Dosen Pengampu :
Oleh :
Kelompok 5
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
1. Pengujian Substantif
Pengujian substantif merupakan prosedur-prosedur pengauditan yang dibuat oleh
auditor untuk menguji atau mendeteksi kesalahan salah saji material dalam nilai rupiah
yang mempengaruhi langsung kebenaran dari saldo-saldo dalam laporan keuangan.
Terdapat tida jenis pengujian substantif, yaitu:
a. Pengujian substantif atas transaksi
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menentukan apakah semua tujuan audit
berkaitan dengan transaksi telah terpenuhi untuk setiap kelas transaksi. Sebagai contoh,
auditor melakukan pengujian substantif atas transaksi untuk menguji apakah transaksi
yang dicatat benar-benar ada dan transaksi yang ada semua telah dicatat. Selain itu,
pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah transaksi belanja telah dicatat
dengan benar, transaksi belanja telah dicatat pada periode laporan yang tepat, belanja
telah diklasifikasikan dengan benar dalam neraca, dan apakah belanja telah
diikhtisarkan dan diposting dengan benar, auditor dapat meyakini bahwa jumlah dalam
buku besar juga benar.
b. Prosedur analitis
Prosedur analitis mencakup perbandingan-perbandingan dari jumlah-jumlah yang
dicatat dengan jumlah yang diharapkan yang disusun oleh auditor. Biasanya juga
prosedur analitis mencakup perhitungan rasio-rasio oleh auditor untuk membandingkan
dengan rasio tahun lalu dan data lain yang berhubungan.
c. Pengujian terinci atas saldo
Pengujian rincian saldo harus dilakukan dengan memenuhi semua tujuan audit yang
berkaitan dengan saldo bagi masing-masing akun yang signifikan. Pengujian atas saldo
akun juga sangat penting karena bukti-bukti biasanya diperoleh dari sumber independen
dengan tingkat keyakinan yang lebih tinggi.
2. Pengujian Pengendalian
Pengujian Pengendalian adalah prosedur audit yang dilaksanakan untuk menentukan
efektifitas desain dan/atau operasi pengendalian intern. Pengujian pengendalian ini,
dilaksanakan auditor untuk menilai efektifitas kebijakan atau prosedur pengendalian untuk
mendeteksi dan mencegah salah saji materil dalam suatu asersi laporan keuangan. Terdapat
dua jenis pengujian pengendalian, yaitu:
a. Concurrent test of control, yaitu pengujian pengendalian yang dilaksanakan auditor
seiring dengan prosedur untuk memperoleh pemahaman mengenai SPI klien.
b. Pengujian pengendalian tambahan atau yang direncanakan, yaitu pengujian yang
dilaksanakan auditor selama pekerjaan lapangan.
Dalam pengujian pengendalian, terdapat empat prosedur yang dapat dilakukan, antara
lain:
a. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan klien
b. Pengamatan terhadap karyawan klien dalam melaksanakan tugasnya
c. Melakukan inspeksi dokumen, catatan, dan laporan
d. Mengulang kembali pelaksanaan pengendalian oleh auditor.
Luas pengujian pengendalian dipengaruhi langsung oleh tingkat risiko
pengendalian yang ditetapkan yang telah direncanakan oleh auditor. Semakin rendah
tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan, semakin banyak bukti yang diperlukan
yang harus dihimpun. Untuk klien lama, luas atau lingkup pengujian pengendalian
dipengaruhi juga oleh penggunaan bukti yang diperoleh pada pelaksanaan audit tahun
sebelumnya. Sebelum menggunakan bukti yang diperoleh pada pelaksanaan audit tahun
sebelumnya, auditor harus memastikan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan atas
rancangan dan operasi berbagai kebijakan dan prosedur pengendalian sejak pengujian
pada pelaksanaan audit tahun sebelumnya.
3. Pengujian Analitikal
Menurut PSA 22 (SA 329) prosedur analitis didefinisikan sebagai evaluasi atas
informasi keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan logis antara data
keuangan dan nonkeuangan, meliputi perbandingan jumlah – jumlah yang tercatat dengan
ekspektasi auditor. Definisi tersebut menekankan pada ekspektasi yang dikembangkan oleh
auditor. Dalam audit atas laporan keuangan, prosedur analitis menjadi bukti audit yang
sangat penting karena dilakukan pada tiga tahapan audit yaitu pada waktu perencanaan,
pengujian substantif dan pada waktu penyelesaian audit.
a. Tahap perencanaan untuk membantu auditor menentukan bahan bukti lain yang
diperlukan untuk memenuhi risiko audit yang diinginkan.
b. Selama pelaksanaan audit bersama – sama dengan pengujian atas transaksi dan
pengujian terinci atas saldo.
c. Mendekati penyelesaian akhir audit sebagai pengujian kelayakan akhir.
Dalam audit atas laporan keuangan, prosedur analitis menjadi bukti audit yang
sangat penting karena dilakukan pada tiga tahapan audit, yaitu pada waktu perencanaan,
pengujian substantif dan pada waktu penyelesaian audit. Menurut Arens dan
Loebbecke, tujuan dari prosedur analitis dalam audit atas laporan keuangan, yaitu:
a. Memahami Sifat Industri dan Usaha Auditan.
Auditor harus mendapatkan pengetahuan mengenai sifat industri dan usaha
auditan sebagai bagian dari perencanaan audit. Dengan melakukan prosedur
analitis, perubahan yang terjadi dapat diamati dari perbandingan informasi
tahun berjalan (yang belum diaudit) dengan informasi tahun sebelumnya yang
telah diaudit. Perubahan-perubahan ini dapat mewakili kecenderungan yang
penting atau kejadian - kejadian tertentu dimana semuanya akan mempengaruhi
perencanaan audit. Contohnya menurunnya persentase marjin kotor selama
beberapa waktu dapat mengindikasikan inefisiensi kinerja perusahaan.
b. Memperkirakan Kemampuan Auditan untuk Melanjutkan Usahanya (Going
Concern).
Prosedur analitis berguna sebagai indikasi jika auditan sedang mengalami
masalah keuangan. Beberapa prosedur analitis akan sangat membantu auditor
dalam memperkirakan kemungkinan kegagalan keuangan. Sebagai contoh jika
terjadi kombinasi antara perbandingan di atas normal dari hutang jangka
panjang dengan kekayaan bersih dan perbandingan di bawah rata -rata dari
penghasilan dengan total aktiva, maka risiko kegagalan keuangan yang tinggi
mungkin terindikasi. Hal ini bukan hanya mempengaruhi perencanaan audit,
tetapi mempengaruhi modifikasi laporan audit jika prosedur analitis ini
dilakukan pada tahap penyelesaian.
c. Mengindikasikan Terjadinya Kemungkinan Salah Saji dalam Laporan
Keuangan.
Perbedaan yang signifikan antara data keuangan yang belum diaudit dengan
data lain yang digunakan sebagai pembanding, sering disebut fluktuasi yang
tidak biasa (unusual fluctuations). Fluktuasi yang tidak biasa terjadi ketika
perbedaan signifikan yang seharusnya tidak muncul tetapi ada dalam laporan
keuangan, atau perbedaan yang seharusnya muncul tetapi tidak ada. Pada dua
kasus ini, satu alasan yang mungkin untuk fluktuasi yang tidak biasa ini adalah
kesalahan pencatatan akuntansi. Oleh karena itu apabila fluktuasi yang tidak
biasa ini terjadi dalam jumlah besar, auditor harus menemukan alasan sehingga
mendapatkan keyakinan bahwa penyebabnya adalah kejadian ekonomi yang
valid dan bukan karena adanya salah saji.
d. Mengurangi Pengujian Terinci.
Ketika prosedur analitis tidak mengungkapkan adanya fluktuasi yang tidak
biasa, maka kemungkinan adanya salah saji yang material telah berkurang.
Dalam kasus ini, prosedur analitis adalah bagian dari bukti substantif yang
mendukung penyajian secara layak atas akun - akun yang berkaitan, dan
memungkinkan untuk melaksanakan pengujian terinci yang lebih sedikit atas
akun - akun tersebut. Dengan kata lain, beberapa prosedur audit tertentu dapat
dihapuskan, jumlah sampel dapat dikurangi, atau waktu pelaksanaan prosedur
audit ini dapat dipindahkan lebih jauh dari tanggal neraca. Pada saat hasil
prosedur analitis sesuai dengan yang diharapkan dan tingkat risiko deteksi yang
dapat diterima tinggi, maka tidak perlu dilakukan pengujian terinci.