Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang bersifat menahun,
berhubungan dengan suatu sistem dalam tubuh, dan disebabkan oleh berbagai
faktor, yang ditandai dengan adanya jumlah kadar gula (glukosa) darah yang
berlebihan (hiperglikemia) dan jumlah kadar lemak (lipid) yang berlebihan
(hiperlipidemia), akibat kurangnya sekresi insulin, atau ketidak efektifan kerja
insulin yang telah disekresi oleh pankreas (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009).
Penyakit DM menjadi induk dari berbagai macam penyakit, sehingga pasien
DM akan mengalami dampak berupa perubahan fisik maupun psikologis. Hal
tersebut akan mempengaruhi motivasi pasien DM untuk menjaga kualitas
hidupnya.
Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak yang ditandai adanya hiperglikemia atau peningkatan kadar
glukosa dalam darah yang terjadi karena kelainan sekresi insulin atau
menurunnya kerja insulin (American Diabetes Association, 2012).
International Diabetes Federation (IDF) menyatakan terdapat 415 juta
penduduk dunia yang menyandang DM dan diprediksi 25 tahun mendatang
akan meningkat menjadi 642 juta jiwa (55%). Sedangkan prevalensi tahun
2015 di wilayah pasifik barat termasuk Indonesia, terjadi 153,2 juta jiwa (37%)
orang dewasa dengan DM. Indonesia menempati peringkat ke-7 dari 10 negara
dengan penyandang DM dengan jumlah sekitar 10 juta jiwa (IDF, 2015).
Data World Health Organization (WHO), diketahui terdapat 422 juta
pasien DM di dunia (WHO, 2016). Prevalensi DM di Indonesia berdasarkan
Riset Kesehatan Daerah (Riskesdas) terus mengalami kenaikan yaitu dari 1,1%
pada tahun 2007 menjadi 2,1% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).
Peningkatan prevalensi DM secara global maupun Nasional. Menurut
International Diabetic Federation (IDF),pada tahun 2015 penderita DM
sebanyak 435 juta orang dan meningkat pada tahun 2017 sebanyak 731 orang.
Kejadian DM berdasarkan data dari Kemenkes pada tahun 2017 sebanyak 9.2

1
2

% dan diperkirakan pada tahun 2045 akan meningkat menjadi 11.8 %. Data
survei Kesehatan nasional tahun 2016 menunjukkan jumlah penderita DM tipe
II diatas 60 tahun sebanyak 15,8 %
Diabetes melitus di pengaruhi oleh beberapa faktor.Faktor-faktor yang
mempengaruhi diabetes militus seperti obesitas, usia, jenis kelamin, kebanyakan
penderita DM setelah berusia 60 tahun keatas.Penurunan daya tahan tubuh,
kurangnya aktifitas fisik, serta gaya hidup yang tidak sehat mengakibatkan lanjut 
usia (lansia) akan dengan mudah terserang diabetes mellitus (Darmayanti, 2015
3

Ada beberapa komplikasi pada penderita diabetes melitus yaitu komplikasi


makrovaskuler dan mikrovakuler. Komplikasi makrovaskuleryang sering terjadi
yaitu trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), Penyakit Jantung
Koroner (PJK), gagal jantung dan stroke, sedangkan komplikasi
mikrovaskuleryang sering terjadi seperti gangguan sel saraf perifer salah satunya
Diabetic Foot Ulcer (Darmayanti, 2015).
Terapi pengelolaan yang dilakukan dengan baik akan membantu pasien
DM untuk hidup seperti orang normal pada umumnya dan memiliki umur yang
lebih panjang (Sutedjo, 2010). Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni)
membagi dua macam terapi yang harus dilakukan oleh pasien DM selama
hidupnya yaitu secara farmakologis berupa pemberian obat-obatan dan non
farmakologis berupa pengaturan diet, latihan jasmani, dan edukasi (Perkeni,
2011). Terapi tersebut dapat menimbulkan suatu dampak tertentu, baik secara
fisik maupun psikologis (Solichah, 2009). Dampak secara fisik yang biasanya
dirasakan oleh pasien DM berupa perubahan berat badan, perubahan nafsu makan,
sering mengalami nyeri, keletihan, dan gangguan tidur, sedangkan secara
psikologis pasien DM akan mengalami stres, cemas, takut, sering merasa sedih,
merasa tidak ada harapan, tidak berdaya, tidak berguna, dan putus asa
(Tjokroprawiro, 2011). Permasalahan emosional yang sering dialami pasien DM
antara lain penyangkalan terhadap penyakitnya sehingga mereka tidak patuh
dalam menerapkan pola hidup yang sehat, mudah marah dan frustrasi karena
banyaknya pantangan atau merasa telah menjalani berbagai terapi tetapi tidak
terjadi perubahan kadar gula darah yang membaik, takut terhadap komplikasi dan
resiko kematian, jenuh meminum obat, atau bahkan mengalami depresi
(Semiardji, 2009).
Penyakit DM cenderung menimbulkan dampak yang bersifat negatif,
tetapi penyakit ini juga dapat memberikan dampak yang positif seperti adanya
psychological well-being (kesejahteraan psikologis) pada pasien DM yang
meningkat. Kesejahteraan psikologis merupakan suatu keadaan seseorang yang
mampu menerima kekuatan dan kelemahan dirinya, membina hubungan positif
dengan orang lain, mengarahkan perilakunya sendiri, mengembangkan potensi
4

