Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

KEPERAWATAN MATERNITAS

VULNUS LASERATUM

OLEH :

BUDI ERMAN,S.Kep
201000414901181
CI AKADEMIK CI KLINIK

(………….……......………) (....................................)

PROGRAM STUDI NERS INSTITUT KESEHATAN


PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI
TAHUN 2021

VULNUS LACERATUM
1. Pengertian.
Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka
yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui
elastisitas kulit atau otot”.
Vulnus Laseratum ( luka robek ) adalah luka yang terjadi akibat kekerasan
benda tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti
patah
2. Penyebab.

Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya :


1) Alat yang tumpul.
2) Jatuh ke benda tajam dan keras.
3) Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
4) Kecelakaan akibat kuku dan gigitan”
3. Anatomi dan Pathofisiologi.

1) Kulit.
Price 2005 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan
epidermis, dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan
merupakan benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga
merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan
ujung
syaraf yang saling bertautan”.
a. Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :
1) Lapisan tanduk (stratum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak ber
inti dan bertanduk.
2) Lapisan dalam (stratum malfigi) merupakan asal sel permukaan bertanduk

setelah mengalami proses di ferensiasi .


b. Dermis
Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri dari seabut-
serabut kolagen elastin, dan retikulum yang tertanam dalam substansi
dasar. Matrik kulit mengandung pembuluh pembuluh darah dan syaraf
yang menyokong nutrisi pada epidermis. Disekitar pembuluh darah
yang kecil terdapat limfosit. Limfosit sel masuk dan leukosit yang
melindungi tubuh dari infeksi dan infeksi dan instansi benda-benda
asing. Serabut-serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel
basal epidermis pada dermis.
c. Lemak Subkutan
Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit
ketiga yang terletak di bawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk
kulit isolasi
untuk mempertahankan daya tarik seksual pada kedua jenis kelamin”.
2) Jaringan Otot
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi dengan sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri dari
serabut silindris yang mempunyai sifat sama dengan sel dari jaringan lain.semua
sel di ikat menjadi berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang
mengandung
unsur kontaktil.
3) Jaringan Saraf
Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur:
a. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.
b. Unsur putih serabut saraf.
c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang di jumpai hanya dalam saraf dan yang
menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf. Setiap sel saraf dan
prosesnya di sebut neuron. Sel saraf terdiri atas protoplasma yang berbutir
khusus dengan nukleus besar dan berdinding sel lainnya.berbagai juluran
timbul (prosesus) timbul dari sel saraf, juluran ini mengantarkan rangsangan
rangsangan saraf kepada dan dari sel saraf.

4. Tipe Penyembuhan luka


Menurut Mansjoer, terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana
pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang

terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang
tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh
adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses
penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap
terbuka.

3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang


dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah
diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe
penyembuhan luka yang terakhir.

5. Pathofisiologi
Vulnus laserratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh,
kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh
terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan
akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar
timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh
mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya
adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu
untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di
mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan
tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi
pada tepinya antara jaringan mati dan hidup.

Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi


kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan
menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif.
Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri
yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.
6. Manifestasi Klinis
Mansjoer (2000) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah:
a. Luka tidak teratur
b. Jaringan rusak
c. Bengkak
d. Pendarahan
e. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut
f. Tampak lecet atau memar di setiap luka.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.tujuanya

untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.


b. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada

lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.


c. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
d. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
e. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit diabetus melitus

8. Komplikasi
a. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada
yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah.
c. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
d. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

9. Penatalaksanaan
a. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris. Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam
pembersihan luka yaitu:
1. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati
dan benda asing.
2. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3. Berikan antiseptic
4. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi local
5. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
b. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam
boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas
tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.
c. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal.
d. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada kondisi
luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi,
mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai
fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.

e. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
f. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan
jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jWidiyas pengangkatan luka,
usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi

10. Pencegahan
a. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptic,
misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia, logam berat dan asam berat.
b. Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka, menghindari terjadinya
infeksi, membuang jaringan nekrosis dan debris.
c. Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur
kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan
atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
d. Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
e. Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan
pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotic.

II. Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1) Aktifitas atau istirahat
Gejala : merasa lemah, lelah.
Tanda : perubahan kesadaran, penurunan kekuatan tahanan keterbatasaan rentang gerak,
perubahan aktifitas.
2) Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah atau normal.
Tanda : perubahan frekwensi jantung takikardi atau bradikardi.
3) Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : ketakutan, cemas, gelisah.
4) Eliminasi
Gejala : konstipasi, retensi urin.
Tanda : belum buang air besar selama 2 hari.
5) Neurosensori
Gejala : vertigo, tinitus, baal pada ekstremitas, kesemutan, nyeri.
Tanda : sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada daerah cidera,
kemerah-merahan.
6) Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri pada daerah luka bila di sentuh atau di tekan.
Tanda : wajah meringis, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat, gelisah, tidak
bisa tidur.
7) Kulit
Gejala : nyeri, panas.
Tanda : pada luka warna kemerahan , bau, edema.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
1) Nyeri berhubungan dengan diskontuinitas jaringan.
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot.
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan.
5) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat.
3. Intervensi Keperawatan
Rencaana keperawatan
Diagnose keperawatan/ masalah kolaborasi
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Nyeri Akut NOC NIC :
Definisi :
· Pain Level, Pain Management
Sensori yang tidak menyenangkan dan
pengalaman emosional yang muncul secara · Pain control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
aktual atau potensial kerusakan jaringan atau termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
· Comfort level
menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi kualitas dan faktor presipitasi.
Kriteria Hasil :
Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak 2. Observasi reaksi nonverbal dari
1. Mampu mengontrol
atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat ketidaknyamanan.
nyeri (tahu
yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
penyebab nyeri,
diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 mengetahui pengalaman nyeri pasien.
mampu
bulan. 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
menggunakan tehnik
Batasan karakteristik :
nonfarmakologi 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
- Laporan secara verbal atau non verbal untuk mengurangi
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
nyeri, mencari
- Fakta dari observasi lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
bantuan)
lampau.
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri 2. Melaporkan bahwa
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
- Gerakan melindungi nyeri berkurang
menemukan dukungan.
- Tingkah laku berhati-hati dengan 8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
menggunakan nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
- Muka topeng
manajemen nyeri kebisingan.
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, 3. Mampu mengenali 9. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
sulit atau gerakan kacau, menyeringai) nyeri (skala,
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
- Terfokus pada diri sendiri intensitas, frekuensi
(farmakologi, non farmakologi dan inter
dan tanda nyeri)
- Fokus menyempit (penurunan persepsi personal).
4. Menyatakan rasa
waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan 11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
nyaman setelah nyeri
interaksi dengan orang dan lingkungan) intervensi.
berkurang
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, 12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi.
5. Tanda vital dalam
menemui orang lain dan/atau aktivitas,
rentang normal 13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
aktivitas berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti diaphoresis, 14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
perubahan tekanan darah, perubahan nafas,
15. Tingkatkan istirahat.
nadi dan dilatasi pupil)
- Perubahan autonomic dalam tonus otot 16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
(mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) dan tindakan nyeri tidak berhasil.
- Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, 17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas nyeri
panjang/berkeluh kesah) Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
- Perubahan dalam nafsu makan dan minum derajat nyeri sebelum pemberian obat.
- Faktor yang berhubungan : Agen injuri 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis,
(biologi, kimia, fisik, psikologis) dan frekuensi.
3. Cek riwayat alergi.
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu.
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal.
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur.
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali.
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat.
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping).
Gangguan pola tidur berhubungan dengan: NOC : NIC
· Psikologis : usia tua, kecemasan, agen - Anxiety Control Sleep Enhancement
biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas, depresi,
- Comfort Level 1. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola
kelelahan, takut, kesendirian.
tidur
· Lingkungan : kelembaban, kurangnya - Pain Level
2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
privacy/kontrol tidur, pencahayaan, medikasi
- Rest : Extent and
(depresan, stimulan),kebisingan. 3. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
Pattern
Fisiologis : Demam, mual, posisi, urgensi urin. sebelum tidur (membaca)
- Sleep : Extent and
DS: 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman
Pattern
· Bangun lebih awal/lebih lambat
Setelah dilakukan 5. Kolaburasi pemberian obat tidur
· Secara verbal menyatakan tidak fresh tindakan keperawatan
sesudah tidur selama …. gangguan
DO : pola tidur pasien teratasi
dengan kriteria hasil:
· Penurunan kemempuan fungsi
- Jumlah jam tidur
· Penurunan proporsi tidur REM dalam batas normal
- Pola tidur,kualitas
· Penurunan proporsi pada tahap 3 dan 4
dalam batas normal
tidur.
- Perasaan fresh
· Peningkatan proporsi pada tahap 1 tidur
sesudah
· Jumlah tidur kurang dari normal sesuai tidur/istirahat
usia
- Mampu
mengidentifikasi hal-
hal yang
meningkatkan tidur

Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :


1. Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
Active
Definisi : Keterbatasan dalam kebebasan untuk 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan
2. Mobility Level
pergerakan fisik tertentu pada bagian tubuh atau dan lihat respon pasien saat latihan
satu atau lebih ekstremitas 3. Self care : ADLs 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
4. Transfer
3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat
Batasan karakteristik : performance
saat berjalan dan cegah terhadap cedera
1. Postur tubuh yang tidak stabil selama 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
melakukan kegiatan rutin harian Kriteria Hasil : tentang teknik ambulasi
2. Keterbatasan kemampuan untuk 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
1. Klien meningkat
melakukan keterampilan motorik kasar
dalam aktivitas fisik 6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
3. Keterbatasan kemampuan untuk
2. Mengerti tujuan dari ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
melakukan keterampilan motorik halus
peningkatan mobilitas 7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
4. Tidak ada koordinasi atau pergerakan yang
3. Memverbalisasikan
dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.
tersentak-sentak
perasaan dalam
5. Keterbatasan ROM meningkatkan kekuatan 8. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
dan kemampuan
6. Kesulitan berbalik (belok) 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
berpindah
dan berikan bantuan jika diperlukan
7. Perubahan gaya berjalan (Misal : 4. Memperagakan
penurunan kecepatan berjalan, kesulitan penggunaan alat Bantu
memulai jalan, langkah sempit, kaki diseret, untuk mobilisasi
goyangan yang berlebihan pada posisi lateral) (walker)
8. Penurunan waktu reaksi
9. Bergerak menyebabkan nafas
menjadi pendek
10. Usaha yang kuat untuk perubahan gerak
(peningkatan perhatian untuk aktivitas lain,
mengontrol perilaku, fokus dalam anggapan
ketidakmampuan aktivitas)
11. Pergerakan yang lambat
12. Bergerak menyebabkan tremor
Faktor yang berhubungan :
· Pengobatan
· Terapi pembatasan gerak
· Kurang pengetahuan tentang kegunaan
pergerakan fisik
· Indeks massa tubuh diatas 75 tahun
percentil sesuai dengan usia
· Kerusakan persepsi sensori
· Tidak nyaman, nyeri
· Kerusakan muskuloskeletal dan
neuromuskuler
· Intoleransi aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
· Depresi mood atau cemas
· Kerusakan kognitif
· Penurunan kekuatan otot, kontrol dan atau
masa
· Keengganan untuk memulai gerak
· Gaya hidup yang menetap, tidak
digunakan, deconditioning
· Malnutrisi selektif atau umum

Kerusakan kulit NOC : NIC :


Definisi : Perubahan pada epidermis dan dermis Tissue Integrity : Skin Pressure Management
Batasan karakteristik : and Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar
- Gangguan pada bagian tubuh
2. Hindari kerutan padaa tempat tidur
- Kerusakan lapisa kulit (dermis) Kriteria Hasil :
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
- Gangguan permukaan kulit (epidermis) 1. Integritas kulit kering
yang baik bisa 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
- Faktor yang berhubungan :
dipertahankan (sensasi, setiap dua jam sekali
Eksternal :
elastisitas, temperatur, 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
1. Hipertermia atau hipotermia
hidrasi, pigmentasi)
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
2. Substansi kimia 2. Tidak ada luka/lesi
derah yang tertekan
pada kulit
3. Kelembaban udara 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
3. Perfusi jaringan
4. Faktor mekanik (misalnya : alat yang baik 8. Monitor status nutrisi pasien
dapat menimbulkan luka, tekanan, restraint) 4. Menunjukkan
9. Memandikan pasien dengan sabun dan air
5. Immobilitas fisik pemahaman dalam
hangat.
proses perbaikan kulit
6. Radiasi
dan mencegah
7. Usia yang ekstrim terjadinya sedera
berulang
8. Kelembaban kulit
5. Mampu
9. Obat-obatan
internal :
1. Perubahan status metabolik
2. Tulang menonjol
3. Defisit imunologi melindungi kulit dan
mempertahankan
4. Faktor yang berhubungan dengan
kelembaban kulit dan
perkembangan
perawatan alami.
5. Perubahan sensasi
6. Perubahan status nutrisi (obesitas,
kekurusan)
7. Perubahan status cairan
8. Perubahan pigmentasi
9. Perubahan sirkulasi
10. Perubahan turgor (elastisitas kulit)
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku

Saku untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.

_____________2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.

Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8

Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:

Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai