yang menggambarkan kehidupan

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
manusia di masa lalu. Apa yang digambarkan pada suatu relief dapat membuktikan
kebudayaan di masa relief tersebiut dibuat.
Dalam suatu candi, biasanya terdapat relief-relief pada dinding-dindingnya. Bentuk relief
yang paling sering terlihat adalah relief timbul dengan pahatan-pahatan yang cukup detail.
Menurut Agus Aris Munandar dalam bukunya yang berjudul Catusphata Arkeologi Majapahit
(Munandar, 2011:195-196), relief tersebut dapat berupa relief cerita atau naratif yang
menggambarkan adegan-adegan cerita, ada yang berupa relief ornamental yang bernapaskan
konsep keagamaan (misalnya relief pohon kalpataru), dan ada yang berupa relief hiasan biasa
berupa bentuk-bentuk relief ornamen yang lebih bebas, dibuat untuk menghiasi bidang-bidang
lebar atau sempit di bagian bingkai pintu masuk, bingkai relung, dan panil-panil lain yang ada
di bangunan candi (Munandar, 2011: 195-196). Pada relief cerita biasanya banyak
digambarkan manusia, lengkap dengan penggambaran lingkungan sekitarnya seperti flora,
fauna, bangunan, dan lain-lain, bahkan digambarkan pula busana-busana dan perhiasan yang
digunakan oleh seorang tokoh.
Relief cerita yang menggambarkan perjalanan hidup adalah relief Lalitavistara. Relief
tersebut menggambarkan perjalanan hidup Siddharta dari kelahiran hingga kotbahnya yang
pertama setelah mencapai pencerahan. Relief Lalitavistara yang terletak di teras kedua Candi
Bororbudur (lihat foto 1.4) memiliki 120 panil dan dibagi menjadi lima episode (Miksic 1999:
26). Episode I, tentang awal kelahiran Sang Buddha, yaitu panil 1-15; episode II, tentang
kelahiran dan kehidupan awal Sang Buddha, yaitu panil 16-45; Episode III, tentang
Pernikahan sang Buddha dan pembebasan diri dari kehidupannya, yaitu panil 46-75; episode
IV, tentang Pencerahan sang Buddha, yaitu panil 76-105; dan Episode V, tentang kotbah sang
Buddha yang pertama kalinya, yaitu panil 106-120. Terdapat beberapa panil pada relief ini
yang mengalami kerusakan sehingga kurang jelas ukiran-ukirannya.
Penelitian ini akan melihat pengalaman kehidupan Siddharta pada relief Lalitavistara yang
tergambar melalui konsep perjalanan kehidupan (life course) dengan cara mengidentifikasi
busana dan perhiasan yang digambarkan pada tokoh tersebut. Namun ada keterbatasan pada
penggambaran tokoh Siddharta pada relief tersebut, yaitu banyak figur-figur Siddharta yang
mengalami kerusakan. Permukaan reliefnya banyak yang terkikis dan aus, sehingga figurnya
tidak lagi terlihat jelas. Untuk itu, digunakan figur lain sebagai pembanding dalam
mengidentifikasi atribut-atribut yang digunakan oleh Siddharta. Figur-figur yang diteliti
hanyalah tokoh yang terlihat secara utuh dari kepala hingga kakinya. Bagi tokoh-tokoh yang
digambarkan tidak utuh atau terjadi kerusakan pada reliefnya tidak diteliti karena hal ini tidak
memungkinkan untuk melakukan identifikasi.

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Busana dan perhiasan merupakan salah satu benda yang dipakai oleh manusia. Bentuk dari
busana tersebut memiliki ciri-ciri yang berbeda tergantung dari masanya. Pada masa klasik,
busana dan perhiasan juga digambarkan pada relief-relief cerita, salah satunya pada relief
Lalitavistara di Candi Borobudur. Hal ini dapat dikaitkan dengan perspektif yang beragam,
salah satunya adalah perspektif konsep life course atau bisa disebut dengan konsep perjalanan
hidup, yang melihat pola kehidupan seseorang dari lahir hingga mati. Masalah yang diangkat
pada penelitian ini adalah bagaimana bentuk busana dan perhiasan Siddharta yang
digambarkan pada relief Lalitavistara berdasarkan perspektif perjalanan kehidupan? Serta
bagaimanakah busana dan perhiasan yang digambarkan pada figur tokoh Siddharta jika
dibandingkan dengan figur lain pada konteks yang sama?
Berdasarkan masalah yang ditentukan, maka penelitian ini bertujuan untuk memahami
pengaruh perjalanan kehidupan terhadap busana dan perhiasan yang digunakan oleh tokoh
Siddharta dalam relief Lalitavistara. Kemudian dengan menjabarkan busana dan perhiasan
yang digambarkan pada figur selain Siddharta akan terlihat perbedaan dan persamaan yang
ada pada konteks yang sama. Selain itu, dapat pula terlihat konsep perjalanan kehidupan yang
tersirat pada masyarakat dalam cerita tersebut, walaupun tidak selengkap yang tersirat pada
kehidupan Siddharta. Melalui penjabaran dan analisis dalam penelitian ini, diharapkan dapat
bermanfaat untuk membantu merekonstruksi kebudayaan dan menambah wawasan kita
mengenai kebudayaan masa klasik khususnya pada aspek busana dan perhiasan.

Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan dan manfaat penelitian, maka harus ada metode yang digunakan.
Selain itu, penggunaan metode akan menjadikan penelitian yang dilaksanakan menjadi lebih
sistematis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan
deskripsi analisis. Secara umum adalah pengumpulan data (observasi), pengolahan data, dan
penafsiran data (Deetz, 1967).
Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengamatan lapangan dan merekam data
lapangan. Selain itu dilakukan pula pencarian album foto relief Lalitavistara yang telah dibuat
oleh peneliti lain. Album foto yang digunakan adalah album foto lama yang
didokumentasikan oleh Krom. Namun, setelah dilakukan perbandingan antara hasil
pengamatan di lapangan dengan album foto koleksi Krom, tampak bahwa pada album foto
Krom, beberapa panil relief masih menggambarkan pahatan yang jelas, sementara hasil
pengamatan di lapangan, beberapa relief tersebut sudah mulai terkikis dan tidak jelas.
Berdasarkan perbandingan tersebut, maka dalam penelitian ini yang akan menjadi sumber

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
data utama adalah relief Lalitavistara yang didokumentasikan di dalam album Krom, sehingga
dapat digunakan di dalam proses analisis data selanjutnya.
Selain itu, sistematika penomoran panil akan tetap mengikuti sistematika penomoran yang
dilakukan oleh Krom. Setelah itu, dilakukan pengamatan pada masing-masing panil untuk
mengetahui bentuk-bentuk busana dan perhiasan yang digambarkan. Busana dan perhiasan
yang dijadikan data adalah busana dan perhiasan yang nampak secara jelas. Pada manusia
yang hanya terlihat setengah badan atau tidak terlihat busananya karena kerusakan relief, tidak
dijadikan sebagai data.
Pengumpulan data juga dilakukan dengan penelusuran data sekunder seperti sumber-
sumber tertulis. Sumber tertulis tersebut adalah buku-buku, artikel, serta laporan penelitian
yang berhubungan dengan Candi Borobudur, relief Lalitavistara, penggambaran busana dan
perhiasan pada masa Jawa Kuno, serta konsep perjalanan kehidupan.
Pada tahap ini, yang pertama dilakukan adalah klasifikasi berdasarkan hasil dari
pengumpulan data lapangan dan data kepustakaan. Hasil pengamatan yang telah dilakukan
pada proses pengumpulan data dipadukan dengan data-data pustaka lalu diklasifikasikan.
Menurut Sharer dalam bukunya yang berjudul Archaeology: Discovering Our Past, klasifikasi
adalah proses pengaturan objek ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan karakteristik yang
sama. Karakteristik tersebut dikatakan sebagai atribut (Sharer, 2003: 295). Dalam penelitian
ini data yang digunakan adalah relief Candi. Dengan demikian klasifikasi yang dilakukan
adalah mengelompokkan figur-figur yang ada di dalam relief dengan membedakan masing-
masing tokoh berdasarkan kelompok usia dan jenis kelamin. Kelompok usia yang dipakai
pada penelitian ini adalah anak-anak, dewasa, dan orang tua. Perbedaan setiap tokoh dilihat
berdasarkan jenis perhiasan kepala, busana dan perhiasan tubuh bagian atas, serta busana dan
perhiasan tubuh bagian bawah yang dipakai. Hasil dari klasifikasi tokoh tersebut akan
menghasilkan tipe-tipe busana dan perhiasan yang digambarkan pada relief Lalitavistara. Pada
tokoh yang sama atau dapat dikatakan kemunculannya berulang akan nampak perbedaan
busana dan perhiasan yang digunakan berdasarkan usia, episode, dan lingkungannya.
Setelah klasifikasi, maka tahap selanjutnya adalah analisis kontekstual. Pada analisis ini,
figur yang diamati hanyalah figur Siddharta. Figur tersebut akan dianalisis berdasarkan panil,
episode, dan latar lingkungan pada masing-masing panil. Selain itu, figur Siddharta juga akan
dianalisis berdasarkan unsur-unsur dasar dalam perjalanan kehidupan untuk melihat pola
hidupnya. Kemudian akan dibandingkan busana dan perhiasan yang digambarkannya dengan
busana dan perhiasan pada figur-figur lain pada suatu konteks yang sama.

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Tahap ini adalah tahap terakhir dari penelitian. Pada tahap ini dilakukan penafsiran dari
data-data yang sudah dianalisis dan diambil kesimpulan. Dalam interpretasi, berbagai busana
dan perhiasan yang telah diklasifikasi ditempatkan dalam konsep perjalanan hidup (life
course). Selain itu, naskah cerita Lalitavistara memberi pemahaman lebih jelas tentang
perjalanan hidup Siddharta. Melalui serangkaian cara kerja ini diharapkan dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini.
Pengertian mengenai konsep perjalanan hidup (life course) pada penelitian ini
menggunakan pengertian konsep perjalanan hidup yang dikemukakan oleh Hutchison (2010)
karena dianggap paling sesuai dengan penelitian yang dilakukan. Sebenarnya terdapat
beberapa ahli lain yang mengemukakan tentang perjalanan hidup, tetapi pendapatnya kurang
sesuai dengan penelitian ini. Konsep perjalanan hidup yang ditulis oleh Laura M. Carpenter
dalam artikelnya yang berjudul Gendered Sexuality over the Life Course: A Conceptual
Framework (2010) lebih mengarah ke jender, khususnya perbedaan-perbedaan antara pria dan
wanita. Hal tersebut kurang sesuai dengan penelitian ini karena dalam penelitian ini tidak
terlalu dibahas mengenai perbedaan antara pria dan wanita. Ada pula pengertian konsep
perjalanan hidup yang dikemukakan oleh Glen H. Elder, Jr. dalam artikelnya yang berjudul
The Life Course as Developmental Theory (1998) yang lebih mengarah pada perjalanan hidup
di masa anak-anak. Hal tersebut juga kurang sesuai dengan penelitian ini karena dalam
penelitian ini justru masa kecil Siddharta tidak banyak dibahas. Pembahasan tentang
perjalanan hidupnya lebih banyak dibahas pada saat dewasa.
Terdapat beberapa unsur dasar dalam perspektif perjalanan kehidupan menurut Hutchison
(2010), yaitu kelompok (cohort), transisi (transition), lintasan (trajectory), peristiwa
kehidupan (life event), dan titik balik (turning point). Kelompok (cohort) adalah sekelompok
orang yang lahir pada waktu yang bersamaan dan mengalami perubahan sosial tertentu dalam
budaya tertentu pada urutan dan umur yang sama. Pengertian mengenai cohort tidak jauh
berbeda dengan generasi. Perbedaannya ialah generasi biasanya digunakan untuk periode
sekitar 20 tahun, sedangkan cohort lebih pendek dari itu (Alwin & McCammon, 2003, dalam
Hutchison, 2010: 11).
Transisi atau transition adalah perubahan dalam peran dan status yang merepresentasikan
adanya perbedaan peran dan status dari yang sebelumnya. Kebanyakan transisi berhubungan
dengan kehidupan keluarga, seperti pernikahan, kelahiran, perceraian, dan kematian. Pada
setiap transisi tersebut mengubah status dan peran keluarga, dan umumnya disertai dengan
keluar atau masuknya anggota dari suatu keluarga (Hutchison, 2010: 14).

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Lintasan atau trajectory adalah pola stabilitas dan perubahan jangka panjang. Lintasan
biasanya meliputi beberapa transisi (Elder & Kirkpatrick Johnson, 2003; George, 2003;
Heinz, 2003, dalam Hutchison, 2010: 15).
Peristiwa kehidupan atau life event adalah kejadian yang signifikan, yang melibatkan
perubahan relative mendadak. Peristiwa kehidupan biasanya dapat menghasilkan efek yang
cukup serius dan bertahan lama (Settersen, 2003a, dalam Hutchison, 2010: 15).
Titik balik atau turning point adalah peristiwa kehidupan (life event) atau transisi
(transition) yang menghasilkan pergeseran. Pergeseran yang terjadi pada titik balik ini bersifat
abadi dalam lintasan (trajectory) perjalanan kehidupan (Cappeliez, Beaupré, & Robitaille,
2008; Ferraro & Shippee, 2009, dalam Hutchison, 2010: 18).
Berdasarkan penjelasan yang telah disebutkan di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam suatu
lintasan kehidupan (trajectory) terdapat kelompok-kelompok (cohort) manusia yang
mengalami berbagai peristiwa kehidupan (life event). Peristiwa kehidupan tersebut dapat
dikatakan sebagai sebuah transisi (transition) apabila mempengaruhi perubahan dalam peran
dan status seperti kelahiran, pernikahan, perceraian, dan kematian. Sedangkan menurut Elder
(1995) dalam artikel karya Laura M. Carpenter (2010) yang berjudul “Gendered Sexuality
Over the Life Course: A Conceptual Framework” transisi dapat dikatakan sebagai sebuah titik
balik jika peristiwa tersebut menghasilkan perubahan arah dari lintasan kehidupan tersebut.
Untuk mempermudah penelitian ini, busana dan perhiasan dikelompokkan menjadi tiga
bagian menurut Maulana dalam artikelnya yang berjudul “Hiasan Badan pada Masa Hindu
Buddha di Jawa”, yaitu perhiasan kepala, busana dan perhaisan tubuh bagian atas, serta
busana dan perhiasan tubuh bagian bawah. Perhiasan kepala terdiri dari Mahkota, jamang, dan
subang. Busana dan perhiasan tubuh bagian atas terdiri dari kalung, upavita, kelat bahu, ikat
dada, selendang, dan gelang tangan. Kemudian Busana dan perhiasan tubuh bagian atas terdiri
dari kain, ikat pinggang, ikat pinggul, uncal, gelang kaki, dan ikat lutut (1987). Berdasarkan
pengamatan yang sudah dilakukan, pada konteks candi Borobudur tidak ditemukan adanya
atribut selendang, tetapi ditemukan atribut lain pada perhiasan bagian kepala, seperti ikat
kepala dan ikat rambut.
Di dalam relief, busana dan perhiasan juga digambarkan berbeda-beda berdasarkan
lingkungannya. Misalkan orang-orang di dalam lingkungan kerajaan biasanya digambarkan
menggunakan busana dengan perhiasan lengkap, seperti jamang, subang, kalung kelat bahu,
dan sebagainya. Menurut Noerhadi dalam bukunya Busana Jawa Kuna (2012: 24-25),
pemilihan busana dan perhiasan menurut lingkungan dapat dibagi menjadi 3:
• Lingkungan rakyat kebanyakan

