Anda di halaman 1dari 9

Vol. 3(4) November 2019, pp.

763-771
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA ISSN : 2597-6893 (online)

PENGANGKATAN ANAK TANPA PENETAPAN PENGADILAN DAN AKIBAT


HUKUMNYA(Suatu Kajian Berdasarkan Hukum Islam dan Hukum Positif di
Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara)
Fitri Handayani
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111

Muzakkir Abubakar
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh – 23111

Abstrak - Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan pengangkatan anak tanpa
penetapan pengadilan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Dewantara, mengetahui faktor yang
menyebabkan masyarakat di Kecamatan Dewantara mengangkat anak tanpa penetapan dari pengadilan, dan
untuk mengetahui akibat hukum dari pengangkatan anak tanpa penetapan pengadilan. Penelitian ini bersifat
yuridis empiris, yang menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Data penelitian ini diperoleh melalui
penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan melalui wawancara dengan
responden dan informan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan membaca peraturanperundang-undangan,
karya ilmiah, pendapat para ahli dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengangkatan anak dilakukan dengan cara mengambil anak orang lain atau menerima
penawaran mengadopsi anak dari orang tua yang kurang mampu perekonomiannya atau yang telah meninggal
ayah/ibunya. Pengangkatan anak tersebut tidak melalui proses pengadilan, hanya kesepakatan antara orang tua
kandung dan orang tua angkat. Faktor penyebab pelaksanaan pengangkatan anak yang tidak sesuai dengan
peraturan yang berlaku karena rendahnya pengetahuan masyarakat tentang prosedur pengangkatan anak yang
baik dan benar. Kemudian dalam akta lahir dan kartu keluarga menunjukkan bahwa anak angkat tersebut
diatasnamakan pada orang tua angkatnya sehingga mempunyai akibat hukum akan terputus nasab dengan orang
tua kandungnya.Disarankan agar adanya perhatian dari pejabat setempat mengenai peristiwa dan perilaku yang
terjadi pada masyarakatnya, karena jika adanya penyimpangan bisa langsung di cegah dan diperbaiki dan
pelaksanaan pengangkatan anak tersebut sebaiknya sesuai peraturan perundang-undangan yaitu melalui lembaga
hukum agar nantinya mendapat kepastian hukum dan bisa dipertanggung jawabkan.
Kata Kunci: Pengangakatan Anak, Penetapan Pengadilan, Akibat Hukum.

Abstrack - The purpose of this article is to know the implementation of the adoption of the child without the
court's decision by the community of Dewantara sub-district, to know the factors that cause the community in
Dewantara sub-district to appoint the child without the determination of the court, and to know the legal
consequences of the adoption of the child without court decision. This study is empirical juridical, which uses a
sociological juridical approach. This research data is obtained through field research and library research.
Field research was conducted through interviews with respondents and informants. Library research is done by
reading the legislation, scientific papers, opinions of experts and books related to this research. The results
show that the adoption of a child is done by taking another child or receiving an offer to adopt a child from an
underprivileged parent or who has passed away his / her mother. The appointment of the child does not go
through litigation, only an agreement between the biological parent and the adoptive parent. Factors causing
child adoption that are not in compliance with the prevailing regulations due to low public knowledge of proper
and proper child adoption procedures. Later in the birth certificate and the family card indicates that the
adopted child is on behalf of his adoptive parents so that the legal consequences will be disconnected nasab
with his biological parents. It is suggested that the attention of local officials about the events and behavior that
occur in the community, because if there are irregularities can be directly prevented and repaired and the
implementation of the adoption of the child should be in accordance with the legislation that is through legal
institutions so that later gets legal certainty and can be justified .
Keywords: Appointment of a child, court decisio, as a result of the law

PENDAHULUAN
Menurut Pasal 1 angka (9) Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

379
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 3(4) November 2019 764
Fitri Handayani, Muzakkir Abubakar

menentukan bahwa :
Anak angkat adalah Anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.