diri secara terus menerus, menguasai lingkungan, dan memiliki tujuan dalam
kehidupannya (Rfyy & Singer, 2006).
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TENTANG DIABETES MELITUS (DM) TIPE ll


1. Defenisi Diabetes Melitus (DM) tipe ll
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang serius yang
terjadi baik ketika pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon
yang mengatur glukosa dalam darah), atau ketika tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya.(World Health
Organization, Aini, nue, 2016).
Diabetes melitus (DM) adalah suatu gangguan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak akibat dari ketidakseimbangan antara
ketersediaan insulin dengan kebutuhan insulin. (Darmayanti, 2015).
2. Etiologi
Faktor resiko terjadinya penyakit DM di sebabkan oleh beberapa
faktor menurut (Tim Bumi, 2017) antara lain:
a. Keturunan
Baik DM tipe 1 maupun DM tipe ll bisa disebabkan oleh faktor
keturunan. Organ pankreas yang menghasilkan insulin dapat rusak
karena faktor genetik. Kesalahan pesan yang diturunkan melalui sistem
imun tubuh akan meyerang pankreas sehingga produksi insulin
menurun atau sama sekali tidak dihasilkan (Tim Bumi, 2017).Namun,
bila penderita DM mempunyai saudara kembar satu telur (identikal
twins), kemungkinan saudranya terkena DM tipe 1 adalah 35-49%
(Tandra, 2017).
b. Usia
Pada usia diatas 40 tahun, produksi insulin mulai berkurang.
Selain itu, aktifitas sel-sel otot juga mulai menurun. Hal ini berkaitan
dengan peningkatan kadar lemak diotot sehingga glukosa lebih sulit
digunakan menjadi energi untuk kita beraktifitas (Tim Bumi, 2017).
c. Jenis kelamin
6

Populasi penderita DM lebih banyak terjadi pada wanita.


Penyebab bisa karna dampak dari DM dialami selama kehamilan, usia
harapan hidup wanita yang lebih tinggi, serta angka obesitas dan
hipertensi yang lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria
(Tim Bumi, 2017).
d. Pola makan
Jenis makanan yang tinggi kadar indeks glikemik, tinggi lemak,
dan tinggi garamlah yang bisa meningkatkan resiko diabetes. Makanan
yang mengandung indeks glikemik yang tinggi diantara nasi putih,
donat, cup cake, semangka, burger, pizza, jelly beans, kripik, dan
pancake. Sebaiknya, hindari atau jangan terlalu sering mengonsumsi
makanan-makanan tersebut. Variasikan jenis makanan lainnya. Jika
kalian biasa mengonsumsi nasi putih. Maka sesekali bisa kalian ganti
dengan jenis makan yang indeks glikemiknya lebih rendah seperti roti
(Tim Bumi, 2017).
e. Tekanan darah
Tekanan darah akan menyebabkan penyempitan pembulu darah
sehingga pengangkutan glukosa menuju sel-sel tubuh terganggu dan
glukosa darah tetap dalam kadar yang tinggi (Tim Bumi, 2017).
f. Aktivitas fisik
Aktifitas fisik berdampak pada aksi insulin pada orang yang
beresiko DM. kurang aktiftas merupakan salah satu faktor yang ikut
berperan yang menyebabkan resistensi insulin pada DM tipe ll.
Individu yang aktif memiliki insulin dan profil glukosa yang lebih baik
dari pada indifidu yang tidak aktif. Mekanisme aktifitas fisik dalam
mencegah atau menghambat perkembangan DM tipe ll yaitu:
penurunan resistensi insulin/ penigkatan resistensi insulin, peningkatan
toleransi glukosa, penurunan lemak adiposa tubuh secara menyeluruh,
pengurangan lemak sentral dan perubahan jaringan otot (Darmayanti,
2015).
7

