Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL

ETIKA POLITIK DALAM KEHIDUPAN

BERBANGSA DAN BERNEGARA INDONESIA

OLEH

ANDREAS YANSSEN NAHAK (023748966)

FAKULTAS KESEHATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS CITRA BANGSA


2019

KAJIAN PUSTAKA

Syahrial Dr, 2012, Pendidikan Pancasila Bagi Perguruan Tinggi, Jakarta : GI


Adil Ustad, 2013, The Power of Belief , Jogyakarta: Graha Ilmu,
Yuniarto Bambang & Narmoatmodjo Winarno, Implementasi Nilai-Nilai Pancasila sebagai
Etika Politik dalam Pendidikan Politik,
Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Suteng, Bambang, dkk. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Erlangga
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengamalan atau praktek Pancasila dalam berbagai kehidupan dewasa ini
memang sudah sangat sulit untuk ditemukan. Tidak terkecuali dikalangan intelek dan
kaum elit politik bangsa Indonesia tercinta ini. Aspek kehidupan berpolitik, ekonomi,
dan hukum serta hankam merupakan ranah kerjanya Pancasila di dunia Indonesia yang
sudah menjadi dasar Negara dan membawa Negara ini merdeka hingga 66 tahun lebih.
Secara hukum Indonesia memang sudah merdeka selama itu, namun jika kita telaah
secara individu (minoritas) hal itu belum terbukti. Masih banyak penyimpangan yang
dilakukan para elit politik dalam berbagai pengambilan keputusan yang seharusnya
menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan keadilan bagi seluruh warga Negara
Indonesia. Keadilan yang seharusnya mengacu pada Pancasila dan UUD 1945 yang
mencita-citakan rakyat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam Pembukaan
UUD 1945 alinea 1 dan 2 hilanglah sudah ditelan kepentingan politik pribadi.
Proses kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bisa dilepaskan dari dimensi
kehidupan politik. Akan tetapi, kehidupan politik di setiap negara tentu saja berbeda.
Salah satu penyebabnya adalah faktor perbedaan ideologi. Kehidupan politik orang
hidup di negara yang menganut paham liberal, tentu saja berbeda dengan yang hidup di
negara sosialis atau komunis. Begitu juga dengan kehidupan politik rakyat Indonesia,
pasti berbeda dengan rakyat bangsa lainnya.
            Dulu, informasi dilakukan antara lain untuk memperbaiki hukum dan
politik yang kurang memberi makna bagi kemaslahatan rakyat. Setelah reformasi bukan
tambah baik hukum dan politik tetap sering di belikkan menjadi instrumen untuk
mencapai atau melanggengkan kekuasaan hukum dengan segala institusinya juga tak
mampu meredang kecenderungan penyalah gunaan kekuasaan, korupsi dan praktik-
praktik kotor lainnya. Politik di praktikkan dengan perilaku yang minim kesantunan
praktiknya, politik di redukasi untuk alasan kekuasaan bukan sebuah proses
mewujudkan kebaikan bersama. Politik identitas semakin menguat mengalahkan visi
kebersamaan sebagai bangsa seiring rasa saling percaya diantara sesama warga bangsa
yang memudar pelan-pelan. Distrust itu telah  menimbulkan disorientasi, tak ada
pegangan bagi rakyat mengenai hendak dibawa kemana bangsa ini dijalankan. Pada
gilirannya, disorientasi itu pun berpeluang mencetak pembangkangan (disobedience),
yang dalam skala kecil atau besar, sama-sama membahayakan bagi integrasi bangsa dan
negara.
Setelah segala cara memperbaiki sistem, baik hukum, sosial, politik, dan ekonomi
dilakukan dan tak juga menunjukkan hasil, maka banyak yang kemudian meyakini
bahwa problem sebenarnya bukanlah soal sistem belaka, melainkan berkait dengan soal
etika berbangsa dan bernegara yang meredup. Betapapun sistem diubah dan diganti,
tetap saja problem tak kunjung tuntas teratasi selama kita belum mampu membenahi
etika berbangsa dan bernegara.
Jadi, inti persoalannya sekarang ialah soal melemahnya etika berbangsa dan
bernegara. Hal ini mengisyaratkan bahwa upaya perbaikan kondisi bangsa ini haruslah
memperhatikan fakta bahwa krisis ini bertalian erat dengan krisis etika dan moralitas.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui Konsep etika dan politik
2. Mengetahui dan memahami etika politik dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Etika dan Politik


2.1.1 Defenisi Etika
Etika secara (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang
berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan
erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu
“Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan
atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan),
dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama
pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral
atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah
untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika adalah Ilmu yang
membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat
dipahami oleh pikiran manusia.
Etika merupakan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan etika
adalah barometer peradaban bangsa. Suatu bangsa dikatakan berperadaban tinggi
ditentukan oleh bagaimana warga bangsa bertindak sesuai dengan aturan main
yang disepakati bersama. Perilaku dan sikap taat pada aturan main
memungkinkan aktifitas dan relasi antar sesama warga berjalan secara wajar,
efisien, dan tanpa hambatan. 

2.1.2 Dasar Prinsip Etika Bernegara


Etika yang juga sering disebut unggah-ungguh, tata krama, sopan santun,
dan budi pekerti membuatnya mampu secara baik menempatkan diri dalam
pergaulan sosial, dan itu akan sangat menentukan keberhasilan dalam hidup
bermasyarakat. Begitu pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, etika akan
menjelaskan mana tingkah laku yang baik, apa yang pantas, dan apa yang secara
substansi mengandung kebaikan dan sebaliknya. Bagi bangsa timur seperti
Indonesia, etika telah mendarah daging dimiliki dan diterapkan dalam kerangka
penghormatan terhadap nilai kebaikan, kemanusiaan, dan keadilan kolektif.
Bahkan secara natural genetis, didalam diri bangsa mengalir sifat-sifat luhur
manusia yang ada perkembangannya, dirumuskan oleh faonding peoples kedalam
pancasila, dan selanjutnya disepakati sebagai dasar dan orientasi bernegara.
Pancasila juga menekankan prinsip persatuan kebangsaan yang mengatasi
paham golongan dan perseorangan. Persatuan itu dikelola dalam konsepsi
kebangsaan yang mengekspresikan persatuan dalam keragaman dan keragaman
dalam persatuan. Dalam prinsip semacam ini, ada toleransi, ada ruang hidup
untuk bisa menerima dan menghormati perbedaan yang ada. Perlu diketahui,
negara Indonesia merdeka dikonstruksi di atas perbedaan, sehingga perbedaan itu
bukanlah masalah tetapi justru menjadi sumber kekuatan. Dalam Pancasila
terkandung pula prinsip bahwa nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan
tersebut diaktualisasikan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat melalui
prinsip musyawarah mufakat. Nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, dan
demokrasi menjadi landasan etik bagi upaya mewujudkan keadilan sosial dengan
semangat kekeluargaan. Intinya, melalui Pancasila dan UUD 1945, prinsip-prinsip
berbangsa dan bernegara yang dibangun oleh para pendiri negara diarahkan untuk
memajukan kepentingan umum (bonnum commune) dalam kerangka nilai-nilai
ketuhanan, penghormatan terhadap kemanusiaan, mengedepankan persatuan,
mengembangkan demokrasi, serta berorientasi mewujudkan keadilan sosial.
Inilah prinsip-prinsip mendasar yang dijadikan acuan dalam merumuskan
kehidupan demokratis berbasis etika dan moralitas.
Dalam berpolitik misalnya, meskipun identik dengan cara meraih
kekuasaan, UUD menggariskan politik sebagai seni yang mengandung
kesantunan dan etika yang diukur dari pengutamaan moral. Pilihan para pendiri
negara untuk menyandarkan politik pada prinsip demokrasi deliberatif yang
mengedepankan pemusyawaratan dan bukan menang-menangan, merupakan
keputusan terbaik untuk mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan
yang sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya. Perbedaan, dalam hal ini tetap
dijunjung tinggi sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.

2.1.3 Defenisi Politik


Politik sangat erat kaitannya dengan masalah kekuasaan, pengambilan keputusan,
kebijakan publik dan alokasi atau distribusi. Pemikiran mengenai politik di dunia
barat banyak dipengaruhi oleh Filsuf Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles
yang beranggapan bahwa politik sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat
yang terbaik. Usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik ini menyangkut
bermacam macam kegiatan yang diantaranya terdiri dari proses penentuan tujuan
dari sistem serta cara-cara melaksanakan tujuan itu.

