Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
Antonita Lintang Pawestri 1903015
Amelia Devin Krisnawati 1903009
Lisa Amalia 1903035
Mei Noviyanti 1903038
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................2
A. Latar belakang...........................................................................................................................2
B. Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Definisi......................................................................................................................................3
B. Etiologi......................................................................................................................................4
C. Pemeriksaan status mental.........................................................................................................5
D. Jenis – jenis gangguan jiwa pada lanjut usia..............................................................................5
E. Pelaksanaan teraphy kelompok pada lansia dengan gangguan jiwa...........................................9
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................13
A. Kesimpulan..................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................14
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses
penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya
proses in menjadi beban bagi orang lain dibandingkan dengan proses lain yang terjadi.
Perawat yang akan merawat lansia harus mengerti sesuatu tentang aspek penuaan
yang normal dan tidak normal.
Saat ini udah dapat diperkirakan bahwa 4 juta lansia di Amerika mengalami gangguan
kejiwaan seperti demensia, psikosis, atau kondisi lainnya. Hal ini menyebabkan
perawat dan tenaga kesehatan profesional yang lai memiliki tanggung jawab yang
lebih untuk merawat Lansia dengan masalah kesehatan jiwa dan emosi. Kesehatan
mentl padaLansia dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti status fisiologi dan
psikologi, kepribadian, sosial support, sosial ekonomi dan pola hidup.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk dapat memahami tentang Asuhan Keperawatan gangguan jiwa pada
Lansia.
2. Tujuan khusus
Setelah membaca makalah ini, pembaca akan memahami :
a. Pengertian lansia dan tugas perkembangannya.
b. Penyebab gangguan jiwa pada Lanjut Usia
c. Jenis gangguan jiwa pada lanjut usia
d. Asuhan Keperawatan gangguan jiwa pada Lanjut Usia
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi
Lanjut Usia ( Lansia ) adalah proses menua termasuk biologis, psikologis, dan
sosial dengan batasan umur sebagai berikut :
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang
dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat
ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik,
psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari
kelompok lanjut usia (lansia).
Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan dengan timbulnya
skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi pada
lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara gangguan parafrenia, paranoid dan
skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk
pasien-pasien yang memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta
terdapat gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.
Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam
pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan
gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah,
mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai
halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita
menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang.
Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang
khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau
mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia
merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan
tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun
pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan paranoid pada lanjut
usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam
kondisi psikosis fungsional dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis.
Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada
lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering
dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan
depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian
pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan)
dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan
sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga
anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran.
Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.
b. Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum,dsb)
Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia
paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, para lansia dengan
gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena perangainya dan
tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak,
bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita perilaku seksualnya
sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang konotasinya jorok dan porno
(walaupun tidak selalu).
Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan
emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi.
Gangguan afektif ini antara lain:
Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan, pada umur 40 -
50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia
perttangahan tersebut prosentase wanita lebih banyak dari laki-laki, akan tetapi
diatas umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang. Pada wanita mungkin ada
kaitannya dengan masa menopause, yang berarti fungsi seksual mengalami
penurunan karena sudah tidak produktif lagi, walaupun sebenarnya tidak harus
begitu, karena kebutuhan biologis sebenarnya selama orang masih sehat dan masih
memerlukan tidak ada salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa
menggangu kesehatannya.
Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit
berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-kadang ingin
bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat 2 jenis depresi yaitu
Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien tetap baik,
namun memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik,
kesadarannya terganggu sehingga kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut
terganggu dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang,
tempat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa
takut, dsb.
Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang mengalami
gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan
afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan
gembira yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat
sesuatu yang melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan
dan membuat orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari
pada tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu ketika
pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun
tak lama kemudia menjadi sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit
dimengerti.
3. Neurosis
Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya
tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap
utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas
perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa
dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive
untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-
puas untuk mandi.
4. Delerium
Tindakan yang disengaja atau kelalaian terhadap lansia baik dalam bentuk
malnutrisi, fisik/tenaga atau luka fisik, psikologis oleh orang lain yang disebabkan
adanya kegagalan pemberian asuhan, nutrisi, pakaian, pelayanan medis,
rehabilitas, dan perlindungan yang dibutuhkan. Abuse merupakan suatu tindakan
kekerasan yang disegaja seperti kekerasan fisik, mental, dan psikologi, serta jenis
penyiksaan lainnya yang tidak dibenarkan.
1. Tujuan
a. Klien mampu memperkenalkan diri
b. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
c. Klien mampu bercakap - cakap dengan anggota kelompok
d. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
e. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi pada orang lain.
f. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatanTAK yang
telah dilakukan.
g. Klien dapat mengekspresikan perasaan melalui gambar dan mampu menceritakan pada
kelompok.