Pasal 171 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman hukum peradilan
agama menyebutkan bahwa pengertian anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan
untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari
orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan, sedangkan Pasal
39 ayat (1) Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa pengangkatan anak
hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan
adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang- undangan. Dalam Pasal 20
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak menyatakan bahwa Permohonan pengangkatan anak yang telah
memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan pengadilan,
kemudian Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke instansi
terkait. Dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang
persyaratan pengangkatan anak menyebutkan bahwa pengangkatan anak mempunyai prinsip
yaitu orang tua wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan
orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan mental anak.
Dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007
Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak menyatakan bahwa Permohonan pengangkatan
anak yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan
pengadilan, kemudian Pengadilan menyampaikan salinan penetapan pengangkatan anak ke
instansi terkait. Dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009
tentang persyaratan pengangkatan anak menyebutkan bahwa pengangkatan anak mempunyai
prinsip yaitu orang tua wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya
dan orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan mental anak.
Masyarakat Kecamatan Dewantara mempercayai bahwa salah satu cara agar dapat
mempunyai anak adalah dengan mengangkat anak, biasanya yang diangkat adalah anak dari
saudara yang kurang mampu ataupun anak orang lain dengan harapan untuk kebaikan masa
depan anak tersebut. Hal ini dilakukan untuk membantu mensejahterakan anak dan untuk
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 3(4) November 2019 765
Fitri Handayani, Muzakkir Abubakar

pasangan suami istri yang belum atau tidak dikaruniai seorang anak. Persetujuan
pengangkatan anak atas dasar saling menolong dan kesediaan kedua belah pihak antara orang
tua kandung dan orang tua angkat, maka atas dasar tersebut pemeliharaan anak diberikan
kepada orang tua angkat tanpa adanya penetapan pengadilan dan tidak mengikuti tata cara
atau prosedur yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, terdapat 2 (dua) permasalahan pokok
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Pelaksanaan pengangkatan anak tanpa melalui prosedur penetapan
pengadilan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Dewantara?
2. Apakah faktor yang menyebabkan masyarakat di Kecamatan Dewantara mengangkat
anak tanpa melalui penetapan dari pengadilan?
3. Apakah akibat hukumnya dari pengangkatan anak tanpa penetapan pengadilan?

METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian yuridis empiris yaitu penelitian
berupa untuk menemukan teori-teori mengenai proses bekerjanya hukum di dalam
masyarakat. Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah mengidentifikasikan dan
mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang rill dan fungsional dalam sistem
kehidupan yang nyata. Pendekatan yuridis sosiologis adalah menekankan penelitian yang
bertujuan memperoleh pengetahuan hukum secara empiris dengan jalan terjun langsung ke
obyeknya. Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua peraturan
perundang-undangan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang akan diteliti.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pasal 39 Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa pengangkatan anak
hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan
hukum adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun pengertian anak sebagaimana dimaksudkan dalam Nomor 35 Tahun 2014 tersebut,
Pasal 1 angka (1) disebutkan, anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak dalam kandungan.
Dari lima responden yang ada di Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara dalam
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 3(4) November 2019 766
Fitri Handayani, Muzakkir Abubakar

proses pengangkatan anak dilakukan berdasarkan kesepakatan antara orang tua kandung
dengan orang tua angkat. Seperti penuturan hasil wawancara dengan ibu Nurbaiti yang
mengatakan bahwa ayahnya yang memberikan anak tersebut kepada ibu Nurbaiti karena
setelah ibunya meninggal ibu Nurbaiti yang merawat anak angkatnya tersebut. Pengangkatan
anak tersebut mempunyai kesepakatan yaitu ibu Nurbaiti tetap mengizinkan ayahnya
bertemu dengan anaknya. Sama juga dengan pernyataan ibu Nurfuadi yang menuturkan
karena ayah anak angkatnya sudah meninggal maka ibu Nurfuadi berniat mengadopsinya dan
kemudian ibu Nurfuadi meminta izin kepada ibu dari anak yang akan diangkat tersebut. Ada
pula kesepakatan itu terjadi karena adanya penawaran dari orang tua kandung kepada orang
tua angkat, ini terjadi seperti yang diceritakan ibu Rukiah bahwa dia telah menikah lama
tetapi belum dikaruniai anak dan kemudian ada yang menawarkan anaknya untuk diadopsi
karena tidak mampu mengurus anak tersebut akibat sulitnya perekonomian, maka ibu Rukiah
mengambilnya. Begitu juga dengan ibu Mariana yang mengatakan, bahwa tetangganya
menawarkan anaknya untuk diangkat menjadi anak oleh ibu Mariana. Karena ingin
mempunyai anak perempuan maka ibu Mariana mengadopsi anak tersebut. Ibu Epi juga
bercerita hal yang hampir sama, bahwa ada orang yang sedang mencari orang tua angkat
untuk anaknya, maka ibu Epi setuju untuk mengangkatnya karena tidak mempunyai anak.
Berdasarkan pernyataan responden diatas mengenai hubungan antara anak angkat
dengan orang tua kandungnya, dari lima responden yang ada terdapat dua anak angkat yang
hubungan dengan orang tua kandungnya sengaja diputus dan tiga anak lain belum
diberitahukan karena masih balita. Dan berdasarkan penuturan responden, kesemuanya telah
membuatkan akta kelahiran anak dengan status sebagai anak kandung mereka.
Dalam hal ini peneliti menemukan beberapa masalah hukum di dalam pelaksanaan
pengangkatan anak di Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara, seperti yang terjadi
adalah pengangkatan anak ini tidak melalui proses penetapan pengadilan, hanya kesepakatan
antara orang tua kandung dan orang tua angkat, dan akta kelahiran dan kartu keluarga juga
diatasnamakan kepada orang tua angkatnya. Padahal di dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah
nomor 54 tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak mengenai tata cara
pengangkatan anak harus membuat permohonan pengangkatan anak dan diajukan ke
Pengadilan untuk mendapatkan penetapan seperti yang tercantum dalam Pasal itu
“permohonan pengangkatan anak yang telah memenuhi persyaratan diajukan ke pengadilan
untuk mendapatkan penetapan pengadilan.”
Melihat dari aspek perlindungan dan kepentingan anak, pengangkatan anak dengan
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 3(4) November 2019 767
Fitri Handayani, Muzakkir Abubakar

