Kep Anak Mahfud Ali (18.021)
Kep Anak Mahfud Ali (18.021)
DISUSUN OLEH:
MAHFUD ALI
NIM: 18.021
Pamekasan, 2020
Yang membuat pernyataan
Mahfud Ali
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan Anak ini merupakan laporan yang disusun sesuai dengan
hasil pelaksanaan Asuhan Keperawatan sesuai dengan aslinya.
Laporan ini telah diteliti dan disetujui untuk dilanjutkan ke tahap ujian praktik
klinik keperawatan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Pamekasan, 2020
Mahasiswa
Mahfud Ali
NIM. 18.021
Mengetahui
Pembimbing PKK
Keperawatan Medikal Bedah
Perforasi
Intake tidak adekuat Masuk dalam kelenjar limfe mesentrial
Peritonitis
MK: Defisit Nutrisi Menembus dan masuk aliran darah
Nyeri tekan
Masuk dan bersarang di hati dan limfa
MK: Nyeri Akut
Hepatomegali, Spelanomegali
Demam Tifoid
MK: Hipertermi
1.2 Deskripsi WOC
Penyakit typhoid adalah penyakit menular yang sumber infeksinya berasal
dari feses dan urine, sedangkan lalat sebagai pembawa atau penyebar dari kuman
tersebut [ CITATION Nga05 \l 2057 ].
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung
oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan
berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran
darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limpa dan
organ-organ lainnya [CITATION Sur06 \l 2057 ].
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo
endotelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan
bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan
organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu. Pada minggu pertama
sakit, terjadi Hiperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus.
Minggu ke dua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga terjadi Ulserasi plaks
player. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan
sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus.
Selain itu hepar, kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam
disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan
oleh kelaianan pada usus halus [ CITATION Sur06 \l 2057 ].
Nyeri perut pada demam typhoid dapat bersifat menyebar atau terlokalisir di
kanan bawah daerah ileum terminalis. Nyeri ini disebabkan karena mediator yang
dihasilkan pada proses inflamasi (histamine, bradikinin, dan serotonin) merangsang
ujung saraf sehingga menimbulkan rasa nyeri. Selain itu rasa nyeri dapat
disebabkan karena peregangan kapsul yang membungkus hati dan limpa karena
organ tersebut membesar.
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten
dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid, akan tetap
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu
badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi
karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat dimusnahkan baik
oleh obat maupun oleh zat anti.
[ CITATION Soe07 \l 2057 ] mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik
yang umum ditemui pada penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter
atau demam yang bertahap naiknya dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan
lingkungan dengan perincian :
1. Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik,
dengan denyut nadi 80-100 per menit.
2. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak
kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat
diraba.
3. Minggu ketiga, jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan
berkurang. Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-
otot bergerak terus, terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi
meteorisme dan timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut.
Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya
degenerasi mikardial toksik.
4. Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami
penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya
pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
1.6 Penatalaksanaan
2. Medis
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis menurut [ CITATION Nga05 \l
2057 ] antara lain:
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia.
c. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi
boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan.
d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahkan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari, bila kesadaran pasien
menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran
dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
e. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok diberikan
obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan
dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg berat badan/hari (makanan 2 gram per hari),
diberikan empat kali sehari per oral atau intravena. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu
perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin
pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
f. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila
terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena.
Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid menurut [CITATION
THR07 \l 2057 ] selain kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang sering
digunakan antara lain:
a. Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
b. Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.
c. Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.
d. Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.
e. Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
f. Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.
g. Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10 tahun).
3. Keperawatan
Penatalaksanaan demam typhoid ditinjau dari segi keperawatan
menurut [ CITATION Nga05 \l 2057 ], adalah Pasien typhoid harus dirawat di
kamar isolasi yang dilengkapi dengan peralatan untuk merawat pasien yang
menderita penyakit menular seperti desinfektan mencuci tangan, merendam
pakaian kotor dan pot atau urinal bekas pakai pasien. Yang merawat atau
sedang menolong pasien agar memakai celemek.
Masalah pasien typhoid yang perlu diperhatikan adalah:
a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
Pasien typhoid umumnya menderita gangguan kesadaran dari
apatik sampai spoorokoma, delirium (yang berat) disamping anoreksia dan
demam lama. Keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi atau
cairan sehingga kebutuhan nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan
berkurang pula, dan memudahkan timbulnya komplikasi. Selain hal itu,
pasien typhoid menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada usus
halus sehingga makanan harus disesuaikan. Diet yang diberikan ialah
makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan
tidak menimbulkan gas. Pemberiannya melihat keadaan pasien.
1) Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak dengan
lauk pauk dicincang (hati, daging), sayuran labu siam atau wortel
yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah
matang atau matang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas atau lebih,
jika makanan tidak habis diberikan ekstra susu.
2) Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan makanan cair per
sonde, kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur
setiap 3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah, bubur kacang
hijau yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik makanan beralih
secara bertahap ke lunak.
3) Jika pasien menderita delirium, dipasang infus dengan cairan glukosa
dan NaCl. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde di
samping infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya
merupakan setengah dari jumlah kalori, setengahnya masih per infus.
Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, beralih ke makanan
biasa.
b. Gangguan suhu tubuh.
Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada kasus yang
khas demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan tersebut dapat
menyebabkan kondisi tubuh lemah, dan mengakibatkan kekurangan
cairan, karena perspirasi yang meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah,
selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering dan pecah-pecah.
Penyebab demam, karena adanya infeksi basil Salmonella typhosa,
maka untuk menurunkan suhu tersebut hanya dengan memberikan
obatnya secara adekuat, istirahat mutlak sampai suhu turun diteruskan 2
minggu lagi, kemudian mobilisasi bertahap. Jika pasien diberikan
makanan melalui sonde, obat dapat diberikan bersama makanan tetapi
berikan pada permulaan memasukkan makanan, jangan dicampur pada
semua makanannya atau diberikan belakangan karena jika pasien muntah
obat akan keluar sehingga kebutuhan obat tidak adekuat.
Ruangan diatur agar cukup ventilisi. Untuk membantu,
menurunkan suhu tubuh yang biasanya pada sore hari dan malam hari
lebih tinggi jika suhu tinggi sekali cara menurunkan lihat pada
pembahasan tentang hiperpireksia. Di samping kompres berikan pasien
banyak minum boleh sirup, teh manis, atau air kaldu sesuai kesukaan
anak.
Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar penguapan
suhu lebih lancar. Jika menggunakan kipas angin untuk membantu
menurunkan suhu usahakan agar kipas angin tidak langsung kearah tubuh
pasien.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan rasa aman dan nyaman pasien typhoid sama dengan
pasien lain, yaitu karena penyakitnya serta keharusan istirahat di tempat
tidur, jika ia sudah dalam penyembuhan. Khusus pada pasien typhoid,
karena lidah kotor, bibir kering, dan pecah-pecah menambah rasa tak
nyaman disamping juga menyebabkan tak nafsu makan. Untuk itu pasien
perlu dilakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin
(krim) dengan sering dan sering berikan minum. Karena pasien apatis
harus lebih diperhatikan dan diajak berkomunikasi. Jika pasien dipasang
sonde perawatan mulut tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan
minum agar selaput lendir mulut dan tenggorok tidak kering. Selain itu
sebagai akibat lama berbaring setelah mulai berjalan harus mulai dengan
menggoyang-goyangkan kakinya dahulu sambil duduk di pinggir tempat
tidur, kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil berpegangan.
Katakan bahwa gangguan itu akan hilang setelah 2-3 hari mobilisasi.
2 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik menurut [ CITATION Set06 \l 2057 ] meliputi:
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan
leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula
ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit demam typhoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan
khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi
hasil negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin
disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan.
Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang dan
strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.[ CITATION
Yul19 \l 2057 ]
2.1 Konsep Diagnosa Keperawatan
1.3.1 Diagnosa I: Hipertermi b/d proses penyakit
1. Pengkajian penyebab :
1.) Degidrasi
2.) Terpapar lingkungan panas
3.) Proses penyakit
4.) Ketidak sesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5.) Peningkatan laju metabolisme
6.) Respon trauma/
7.) Aktivitas berlebihan
8.) Penggunaan inkubator
2. Pengkajian data mayor
1) Data Subjektif: tidak ada
2) Data Objektif: suhu tubuh diatas nilai normal
3. Pengkajian data minor
1) Data Subjektif : tidak ada
2) Data Objektif :
1. kulit merah
2. kejang
3. takikardi
4. takipnea
5. kulit terasa hangat
4. Pengkajian keadaan klinis terkait
1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
6. prematuritas
5. Standart luaran : termoregulasi
Definisi : pengaturan suhu tubuh agar tetap berada pada rentang normal
Ekspektasi : membaik
Kriteria Hasil :
1.) Menggigil menurun
2.) Kulit merah menurun
3.) Kejang menurun
4.) Akrosianosis menurun
5.) Konsumsi oksigen
6.) Piloereksi menurun
7.) Vasokonstriksi perifer menurun
8.) Kutis memorata menurun
9.) Pucat menurun
10.) Takikardi menurun
11.) Takipnea menurun
12.) Bradikardi menurun
13.) Dasar kuku sianolik menurun
14.) Hipoksia menurun
15.) Suhu tubuh membaik
16.) Suhu kulit membaik
17.) Kadar glukosa darah membaik
18.) Pengisiaan kapiler membaik
19.) Ventilasi membaik
20.) Tekanan darah membaik
6. Intervensi dan Tindakan
1.) Manajemen hipertermia
Observasi
1. Identifikasi penyebab hipertermia
2. Monitor suhu tubuh
3. Monitor elektralit
4. Monitor heluaran urine
5. Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan yang dingin
2. Longgarkan/lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
4. Berikan cairan oral
5. Ganti linen setiap hari jika mengalami hiperhidrosis
6. Lakukan pendinginan eksternal
7. Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
2.) Regulasi temperatur
Observasi
1. Monitor suhu bayi sampai stabil
2. Monitor suhu tubuh anak tiap dua jam
3. Monitor tekanan darah frekuensi pernafasan dan nadi
4. Monitor warna dan suhu kulit
5. Monitor dan catat tanda dan gejala hipotermia atau hipertermia
Terapeutik
1. Pasang alat pemantau suhu kontinu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
3. Bedong bayi segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas
4. Masukan bayi BBLR kedalam plastik segera setelah lahir
5. Gunakan topi bayi untuk mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir
6. Tempatkan bayi baru lahir dibawah radian NT warmer
7. Pertahankan kelembaban inkubator 50% atau lebih untuk mengurangi
kehilangan panas karena proses evaporasi
8. Atur suhu inkubatorsesuai kebutuhan
9. Hangatkan terlebih dahulu bahan bahan yang akan kontak dengan bayi
10. Hindari meletakan bayi didekat jendela terbuka atau diarea aliran
pendingir ruangan atau kipas angin
11. Gunakan matras penghangat, selimut hangat, dan penghangan ruangan
untuk menaikan suhu tubuh, jika perlu
12. Gunakan kasur pendingin, water circulating blankets, ice pack/gel pad
untuk menurunkan suhu tubuh
13. Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Edukasi
1. Jelaskan cara pencegahan head ekshaution dan head stroke
2. Jelaskan cara pencegahan hipotermi karena terpapar udara dingin
3. Demonstrasikan teknik perawatan metode kangguru (pmk) untuk bayi
BBLR
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian anti piretik, jika perlu
2.1.1 Diagnosa II: Nyeri akut b/d Agen pencedera fisiologis
1. Pengkajian penyebab
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).
2. Pengkajian data mayor
1.) Data Subjektif: Mengeluh nyeri
2.) Data Objektif:
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif(mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
3. Pengkajian data minor
1.) Subjektif: Tidak tersedia
2.) Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
4. Pengkajian keadaan klinis terkait
1) Kondisi perbedahan
2) Cedera traumatis
3) Infeksi
4) Sindrom koroner akut
5) Glaukoma
5. Standart Luaran
1.) Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional.
2.) Ekspektasi : Menurun
3.) Kriteria Hasil :
1. Keluhan nyeri menurun
2. Tidak ada meringis
3. Tidak ada sikap protektif
4. Tidak ada gelisah
5. Kesulitan tidur menurun
6. Tidak ada anoreksia
7. Tidak ada mual
8. Tidak ada muntah
9. Frekuensi nadi membaik
10. Pola nafas membaik
11. Tekanan darah membaik
12. Proses berpikir membaik
13. Nafsu makan membaik
14. Pola tidur membaik
6. Intervensi dan Tindakan
1. Intervensi utama dalam kasus ini meliputi:
(1) Managemen nyeri
Definisi : mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan.
a. Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas
nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri nonverbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
b. Terapeutik
1. Berikan teknik nonformakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
c. Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik
(2) Pemberian analgesik
Definisi : menyiapkan dan memberikan agen farmakologis untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit.
a. Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
intensitas frekuensi, durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian pemberian jenis analgesik
4. Monitor tanda tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
b. Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik
2. Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan efek yang tidak di
inginkan
c. Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik.
2.1.2 Diagnosa III: Defisit Nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
1. Pengkajian penyebab
1) Ketidak mampuan menelan makanan
2) Ketidak mampuan mencerna makanan
3) Ketidak mampuan mengabsorbsi nutrien
4) Peningkatan kebutuhan metabolisme
5) Faktor ekonomis (mis. Finansial tidak mencukupi)
6) Faktor fsikologis (mis. Stres, keengganan untuk makan)
1. Observasi
2. Terapeutik
3. Edukasi
4. Kolaborasi
1. Observasi
2. Terapeutik
3. Edukasi
2.1 Pengkajian
A. Biodata
A. Identitas Klien
1. Nama : An. I
4. Agama : Islam
7. Tgl masuk :-
1. Ayah
a. Nama : Tn. T
b. Usia : 45 Tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Wiraswasta
e. Agama : Islam
2. Ibu
a. Nama : Ny. A
b. Usia : 38 Tahun
c. Pendidikan : SMA
e. Agama : Islam
C. Riwayat Kesehatan
A. Riwayat Kesehatan Sekarang : tiga hari yang lalupasien mengeluh panas dan
nyeri tekan pada perut. Ibunya mengatakan setiap hari panas yang di rasakan naik
turun. Ketika pagi panasnya turun dan saat malam hari panasnya naik. Karena
saat ini musim hujan, keluarganya khawatir anaknya terkena demam berdarah.