2. PENGORGANISASIAN
a. Leader (pemimpin)
1) Memimpin jalannya therapy aktivias kelompok
2) Merencanakan, mengontrol dan mengatur jalannya therapy
3) Menyampaikan materi sesuai TAK
4) Memimpin diskusi kelompok
b. Co Leader
1) Membuka acara
2) Mendampingi leader
3) Mengambil alih posisi jika leader blocking
4) Menyerahkan kembali posisi kepada leader
5) Menutup acara diskusi
c. Fasilitator
1) Ikut serta dalam kegiatan kelompok
2) Memberikan stimulus/motivasi pada peserta lain untuk berpartisipasi
aktif
3) Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan peserta lainnya
4) Membantu melakukan evaluasi hasil
5) Menjadi role model.
d. Observer
1) Mengamati jalannya kegiatan sebagai acuan untuk evaluasi
2) Mencatat serta mengamati respon klien selama TAK berlangsung
3) Mencatat peserta yang aktif dan pasif dalam kelompok serta klienyang
drop out.
e. Tugas Peserta
1) Mengikuti seluruh kegiatan
2) Berperan aktif dalam kegiata
3) Megikuti proses evaluasi
3. PERSIAPAN LINGKUNGAN DAN WAKTU
a. Ruangan nyaman
b. Ventilasi baik
c. Suasana tenang
4. PERSIAPAN KLIEN
Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu Lansia dengan gangguan jiwa
5. PERSIAPAN ALAT
a. Tape recorder
b. Kertas A4
c. Pensil tulis
d. Pensil warna
e. Meja
f. Kursi
g. Jadwal kegiatan klien
6. KEGIATAN
a. Persiapana
1) Membuat kontrak dengan klien tentang TAK yang sesuai dengan indikassi
2) Menyiapkan alat dan tempat bersama
b. Pembukaan (fase orientasi)
1) Perkenalan: salam terapeutik
a) Salam dari terapis kepada klien
b) Terapis dan klien memakai papan nama
2) Evaluasi/validasi
a) Menanyakan perasaan klien saat ini
b) Menanyakan masalah yang dirasakan
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mendengarkanmusik
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harusmeminta
izin kepada terapis
b) Membuat kontrak waktu
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
d) Proses kegiatan (fase kerja)
3) Terapis menjelaskan kegiatan yang akan dilaksanakan
4) Terapis membagikan name tag untuk tiap kliene
5) Evaluasi (fase terminasi)
a) Sharing persepsi (evaluasi)
(1) Leader mengeksplorasi perasaan lansia setelah mengikuti
Terapi Aktifitas Kelompok.
(2) Leader memberi umpan balik positif kepada lansia,
berupa pujian atas keberhasilan kelompok
(3) Leader meminta lansia untuk menyebutkan hal positif atau
kesukaan lansia yang lainnya secara bergantian.
(4) Leader memberi umpan balik positif berupa pujian kepada lansia
yang sudah menjawab atas pertanyaan dari leader.
(5) Kontrak yang akan datang
(a) Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang
(b) Menyepakati waktu dan tempat.
6) PenutupObserver membaca hasil observasi
7. EVALUASI
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja,
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuanTAK.
8. PROGRAM ANTISIPASI MASALAH
a. Memotivasi klien yang tidak aktif selama TAK.Memberi kesempatan klien
menjawab sapaan perawat/terapis.
b. Bila klien meninggalkan permainan tanpa pamit
1) Panggil nama klien
2) Menanyakan alas an klien meninggalkan permainan
3) Memberi penjelasan tentang tujuan permainan dan menjelaskan
bahwa klien dapat meninggalkan kegiatan setelah TAK selesai atau
klien mempunyai alasan yang tepat.
c. Bila klien lain yang ingin ikut:
Minta klien tersebut untuk meminta persetujuan dari peserta yang terpilih
9. Peraturan Kegiatan
a. Peserta diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir
b. Peserta diharapkan menjawab setiap pertanyaan yang diberikan dalam
kertas
c. Peserta tidak boleh berbicara bila belum diberi kesempatan; perserta
tidak boleh memotong pembicaraan orang lain
d. Peserta dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai
dilaksanakan
e. Peserta yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi :
1) Peringatan lisan
2) Dihukum : Menyanyi dan Menari.
3) Diharapkan berdiri dibelakang pemimpin selama lima menit
4) Dikeluarkan dari ruangan/kelompok
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan kejiwaan harus
menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan pengetahuan gangguan
fisiologis, proses penuaan yang normal, dan sosiokultural pada lansia dan
keluarganya. Sebagai pemberi pelayanan perawatan primer, perawat jiwa lansia harus
pandai dalam mengkaji kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status perilaku.
Perencanaan dan intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada pasien dan
keluarganya atau pemberi pelayanan lain.
Perawat jiwa lansia mengkaji penyediaan perawatan lain pada lansia untuk
mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan pasien. Perawat jiwa
lansia harus memiliki pengetahuan tentang efek pengobatan psikiatrik pada lansia.
Mereka dapat memimpin macam-macam kelompok seperti orientasi, remotivasi,
kehilangan dan kelompok sosialisasi dimana perawat dengan tingkat ahli dapat
memberikan psikoterapi.
DAFTAR PUSTAKA