KEPERAWATAN MATERNITAS
VULNUS LASERATUM
OLEH :
BUDI ERMAN,S.Kep
201000414901181
CI AKADEMIK CI KLINIK
(………….……......………) (....................................)
VULNUS LACERATUM
1. Pengertian.
Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka terbuka
yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui
elastisitas kulit atau otot”.
Vulnus Laseratum ( luka robek ) adalah luka yang terjadi akibat kekerasan
benda tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti
patah
2. Penyebab.
1) Kulit.
Price 2005 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan
epidermis, dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan
merupakan benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga
merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan
ujung
syaraf yang saling bertautan”.
a. Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :
1) Lapisan tanduk (stratum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak ber
inti dan bertanduk.
2) Lapisan dalam (stratum malfigi) merupakan asal sel permukaan bertanduk
terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang
tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh
adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses
penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap
terbuka.
5. Pathofisiologi
Vulnus laserratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh,
kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh
terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan
akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar
timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh
mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya
adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu
untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di
mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan
tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi
pada tepinya antara jaringan mati dan hidup.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah lengkap.tujuanya
8. Komplikasi
a. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada
yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah.
c. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
d. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
9. Penatalaksanaan
a. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris. Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam
pembersihan luka yaitu:
1. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati
dan benda asing.
2. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
3. Berikan antiseptic
4. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi local
5. Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
b. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam
boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas
tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.
c. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal.
d. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada kondisi
luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi,
mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai
fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.
e. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka
terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
f. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan
jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jWidiyas pengangkatan luka,
usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi
10. Pencegahan
a. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan
pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptic,
misalnya alcohol, halogen, yodium, oksidansia, logam berat dan asam berat.
b. Pembersihan luka, Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka, menghindari terjadinya
infeksi, membuang jaringan nekrosis dan debris.
c. Pembalutan luka, luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur
kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan
atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
d. Penutupan luka, Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
e. Pemberian antibiotic, prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan
pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotic.
Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
19