tata cara yang demikian belum memenuhi syarat-syarat dan prosedur yang telah disebutkan
sebelumnya. Pembuatan akta kelahiran dengan identitas yang sesuai dengan status anak
menjadi kewajiban orang tua angkat.
Didalam hukum islam pengangkatan anak seharusnya tidak mempengaruhi
kemahraman antara anak angkat dengan orangtua angkatnya. Anak angkat tidak termasuk
dalam salah satu dari unsur kemahraman, sehingga antara kedua belah pihak tidak ada
larangan untuk saling mengawini dan tetap tidak bisa saling mewarisi. Pengangkatan anak
disini harus didasari oleh perasaan seseorang yang menjadi orangtua angkat untuk membantu
orangtua kandung dari anak angkatnya atau bagi pasangan suami-istri yang tidak dikaruniai
keturunan, agar anak angkat itu bisa dididik atau disekolahkan, sehingga diharapkan nantinya
anak tersebut bisa mandiri serta dapat meningkatkan taraf hidupnya dimasa yang akan
datang. Akan tetapi jika anak angkat diatasnamakan kepada orang tua angkatnya maka hal
tersebut menjadi bertentangan dalam ajaran islam.
Dalam rangka pelaksanaan perlindungan anak, sangat penting melihat alasan atau
motivasi pengangkatan anak sehingga sangat perlu diperhatikan, dan harus dipastikan
dilakukan demi kepentingan yang terbaik untuk anak. Apabila melihat pada alasan/motivasi
serta tujuan pengangkatan anak, maka akan banyak sekali ragamnya. Akan tetapi menurut
Djaja S. Meliala, alasan terutama yang terpenting adalah: 1
a. Rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orang tuanya tidak mampu
memeliharanya.
b. Tidak mempunyai anak dan ingin mempunyai anak untuk menjaga dan
memeliharanya di hari tua.
c. Adanya kepercayaan bahwa dengan adanya anak di rumah maka akan dapat
mempunyai anak sendiri.
d. Untuk mendapatkan teman bagi anaknya yang sudah ada.
e. Untuk menambah atau mendapatkan tenaga kerja.
f. Untuk mempertahankan ikatan perkawinan /kebahagiaan keluarga.
Di Kecamatan Dewantara Kecamatan Kabupaten Aceh Utara, terdapat lima keluarga
responden yang melakukan pengangkatan anak. Adapun alasan yang mendorong responden
melakukan pengangkatan anak adalah sebagai berikut: Menurut penuturan ibu Nurbaiti,
bahwa alasan ibu Nurbaiti mengangkat anak adalah untuk mempunyai anak dan ingin