g. Kebiasaan tidak sehat


Alkohol dapat menganggu metabolisme glukosa dan
meningkatkan tekanan darah. Lemak juga akan terus menerus
bertambah jika kita membatasi gerak (Tim Bumi, 2017).
h. Obesitas
Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh, dan otot akan
makin resistensi terhadap kerja insulin (insulin resistence), terutama
bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah
sentral atau perut (central obesity). Lemak akan memblokir kerja
insulin sehingga gula tidak dapat diangkut kedalam sel dan menumpuk
dalam peredaran darah (Tandra, 2017).
i. Stres
Stres memicu reaksi biokimia tubuh melalui 2 jalur, yaitu
neural dan neuroendokrin. Reaksi pertama respon stres yaitu sekresi
sistem saraf simpatis untuk mengeluarkan norepinefrin yang
meyebabkan peningkatan sekresi jantung. Kondisi ini menyebabkan
glukosa darah meningkat guna sumber energi untuk perfusi. Bila stres
menetap akan melibatkan hipotalamus-pituitari. Hipotalamus
mengsekresi corticotropin-releasing factor, yang menstimulasi
pituitari anterior untuk memproduksi Adrenocortocotropic hormone
(ACTH) kemudian ACTH menstimulasi pituitari anterior untuk
memproduksi glukokortikoid, terutama kortisol. Peningkatan kortisol
mempengaruhi peningkatan glukosa darah melalui glukoneogenesis,
katabolisme protein dan lemak (Darmayanti, 2015).
j. Riwayat diabetes gestasional
Wanita yang mempunyai riwayat diabetes gestasional atau
melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih 4 kg memiliki resiko
untuk menderita DM tipe 2. DM tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal
mempertahankan euglikemia (kadar glukosa darah normal). Faktor
resiko DM gestasional adalah riwayat keluarga, obesitas dan
glukosuria. DM tipe ini dijumpai pada pada 2-5% populasi ibu hamil.
8

Biasanya gula darah akan kembali normal setelah melahirkan, namun


resiko ibu untuk mendapatkan DM tipe ll dikemudian hari cukup besar
(Darmayanti, 2015).
3. Manifestasi Klinis
Adanya penyakit DM ini sering kali tidak dirasakan dan tidak
disadari oleh penderita, beberapa keluhan dan gejala yang perlu
mendapatkan perhatian menurut (Saferi Wijaya, Andra., Yessie, 2013)
adalah:
a. Banyak kencing (Poliuri)
Defisiensi insulin menyebabkan tidak dapat dipertahankannya
kadar glukosa plasma secara normal. Jika terjadi kondisi hiperglikemi
melebihi ambang ginjal, maka akan menyebabkan kadar gula dalam
urin menjadi tinggi (glukosuria). Glukosuria tersebut dapat
menyebabkan diuresis osmotik dan akan meningkatkan pengeluaran
urin (poliuri) (Laoh & Tampongangoy, 2015).
b. Banyak minum (Polidipsi)
Rasa haus sering dialami penderita karena banyak cairan yang
keluar melalui kencing. Kedaan ini justru sering disalah tafsirkan.
Dikiranya sebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja
yang berat. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita melakukan
banyak minum (Saferi Wijaya, Andra.,Yessie, 2013).
c. Banyak makan (Polifagi)
Rasa lapar yang semakin besar sering timbul pada penderita
DM karena pastinya mengalami keseimbangan kalori negative,
sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar. Untuk menghilangkan
rasa lapar itu penderita melakukan dengan respon lapar (Saferi Wijaya,
Andra., Yessie, 2013).
d. Penurunan berat badan dan rasa lemah
Penurunan berat badan yang berlangsung yang relative singkat
harus menimblkan kecurigaan. Rasa lemah yang hebat yang
menyebabkan penurunan prestasi dan lapangan olahraga juga
mencolok. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk
9

kedalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan


tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil
dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita
kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kekurusan pada
penderita DM (Saferi Wijaya, Andra., Yessie, 2013).
Gejala lain yang dapat muncul pada pasien dengan DM seperti
kesemutan, ganguan penglihatan, gatal, ganguan ereksi pada pria, serta
keputihan pada wanita (SaferiWijaya, Andra.,Yessie,2013).
a. Ganguan saraf tepi/kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada
kaki dimalam hari, sehingga menggangu tidur.
b. Ganguan penglihatan
Pada fase awal diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan
yang mendorong penderita untuk menganti kacamatanya berulang kali
agar tetap dapat melihat dengan baik.
c. Gatal/ bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi didaerah kemaluan
dan daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara. Sering
juga dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka
ini dapat timbul karna akibat dari hal yang sepeleh seperti luka lecet
karena sepatu atau tertusuk peniti.
d. Ganguan ereksi
Ganguan ereksi ini menjadi masalah, tersembunyi karena
sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini
terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa tabuh
membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut kemampuan atau
kejantanan seseorang.
e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang
sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
yang dirasakan.
10

4. Klasifikasi Diabetes Melitus (DM) tipe ll


Menurut (World Health Organization, 2016)DM tipe ll disebebkan
oleh hasil penggunaan insulin yang tidak efektif oleh tubuh. Diabetes tipe
ll menyebabkan sebagian besar penderita DM di seluruh dunia. Gejalanya
mungkin mirip dengan DM tipe 1, tetapi sering kurang ditandai dengan
gejalaatau tidak ada. Akibatnya, penyakit ini mungkin tidak terdiagnosis
selama beberapa tahun, sampai komplikasi telah muncul. Selama
bertahun-tahun DM tipe ll hanya terlihat pada orang dewasa tetapi sudah
mulai terjadi pada anak-anak(World Health Organization, 2016).
DM tipe ll atau juga dikenal sebagai Non-insulin dependent diabetes
(NIDDM). DM tipe ini paling sering kita temukan. Sekitar 90-95 % dari
keseluruhan pasien DM merupakan pengidap DM tipe ll. Berbeda dengan
DM tipe 1. DM tipe ll umumnya dialami orang dewasa, tetapi terkadang
juga terjadi pada remaja. Penyebab DM tipe ll adalah insulin tidak dapat
direspon dengan baik oleh sel-sel tubuh. Sel-sel tubuh tidak mau
menerima glukosa yang dibawa insulin. Inilah yang disebut resistensi
insulin. Resistensi insulin ini yang akhirnya menyebabkan kadar gula
darah meningkat (World Health Organization, 2016).
5. Patofisiologi
Diabetes melitus tipe ll bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi
insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu
merespon insulin secara normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai
“resistensi insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas
dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita diabetes
melitus tipe ll dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan
namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara autoimun
seperti diabetes melitus tipe ll. Defisiensi fungsi insulin pada penderita
diabetes melitus tipe ll hanya bersifat relatif dan tidak absolut (Fatimah,
2015).
Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe ll, sel B
menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi
insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani
11

dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel


B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif
seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya
penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus
tipe ll memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi
insulin dan defisiensi insulin (Fatimah, 2015).
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak
mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel
beta atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer. Resistensi insulin
perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga
menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan
biokimia menuju sel-sel. Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe ll ini,
ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang memadai,
maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif (Saferi
Wijaya, Andra., Yessie, 2013)
6. Komplikasi
Menurut (World Health Organization, 2016) mengklasifikasikan
komplikasi DM menjadi 2 kelompok besar, yaitu komlikasi akut dan
komplikasi kronis:
a. Komplikasi akut
Komplikasi akut terjadi akibat ketidakseimbangan akut glukosa
darah, yaitu: hipoglikemia, diabetik ketoasidosis dan hiperglikemia
hiperosmolar non-ketosis (HHNK) (Damayanti, 2015).
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan keadaan ketika menurunnya
kadar gula darah. Seseorang dikatakan hipoglikemia bila kadar
gula darahnya kurang dari 50 mg/ dl. Gejalanya berupa pusing,
gemetar, lemas, pucat, mudah tersinggung, pandangan berkunang-
kunang serta buram atau gelap, detak jantung menigkat,
berkeringat dingin, tidak mampu berkonsentrasi, bicara tidak jelas,
kejang dan bisa kehilangan kesadaran. Jika tidak segera ditangani,
12

sel-sel otak tidak mendapatkan asupan energi sehingga


menyebabkan kerusakan otak yang berakibat pada kematian (Tim
Bumi, 2017).
2) Hiperglikemia hiperosmolar non-ketosis (HHNK)
Hiperglikemia hiperosmolar non-ketosis (HHNK) ditandai
dengan gejala khas seperti sering buang air kecil, haus terus-
menerus, kram pada tungkai kaki, lemah, penurunan kesadaran dan
kejang bila kondisinya sudah berat. HHNK lebih banyak dialami
penderita DM tipe ll. Komplikasi ini membutuhkan penanganan
segera karena dapat mengakibatkan kerusakan berbagai organ
tubuh dan juga kematian. Diketahui bahwa angka kematian
penderita diabetes dengan komplikasi HHNK 25-50% lebih tinggi
dari pada penderita diabetes dengan komplikasi diabetik
ketoasidosis (Tim Bumi, 2017).
Gula darah yang tinggi mengakibatkan darah yang
mengental, kemudian cairan didalam sel banyak yang tertarik
keluar sel. Akibatnya, terjadi dehidrasi sel. Hal inilah yang
menyebabkan penderita diabetes melitus lebih sering buang air
kecil. Pada HHNK, tidak terjadi ketosis karena insulin masih bisa
mengontrol metabolisme lemak dan protein (Tim Bumi, 2017).
3) Diabetik Ketoasidosis
Pada dasarnya, diabetik ketoasisdosis disebebkan oleh
gangguan metabolisme glukosa. Sel tubuh tidak mendapatkan
glukosa/energi yang cukup. Untuk memenuhi kebutuhan energi
sehari-hari, tubuh pun memecah lemak sehingga terbentuk badan
keton dan asam lemak yang menyebabkan darah menjadi lebih
asam dari seharusnya. Badan keton ini digunakan sebagai energi
lalu dikeluarkan tubuh dalam bentuk karbondioksida ketika
bernafas dan urine ketika buang air kecil. Apabila badan keton
yang dihasilkan terlalu banyak, ginjal dipaksa bekerja diluar
batasnya. Akhirnya, badan keton tersebut tidak dapat dikeluarkan
dengan sempurna dan kembali kedalam darah. Badan keton yang
13

