Anda di halaman 1dari 5

Nama: Rifka Hidayatullah

NIM: E1A019235

Kelas: C

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Peradilan Tata Usaha
Negara

Sinopsis Materi UTS Peratun

A. Hubungan antara Negara Kesejahteraan (Welfare State) dengan


PERATUN
1. Dalam negara kesejahteraan, pemerintah turut serta dalam urusan
rakyat/ perseorangan demi terciptanya kesejahteraan;
2. Maka dari itu karena tugas, fungsi serta kewenangan negara
(diwakili badan/pejabat tata usaha negara) yang meluas maka
memiliki peluang untuk berbeda pendapat, berbeda kepentingan,
serta sengketa antara subjek hukum dengn pemerintah;
3. Unuk memeriksa, mengadili serta menyelesaikan sengkerta tersebut
diperlukan lembaga yang menengahi yakni lembaga peradilan
tersebut yakni Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN).

B. Dasar Hukum Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN)


Secara singkatnya dasar hukum PERATUN terdiri dari tiga instrumen, yaitu
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, Undang-undang Nomor 9 Tahun
2004 (perubahan pertama dari UU No. 5 Tahun 1986) dan Undang-undang
Nomor 51 Tahun 2009 (perubahan kedua dari UU No. 5 Tahun 1986).

C. Organisasi PERATUN
Menurut pasal 18UU No. 48 Tahun 2009 konstitusi Indonesia membagi
kekuasaan kehakiman ini dalam lima bidang peradilan yaitu peradilan
umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, peradilan militer, dan
peradilan konstitusi.
Berdasar UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
(UU-AP), kompetensi absolut Peratun meliputi besluit, sengketa
kewenangan pejabat administrasi pemerintahan, dan tindakan administrasi
pemerintahan.

D. Pengertian Hukum Acara PERATUN


Hukum acara PERATUN adalah hukum yang mengatur tentang cara
menyelesaikan Sengketa TUN antara orang atau badan hukum perdata
dengan badan atau pejabat TUN serta mengatur hak dan kewajiban pihak-
pihak terkait.

E. Subjek dan Objek Sengketa di PERATUN


1. Subjek
 Penggugat, orang atau badan hukum perdata yang merasa
kepentingan dirugikan oleh suatu keputusan tata usaha negara.
 Tergugat, badan atau pejabat tata usaha negara yang
mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada
padanya atau yang dilimpahkan kepadanya.
 Orang Ketiga, tiap orang yang berkepentingan dalam sengketa
dapat masuk dalam sengketa, bertindak sebagai pihak yang
membela haknya atau peserta yang bergabung dengan salah satu
pihak yang bersengketa.
2. Objek
Objek sengketa di PERATUN diantaranya keputusan TUN,
keutusan dan/atau tindakan fiktif-positif, tindakan pemerintahan,
dan unsur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pejabat
pemerintahan.

F. Asas-Asas Hukum Acara PERATUN


1. Asas Praduga Rechtsmatig (vermoeden van rechtmatigheid =
praesumptio iustae causa), adalah setiap KTUN selalu dianggap
benar menurut hukum, sampai ada pembatalannya oleh yang
berwenang.
2. Asas Pembuktian Bebas, maksudnya hakim bebas (berwenang)
menetapkan pembuktian.
3. Asas Keaktifan Hakim (Dominus Litis), maksudnya adalah hakim
aktif dalam setiap tahap pemeriksaan, demi mengimbangi
kedudukan para pihak.
4. Asas Putusan Pengadilan mempunyai Kekuataan mengikat “Erga
Omnes”, berarti hasil putusan TUN tidak hanya berlaku untuk pihak
bersengketa saja, sengketa Tata Usaha Negara adalah hukum publik.