1
Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm 79.
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 3(4) November 2019 768
Fitri Handayani, Muzakkir Abubakar

merawat anak piatu, menurutnya merawat anak yatim piatu bisa untuk membantu dan juga
untuk mendapat pahala. Adapun sama seperti ibu Nurbaiti, ibu Nurfuadi juga berkata
mengangkat anak tersebut dengan tujuan untuk mempunyai anak dan ingin merawat anak
yatim. Tetapi lain hal dengan ibu Nurfuadi dan ibu Nurbaiti yang berniat untuk membantu
merawat anak yatim dan piatu dan ingin mempunyai anak, dua responden lain yaitu ibu
Rukiah dan ibu Epi mengatakan bahwa alasan mereka mengangkat anak karena tidak
mempunyai anak sendiri, dengan harapan agar bisa mempunyai anak walaupun hanya anak
angkat. Sedangkan ibu Mariana mengangkat anak karena ingin menambah anak lagi dan
ingin mempunyai anak perempuan.
Dalam pasal 37 sampai dengan 41 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak telah diatur beberapa ketentuan tentang pengasuhan dan pengangkatan
anak. Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang orang tuanya tidak dapat menjamin
tumbuh kembang anaknya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial.
Pengasuhan anak tersebut, dilakukan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu.
Pengangkatan anak dan anak angkat telah menjadi bagian dari hukum yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat sesuai dengan adat istiadat dan motivasi yang berbeda-beda
serta perasaan hukum yang hidup dan berkembang di masing-masing daerah. Tradisi
memelihara dan mengasuh anak yang berasal dari saudara dekat atau jauh atau anak orang
lain yang biasanya berasal dari keluarga yang tidak mampu sudah sering dilakukan di
Indonesia dengan berbagai istilah dan sebutannya.2 Ibu Nurbaiti menyatakan tidak
mengetahui tentang undang-undang mengenai pengangkatan anak dan menulis di dalam
Kartu Keluarga (KK) dan Akta Lahir anak angkat tersebut adalah anak kandungnya.
Penuturan ibu Rukiah bahwa ia tidak mengetahui perundang-undangan tentang anak
angkat dan mengakui anak angkatnya sebagai anak kandung dalam Kartu Keluarga (KK) dan
Akta Lahir. Pernyataan ibu Mariana mengatakan tidak mengetahui perundang-undangan
mengenai pengangkatan anak dan menuliskan anak angkatnya sebagai anak kandung dalam
Kartu Keluarga (KK) dan Akta Lahirnya. Ibu Epi mengatakan bahwa tidak mengetahui
tentang peraturan perundang-undangan mengenai pengangkatan anak dan di dalam Kartu
Keluarga (KK) dan Akta Lahir diakui anak angkatnya sebagai anak kandung. Sama dengan
responden lain, ibu Nurfuadi juga tidak mengetahui peraturan perundang-undangan tentang

2
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Alumni, Bandung 1991, hlm 20.
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 3(4) November 2019 769
Fitri Handayani, Muzakkir Abubakar

pengangkatan anak dan juga menuliskan di dalam Kartu Keluarga (KK) dan Akta Lahir anak
angkatnya sebagai anak kandung.
Dari semua responden yang melakukan pengangkatan anak menyatakan bahwa
pengangkatan anak yang telah dilakukan hanya berdasarkan kesepakatan antara kedua belah
pihak. Dalam masalah administrasi kependudukan antara anak angkat dengan orang tua
angkatnya, terutama mengenai pembuatan Akta Lahir dan Kartu Keluarga (KK) jawaban
responden mengatakan bahwa mereka langsung membuat Akta Lahir anak angkatnya
mengatasnamakan dirinya tanpa melalui proses pengadilan, baik itu Pengadilan Negeri
maupun Mahkamah Syar’iyah.
Selain faktor rendahnya pengetahuan masyarakat desa tentang tata cara maupun
prosedur pengangkatan anak yang terlihat dari ketidak mengertian tentang akibat hukum
pengangkatan anak maupun peraturan perundang-undangan tentang pengangkatan anak,
orang tua angkat juga beranggapan bahwa prosedur pengangkatan anak melalui jalur
pengadilan sangat rumit dan memakan waktu yang lama sehingga masyarakat lebih memilih
tidak menggunakan jalur tersebut.
Akibat hukum merupakan suatu keadaan maupun kondisi yang timbul setelah adanya
peristiwa hukum. Pengangkatan anak merupakan masuknya anak orang lain ke dalam
keluarga yang mengangkatnya dimana pengangkatan anak akan membawa akibat di
kemudian hari seperti dalam hal pewarisan dan perwalian. Pengangkatan anak yang
dilakukan secara adat kebiasaan, melalui Pengadilan Negeri maupun melalui pengadilan
Agama (di Provinsi Aceh di sebut Mahkamah Syar’iyah) membawa akibat hukum yang
berbeda-beda.
Pengangkatan anak dalam Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 39
ayat (1) menyebutkan bahwa pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan
yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengangkatan anak yang menjamin kepastian
hukum hanya didapat setelah memperoleh putusan pengadilan. Tujuan penetapan
pengangkatan anak melalui pengadilan untuk perlindungan anak dimata hukum yang akan
memberikan perlindungan kepentingan anak dan kepastian hukum. Di dalam hasil penetapan
antara Pengadilan Negeri dan Mahkamah Syar’iyah itu berbeda, dimana dalam penetapan
Pengadilan Negeri memberikan konsekuensi semua tanggung jawab orang tua kandung
berpindah kepada orang tua angkat. Sedangkan dalam penetapan Mahkamah Syar’iyah tidak
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 3(4) November 2019 770
Fitri Handayani, Muzakkir Abubakar