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Figur-figur yang menggambarkan lingkungan rakyat kebanyakan sering ditandai dengan
adegan-adegan di alam terbuka, yaitu di antara pepohonan, batu-batuan, dan kolam.

• Lingkungan bagasawan atau orang kaya


Figur-figur yang menggambarkan lingkungan bangsawan atau orang kaya sering
digambarkan dengan sebuah bangunan atau berada dalam/dekat sebuah bangunan atau
istana yang bentuknya mewah.
• Lingkungan alam khayal atau kedewaan
Figur-figur yang menggambarkan lingkungan alam khayal atau kedewaan biasanya
ditandai dengan adanya pohon kalpataru atau adanya kinnara-kinnari (makhluk berbadan
burung berkepala manusia, penjaga pohon kehidupan di kahyangan yang sering
digambarkan memainkan instrumen-instrumen petik).
Berdasarkan klasifikasi yang dilakukan pada data figur-figur manusia dengan atribut yang
telah ditentukan, dihasilkan tipe-tipe busana dan perhiasan baik yang digambarkan pada figur
Siddharta, maupun pada figur-figur masyarakat.

Tabel 1. Busana dan perhiasan pada figur Siddharta anak-anak

Busana dan perhiasan


Tipe
Kepala Tubuh bagian atas Tubuh bagian bawah
Ikat rambut seperti bulan Kalung, ikat dada, kelat Kain, ikat pinggang,
1
sabit, jamang, dan subang bahu, dan gelang tangan dan gelang kaki

Pada saat masih dalam kelompok anak laki-laki, Siddharta digambarkan dengan busana
dan perhiasan yang cukup lengkap, yaitu ikat rambut seperti bulan sabit, jamang, dan subang
pada kepalanya; kalung, ikat dada, kelat bahu, dan gelang tangan pada tubuh bagian atasnya;
serta kain, ikat pinggang, dan gelang kaki pada tubuh bagian bawahnya (lihat tabel 1). Setelah
beranjak dewasa, figur Siddharta digambarkan dengan berbagai jenis busana dan perhiasan
seperti pada tabel berikut.

Tabel 2. Jenis busana dan perhiasan pada fiigur Siddharta dewasa

Busana dan perhiasan


Tipe
Kepala Tubuh bagian atas Tubuh bagian bawah

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Mahkota, jamang, dan Kalung, upavita, kelat bahu, Kain, ikat pinggang,
1
subang dan gelang tangan sampur, dan gelang kaki
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, dan Kain, ikat pinggang, dan
2
subang gelang tangan ikat lutut
Mahkota, jamang, dan Kalung, upavita, kelat bahu, Kain, ikat pinggang, ikat
3
subang dan gelang tangan lutut, dan gelang kaki
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, dan
4 Kain dan ikat pinggang
subang gelang tangan
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, dan Kain, ikat pinggang, dan
5
subang gelang tangan ikat pinggul
6 - - Kain dan ikat pinggang
7 Rambut ikal Kain jubah Kain jubah

Berdasarkan tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa Siddharta digambarkan dengan busana dan
perhiasan yang lengkap dan dengan busana yang sederhana. Terdapat lima tipe yang
menggunakan atribut lengkap, yaitu tipe 1 – tipe 5, dan dua tipe yang menggunakan atribut
sederhana, yaitu tipe 6 dan tipe 7.
Selanjutnya, terdapat pula tipe-tipe busana dan perhiasan figur lain yang merupakan data
pembanding. Busana dan perhiasan tersebut dibagi menjadi empat bagian berdasarkan
ketersediaan data, yaitu jenis busana dan perhiasan pada figur anak laki-laki (lihat tabel 3),
jenis busana dan perhiasan pada figur laki-laki dewasa, jenis busana dan perhiasan pada figur
laki-laki tua.

Tabel 3. Jenis busana dan perhiasan pada figur anak laki-laki

Tipe busana dan Tipe busana dan perhiasan Tipe busana dan perhiasan
Tipe
perhiasan kepala tubuh bagian atas tubuh bagian bawah
Ikat rambut seperti Kalung, ikat dada, dan Kain, ikat pinggang, dan
1 bulan sabit, jamang,
gelang tangan gelang kaki
dan subang
tidak menggunakan Kalung saja Kain saja
2
perhiasan

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa hanya terdapat dua jenis busana dan perhiasan
pada figur anak laki-laki. Pada tipe 1 terlihat ada perhiasan ikat rambut seperti bulan sabit.
Perhiasan tersebut diberi nama berdasarkan deskripsi yang telah dilakukan oleh N. J. Krom
(1986: 126). Selanjutnya adalah penjelasan mengenai tipe busana dan perhiasan figur laki-laki

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
dewasa yang datanya paling banyak. Berikut ini adalah tabel untuk mempermudah penjelasan
mengenai data tersebut.

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Tabel 4. Jenis busana dan perhiasan pada figur laki-laki dewasa

Tipe busana dan Tipe busana dan


Tipe busana dan
Tipe perhiasan tubuh bagian perhiasan tubuh bagian
perhiasan kepala
atas bawah
Kain, ikat pinggang, ikat
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, ikat
1 pinggul, uncal, dan gelang
subang dada, dan gelang tangan
kaki
Rambut ikal disusun
2 Kain jubah Kain jubah
tinggi
Kalung, upawita, kelat
Mahkota, jamang, dan Kain, ikat pinggang, dan
3 bahu, ikat dada, dan
subang gelang kaki
gelang tangan
Kalung, upawita, kelat Kain, ikat pinggang, ikat
Mahkota, jamang, dan
4 bahu, ikat dada, dan pinggul, uncal, dan gelang
subang
gelang tangan kaki
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, ikat Kain, ikat pinggang, dan
5
subang dada, dan gelang tangan gelang kaki
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, ikat Kain, ikat pinggang, ikat
6
subang dada, dan gelang tangan pinggul, dan gelang kaki
Kain, ikat pinggang, dan
7 Subang saja Kalung, dan gelang tangan
gelang kaki
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, dan Kain, ikat pinggang, ikat
8
subang gelang tangan pinggul, dan gelang kaki
rambut diikat di atas, dan
9 Kalung, dan kelat bahu Kain dan ikat pinggang
subang
10 Subang saja Telanjang dada Kain dan ikat pinggang
Mahkota, jamang, dan kalung, kelat bahu, ikat
11 Kain dan ikat pinggang
subang dada, dan gelang tangan
12 Subang saja kalung, dan gelang tangan Kain dan ikat pinggang
Kain, ikat pinggang, ikat
Rambut diikat di atas, kalung, kelat bahu, ikat
13 pinggul, uncal, ikat lutut,
jamang, dan subang dada, dan gelang tangan
dan gelang kaki
Kain, ikat pinggang, dan
14 Jamang dan subang Kalung, dan gelang tangan
ikat pinggul
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, ikat Kain, ikat pinggang, dan
15
subang dada, dan gelang tangan ikat pinggul
Kain, ikat pinggang, dan
16 Jamang dan subang Kalung saja
ikat pinggul
17 Jamang saja Kalung saja Kain dan ikat pinggang
Kain, ikat pinggang, ikat
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, ikat
18 pinggul, ikat lutut, dan
subang dada, dan gelang tangan
gelang kaki
Kain, ikat pinggang, ikat
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, ikat
19 pinggul, uncal, ikat lutut,
subang dada, dan gelang tangan
dan gelang kaki

