Assalamu’alaikum Wr. Wb
Petunjuk praktikum Farmakokinetik ini disusun sebagai salah satu pedoman bagi para
mahasiswa untuk dapat lebih memahami ilmu farmakokinetika melalui praktek di laboratorium.
Pemahaman ilmu farmakokinetika ini akan memberikan penjelasan mengenai tentang nasib obat di
dalam tubuh, dan mahsiswa memiliki bekal dalam melakukan penelitian di bidang farmakokinetik.
Buku petunjuk ini mungkin masih jauh dari sempurna, karena itu berbagai saran dan
masukan sangat penyusun harapkan untuk dapat menyempurnakan buku ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Hewan
Mencit Tikus Marmut Kelinci Kucing Kera Anjing Manusia
dan BB
20 g 200 g 400 g 1.5 kg 2.0 kg 4.0 kg 12.0 kg 70 kg
rata-rata
Mencit
1.0 7.0 12.29 27.8 28.7 64.1 124.2 387.9
20 g
Tikus
0.14 1.0 1.74 3.9 4.2 9.2 17.8 60.5
200 g
Marmut
0.08 0.57 1.0 2.25 2.4 5.2 10.2 31.5
400 g
Kelinci
0.04 0.25 0.44 1.0 1.06 2.4 4.5 14.2
1.5 kg
Kucing
0.03 0.23 0.41 0.92 1.0 2.2 4.1 13.0
2.0 kg
Kera
0.016 0.11 0.19 0.42 0.45 1.0 1.9 6.1
4.0 kg
Anjing
0.008 0.06 0.10 0.22 0.24 0.52 1.0 3.1
12.0 kg
Manusia
0.0026 0.018 0.031 0.07 0.76 0.16 0.32 1.0
70.0 kg
Tabel II. Volume maksimum larutan obat
Jenis Hewan dan Cara pemberian dan volume maksimum dalam milliliter
BB i.v i.m i.p s.c p.o
TUJUAN
DASAR TEORI
Farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari nasib obat di dalam tubuh, yang meliputi absorpsi,
distribusi, eliminasi. Harga parameter akan berubah bila organ yang mengatur tersebut terganggu (
Shargel and Vu, 1999). Parameter farmakokinetika obat diperoleh berdasarkan dasil pengurkuran
kadar obat utuh dan atau metabolitnya di dalam cairan hayati ( darah, urin, saliva, atau cairan tubuh
lainnya). Oleh karena itu, agar nilai-nilai parameter farmakokinetika obat dapat dipercaya, metode
penetapan kadar harus memenuhi berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan kembali ( recovery),
presisi, dan akurasi. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode tersebut dapat memberikan nilai
perolehan kembali yang tinggi ( 75-90% atau lebih ), kesalahan acak dan sistematik yaitu kurang
dari
10%. Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria lain yang penting dalam, hal mana nilainya
tergantung pula dari alat ukur yang dipakai.
Metode penetapan kadar obat dalam cairan hayati menjadi sangat penting sebagai salah satu kunci
dalam mendapatkan nilai parameter farmakokinetika, karena apabila metode tersebut tidak valid,
nilai konsentrasi obat dalam cairan hayati juga menjadi tidak tepat. Oleh karenanya pada setiap
penelitian farmakokinetika selalu didahului dengan validasi dan optimasi metode penetapan kadar
obat dalam cairan hayati. Masing-masing langkah optimasi analisis obat dalam cairan hayati
tergantung pada metode penetapan akdar tiap-tiap obat.
Alat : Alat gelas laboratorium, timbangan analitik, kandang hewan, Spuit oral 10 mL, Effendrof,
Spektrofotometer UV (Shimadzu UV-2450 PC®), Sentrifuge (Hettich®), Mikropipet (Rainin®),
Hot Plate (SJ Analytics GmbHD-55122 Mainz®), Silet, Pisau cukur (Gilette®), Holder, Tabung
darah beserta anti koagulan EDTA 3 mL (Vakuntainer®), Vortex mixer, dan Oven (Memmert®).
CARA KERJA
e. Uji Presisi
Dihitung nilai koefisien variasi dari kadar parasetamol yang diperoleh dari hasil uji
akurasi.
PEROLEHAN KEMBALI
Hitung perolehan kembali ( recovery) dan kesalahan sistemik untuk tiap besaran kadar
KESALAHAN ACAK
Kesalahan acak merupakan tolak ukur inprecision suatu analisis dan dapat bersifat positif dan
negatif. Kesalahan acak edentik dengan variabilitas pengukuran dan dicerminkan oleh tetapan
variasi.
PERCOBAAN 2
TUJUAN
DASAR TEORI
Tahapan penting selanjutnya setelah memahami cara analisa obat dalam cairan hayati adalah
menetapkan waktu pengambilan cuplikan. Setelah memahami analisis obat dalam cairahn hayati
dan diikuti dengan perkiraan model kompartemen. Keterkaitan kedua faktor ini sedemikian rupa
sehingga kesalahan waktu pengambilan cuplikan dapat menyebabkan kesalahan dalam penentuan
model kompartemen.
Kesalahan dalam penetapan moel farmakokinetika tersebut dapat dihindari. Pada penentuan waktu
sampling untuk obat yang diberikan secara inavena, titik waktu pertama pengambilan obat
hendaknya dilakukan sedemikian mungkin sesudah pemberian obat. Oleh karena itu, perlu adanya
percobaan pendahuluan untuk menetapkan waktu pengambilan cuplikan. Jika kinetika obat setelah
pemberian ekstravaskuler mengikuti model dua kompartemen terbuka, maka dianjurkan bahwa
distribusi pencuplikan adalah sebagai berikut: tiga titik pada tahap absorpsi, sekitar puncak
distribusi dan eliminasi. Pencuplikan pada tahap distribusi tidak diperlukan jika kinetiknya
mengikuti model satu kompartemen terbuka. Lama pengambilan cuplikan pada sampel darah
dilakukan 3-5 kali t ½ eliminasi obat. Jika sampel yang digunakan urin maka lama pengambilan
cuplikan 7-10 kali t ½ eliminasi.
Percobaan pendahuluan dilakukan sebaiknya dengan pemberian intavena. Data yang diperoleh
dibuat grafik kadar obat dalam darah vs waktu pada kertas grafik semilog atau plot kecepatan
eksresi vs waktu pada kertas grafik normal ( pada data urin). Kinetika obat mengikuti model satu
kompartemen jika kurva merupakan garis lurus sedangkan untuk model 2 kompartemen kurva yang
berbentuk bifasik.
Bahan dan peralatan yang digunakan untuk penetapan kadar paracetamol sama seperti
yang tercantum pada percobaan 1
CARA KERJA
Dua ekor tikus jantan dipuasakan selama 18 jam kemudian diberi larutan parasetamol dosis
tunggal 9 mg/200 gBB secara oral. Cuplikan darah diambil pada menit ke- 10, 20, 30, 40, 60, 90,
120,180, 240, 300 dan 360 melalui vena ekor tikus. Cuplikan sampel darah tiap waktu diproses
sesuai dengan prosedur penetapan kadar parasetamol dalam darah yang digunakan pada penelitian
ini. Setelah itu, ditetapkan harga T1/2 untuk penetapan jadwal sampling sebenarnya.
PENETAPAN KADAR PARACETAMOL SETELAH PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL
MENGGUNAKAN DATA DARAH
Agar mahasiswa mampu menetapkan dan menghitung parameter farmakokinetika obat setelah
pemberian dosis tunggal berdasarkan data kadar obat dalam darah plasma vs Waktu
DASAR TEORI
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari model berdasar
hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau metabolitnya dalam darah, urin, atau cairan hayati
lainnya.
Kegunaan menetapkan parameter farmakokinetika suatu obat adalah untuk mengkaji kinetika
absorpsi, distribusi, dan eliminasinya di dalam badan. Dimana hasilnya memiliki arti penting dalam
menetapkan aturan dosis.
Alat : Alat gelas laboratorium, timbangan analitik, kandang hewan, Spuit oral 10 mL, Effendrof,
Spektrofotometer UV (Shimadzu UV-2450 PC®), Sentrifuge (Hettich®), Mikropipet (Rainin®),
Hot Plate (SJ Analytics GmbHD-55122 Mainz®), Silet, Pisau cukur (Gilette®), Holder, Tabung
darah beserta anti koagulan EDTA 3 mL (Vakuntainer®), Vortex mixer, dan Oven (Memmert®).
CARA PERCOBAAN
Hewan uji dipuasakan selama 18 jam, kemudian diberikan parasetamol tunggal secara oral
sebanyak
9 mg/200 gBB. Hewan uji pada kelompok 1 (kontrol PCT) hanya diberikan obat parasetamol,
Pengambilan sampel darah dilakukan dari vena ekor tikus pada menit ke- 10, 20, 30, 40, 60,90,
120,
180, 240, 300 dan 360. Sebanyak 0,5 Ml darah hewan uji ditampung di dalam tabung berisi EDTA.
Ditambahkan 1 mL TCA 5%, disentrifugasi selama 5 menit kecepatan 2500 RPM, diambil
beningan atau plasmanya. Plasma ditambahkan dengan 2 mL etil asetat kemudian divortex, bagian
beningannya diambil, diuapkan etil asetatnya sampai diperoleh residu parasetamol. Residu
dilarutkan kembali dengan 2 mL metanol, diukur absorbansi larutan dengan menggunakan alat
spektrofotometer UV pada panjang gelombang
243 nm (Rusdiana, et al., 2009) Dari data absorbansi, dihitung kadar parasetamol pada tiap
cuplikan waktu menggunakan persamaan regresi linear kurva baku parasetamol.
PERCOBAAN 4
PEMBUATAN PROFIL KADAR PARACETAMOL DALAM DARAH
TUJUAN
DASAR TEORI
Parameter farmakokinetika adalah besaran yang diturunkan secara matematis dari model berdasar
hasil pengukuran kadar obat utuh dan atau metabolitnya dalam darah, urin, atau cairan hayati
lainnya.
CARA KERJA
Berdasarkan data darah yang didapat dari setiap waktu, dapat dibuat suatu kurva Lnkonsentrasi
plasma (Cp) terhadap waktu (t)Konsentrasi plasma sebagai sumbu y dan waktu sebagai sumbu x.
Dari kurva tersebut dapat menentukan profil farmakokinetik (Pakarti, 2009; Rusdianaet al., 2009)
PERCOBAAN 5
A. TUJUAN
Untuk menentukan parameter farmakokinetik obat salisilat setelah pemberian dosis tunggal
menggunakan data eksresi obat lewat urin.
B. DASAR TEORI
Parameter farmakokinetika dapat ditentukan dari data kadar obat dalam darah atau dari
kadar obat dalam urin sebagai obat utuh atau metabolit aktif.keberadaan obat dalam tubuh
(Time course of drug in the body) ditentukan oleh proses ADME. Data laju eksresi obat
dalam urin analog dengan data kadar obat dalam plasma setiap waktu. Oleh karena itu
parameter farmakokinetika suatu obat dapat ditentukan dengan menggunakan data urin.
C. Bahan
- Asam asetilsalisilat (asetosal)/tablet aspirin
- Natrium salisilat p.a
- Ferri nitrat p.a
- Merkuri klorida p.a
- Asam klorida p.a
- Air suling
D. Alat
- Spektrofometri
- Alat pemusing
- Vortex mixture
- Venoject
- Labu ukur
- Pipet volume
E. CARA KERJA
1. Pembuatan pereaksi Thinder
Menimbang merkuri klorida sebanyak 40 gram dilarutkan dalam air panas 850 ml
dan didihkan sampai larut, Kemudian ditambahkan 120 ml asam klorida 1N dan 40
gram ferri nitrat. Jika semua ferri nitrat sudah dilarutkan, volume larutan dibuat
1000 ml dengan air suling
Membuat larutan baku induk 1000 mcg/ml dari 116 mg natrium salisilat, dilarutkan
dalam 100 ml air suling, Membuat larutan baku kerja salisilat dengan cara
mengencerkan larutan baku induk dengan air suling sampai didapat larutan dengan
kadar 20, 50, 100, 150, dan 200 mcg/ml
Melakukan pengamatan serapan dari larutan baku kerja pada 2 yang telah
direaksikan seperti pada metode penetapan kadar salisilat dalam urin dengan
metode dari Trinder, pada panjang gelombang maksimum yang telah didapat dari
3. Sebagai kontrol menggunakan air suling ditambah 5 ml pereaksi Trinder.
Membuat tabel hasil pengamatan dan membuat kurva kadar larutan baku kerja
terhadap serapan pada kertas grafik berskala sama! Hitung koefisien korelasinya,
dan buat persamaan garisnya!
5. Penetapan kembali kadar salisilat yang ditambahkan dalam urin (recovery)
Membuat larutan baku induk 1000 mcg/ml dari 116 mg, natrium salisilat, dilarutkan
dalam 100 ml urin blanko dari 3. Buatlah larutan baku kerja salisilat dengan cara
mengencerkan larutan baku induk dengan urin blanko sampai didapat larutan dengan
kadar 20,50,100,150 dan 200 mcg/ml. Digunakan larutan baku kerja dengan kadar
20,50,100,150 dan 200 mcg/ml.!
Tetapkan kadar salisilat dalan cuplikan urin dengan metode dari Trinder dan amati
serapannya pada panjang gelombang maksimum. Memasukkan data serapan ke
persamaan garis recovery untuk mendapatkan data kadar salisilat dalam urin dari
setiap waktu pengamb
PERCOBAAN 6
TUJUAN
CARA PERCOBAAN
Bahan :Etil asetat pa, methanol pa, paracetamol, kurkumin, alcohol, akuades,
TCA 5%
Alat : Alat gelas laboratorium, timbangan analitik, kandang hewan, Spuit oral 10
mL, Effendrof, Spektrofotometer UV (Shimadzu UV-2450 PC®), Sentrifuge
(Hettich®), Mikropipet (Rainin®), Hot Plate (SJ Analytics GmbHD-55122
Mainz®), Silet, Pisau cukur (Gilette®), Holder, Tabung darah beserta anti
koagulan EDTA 3 mL (Vakuntainer®), Vortex mixer, dan Oven (Memmert®).
CARA PERCOBAAN
13
residu parasetamol. Residu dilarutkan kembali dengan 2 mL metanol, diukur
absorbansi larutan dengan menggunakan alat spektrofotometer UV pada panjang
gelombang
243 nm (Rusdiana, et al., 2009) Dari data absorbansi, dihitung kadar parasetamol
pada tiap cuplikan waktu menggunakan persamaan regresi linear kurva baku
parasetamol.
14
PERCOBAAN 7
TUJUAN
PERCOBAAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16