semua tanggung jawab orang tua kandung berpindah kepada orang tua yang mengangkatnya.
Setelah terjadinya pengangkatan anak maka timbullah hukum baru yang melekat pada anak
angkat dan orang tua angkat yaitu mengenai perwalian dan pewarisan. Mengenai perwalian,
sejak dikeluarkannya penetapan pengangkatan anak oleh majelis hakim, orang tua angkat
secara sah telah ditetapkan sebagai wali dari anak angkat. Hak dan kewajiban orang tua
kandung telah berpindah alih kepada orang tua angkat dalam hal nafkah, pembiayaan
sekolah, serta pendidikan dan agama. Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak
membawa akibat hukum dalam hubungan nasab, hubungan wali-mewali dan hubungan waris
mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan
anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya kecuali hubungan keluarga
persusuan bila ibu angkat berhasil menyusukan anak angkat sewaktu masih dalam masa
menyusui.

KESIMPULAN
Pengangkatan anak tanpa prosedur penetapan pengadilan yang dilakukan oleh
masyarakat Kecamatan Dewantara biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak
mempuyai anak dalam pernikahan yang sudah berlangsung bertahun-tahun atau mengangkat
anak untuk menolong anak terlantar atau yatim piatu. Pelaksanaan pengangkatan anak
tersebut hanya dilakukan atas kesepakatan dari orang tua kandung dan orang tua angkat.
Faktor penyebab masyarakat Kecamatan Dewantara Kabupaten Aceh Utara
mengangkat anak tanpa penetapan dari pengadilan dan tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku karena rendahnya pengetahuan masyarakat desa tentang tata cara maupun prosedur
pengangkatan anak yang terlihat dari ketidakmengertian tentang akibat hukum pengangkatan
anak maupun peraturan perundang-undangan tentang pengangkatan anak, orang tua angkat
juga beranggapan bahwa prosedur pengangkatan anak melalui jalur pengadilan sangat rumit
dan memakan waktu yang lama sehingga masyarakat lebih memilih tidak menggunakan jalur
tersebut.
Dari hasil penelitian pelaksanaan pengangkatan anak di Kecamatan Dewantara
Kabupaten Aceh Utara ternyata dari hasil penelitian membuktikan bahwa masyarakat yang
mengangkat anak ada yang berakibat pada pemutusan nasab atas orang tua kandungnya dan
secara tegas dilarang dan tidak dibenarkan syariat Islam, namun ada pula yang tidak
berimplikasi pada pemutusan nasab karena dalam pengangkatannya hanya sebatas
pemeliharaan demi kesejahteraan anak, hal ini mengarah pada ajaran Rasulullah saw. yang
JIM Bidang Hukum Keperdataan : Vol. 3(4) November 2019 771
Fitri Handayani, Muzakkir Abubakar

mengangkat anak tetapi tidak menasabkan anak angkat kepada orang tua angkat. Hanya saja
kesemuanya tidak mengikuti prosedur dari perundang-undang dengan tidak meminta
penetapan dari pengadilan yang berakibat pada akta kelahiran anak serta status anak dalam
Kartu Keluarga (KK) tertulis sebagai anak kandung bukan sebagai anak angkat.

DAFTAR PUSTAKA
Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Alumni, Bandung, 1991.

Yanuar Ikbar, Metode penelitian Kualitatif, PT. Refika Adimata, Bandung, 2012.

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Undang- Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 297).

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 123).

Kompilasi Hukum Islam (KHI), Intruksi Presiden Republik Indonesia nomor 1 tahun 1991
tanggal 10 Juni 1991, Keputusan Mentri Agama Republik Indonesia nomer 154 tahun
1991 Tentang Pelaksaan Intruksi Presiden nomer 1 Tahun 1991.

Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

Anda mungkin juga menyukai