G. Jalur / Alur berperkara di PERATUN


1. Sebelum Diundangkan UU Nomor 30 Tahun 2014 (UU-AP)
Umumnya, sengketa biasa tidak perlu menempuh upaya administratif
terlebih dahulu, pihak Penggugat dapat langsung menggugatnya ke
PTUN. Terhadap suatu tertentu yang memenuhi rumusan Ps 48 UU No
5 Thn 1986 maka jalur berperkaranya harus melalui Upaya
Administratif terlebih dahulu, dan apabila belum puas terhadap
Keputusan Upaya Administratif, orang atau BHP langsung
menggugatnya ke PT.TUN.
2. Setelah diundangkannya UU Nomor 30 Tahun 2014 (UU-AP)
Secara keseluruhan sama dengan jalur berperkara sebelum
diundangkannya UU-AP, perbedaannya yakni terhadap suatu sengketa
tertentu yang memenuhi rumusan Ps 48 UU No 5 Thn 1986 dan apabila
belum puas terhadap Keputusan Upaya Administratif, orang atau BHP
langsung menggugatnya ke PTUN, kemudian banding ke PT.TUN,
kemudian Kasasi ke Mahkamah Agung.
3. Setelah diterbitkan Peraturan Makamah Agung Nomor 6 Tahun 2018
Setelah diterbitkan Peraturan Makamah Agung Nomor 6 Tahun 2018
alur berperkara harus menempuh seluruh upaya administratif terlebih
dahulu, baru kemudian mengajukan gugatan ke PTUN. Apabila tidak
puas atas Putusan PTUN, Penggugat dapat mengajukan Banding ke
PT.TUN, dan apabila tidak puas atas Putusan Banding PT.TUN,
Penggugat dapat mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung.

H. Kompetensi Absolut (Kewenangan Mutlak mengadili dari aspek objek)


PERATUN
Kompetensi absolut PERATUN dapat diterangkan sebagai berikut:
1. Menempuh upaya administratif terlebih dahulu
2. Memeriksa, memutus, dan menyelesaian sengketa Tata Usaha Negara,
3. Unsur-unsur Keputusan Tata Usaha Negara penetapan tertulis,
dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN, berisi tindakan hukum TUN,
bersifat konkret, inividual, dan final,
4. Pengecualian, Dikurangi (-) oleh hal-hal yang terdapat dalam Pasal 2
UU Nomor 9 Tahun 2004, pengecualian yang merupakan penambahan
(+) oleh hal-hal yang terdapat dalam Pasal 53 UU-AP (Keputusan Fiktif-
Positif).

I. Hak Gugat di PERATUN


1. Yang memiliki hak gugat di PERATUN adalah orang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu KTUN.
2. Gugatan harus dalam bentuk tertulis, dan berisi tuntutan pokok agar
KTUN yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah.

J. Alasan-Alasan menggugat di PERATUN


1. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat bertentangan dengan
ketentuan¬ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang
bersifat prosedural/formal atau material/substansial, dan/atau
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang tidak berwenang.
2. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan
AUPB, yang terdiri atas asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggaraan, asas keterbukaan, asas proporsional, asas profesional,
dan asas akuntabilitas.

K. Kompetensi Relatif di PERATUN


Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk
mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Pengaturan
kompetensi relatif Peradilan Tata Usaha Negara terdapat dalam:.
1. Pasal 6 UU Nomor 9 Tahun 2004, menentukan
 PTUN daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
 PT.TUN daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi..
2. Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 menentukan
 Gugatan diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang
daerah hukumnya, dan apabila Tergugat lebih dari satu Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara dan berkedudukan tidak dalam
satu daerah hukum Pengadilan, gugatan diajukan kepada
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
 Jika Tergugat tidak berada dalam daerah hukum Pengadilan
tempat kediaman Penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke
Pengadilan yang daerah hukumnya untuk selanjutnya diteruskan
kepada Pengadilan yang bersangkutan.
 Apabila Penggugat dan Tergugat berkedudukan atau berada di
luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
 Apabila Tergugat berkedudukan di dalam negeri dan Penggugat
di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat
kedudukan Tergugat

L. Tenggang Waktu menggugat


Pasal 55 UU PTUN menyebutkan “Gugatan dapat diajukan hanya dalam
tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau
diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.”

Anda mungkin juga menyukai