Anda di halaman 1dari 2

Program pelatihan : Latsar Cpns 2021

Angkatan : II Kelompok 4
Nama Mata Pelatihan : TUGAS INDIVIDU MANAJEMEN ASN
Nama Peserta : Beni Setyawan, dr.
NIP : 199108132020121006
Nomor Daftar Hadir :4
Nama Pengampu : Dr. Drs. H. ENDJANG NAFFANDY, MSi., MH.
Lembaga Penyelenggara Pelatihan : BPSDM Jawa Barat

MANAJEMEN ASN

Birokrasi merupakan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah


karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan. Birokrasi sering mendapat citra buruk
di kalangan masyarakat seperti bertele-tele dan banyak terjadi korupsi didalamnya. Oleh karena
itu diperlukan adanya perbaikan birokrasi atau reformasi birokrasi. Perbaikan birokrasi di
Indonesia biasa kita kenal dengan adanya peristiwa Reformasi Birokrasi. Reformasi Birokrasi
adalah upaya pemerintah untuk mencapai good governance dan melakukan pembaharuan
terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menyangkut aspek kelembagaan,
ketatalaksanaan, dan sumber daya aparatur. Reformasi birokrasi ini dilakukan dengan melihat
kondisi kualitas profesionalisme rata-rata birokrasi yang masih belum memuaskan. Salah satu
penyebabnya karena praktek manajemen sumber daya manusia yang belum benar.
Proses reformasi manajemen sumber daya aparatur sendiri sudah mulai dilaksanakan
namun belum dapat dikatakan berhasil karena masih dijumpai masalah-masalah yang
menyangkut kinerja birokrasi di suatu daerah. Hal ini membuktikan bahwa manajemen sumber
daya aparatur perlu direform kembali supaya kinerja yang dihasilkan pegawai bisa berjalan
secara profesional.

1. Analisis Issu Ditempat Kerja

Pengelolaan manajemen sumberdaya yang ada di Puskesmas DTP Cidaun belum


berjalan dengan baik dikarenakan masih terdapat aspek-aspek yang belum berjalan secara
maksimal misalkan seperti; system penerimaan pegawai honorer (TKS) yang tidak transparan,
dan Pengrekrutan jumlah pegawai honorer (TKS) yang melebihi kemampuan instansi untuk
penggajian sehingga menyebabkan adanya potongan jasa pelayanan dari pegawai PNS dan
juga PPPK untuk diberikan kepada tenaga honorer (TKS).
Yang saya amati Puskesmas DTP Cidaun mengangkat pegawai honorer (TKS) karena
berbagai alasan seperti; kebutuhan unit kerja, pertimbangan politis, balas budi, dan untuk
mengurangi jumlah pengangguran. Sangat longgarnya sistem rekrutmen, tidak jelasnya acuan
pengukuran kinerja, dominannya diskresi pimpinan unit kerja dalam hal penempatan,
penetapan hak dan kewajiban, serta terbatasnya kompetensi pegawai hononorer (TKS)
merupakan sebagian contoh dari sisi negatif dari rekrutmen yang asal-asalan.
Umumnya rekrutmen pegawai honorer (TKS) tidak melalui seleksi. Yang banyak terjadi
adalah pelamar cukup hanya mengirimkan surat lamaran dan akhirnya diterima. Dengan proses
rekrutmen seperti ini maka kompetensi dan jumlah pegawai honorer (TKS) belum tentu sesuai
dengan kebutuhan dan juga kemampuan instansi dalam hal memberikan kesejahteraan bagi
pegawai honorernya (TKS).
Sebenarnya pemerintah sudah menerbitkan aturan larangan rekrut tenaga honorer
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Pasal 8. Apalagi melakukan rekrutmen
honorer (TKS) yang asal-asalan.
Menurut hemat saya pihak manajemen puskesmas DTP Cidaun harus menerapkan
sistem analisis kebutuhan pegawai dan analisis jabatan, rekrutmen harus memiliki gambaran
yang jelas tentang tugas-tugas dan kewajiban yang dipersyaratkan untuk mengisi jabatan yang
ditawarkan. Oleh sebab itu analisis jabatan merupakan langkah pertama dalam proses
rekrutmen dan seleksi.
Penerimaan pegawai honorer (TKS) juga harus melalui seleksi yang ketat dan
transparan, hal ini sejalan dengan nilai nilai dasar aparatur sipil negara dalam menjalan kan
pemerintahan yang bersih dari KKN yang bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan dan
kepuasan publik.
Yang terakhir, menurut saya dalam melakukan rekrutmen tenaga honorer (TKS),
rekrutmen tersebut harus lah memperhitungkan antara kebutuhan instansi akan sumberdaya
manusia dengan kemampuan instansi dalam melakukan penggajihan, dan juga harus
mempertimbangkan antara kompetensi pegawai dan unit kerja yang akan di tempati, agar tidak
menjadi beban keuangan terhadap instansi itu sendiri yang nantinya malah memicu pimpinan
untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang akan melawan aturan lalu merugikan instansi, dan
pemotongan jasa pelayanan bagi pegawai PNS dan PPPK pun dapat di hindari.

Anda mungkin juga menyukai