menumpuk didalam darah ini yang disebut ketosis (Tim Bumi,


2017).
b. Komplikasi kronis
Komplikasi kronis terdiri dari komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler
1) Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi ini diakibatkan karena perubahan ukuran
diameter pembulu darah. Pembulu darah akan menebal, sklerosis
dan timbul sumbatan (occlusion) akibat plaque yang menempel.
Komplikasi makrovaskuler yang paling sering terjadi menurut
(Darmayanti, 2015) adalah:
a) Penyakit pembulu darah perifer
Pada penderita yang mengalami komplikasi ini, denyut nadi
pada pembuluh dara perifernya akan terasa lemah atau bahkan
terkadang tidak terasa sama skali (Tim Bumi, 2017).
b) Hipertensi
Pada penderita DM disebabkan oleh penebalan
dindingpembuluh darah akibat tingginya glukosa. Dinding
pembuluh darah menjadi sempit. Oksigen dan zat gizi menjadi
kesulitan memasuki jaringan-jaringan tubuh. Akibatnya,
tekanan darah menjadi meningkat. Hal inilah yang disebut
dengan hipertensi pada DM (Tim Bumi, 2017).
c) Gangguan jantung
Gangguan jantung dialami penderita DM adanya masalah
pada metabolisme tubuh. Pada beberapa penderita DM, gula
darah tidak mampu masuk kedalam sel untuk menjadi energi.
Jika demikian, tubuh pun memberikan respons dengan
memecah simpanan lemak secara besar-besaran untuk menjadi
energi. Produksi lemak ini yang memancing terbentuknya plak-
plak pada pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya
infark jantung(Tim Bumi, 2017).
14

d) Stroke
Terjadinya hiperglikemia menyebabkan kerusakan dinding
pembuluh darah besar maupun pembuluh darah perifer
disamping itu juga akan meningkatkan agegrat platelet dimana
kedua proses tersebut dapat menyebabkan aterosklerosis.
Hiperglikemia juga dapat meningkatkan viskositas darah yang
kemudian akan menyebabkan naiknya tekanan darah atau
hipertensi dan berakibat terjadinya stroke iskemik. Proses
makroangiopati dianggap sangat relevan dengan stroke dan
juga terdapat bukti adanya keterlibatan proses makroangiopati
yang ditandai terjadinya stroke lakunar pada penderita diabetes
melitus (Aini Hussain, Noor., Rusli Abdullah, 2017).

B. TINJAUAN TENTANG TINGKAT STRESS


1. Definisi
Menurut Mc.Nerney stres merupakan reaksi fisik, mental, dan
kimiawi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengajutkan,
membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang, stres
dapat menyebabkan ketidakseimbangan homeostasis individu, baik
secara fisiologis maupun psikologis. Sedangkan menurut Andrew stres
psikologis dan fisik adalah ketegangan yang ditimbulkan oleh fisik,
emosi, sosial, ekonomi, pekerjaan, peristiwa, atau kondisi yang
membebani atau sulit dikelola. Secara umum stres adalah reaksi
seseorang terhadap situasi dari dalam maupun dari luar dirinya, yang
menimbulkan tekanan, perubahan, dan ketegangan emosi. Maka dari
itu, selama hidupnya tidak mungkin manusia terhindar dari stres.
2. Faktor yang Mempengaruhi Stres
a) Personal Traits
Orang yang memiliki karakter emosi yang tidak stabil , cenderung
bereaksi berlebih pada kondisi yang menyebabkan stres. Karakter
pemarah, orang yang emosinya tidak stabil atau memiliki level
15

ansietas tinggi) cenderung mengalami stres lebih tinggi dari


individu lain.
b) Genetik
Orang yang memiliki faktor genetik yang mempengaruhi stres
(kadar serotonin pada otak, yang mempengaruhi respon
relaksasi), cenderung memiliki tingkat respon relaksasi yang
berbeda dengan individu lain.
c) Abnormalitas Sistem Imun
Penyakit tertentu seperti rheumatoid arthritis atau eczema dapat
secara langsung mempengaruhi stres level.
3. Individu Yang Beresiko Tinggi Mengalami Stres
a) Lansia
Pada Lansia, kemampuan respon relaksasi oleh tubuh setelah
mengalami stres menjadi menurun. Penuaan menurunkan kerja
pada sistem otak yang berespon terhadap stres. Lansia juga sering
terekspos pada stressor besar seperti masalah kesehatan, kehilangan
pasangan, perubahan situasi tempat tinggal, dan masalah keuangan.
b) Working Mothers
Wanita bekerja yang memiliki anak, baik menikah maupun single
parent mengalami level stres yang tinggi dan berefek pada
kesehatannya, hal ini disebabkan karena mereka memiliki beban
atau tanggungan kerja yang lebih besar dan diffuse dibandingkan
pria atau wanita yang tidak memiliki anak.
c) Caregiver
Caregiver, terutama yang merawat anggota keluarga yang
mengalami gangguan mental atau fisik beresiko tinggi mengalami
stres. Caregiver pada profesi kesehatan juga beresiko tinggi
mengalami stres.
16