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Kain, ikat pinggang, ikat
Mahkota, jamang, dan Kalung, upavita, kelat
20 pinggul, uncal, ikat lutut,
subang bahu, dan gelang tangan
dan gelang kaki
Mahkota, jamang, dan Kain, ikat pinggang, dan
21 Kalung saja
subang gelang kaki
Mahkota, jamang, dan
22 Kalung saja Kain dan ikat pinggang
subang
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, dan
23 Kain dan ikat pinggang
subang gelang tangan
Kain, ikat pinggang, ikat
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, dan
24 pinggul, uncal, ikat lutut,
subang gelang tangan
dan gelang kaki
Rambut diikat di atas,
25 kalung, dan gelang tangan Kain dan ikat pinggang
jamang, dan subang
Kalung, upawita, kelat Kain, ikat pinggang, ikat
Mahkota, jamang, dan
26 bahu, ikat dada, dan pinggul, uncal, ikat lutut,
subang
gelang tangan dan gelang kaki
Rambut diikat di atas,
27 Kalung, dan gelang tangan Kain dan ikat pinggang
dan subang
Tidak menggunakan
28 Telanjang dada Kain saja
perhiasan
Kain, ikat pinggang, ikat
Mahkota, jamang, dan kalung, kelat bahu, ikat
29 pinggul, uncal, dan ikat
subang dada, dan gelang tangan
lutut
30 Jamang dan subang Kelat bahu saja Kain dan ikat pinggang
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, dan Kain, ikat pinggang, dan
31
subang gelang tangan ikat pinggul
Tidak menggunakan
32 Telanjang dada Kain jubah
perhiasan
Mahkota, jamang, dan Kalung, upavita, kelat Kain, ikat pinggang, ikat
33
subang bahu, dan gelang tangan pinggul, dan uncal
rambut diikat di atas, dan
34 Gelang tangan saja Kain dan ikat pinggang
subang
Tidak menggunakan
35 Upawita saja Kain dan ikat pinggang
perhiasan
Rambut diikat di atas, Kalung, kelat bahu, dan Kain, ikat pinggang, dan
36
jamang, dan subang gelang tangan ikat pinggul
37 Rambut ikal Kain jubah Kain jubah
Kalung, upawita, kelat
Mahkota, jamang, dan Kain, ikat pinggang, ikat
38 bahu, ikat dada, dan
subang pinggul, dan gelang kaki
gelang tangan
Kalung, upawita, kelat
Mahkota, jamang, dan
39 bahu, ikat dada, dan Kain dan ikat pinggang
subang
gelang tangan

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Rambut diikat di atas, Kain, ikat pinggang, dan
40 Kalung, dan kelat bahu
jamang, dan subang ikat pinggul
Rambut diikat di atas, Kain, ikat pinggang, dan
41 Kalung, dan gelang tangan
jamang, dan subang ikat pinggul
Mahkota, jamang, dan Kain, ikat pinggang, dan
42 Kalung, dan gelang tangan
subang ikat pinggul
Kalung, kelat bahu, dan
43 Mahkota dan jamang Kain dan ikat pinggang
upawita
Mahkota, jamang, dan Kalung, kelat bahu, dan Kain, ikat pinggang, ikat
44
subang upawita pinggul, dan gelang kaki
45 Rambut diikat Jubah dan kelat bahu Kain dan ikat pinggang
46 Rambut diikat Telanjang dada Kain dan ikat pinggang

Berdasarkan tabel 4 di atas terlihat bahwa figur laki-laki dewasa memiliki tipe busana dan
perhiasan terbanyak, yaitu 46 tipe. Tiap tipe tersebut memiliki perbedaan kombinasi atribut-
atributnya, baik pada bagian kepala, tubuh bagian atas, ataupun tubuh bagian bawah.
Kemudian untuk jenis busana dan perhiasan pada figur laki-laki tua juga akan dijelaskan
dengan tabel. Berikut ini adalah tabel penjelasannya.

Tabel 5. Jenis busana dan perhiasan pada figur laki-laki tua

Tipe busana dan Tipe busana dan


Tipe busana dan
Tipe perhiasan tubuh bagian perhiasan tubuh bagian
perhiasan kepala
atas bawah
Rambut diikat Kelat bahu dan gelang
1 Kain dan ikat pinggang
menyerupai "konde" tangan
Rambut diikat dan Kain, ikat pinggang, ikat
2 Kalung dan kelat bahu
subang pinggul, dan gelang kaki
Tidak menggunakan
3 Telanjang dada Kain saja
perhiasan
4 Ikat kepala Kalung saja Kain seperti cawat
Kalung, kelat bahu, dan
5 Ikat kepala Kain seperti cawat
gelang tangan
Rambut diikat seperti
6 Kalung saja Kain seperti cawat
"simpul" dan ikat kepala
Tidak menggunakan
7 Kalung dan upawita Kain dan ikat pinggang
perhiasan
Rambut diikat seperti
8 Kalung dan kelat bahu Kain seperti cawat
"simpul" dan ikat kepala

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Berdasarkan tabel 5 di atas, terlihat bahwa busana dan perhiasan pada figur laki-laki tua
memiliki 8 jenis. Pada setiap jenisnya, tidak ada jenis yang merupakan busana dan perhiasan
yang lengkap seperti pada figur laki-laki dewasa. Selanjutnya, akan dijelaskan busana dan
perhiasan yang digambarkan pada masing-masing episode beserta dengan analisisnya
berdasarkan konsep perjalanan kehidupan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, busana dan perhiasan, khususnya pada figur
Siddharta, pada relief Lalitavistara akan dibahas berdasarkan sudut pandang perjalanan
kehidupan (life course). Unsur-unsur dalam perjalanan kehidupan tersebut adalah kelompok
(cohort), transisi (transition), lintasan (trajectory), peristiwa kehidupan (life event), dan titik
balik (turning point) (Hutchison, 2010: 8-10). Dimana dalam suatu lintasan kehidupan
(trajectory) terdapat kelompok-kelompok (cohort) manusia yang mengalami berbagai
peristiwa kehidupan (life event). Peristiwa kehidupan tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah
transisi (transition) apabila mempengaruhi perubahan dalam peran dan status seperti
kelahiran, pernikahan, perceraian, dan kematian. Kemudian menurut Elder dalam Carpenter
(2010), transisi dapat dikatakan sebagai sebuah titik balik jika peristiwa tersebut
menghasilkan perubahan arah dari lintasan kehidupan tersebut.

Gambar 1. Bagan lintasan kehidupan Siddharta berdasarkan cerita Lalitavistara

Gambar 1 di atas menunjukkan peristiwa kehidupan yang dialami Siddharta secara garis
besar dari lahir hingga kotbah pertamanya. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa
peristiwa kehidupan Siddharta secara garis besar dapat disesuaikan dengan unsur yang ada
pada konsep perjalanan kehidupan. Dalam hidupnya, terlihat bahwa Siddharta masuk dalam
kelompok-kelompok masyarakat, yaitu kelompok anak laki-laki pada masa kecilnya yang
terlihat pada episode II, dan kelompok laki-laki dewasa saat sudah tumbuh menjadi pangeran

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
dewasa hingga ke akhir cerita yang mulai terlihat di akhir episode II dan berlanjut hingga ke
episode V.
Selain itu. Siddharta mengalami transisi dalam hidupnya, yaitu pada saat kelahirannya
menjadi seorang pangeran, tumbuh menjadi dewasa, serta pada saat Ia memutuskan untuk
keluar dari istana dan melakukan perjalanan panjang. Sebelum memutuskan untuk melakukan
perjalanan panjang, terdapat peristiwa hidup dimana Siddharta keluar dari Istana sebanyak
tiga kali bersama dengan kusirnya. Kejadian tersebut adalah bertemu dengan orang yang
sudah dimakan usia, orang sakit, dan orang meninggal. Setelah melihat ketiga kejadian
duniawi yang belum pernah Ia lihat sebelumnya, hatinya mulai tergerak dan memutuskan
untuk meninggal kehidupannya di kerajaan. Namun hal ini belum dikatakan sebagai transisi
ataupun titik balik, melainkan suatu proses terjadinya transisi pada peristiwa selanjutnya.
Kemudian Siddharta juga mengalami titik balik pada hidupnya, yaitu pada saat Ia mencapai
pencerahan.
Peristiwa-peristiwa hidup yang dipaparkan dalam gambar 1 berhubungan dengan busana
dan perhiasan yang digambarkan pada Siddharta. Berikut ini adalah tabel penjelasan
mengenai busana dan perhiasan yang digambarkan pada Siddharta berdsasarkan unsur-unsur
dalam perjalanan kehidupan.

Tabel 6. Busana dan perhiasan Siddharta berdasarkan unsur dalam perjalanan kehidupan
Unsur dalam
Busana dan Busana dan
perjalanan Perhiasan
Adegan perhiasan tubuh tubuh bagian
hidup (life kepala
bagian atas bawah
course)
Ikat rambut
Kalung, ikat dada, Kain, ikat
seperti bulan
Anak laki-laki kelat bahu, dan pinggang, dan
sabit, jamang dan
gelang tangan gelang kaki
subang
Kain, ikat
Lintasan hidup (trajectory)

Mahkota, Kalung, upavita,


pinggang,
jamang, dan kelat bahu, dan
sampur, dan
subang gelang tangan
gelang kaki
Kelompok Mahkota, Kain, ikat
Kalung, kelat bahu,
(cohort) jamang, dan pinggang, dan
dan gelang tangan
subang ikat lutut
Laki-laki Dewasa
Kain, ikat
Mahkota, Kalung, upavita,
pinggang, ikat
jamang, dan kelat bahu, dan
lutut, dan
subang gelang tangan
gelang kaki
Mahkota,
Kalung, kelat bahu, Kain dan ikat
jamang, dan
dan gelang tangan pinggang
subang

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Mahkota, Kain, ikat
Kalung, kelat bahu,
jamang, dan pinggang, dan
dan gelang tangan
subang ikat pinggul
Kain dan ikat
- -
pinggang

Rambut ikal Kain jubah Kain jubah

Ikat rambut
Kelahirannya Kalung, ikat dada, Kain, ikat
seperti bulan
menjadi seorang kelat bahu, dan pinggang, dan
sabit, jamang dan
pangeran gelang tangan gelang kaki
subang
Kain, ikat
Mahkota, Kalung, upavita,
pinggang,
jamang, dan kelat bahu, dan
sampur, dan
subang gelang tangan
gelang kaki
Kain, ikat
Mahkota, Kalung, upavita,
pinggang, ikat
jamang, dan kelat bahu, dan
Transisi lutut, dan
Tumbuh dewasa subang gelang tangan
(transisi) gelang kaki
Mahkota,
Kalung, kelat bahu, Kain dan ikat
jamang, dan
dan gelang tangan pinggang
subang
Mahkota, Kain, ikat
Kalung, kelat bahu,
jamang, dan pinggang, dan
dan gelang tangan
subang ikat pinggul

Melakukan Kain dan ikat


- -
Perjalanan pinggang
panjang
Rambut ikal Kain jubah Kain jubah

Peristiwa Keluar dari istana Mahkota, Kain, ikat


Kalung, kelat bahu,
hidup (life bersama kusirnya jamang, dan pinggang, dan
dan gelang tangan
event) sebanyak tiga kali subang ikat lutut
Titik balik Siddharta
(Turning mencapai Rambut ikal Kain jubah Kain jubah
point) pencerrahan

Berdasarkan tabel 6 di atas, dapat terlihat bahwa perjalanan kehidupan mempengaruhi


busana dan perhiasan yang dipakai oleh Siddharta. Pada saat Siddharta berada di dalam
kelompok anak laki-laki, Ia digambarkan dengan menggunakan ikat rambut seperti bulan
sabit, jamang, dan subang pada kepalanya, menggunakan kalung, ikat dada, dan gelang tangan
pada tubuh bagian atasnya, serta menggunakan kain, ikat pinggang, dan gelang kaki pada
tubuh bagian bawahnya. Kemudian setelah masuk ke dalam kelompok laki-laki dewasa,
Siddharta digambarkan dengan dua macam busana, yaitu busana lengkap dan busana
sederhana.

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Figur Siddharta mulai terlihat ketika memasuki episode II, sementara episode I
menceritakan tentang Bodhisattva sebelumnya di Surga Tusita yang akan bereinkarnasi
menjadi Bodhisattva yang terakhir, yaitu Siddharta. Pada saat itu diceritakan Siddharta lahir
dan memasuki usia anak-anak. Berdasarkan pengamatan relief yang telah dilakukan, baik
pengamatan langsung maupun pengamatan berdasarkan referensi, latar yang digambarkan
pada episode ini kebanyakan berada di lingkungan bangsawan atau orang kaya. Hal ini
didasarkan pada busana dan perhiasan yang lengkap pada figur-figur tokohnya dan bangunan
mewah yang digambarkan seperti pada foto 1 di bawah ini.

Foto 1. Lingkungan bangsawan dan kelompok anak laki-laki lain pada panil 1a25 relief Lalitavistara
Sumber: N.J. Krom (1927)

Foto 2. Adegan kelahiran Siddharta di panil 1a28 relief Lalitavistara


Sumber: N.J. Krom (1927)

Berdasarkan foto 1 di atas, terlihat bahwa terdapat sekelompok anak-anak mengenakan


busana dan perhiasan taraf lengkap. Dapat dikatakan bahwa busana dan perhiasan taraf
lengkap kelompok anak laki-laki mirip dengan busana dan perhiasan taraf lengkap laki-laki

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
dewasa, hanya saja tidak menggunakan mahkota di kepalanya. Pada bagian kepala hanya
menggunakan ikat rambut dengan hiasan seperti bulan sabit. Sedangkan jika dibandingkan
dengan busana dan perhiasan figur laki-laki tua, busana dan perhiasan taraf lengkap kelompok
anak laki-laki tampak lebih mewah, walaupun figur orang tua pada episode ini tetap
digambarkan dengan menggunakan perhiasan.Busana dan perhiasan kelompok anak laki-laki
tersebut diasumsikan sama dengan busana dan perhiasan figur Siddharta pada saat
kelahirannya pada panil 1a28 (lihat foto 2).
Peristiwa mengenai lahirnya Siddharta ini mencerminkan adanya unsur dasar dalam
perjalanan kehidupan berupa transisi. Transisi berarti adanya perubahan peran dan status yang
merepresentasikan perbedaan dengan peran atau status yang sebelumnya. Begitu pula dengan
Siddharta yang mengalami transisi peran dan status dari seorang Boddhisatva menjadi seorang
manusia di bumi.
Siddharta yang telah dewasa mulai diceritakan pada episode III. Pada episode ini juga
diceritakan tentang pernikahan Siddharta dengan Gopa dan perjalanannya dalam pembebasan
diri dari kehidupan. Jenis busana yang terlihat pada episode ini lebih bervariasi, khususnya
untuk jenis busana dan perhiasan laki-laki dewasa, walaupun ada pula jenis lain yang terlihat
yaitu busana dan perhiasan anak laki-laki dan laki-laki tua.
Berdasarkan pengamatan relief, latar lingkungan yang digambarkan pada episode ini
cukup beragam. Ada panil-panil yang menggambarkan lingkungan bangsawan atau orang
kaya, ada pula panil-panil yang menggambarkan lingkungan rakyat kebanyakan. Episode ini
dapat dikatakan sebagai episode yang lingkungannya paling beragam dibandingkan dengan
episode lainnya. Hal ini disebabkan karena faktor cerita Lalitavistara itu sendiri yang
menceritakan tentang perjalanan pangeran Siddharta keluar dari istana untuk melihat
kehidupan nyata. Contoh untuk lingkungan bangsawan atau orang kaya pada episode ini
terlihat pada panil 1a62 dengan bangunan mewahnya (lihat foto 4.12), sedangkan untuk
lingkungan rakyat kebanyakan terlihat pada panil 1a70 dengan penggambaran alam
terbukanya (lihat foto 4.13).

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Foto 3.Lingkungan bangsawan pada panil 1a62 relief Lalitavistara
Sumber: N. J. Krom (1927)

Foto 4.Lingkungan rakyat kebanyakan pada panil 1a70 relief Lalitavistara


Sumber: N. J. Krom (1927)

Berdasarkan adegan-adegan yang digambarkan dalam relief Lalitavistara, pada episode ini
Siddharta sudah memasuki kelompok (cohort) yang berbeda, yaitu kelompok laki-laki
dewasa. Telah diketahui bahwa pada kelompok ini memiliki jenis busana dan perhiasan yang
sangat beragam dari taraf yang paling sederhana hingga ke taraf lengkap. Pada episode ini
Siddharta digambarkan dengan busana yang lengkap, tetapi secara rinci, perhiasan kepala
yang dipakai berbeda dengan perhiasan kepalanya saat masih anak-anak. Pada saat anak-anak,
perhiasan kepala yang dipakai adalah ikat rambut dengan hiasan seperti bulan sabit.
Sedangkan pada saat dewasa, perhiasan kepala yang dipakai adalah mahkota, jamang, dan
subang. Kemudian untuk pemakaian busana dan perhiasan tubuh bagian atas dan bagian
bawahnya bervariasi. Terdapat 4 tipe yang terlihat, seperti yang terlihat pada tabel 6.
Pada episode ini, diceritakan bahwa Siddharta menikah dengan seorang perempuan
bernama Gopa. Berdasarkan adegan tersebut, terlihat pula salah satu unsur dasar dalam

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
perjalanan kehidupan, yaitu transisi (transition). Seperti yang telah dijelaskan pada bab II,
transisi merupakan unsur dalam perjalanan kehidupan yang biasanya berhubungan dengan
kehidupan keluarga seperti pernikahan, kelahiran, perceraian, dan kematian. Menikah berarti
memasuki sebuah fase kehidupan yang baru dengan peran dan tanggung jawab yang berbeda
dari fase sebelumnya, yaitu fase anak-anak. Penggunaan mahkota oleh Siddharta dapat
diasumsikan sebagai suatu simbol bahwa Ia telah memasuki fase dewasa, dimana Ia tergabung
dalam kelompok laki-laki dewasa, telah menikah, dan memiliki peran serta tanggung jawab
yang baru.
Setelah tumbuh dewasa dan mengalami pernikahan, diceritakan bahwa Siddharta pergi
keluar istana untuk melihat kehidupan sebenarnya. Peristiwa ini masih berada di episode III
relief Lalitavistara. Siddharta bertemu dengan tiga orang, yaitu orang tua (lihat foto 5), orang
sakit (lihat gambar foto 6), dan orang meninggal (lihat foto 7). Peristiwa ini menyadarkan
Siddharta bahwa kehidupan tidak seperti yang selama ini Ia ketahui. Peristiwa ini
menyebabkan Siddharta berkeinginan untuk pergi keluar istana dan melakukan perjalanan
panjang. Penggambaran tersebut dapat digunakan untuk mewakili unsur dasar dalam
perjalanan hidup berupa peristiwa kehidupan (life event). Peristiwa kehidupan (life event)
berarti adanya kejadian yang menyebabkan perubahan secara signifikan dan mendadak,
namun memberi efek serius dan tahan lama. Peristiwa hidup yang terjadi pada Siddharta,
menunjukkan adanya kesempatan dan resiko yang Ia pilih untuk mengambil keputusan.
Busana yang digambarkan pada adegan ini adalah busana Siddharta tipe 2, yaitu
penggunaan mahkota, jamang, dan subang pada kepalanya; penggunaan kalung, kelat bahu,
dan gelang tangan pada tubuh bagian atasnya; serta penggunaan kain, ikat pinggang, dan ikat
lutut pada tubuh bagian bawahnya. Terlihat bahwa busananya tetap menggunakan perhiasan
tetapi tidak selengkap saat Ia berada di lingkungan bangsawan.

Foto 5. Adegan Siddharta pada saat bertemu dengan orang tua di panil 1a56

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Sumber: N. J. Krom (1927)

Foto 6. Adegan Siddharta pada saat bertemu dengan orang sakit di panil 1a57
Sumber: N.J. Krom (1927)

Foto 7. Adegan Siddharta pada saat bertemu dengan orang meninggal di panil 1a58
Sumber: N. J. Krom (1927)

Setelah mengalami peristiwa tersebut, Siddharta memutuskan untuk keluar dari Istana dan
meninggalkan kemewahannya. Peristiwa tersebut digambarkan pada episode III dan episode
IV. Pada peristiwa ini, Siddharta digambarkan mengganti busana kerajaannya menjadi
mengenakan jubah, serta memotong rambutnya. Pemotongan rambut tersebut merupakan
simbol bahwa Siddharta meninggalkan kemewahan dalam hidupnya selaku seorang pangeran.
Hal ini mencerminkan peristiwa kehidupan yang juga terjadi pada Siddharta yaitu transisi.
Jika sebelumnya Ia masih berperan dalam meneruskan tahta kerajaan, setelah peristiwa
tersebut peran dan statusnya berubah. Tidak lagi meneruskan tahta kerajaan dan bukan lagi
seorang pangeran dengan status sosial tinggi, melainkan menjadi seorang pengembara yang
mencari ilmu pengetahuan tertinggi.
Telah diketahui bahwa pada episode ini Siddharta memasuki kelompok (cohort) laki-laki
dewasa dan menggunakan busana dan perhiasan taraf lengkap. Jika dibandingkan dengan

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
figur-figur lain pada kelompok laki-laki dewasa, busana dan perhiasan yang digambarkan
pada figur Siddharta masih terbilang pada taraf yang sama, yaitu busana dan perhiasan taraf
lengkap, walaupun ada pula adegan-adegan yang menunjukkan bahwa ada figur-figur yang
menggunakan busana sederhana. Sedangkan jika dibandingkan dengan kolompok (cohort)
lain, seperti kelompok anak-anak dan orang tua, busana dan perhiasan yang digambarkan pada
figur Siddharta tampak lebih mewah, sama seperti pada episode sebelumnya.
Pada saat Siddharta meninggalkan kerajaan dan kemewahan, busananya tampak lebih
sederhana dibandingkan dengan figur lain baik pada kelompok laki-laki dewasa maupun
kelompok laki-laki tua. Hal ini terlihat pada panil 1a67, saat diceritakan bahwa Siddharta
melepas perhiasan-perhiasan yang dipakainya dan memotong rambutnya (lihat gambar 4.18).

Foto 8. Adegan Siddharta memotong rambut pada panil 1a67 relief Lalitavistara
Sumber: N. J. Krom (1927)

Setelah meninggalkan kemewahannya, Siddharta melakukan perjalanan panjang yang


diceritakan dari episode III ini hingga episode IV cerita Lalitavistara. Pada episode ini
Siddharta digambarkan dengan busana dan perhiasan sederhana, yaitu tipe 7. Tipe tersebut
adalah rambut ikal di kepalanya, serta penggunaan kain jubah pada tubuh bagian atas dan
bawahnya.
Pada episode ini, lingkungan bangsawan atau orang kaya sangat sedikit. Latar yang
banyak digambarkan adalah latar lingkungan rakyat kebanyakan. Hal ini disebabkan karena
dalam episode ini Siddharta telah meninggalkan kehidupannya sebagai seorang pangeran dan
melakukan perjalanan panjang untuk mencapai pencerahan. Penggambaran lingkungan rakyat
kebanyakan pada episode ini salah satunya digambarkan pada panil 1a102 (lihat foto 4.19).

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
Foto 4. 1. Lingkungan rakyat kebanyakan pada panil 1a102 relief Lalitavistara
Sumber: N. J. Krom (1927)

Singkatnya, diceritakan bahwa Siddharta bertemu dengan beberapa tokoh penting, serta
melakukan semedi. Berdasarkan cerita pada episode ini, dapat disimpulkan Siddharta berubah
menjadi sosok yang lebih bijaksana, cerdas dan tenang, kemudian Ia mengalami pencerahan
melalui semedi dan dijuluki Sang Tathagata. Pencerahan yang didapat Siddharta menunjukan
Ia telah mencapai sebuah titik balik (turning point) dalam hidupnya, dimana Ia mendapat
pelajaran hidup dan melihat kehidupan yang sebenarnya, serta mendapatkan ilmu pengetahuan
tertinggi. Titik balik tersebut menyebabkan usia spiritualnya tercukupi. Seperti yang telah
dijelaskan pada bab II, usia spiritual yang dimaksud dalam penelitian ini mengindikasikan
posisi seseorang saat mencari makna, tujuan, dan hubungan atau relasi moral (Hutchison,
2010). Selain itu, seiring dengan titik balik tersebut, Siddharta memiliki tanggung jawab dan
resiko yang lebih besar.
Busana dan perhiasan yang digambarkan dalam episode ini merupakan simbol bagi
Siddharta yang telah mencapai salah satu unsur dasar perjalanan kehidupan, yaitu titik balik.
Seperti yang telah disebutkan pada bab II, titik balik berarti salah satu peristiwa yang
menghasilkan pergeseran dalam perjalanan hidup seseorang dan bersifat abadi. Berarti,
melalui peristiwa ini, Siddharta memiliki peran, tanggung jawab, dan fase kehidupan yang
baru hingga masa akhir hidupnya. Busana tersebut menjadi penggambaran umum Siddharta.
Melalui hal tersebut, dapat diasumsikan bahwa Siddharta dengan rambut ikal di kepalanya,
serta busana berupa jubah pada bagian tubuh atas dan bawahnya menggambarkan seorang
Siddharta dengan kebijaksanaan, kecerdasan, dan ilmu pengetahuan tinggi yang dimilikinya.
Jika dibandingkan dengan busana dan perhiasan figur lain pada kelompok (cohort) dewasa
baik laki-laki maupun perempuan, busana dan perhiasan yang digambarkan pada figur
Siddharta tampak lebih sederhana. Figur dewasa lain terlihat menggunakan perhiasan-

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
perhiasan mewah, sedangkan figur Siddharta hanya menggunakan busana sederhana tanpa
menggunakan perhiasan.
Setelah melakukan perjalanan panjang dan pertapaan yang berat, akhirnya Siddharta
mencapai pencerahan dan melakukan kotbah pertama kalinya. Peristiwa ini diceritakan pada
episode V. Jenis busana dan perhiasan yang terlihat pada episode ini adalah yang paling
sedikit ragamnya dibandingkan dengan episode lainnya.
Sama seperti pada episode IV, latar lingkungan yang digambarkan pada episode ini adalah
lingkungan rakyat kebanyakan. Hal ini terlihat dari penggambaran alam terbuka yang sangat
jelas pada setiap panilnya (lihat foto 9).

Foto 9. Lingkungan rakyat kebanyakan dan busana sederhana Siddharta pada panil 1a117 relief Lalitavistara
Sumber: N. J. Krom (1927)

Berdasarkan foto 9 di atas terlihat pula busana yang digambarkan pada fifur Siddharta
dalam episode V ini. Penggambarannya sama seperti pada episode IV, yaitu rambut ikal di
kepalanya serta kain jubah di tubuh bagian atas dan bagian bawahnya (tipe 7). Jika
dibandingkan dengan busana dan perhiasan yang digunakan pada figur dewasa lainnya baik
laki-laki maupun perempuan, busana pada figur Sidddharta ini tetap lebih sederhana. Begitu
pula jika dibandingkan dengan busana dan perhiasan dari kelompok (cohort) lain, yaitu
kelompok laki-laki tua. Busana dan perhiasan pada figur laki-laki tua memang tidak terlalu
mewah, tetapi busana yang digambarkan pada figur Siddharta tetap lebih sederhana.
Pada episode V, Siddharta telah mengalami pencerahan, melakukan khotbah pertama dan
menyebarkan ajarannya. Siddharta juga menjalani hidupnya sebagai seorang Boddhisatva di
bumi dengan cara berkhotbah dari satu tempat ke tempat lain, serta makan dari pemberian
orang. Masyarakat memuja Siddharta karena ajaran dan kecerdasannya. Hal ini
mencerminkan bahwa Siddharta mengalami titik balik (turning point), karena kehidupannya