2.1.4 Etika Politik


Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam
lingkungan filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia
adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada
berbagai bidang etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga,
etika profesi, dan etika pendidikan. Dalam hal ini termasuk etika politik yang
berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia. Etika berkaitan dengan
norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul salahnya tindakan manusia
sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggung
jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga
Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat
teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara
bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori,
melainkan secara rasional objektif dan argumentatif. Etika politik tidak langsung
mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan
masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.
Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik.
Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara
sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda
kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas
hukum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan
orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita The Rule Of Law,
partisipasi demokratis masyarakat, jaminan HAM menurut kekhasan paham
kemanusiaan dan struktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan
sosial.
2.2 Etika Politik dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Sesuai Tap MPR No. VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika kehidupan
berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal
dan nilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam pancasila sebagai acuan dalam
berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pembangunan moral politik yang berbudaya adalah untuk melahirkan kultur politik
yang berdasarkan kepada iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa,
menggalang suasana kasih sayang sesama manusia Indonesia yang berbudi luhur, yang
mengindahkan kaidah musyawarah secara kekeluargaan yang bersih dan jujur dan
menjalin asa pemerataan keadilan. Pada hakikatnya etika politik tidak diatur dalam
hukum tertulis secara lengkap tetapi melalui moralitas yang bersumber dari hati nurani,
rasa malu kepada masyarakat, dan rasa takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Pembinaan etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah
urgen. Langkah permulaan dimulai dengan membangun konstruksi berpikir dalam
rangkan menata kembali kultur politik bangsa Indonesia. Kitasebagai warga negara
telah memiliki hak-hak politik, pelaksanaan hak-hak politik dalam kehidupan bernegara
akansaling bersosialisasi, berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama warga negara
dalam pelbagai wadah, yaitudalam wadah infra-struktur dan supra-struktur.
Wadah infrastruktur antaralain: mimbar bebas, ujut rasa, bicara secara lissan atau
tulisan, aktifitasorganisasi partai politik atau lembaga sosial kemasyarakatan, kampanye
pemilihan umum, penghitungan suaradalam memilih wakil di DPR atau pimpinan
eksekutif. Disamping wdah supra-struktur antara lain semua lembagalegislatif disemua
tingkat dan jajaraan eksekutif (mulai dari Presiden sampai ke RT/RW) dan semua
jajaran lembagakekuasaan kehakiman (tingkat pusat sampai ke daerah-daerah).
Kesemua wadah tersebut telah diatur denganperundang-undangan dengan sedemikian
rupa agar hak-hak politik terdapat berjalan sebagaimana mestinya.
Etika politik lebih banyak bergerak dalam wilayah, dimana seseorang secara
ikhlas dan jujur melaksanakanhukum yang berlaku tanpa adanya rasa takut kepada
sanksi daripada hukum yang berlaku. Dalam demokrasi liberal,sering ditemukan
apabila seseorang kepala pemerintahan gagal melaksanakan tugasnya sesuai dengan
janjinyasaat kampanye pemilihan umum, atau dituduh terlibat korupsi yang belum
sampai dibuktikan di pengadilan, makapemimpin itu mengundurkan diri. Ada suatu
pandangan dalam demokrasi liberal bahwa jabatan publik (PerdanaMenteri, anggota
parlemen, hakim, pegawai birokrasi dan lain-lain) di anggap suci, mulia dan terhormat
dalamnegara. Oleh sebab itu, setiap orang yang berkeinginan atau sedang menduduki
jabatan tersebut harus bersih dan jujur. 
Apabila ada tuduhan masyarakat bahwa seseorang pejabat publik tidak bersih, ma
ka hati nurani pejabattersebut langsung mengundurkan diri. Khsusnya dalam pelaksaaan
Pemilu oleh parati-parati politik, apakah pemilu betul-betul terhindar darikorupsi, KKN,
premanisme dan kekerasan politik, politik uang dan cara-cara yang tidak halal lainnya.
Inilah suatuujian bagi partai politik yang ikut pemilu apakah mampu melaksanan
seluruh kegiatan politik yang penuh denganetika politik berdasarkan nilai-nilai luhur
Pancasila.
Pada hekakatnya etika politik tidak diatur dalam hukum tertulis secara lengkap,
tetapi melalui moralitas yangbersumber dari hati nurani, rasa malu kepada masyarakat,
rasa takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa . Adanya kemauan dan memiliki itikat baik
dalam hidup bernegara, dapat mengukur secara seimbang antara hak yang telahdimiliki
dengan kewajiban yang telah ditunaikan, tidak memiliki ambisius yang berlebihan
dalam merebut jabatan,namum membekali diri dengan kemampuan secara kompotitif
yang terbuka untuk menduduki suatu jabatan, tidak melakukan cara-cara yang terlarang,
seperti penipuan untuk memenangkan persaingan politik. Dengan kata laintidak
menghalalkan segala macam cara untuk mencapai suatu tujuan politik.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia
sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dalam Pancasila terkandung pula
prinsip bahwa nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan tersebut diaktualisasikan
dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat melalui prinsip musyawarah mufakat.
Pembangunan nasional dalam segala bidang yang telah dilaksanakan selama ini
memang mengalami berbagai kemajuan. Namun, di tengah-tengah kemajuan tersebut
terdapat dampak negatif, yaitu terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam
lingkungan. Etika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia,
yang berkaitan norma moral yaitu untuk mengatur betul salahnya tindakan manusia
sebagai manusia. Etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban
manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga negara terhadap negara.
Pancasila sebagai dasar filsafah bangsa dan negara yang merupakan satu kesatuan nilai
yang tidak dapat dipisahkan dengan masing-masing sila.

3.2 Saran
 Jagalah etika dan moral yang kita miliki, agar identitas bangsa selalu terpelihara. Serta
hindari segala hal yang akan menjerumuskan kita pada sesuatu yang akan membuat kita
menjadi orang yang tidak beretika. Sebab etika merupakan identitas suatu bangsa, yang
akan menentukan baik dan buruknya bangsa tersebut. Tergantung pada kualitas
masyarakat yang ada didalamnya.

Anda mungkin juga menyukai