4. Stres Pada Pasien Ulkus Kaki Diabetikum


Dampak psikologis mulai dirasakan oleh seseorang sejak didiagnosa
menderita penyakit DM. Pasien tersebut mengalami dampak psikologis
diantaranya adalah stres karena harus menjalani serangkaian terapi DM
yang harus dilakukan. Pada umumnya pasien DM mengalami stres
karena memperoleh informasi bahwa penyakit ini sulit untuk
disembuhkan dan pasien harus menjalani diet ketat untuk menjaga gula
darahnya, karena jika tidak akan terkena banyak komplikasi, pasien
akan merasa penderitaannya tak kunjung selesai dan selalu terbayang
masa depan yang suram. Stres dapat terjadi pada penderita ulkus kaki
diabetikum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hakim, 92%
penderita ulkus kaki diabetikum mengalami stress ringan. Sedangkan
berdasarkan penelitian Astuti, 31% penderita ulkus kaki diabetikum
mengalami stres berat, 40% mengalami stres sedang, dan 18%
mengalami stres ringan. Hal ini disebabkan karena ulkus kaki
diabetikum dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang akhirnya
menyebabkan amputasi. Kebanyakan penderita ulkus kaki diabetikum
mengalami stres karena ketakutan akibat luka lama sembuh. Ulkus
kaki diabetikum juga menyebabkan adanya keterbatasan fisik, aktivitas
sehari-hari terganggu, dan terisolasi secara sosial. Penderita ulkus kaki
diabetikum merasa malu dan selalu sendiri, tidak dapat berkumpul dan
bersosialisasi dengan masyarakat karena luka yang dideritanya.
Penderita ulkus kaki diabetikum menjadi mudah marah dan
tersinggung jika ada seseorang yang menanyakan kondisi
kesehatannya, kondisi gula darahnya, dan kondisi lukanya. Penderita
tersebut merasa stres dan takut, bahkan membatasi aktivitas sehari-
hari.
Selain itu, ulkus kaki diabetikum juga membebani penderitanya secara
ekonomi. Perawatan rutin ulkus, pengobatan infeksi, amputasi, dan
perawatan di rumah sakit membutuhkan biaya sangat besar, di
Amerika Serikat rata-rata biaya perawatan pada pasien ulkus kaki
17

diabetikum sekitar 26-54 juta rupiah. Hal ini semakin meningkatkan


stres pada penderita ulkus kaki diabetikum.
5. Dampak Stres Pada Pasien Ulkus Kaki Diabetikum
Stres dapat berdampak pada kepatuhan penatalaksanaan
pengobatan diabetes pada pasien DM, dapat mengubah pola makan
menjadi tidak sehat, latihan berkurang dan ketidak teraturan
penggunaan obat sehingga dapat mempengaruhi kontol gula darah
pasien tersebut. Berdasarkan penelitian Surwit, terkait stres dan
diabetes, menunjukkan bahwa saat stres, terjadi pelepasan hormon
adrenalin yang dapat menurunkan kontrol glikemik juga secara
progresif, sehingga masa penyembuhan ulkus menjadi lama.
Stres dapat mengurangi efisiensi dari sistem imun sehingga dapat
mempengaruhi proses penyembuhan. Stress merupakan faktor penting
yang berpengaruh terhadap fluktuasi kadar gula darah. Saat individu
mengalami stress, tubuh melepaskan “stress hormone” (counter
regulatory hormone), yaitu adrenaline dan kortisol. Hormon stress ini
mempunyai efek yang sama, yaitu mobilisasi penyimpanan energi,
termasuk glukosa dan asam lemak. Pelepasan hormon adrenalin,
menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia)
pada orang yang menderita diabetes. Hiperglikemia dapat
menyebabkan iskemia. Berdasarkan penelitian Ashok (2016), terkait
penyembuhan ulkus kaki diabetikum, pelepasan hormon kortisol
berlebih menekan sistem imunitas (immunosuppressi), meningkatkan
tekanan darah dan gula darah, dan menimbulkan iskemia pada area
ulkus diabetikum akibat hiperglikemia, sehingga memperlambat
penyembuhan luka dan meningkatkan resiko infeksi.