Setelah di test dengan rample leed tetapi tidak tidak ada tanda tanda demam
berdarah. Akhirnya pasien dibawa ke laboratorium untuk mengecek darah
lengkap dan widal. Hasilnya widal dinyatakan positif dan tenaga medis
menyarankan untuk opname tetapi keluarga tidak mau karena masa pandemi
belum berakhir, akhirnya pasien dirawat di rumah secara mandiri.
B. Riwayat Kesehataan Lalu (Khusus untuk anak usia 0 – 5 thn). Pasien berusia 10
tahun dan tidak memiliki riwayat Thypoid sebelumnya.
Genogram
E. Riwayat Imunisasi
A. Pertumbuhan fisik
1. Berat badan : 27 kg
2. Tinggi badan:130 cm
3. Lingkar kepala : 46 cm
4. LLA : 18 cm
1. Motorik halus
2. Motorik kasar
3. Personal sosial
4. Bahasa
G. Perkembangan Psikosexual
H. Riwayat Nutrisi
A. Pemberian ASI................................................................................................
C. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
I. Riwayat Psikososial
Rumah ada tangga : ibu klien mengatakan dirumahnya tidak terdapat tangga
karena hanya satu lantai
J. Riwayat Spiritual
K. Reaksi Hospitalisasi
1. Nutrisi
2. Cairan
3. Kebutuhan cairan
4. Cara pemenuhan
4. Istirahat tidur
5. Olah raga
6. Personal higiene
2. Cuci rambut
3. Gunting kuku
Dipotong oleh ibunya Dipotong oleh ibunya
- Cara
1X/ minggu 1X/ minggu
- frekuensi
4. Gosok gigi
Mandiri dengan sikat Dibantu ibunya
- Cara gigi
2X/ sehari 1X/ hari
- frekuensi
7. Aktivitas fisik
M. PEMERIKSAAN FISIK
ANALISA DATA :
S : 38,2 oC
TD : 110/70
mmHg
RR : 23 x/menit
N : 110 x/menit
Kulit pasien
tampak merah
DO:
Tampak meringis
Bersikap
protektif(mis.
Waspada, posisi
menghindari nyeri)
Gelisah
Frekuensi nadi
meningkat
Sulit tidur
yang dimakan
DO:
wajah pasien
tampak pucat
mukosa bibir
kering
TD : 110/70
mmHg
N : 110 x/menit
BB : 35 Kg
TB : 130 cm
III. PELAKSANAAN
2) P:Inflamasi.
1) Pasien
Defisit nutrisi b/d mengatakan
ketidakmampuan menyukai
menelan makanan 1) Mengidentifikasi makanan makanan yang
d/d pasien yang disukai manis
mengatakan sulit
2) Memonitor asupan 2) Pasien
menelan makanan
yang dimakan makanan tampak
3) Memonitor berat badan makan 2x
4) Mensajikan makanan sehari dengan
secara menarik dan suhu porsi yang
yang sesuai lebih sedikit
5) Memberikan makanan dari sebelum
sakit
tinggi kalori dan tinggi
protein 3) BB:
6) Menganjurkan posisi 35kg
duduk, jika mampu 4) Pasien
7) Memonitor adanya mual mengatakan
dan muntah lebih
menyukai
makanan
dengan
kondisi
hangat
5) Pasien
tampak
mengkonsums
i ikan dan
telur sebagai
sumber
protein
6) Pasien
mengatakan
lebih nyaman
makan dengan
posisi duduk
7) Pasien
mengatakan
mual
muntahnya
berkurang
IV. EVALUASI
1) Hipertermi b/d Proses Penyakit d/d Suhu 380C
S : pasien mengatakan tubuhnya terasa panas
O:
S : 37 oC
TD : 100/70 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 80 x/menit
2) Nyeri Akut b/d Agen Pencedera fisiologis d/d Pasien mengatakan nyeri
S : Pasien mengeluh nyeri di perut kiri bawah
O:
Tampak meringis
Bersikap protektif(mis. Waspada, posisi menghindari nyeri)
Gelisah
Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
3) Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan d/d pasien mengatakan sulit
menelan makanan yang dimakan
S : Pasien mengatakan sulit menelan makanan yang dimakan
O:
wajah pasien tampak segar
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/menit
BB : 27 Kg
TB : 130 cm
Pamekasan, 2020
Yang membuat pernyataan
( )