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
berubah menjadi seorang Tathagata, dan dipuja oleh banyak orang. Kehidupannya ini,
menandakan Ia telah memenuhi aspek usia secara sosial, psikologis, dan spiritual. Selain itu,
Siddharta pada episode ini telah memiliki tanggung jawab dan resiko yang lebih besar. Oleh
karena itu, busana yang digunakan Siddharta pada episode ini merupakan simbol dari
kehidupannya yang sederhana namun telah memenuhi aspek usia secara sosial, psikologis,
dan spiritual, serta memiliki tanggung jawab dan resiko yang lebih besar.
Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa busana dan perhiasan dapat diasumsikan
sebagai simbol-simbol dalam perjalanan hidup Siddharta. Hal ini disebabkan karena peristiwa
atau adegan yang diceritakan juga mempengaruhi busana dan perhiasan yang digunakan oleh
Siddharta. Selain itu, jika dibandingkan dengan figur-figur lain dalam konteks yang sama,
dapat terlihat pola penggambaran busana dan perhiasan Siddharta yang mengalami perubahan
dari yang mewah atau raya menjadi sederhana tanpa perhiasan.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa terdapat keberagaman peristiwa yang


membentuk perjalanan hidup Siddharta. Peristiwa-peristiwa seperti kelahiran, tumbuh
menjadi dewasa dan menikah, serta mencapai pencerahan menyebabkan adanya transisi dalam
peran dan tanggung jawabnya. Mulai dari peran dan tanggung jawab sebagai Boddhistva di
surga, mengalami perubahan peran dengan lahir kembali sebagai manusia, kemudian setelah
tumbuh dewasa Siddharta berperan dan bertanggung jawab untuk menikah dan menjadi
penerus kerajaan, yang akhirnya Ia tinggalkan untuk mencari kehidupan yang sebernarnya,
lalu setelah mencapai pencerahan mengalami perubahan peran dan tanggung jawab untuk
menyebarkan ajaran-ajaran yang Ia dapatkan kepada seluruh manusia di Bumi.
Perjalanan hidup Siddharta juga tidak terlepas dari agensi manusia yang membentuk
perjalanan hidupnya karena perjalanan kehidupan (life course) pada setiap individu dibangun
berdasarkan pilihan dan tindakan oleh individu tersebut terhadap kesempatan dan kendala
pada keadaan sejarah dan sosial. Seperti yang terlihat pada episode III saat Ia memutuskan
dan mengambil kesempatan yang ada untuk melarikan diri dari kerajaan secara diam-diam.
Hal ini dilakukan untuk memenuhi kehendaknya, yaitu mencari kehidupan yang sebenarnya.
Keberagaman dalam lintasan (trajectory) kehidupan Siddharta juga berkaitan dengan
tanggung jawab dan resiko yang dihadapi. Keberagaman tersebut bertambah seiring dengan
bertambahnya pula waktu hidup seseorang. Dalam perjalanan hidupnya, Siddharta telah
mengalami perkembangan usia, baik usia secara sosial, psikologis, maupun spiritual.
Perkembangan tersebut menghadapkan Siddharta pada tanggung jawab dan resiko yang

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
semakin besar pula. Mulai dari anak-anak yang tumbuh menjadi dewasa, Siddharta
bertanggung jawab sebagai penerus kerajaan, namun Ia tinggalkan untuk mencari makna
hidup yang sebenarnya. Setelah mencapai pencerahan, Ia bertanggung jawab dan menanggung
resiko untuk mengajarkannya kepada seluruh manusia.
Telah dikatakan bahwa busana dan perhiasan yang digambarkan pada figur Siddharta
mengalami perubahan seiring berjalannya waktu dalam cerita. Jika dibandingkan dengan
figur-figur lain pada konteks episode dan panil yang sama, terlihat adanya perubahan yang
signifikan. Pada saat Siddharta lahir menjadi keturunan kerajaan, busana yang digunakan
digambarkan lengkap dengan perhiasan, bahkan dapat dikatakan lebih lengkap dari figur-figur
lain kecuali figur Raja Sudhodana dan Ratu Maya. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu
dalam cerita, hidupnya mengalami perubahan yang berpengaruh pada busananya. Setelah
meninggalkan kemewahannya hingga Ia mencapai pencerahan, busana yang digunakan
menjadi sederhana, tanpa perhiasan, dan memotong rambutnya. Perubahan dalam berbusana
inilah yang diasumsikan sebagai simbol-simbol dalam perjalanan hidup Siddharta.

Daftar Referensi

Atmadi, Parmono. (1988). Some Architechtural Design Principles of Temples in Java.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ayatrohaedi. (1979). Kamus Arkeologi Indonesia 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Bernet Kempers, A.J. (1970). Borobudur. Mysteriegebeuren in Steen, Verval en Restauratie,
Oudjavaans Volksleven. N. V. Servire: Wassenaar.
Carpenter, Laura M. (2010). Gendered Sexuality Over the Life Course: A Conceptual
Framework dalam Sociological Prespectives, Vol 53, No 2, pp. 155-178. California:
University of California Press.

Deetz, James. (1967). Invitation to Archaeology. New York: The Natural History Press.
Dijk, Kees Van. (2005). “Sarung, Jubah, dan Celana: Penampilan sebagai Sarana Pembedaan
dan Diskriminasi”. Outward Appearances: Trend, Identitas, Kepentingan.
Yogyakarta: LkiS.
Elder, Glen H. (1998). The Life Course as Developmental Theory dalam Child Development,
vol 69, no 1, pp. 1-12. Society for Research in Child Develpoment.

Hutchison, Elizabeth D. (2010). Dimensions of Human Behavior: The Changing Life Course.
USA: SAGE Publication, Inc.
Krom, N.J. (1986) (a). Barabudur Archaeological Description volume I. India: Gian
Publishing House.

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014
------------. (1986) (b). Barabudur Archaeological Description volume III. India: Gian
Publishing House.

Maulana, Ratnaesih. (1987). Hiasan Badan pada Masa Hindu Buddha di Jawa dalam Diskusi
Ilmiah Arkeologi II: Estetika dalam Arkeologi Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian
Arkeologi Nasional.
Miksic, John. (1999) The Mysteries of Borobudur. Singapore: Periplus.
Munandar, Agus Aris. (1993). Tentang Relief yang Menjadi Koleksi Museum. Depok:
Laporan Penelitian.

--------------------------. (2011). Catuspatha Arkeologi Majapahit. Jakarta: Wedatama Widya


Sastra.
Noerhadi, Inda Citraninda. (2012). Busana Jawa Kuna. Depok: Komunitas Bambu.
Poesponegoro, Marwati Djoened. (2008). Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai
Pustaka.
Renfrew, Colin. (2012). Archaeology: Theory, Methods, Practice (6th Edition). New York:
the McGraw-Hill Companies, Inc.
Ross, Robert. (2008). Clothing: Global History. Cambridge: Polity Press.
Sharer, Robert J. (2003). Archaeology:Discovering Our Past. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc.

Simanjuntak, Truman. (2008). Metode Penelitian Arkeologi. Jakarta Selatan: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Arkeologi Nasional.
Soekmono. (1977). Candi Fungsi dan Pengertiannya. Semarang: IKIP Semarang Press.
Sugono, Dendy. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional.
Taylor, Jean Gelman. (2005). “Kostum dan Gender di Jawa Kolonial Tahun 1800-1940”.
Outward Appearances: Trend, Identitas, Kepentingan. Yogyakarta: LkiS.

Busana dan perhiasan dalam ..., Robertus Danantoro Darujati, FIB UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai