Anda di halaman 1dari 15

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFENISI
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2012).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragik antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Wijaya,
2013).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (Tarwono, 2013).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu
jenis stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga darah tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan
otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.

B. ETIOLOGI 
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
1. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi
aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
4. Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga

1
darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan
menimbulkan perdarahan otak.
5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan
dan degenerasi pembuluh darah.

Faktor resiko pada stroke adalah


1. Hipertensi
2. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
3. Kolesterol tinggi, obesitas
4. Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)
5. Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
6. Kontrasepasi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
kadar estrogen tinggi)
7. Penyalahgunaan obat (kokain), rokok dan alkohol

C. PATOFISIOLOGI STROKE HEMORAGIK
Ada dua bentuk CVA bleeding
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau
hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar
otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan
kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus,
pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur
dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

2. Perdarahan sub arachnoid

2
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma
paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi
willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan
ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka
nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk
dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang
mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5
hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga
karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan
kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global
(nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2
dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf
hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2
jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia,
tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak

E. MANIFESTASI KLINIS STROKE HEMORAGIK

3
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
1. Daerah a. serebri media
a. Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
b. Hemianopsi homonim kontralateral
c. Afasi bila mengenai hemisfer dominan
d. Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
2. Daerah a. Karotis interna
Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
3. Daerah a. Serebri anterior
a. Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
b. Incontinentia urinae
c. Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
4. Daerah a. Posterior
a. Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
b. daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
c. Nyeri talamik spontan
d. Hemibalisme
e. Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
5. Daerah vertebrobasiler
a. Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
b. Hemiplegi alternans atau tetraplegi
c. Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
 
F. KOMPLIKASI 
Stroke hemoragik dapat menyebabkan
1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

4
G. PENATALAKSANAAN MEDIS STROKE HEMORAGIK
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan
otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan,
tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat
dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta
tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan
pada fase akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran
darahotak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular
yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran
pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG STROKE HEMORAGIK


1. Angiografi cerebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.

5
2. Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemoragi pada subarakhnoid atau perdarahan pada
intrakranial.
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infrak sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.

6
BAB II
PATHWAY STROKE HEMORAGIK

Gambar 2. 1. Web Of Cousation.

7
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK


1. Aktivitas dan istirahat
a. Data Subyektif:
1) Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralisis.
2) Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
b. Data obyektif:
1) Perubahan tingkat kesadaran
2) Perubahan tonus otot  (flaksid atau spastic),  paraliysis (hemiplegia),
kelemahan umum.
3) Gangguan penglihatan
2. Sirkulasi
a. Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal
jantung , endokarditis bacterial), polisitemia.
b. Data obyektif:
1) Hipertensi arterial
2) Disritmia, perubahan EKG
3) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
4) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3. Integritas ego
a. Data Subyektif:
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
b. Data obyektif:
1) Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan
2) Kesulitan berekspresi diri
4. Eliminasi
a. Data Subyektif:

8
1) Inkontinensia, anuria
2) Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh),  tidak adanya suara
usus (ileus paralitik)
5. Makan/ minum
a. Data Subyektif:
1) Nafsu makan hilang
2) Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
3) Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
4) Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
b. Data obyektif:
1) Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
2) Obesitas ( faktor resiko )
6. Sensori neural
a. Data Subyektif:
1) Pusing / syncope  ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral  atau perdarahan sub
arachnoid.
3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati
4) Penglihatan berkurang
5) Sentuhan  : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )
6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
b. Data obyektif:
1) Status mental : koma biasanya menandai stadium perdarahan,
gangguan tingkah laku (seperti: letargi, apatis, menyerang) dan
gangguan fungsi kognitif
2) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflek
tendon dalam  ( kontralateral )
3) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )

9
4) Afasia  ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata-kata, reseptif / kesulitan berkata-kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
5) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil
6) Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
7) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada
sisi ipsi lateral
7. Nyeri / kenyamanan
a. Data Subyektif:
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
b. Data Obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8. Respirasi
a. Data Subyektif:
1) Perokok ( faktor resiko )
Tanda:
a) Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
b) Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
c) Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9. Keamanan
a. Data Obyektif:
1) Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,
hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit
3) Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah
dikenali
4) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,
berkurang kesadaran diri

10
10. Interaksi sosial
a. Data Obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11. Pengajaran / pembelajaran
a. Data Subjektif :
1) Riwayat hipertensi keluarga, stroke
2) Penggunaan kontrasepsi oral
12.   Pertimbangan rencana pulang
-        Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
-        Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri
dan pekerjaan rumah

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK


1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infark jaringan
otak.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan neuromuskuler.
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kelemahan neuromuskuler.
4. gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan fungsi
5. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf cranial.
6. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan fisik
 

11
J.    RENCANA KEPERAWATAN STROKE HEMORAGIK
No SDKI SLKI SIKI
1 Resiko perfusi Setelah dilakukan 1. Observasi
serebral tidak tindakan  Identifikasi penyebab
efektif keperawatan peningkatan TIK (mis. Lesi,
berhubungan selama 3x24 jam gangguan metabolisme,
dengan infark di harapkan edema serebral)
jaringan otak perfusi serebral  Monitor tanda/gejala
meningkat peningkatan TIK (mis.
kriteria hasil : Tekanan darah meningkat,
- Kognitif tekanan nadi melebar,
meningkat bradikardia, pola napas
- Tekanan ireguler, kesadaran menurun)
intracranial  Monitor MAP (Mean
menurun Arterial Pressure)
- Sakit kepala  Monitor CVP (Central
menurun Venous Pressure), jika perlu
- Gelisah  Monitor PAWP, jika
menurun perlu
- Kecemasan  Monitor PAP, jika perlu
menurun  Monitor ICP (Intra
- Agitasi Cranial Pressure), jika
menurun tersedia
- Demam  Monitor CPP (Cerebral
menurun Perfusion Pressure)
- Tekanan darah  Monitor gelombang ICP
sistol membaik  Monitor status
- Tekanan darah pernapasan
diastole  Monitor intake dan
membaik output cairan
- refleks syaraf  Monitor cairan serebro-
membaik spinalis (mis. Warna,
konsistensi)
2. Terapeutik
 Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
 Berikan posisi semi
fowler
 Hindari maneuver
Valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari penggunaan
PEEP
 Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
 Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu tubuh

12
normal
3. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
diuretic osmosis, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

2 Gangguan Setelah 1. Observasi


mobilitas fisik dilakukan  Identifikasi adanya nyeri
berhubungan pengkajian atau keluhan fisik lainnya
dengan selama 3x24  Identifikasi toleransi fisik
neuromukuler jam diharapkan melakukan ambulasi
mobilitas fisik  Monitor frekuensi jantung
meningkat dan tekanan darah sebelum
Kriteria hasil: memulai ambulasi
- Pergerakan  Monitor kondisi umum
ekstremitas selama melakukan ambulasi
meningkat 2. Terapeutik
- Kekuatan otot  Fasilitasi aktivitas
meningkat ambulasi dengan alat bantu
- Rentan gerak (mis. tongkat, kruk)
(ROM)  Fasilitasi melakukan
meningkat mobilisasi fisik, jika perlu
- Nyeri menurun  Libatkan keluarga untuk
- Kecemasan membantu pasien dalam
menurun meningkatkan ambulasi
- Kaku sendi 3. Edukasi
menurun  Jelaskan tujuan dan
- Gerakan tidak prosedur ambulasi
terkoordinasi  Anjurkan melakukan
menurun ambulasi dini
- Gerakan  Ajarkan ambulasi
terbatas sederhana yang harus
menurun dilakukan (mis. berjalan dari
- Kelemahan tempat tidur ke kursi roda,
fisik menurun berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)

4 Konstipasi Sestelah 1. Observasi


berhungan dilakukan
dengan pengajian 3 x24  Periksa tanda gejala
kurangnya jam di harapkan konstipasi
aktifitas fisik eliminasi fekal  Periksa pergerakan usus,
Kriteria hasil: karakteristik feses
- Control  Identifikasi faktor resiko
pengeluaran konstipasi

13
feses meningkat  Monitor tanda gejala
- Keluhan ruptur usus atau peritonitis
defekasi lama
dan sulit 2. Terapeutik
menurun  Anjurkan diet tinggi serat
- Distensi  Malukan masase abdomen
abdomen  Lakukan evakuasi feses
menurun secara manual
- Teraba massa  Berikan enema atau irigasi
pada rectal
menurun 3. Edukasi
- Nyeri abdomen  Jelaskan etiologi masalah dan
menurun alasan tindakan
- Kram abdomen  Anjurkan peningkatan asupan
menurun cairan
- Konsistensi  Latih buang air besar secara
feses membaik teratur
- Frekuensi  Ajarkan cara mengatasi
defekasi konstipasi/impaksi
membaik
- Peristaltic usus 4. Kolaborasi
membaik  Konsultasi dengan tim medis
tentang
penurunan/peningkatan
frekuensi suara usus
 Kolaborasi penggunaan obat
pencahar.

Discharge planning bagi pasien stroke


1 Memastikan keamanan bagi pasien setelah pemulangan
2 Memilih perawatan, bantuan, atau peralatan khusus yang dibutuhkan
3 Merancang untuk pelayanan rehabilitasi lanjut atau tindakan lainnya di
rumah (misal kunjungan rumah oleh tim kesehatan)
4 Penunjukkan health care provider yang akan memonitor status kesehatan
pasien
5 Menentukan pemberi bantuan yang akan bekerja sebagai partner dengan
pasien untuk memberikan perawatan dan bantuan harian di rumah, dan
mengajarkan tindakan yang dibutuhkan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. (2013). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan.  Jakarta : Salemba Medika

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta

PPNI. (2017). Standar intervensi Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta

PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta

Tarwanto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta:CV Sagung Seto

Wijaya, A. S dan Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah


2.Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika

15

Anda mungkin juga menyukai