6. Tingkat Stres Pada Pasien Ulkus Kaki Diabetikum


Manajemen stres adalah usaha individu untuk mencari cara yang
paling sesuai dengan kondisinya untuk mengurangi stres yang dialami.
Menurut Lloyd, (2010) ada tiga pendekatan untuk memanajemen stres
pada pasien diabetes melitus. Penelitian yang dilakukan Grey et al
18

(2011) menunjukkan bahwa perilaku preventif untuk mencegah stres


psikologis, seperti teknik koping dan manajemen diri dapat
meningkatkan kontrol glikemik dan kualitas hidup penderitanya.
Penelitian ini sejalan , yaitu stres dapat menurunkan level stres
sehingga stres dianjurkan untuk dilakukan secara intensif untuk
penderita diabetes.
Manajemen stres yang dapat dilakukan yaitu :
a. Menghilangkan atau meminimalkan sumber stres
b. Mempelajari teknik memecahkan masalah
Sumber stres yang banyak mucul pada pasien diabetes melitus dan
ulkus kaki diabetikum adalah stres yang berasal dari pemikiran
negatif pasien itu sendiri, merasa penderitaannya tak kunjung
selesai, selalu terbayang masa depan yang suram, merasa malu,
mudah marah, mengisolasi diri dari lingkungan.
Meminimalkan sumber stres dilakukan dengan membuat tujuan
spesifik dalam upaya memanajemen diri. Banyak penderita
diabetes membuat tujuan manajemen diri yang kurang jelas yang
justru memperburuk kondisi stress.
c. Mengubah respon psikologi terhadap stres
Kebanyakan teknik manajemen stres menekankan pada perubahan
respon terhadap stres. Beberapa cara untuk mengubah respon
psikologi terhadap stres diantaranya adalah :
a) Teknik “Stop, Breathe, Reflect, and Choose”
b) Relaksasi
c) Relaksasi otot progresif
d) Relaksasi “Head-to-toe”
e) Pleasant scenes
f) Relaksasi nafas dalam
g) Yoga, Tai Chi, Meditasi pikiran
h) Berendam air hangat dan aromatheraphy
Saat respon terhadap stres adalah marah-marah dan
perilaku yang reaktif, terknik relaksasi dapat membantu
19

mencegah konsekuensi negatif dari perilaku impulsif yang


berhubungan dengan kemarahan. Perasaan relaks dapat
menurunkan kecemasan dan stres. Intervensi yang dapat
berguna untuk memanajemen stres diantaranya, relaksasi
dengan atau tanpa musik, relaksasi otot progresif, relaksasi
nafas dalam, yoga, tai chi, meditasi, romatherapi.
d. Memodifikasi efek jangka panjang stres
Memodifikasi efek jangka panjang stres dapat menggunakan
metode distraksi, yaitu mengalihkan perhatian dari stres, hal yang
dapat dilakukan diantaranya adalah :
1. Melakukan hobi
2. Melakukan kegiatan menyenangkan (berkumpul bersama
keluarga, rekreasi, menonton hiburan) Misalnya, partisipasi
aktif pada kegiatan hobi atau berolahraga. Aktivitas pasif,
seperti menonton televisi kurang dapat menghilangkan stres,
namun melihat pertunjukan atau pergi ke bioskop bersama
teman atau keluarga dapat berguna sebagai distraksi dan
menghilangkan stres. Jika seorang penderita DM mengalami
stres tingkat berat, penanganan oleh psikiatri adalah cara yang
paling efektif. Selain itu menurut Pardamean dan Dharmady
dalam Widodo, terdapat tiga bentuk stres pada penderita
diabetes melitus, antara lain
a) Pandangan terhadap penyakit yang diderita
Pandangan negatif penderita tersebut bahwa mereka
telah menjalankan terapi yang dianjurkan, diet, latihan dan
minum obat setiap hari namun tetap kadar gula darahnya
tinggi dan mengalami ulkus kaki diabetikum. Akibatnya
mereka menjadi pesimis dan stres, dan tidak memanajemen
diri dengan baik. Sedangkan pasien yang memiliki
pandangan positif tentang sakitnya akan mampu menerima
kondisi dirinya dengan baik dan menimbulkan koping yang
positif.
20

b) Dukungan Sosial
Bertemu dan berkumpul dengan penderita DM lain
yang sama-sama mengalami ulkus kaki diabetikum sangat
diperlukan oleh penderita tersebut. Hal ini dapat
mengurangi stres yang mereka alami, karena mereka akan
saling berbagi pengalaman dan dapat merasakan bahwa
tidak hanya dirinya yang menderita penyakit tersebut.
Penderita ulkus diabetikum juga membutuhkan dukungan
keluarga untuk meminimalkan stres yang timbul selama
mereka menjalani pengobatan ulkus kaki diabetikum.
c) Strategi Koping
Strategi koping yang baik, akan mampu
menghindarkan tekanan emosional yang buruk sehingga
pasien mampu beradaptasi secara psikologis dengan lebih
baik. Misalnya dengan melakukan kegiatan positif yang
disenagi, teknik relaksasi, berpikir positif tentang
penyakitnya. Menurut Bradley terdapat beberapa teknik
stres DM yang berguna untuk mengurangi stres,
diantaranya adalah :
1) Bersabar
Tenangkan pikiran dan bertanya pada diri sendiri
apakah masalah ini dapat terselesaikan saat ini juga.
Menghadapi masalah satu per satu, agar energi mental
tidak terbuang sia-sia karena menghadapi bermacam
masalah dalam satu waktu.
2) Selalu berhati-hati
Berpikir bahwa setiap tindakan dan keputusan akan
mengurangi atau memperparah masalah pada diri
sendiri, sehingga dapat mengurangi beban stres dan
memudahkan pemilihan keputusan.
21

3) Rekreasi
Menghabiskan waktu di alam atau melakukan
kegiatan menyenangkan lainnya. Berekreasi di alam
dapat menyegarkan pikiran dan menghilangkan
kejenuhan.
4) Relaksasi nafas dalam
Nafas dalam dapat mengurangi kecemasan, tekanan
psikologis, menurunkan tekanan darah, mengatur irama
jantung menjadi lebih normal, dan meningkatkan
perhatian. “the mind controls the body and the breath
controls the mind”.
5) Meminta bantuan orang lain
Teman, keluarga, orang terdekat, dan petugas kesehatan
dapat membantu untuk mengurangi stres pasien dengan
memberi perhatian, mendengarkan dan memberikan
solusi. Jangan memendam stres pada diri sendiri.
e. Faktor yang Mempengaruhi Stres
Suatu kondisi, perilaku atau karakteristik yang mempengaruhi
hubungan antar dua variabel. Terdapat beberapa kondisi, perilaku,
dan karakteristik yang dapat mempengaruhi stres, diantaranya
adalah
1) Usia
Perkembangan usia mampu mempengaruhi keterampilan
beradaptasi dan berpikir yang berbeda. (Pada usia dewasa
madya (40-60 tahun) individu cenderung mampu menilai
stresor sebagai suatu hal yang dapat dikemdalikan.
2) Jenis kelamin
Jenis kelamin mempengaruhi manajemen stres individu dalam
hal persepsi terhadap stres dan koping stres yang digunakan.
Pada laki-laki terdapat kecenderungan untuk memisahkan
emosi dari suatu kejadian yang membuat stres, perempuan
mempersepsikan 3 dari 5 kejadian sebagai sesuatu yang
22

membuat stres, lebih tinggi dari laki-laki. Perempuan lebih


banyak menggunakan koping stres yang berfokus pada emosi,
sedangkan laki-laki menggunakan koping stres yang berfokus
pada masalah.
3) Dukungan Sosial
Dukungan sosial dapat didefinisikan sebagai rasa nyaman,
bantuan, atau informasi yang diterima seseorang melalui
kontak formal atau informal dengan individu atau kelompok.
Dukungan sosial adalah perantara dalam ketahanan terhadap
stres. Keluarga, teman, orang terdekat, dan tetangga dapat
memberikan dukungan. Efek positif dari dukungan sosial
adalah membantu penyesuain pada situasi stres sehingga
menjadi salah satu sumber koping.(47)
4) Pengalaman
Pengalaman adalah kejadian yang pernah dialami oleh
seseorang dan menjadi bahan pertimbangan untuk menghadapi
kejadian yang serupa. Pengalaman di masa lalu dapat
mempengaruhi seseorang untuk mengatasi stres yang dihadapi.
5) Kepribadian
Kepribadian adalah serangkaian karakteristik, temperamen, dan
kecenderungan yang relatif stabil, yang membentuk perilaku
seseorang. Kepribadian terdiri dari lima dimensi, yaitu :
extroversion, emotional stability, agreeableness, consientiousne
dan openness to experience. Kepribadian emotional stability
cenderung tidak kewalahan dengan stres dan lebih cepat pulih.
Kepribadian extroversion juga lebih cenderung mengalami
keadaan emosional positif karena mereka mendapatkan banyak
dukungan sosial saat tertekan. Kepribadian agreeableness lebih
cenderung bersifat antagonis, tidak simpatik dan bahkan kasar
terhadap orang lain dan kemungkinan stres berasal dari orang
lain.
23

Kepribadian consientiousness cenderung tidak mudah


mengalami stres. Dan kepribadian openness to experience akan
lebih siap untuk berhadapan dengan stressor yang akan
dihubungkan dengan perubahan karena kepribadian ini
menganggap perubahan sebagai suatu tantangan bukan
ancaman.

Anda mungkin juga menyukai