Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Terapi Modalitas
“Terapi Somatik dan Psikofarmaka,TAK, Terapi Keluarga, Terapi Okupasi dan
Rehailitasi dan Terapi Lingkungan”

DOSEN PEMBIMBING

Ns. Zuhriya Meilita, S. Kep, M. Kep

DISUSUN OLEH
Hanna Afifah
Isma Sri Wahyuni
Saidah Mayang Sari
Eka Saputra P

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirrobbil’aalamiin, segala puji bagi Allah SWT Tuhan seluruh alam, atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Terapi Modalitas”.
Penyusunan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa 2. Penulis
berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Serta pembaca dapat mengetahui
tentang Terapi Modalitas.
Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, penulis membuka diri untuk
menerima berbagai masukan dan kritik dari para pembaca untuk melengkapi kekurangan dan kesalahan
dari makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Bekasi, Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
B. Rumusan Masalah

BAB I II PEMBAHASAN
A. Terapi Modalitas
B. Terapi Somatik
C. Terapi Psikofarmaka
D. Terapi TAK
E. Terapi Keluarga 
F. Terapi Lingkungan
G. Terapi Okupasi
H. Terapi Rehailitasi
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN

A.          LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan penyakit dengan multi kausal, suatu penyakit dengan
berbagai penyebab yang sangat bervariasi. Kausal gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausal pada
area organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab
perilaku maladaptive dikostrukkan sebagai tahapan mulai adanya factor predisposisi, factor presipitasi
dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap stressor, sumber koping yang dimiliki,
dan bagaimana mekanisme koping yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian baru
menentukan apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive.

Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap apa yang dimaksud
gangguan jiwa dan bagaimana gangguan perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam
bentuk model konseptual kesehatan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan pandangan
model social, model perilaku, model eksistensial, model medical, berbeda pula dengan model stress –
adaptasi. Masing-masing model memiliki pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.

B.        TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui terapi modalitas
2. Untuk mengetahui terapi somatik
3. Untuk mengetahui terapi psikofarmaka
4. Untuk mengetahui terapi aktivitas Kelompok
5. Untuk mengetahui terapi keluarga
6. Untuk mengetahui terapi lingkungan

BAB II
PEMBAHASAN

A. TERAPI MODALITAS
1. Pengertian
Terapi modalitas Adalah berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa yang bervariasi, yang
bertujuan untuk mengubah perilaku klien dengan gangguan jiwa denga perilaku mal adaptifnya
menjadi perilaku yang adaptif.
2. Prinsip Pelaksanaan
Perawat sebagai terapis mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak terapi atau
penyembuhan.
3. Dasar Pemberian Terapi Modalitas
a. Gangguan jiwa tidak merusak seluruh kepribadian atau perilaku manusia
b. Tingkah laku manusia selalu dapat diarahkan dan dibina ke arah kondisi yang mengandung
reaksi( respon yang baru )
c. Tingkah laku manusia selalu mengindahkan ada atau tidak adanya faktor-faktor yang sifatnya
menimbulkan tekanan sosial pada individu sehingga reaksi indv tersebut dapat diprediksi ( reward
dan punishment )
d. Sikap dan tekanan sosial dalam kelompok sangat penting dalam menunjuang dan menghambat
perilaku individu dalam kelompok social
e. Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik mental emosional dan sosial ke arah
keutuhan pribadi yang dilakukan secara holistic

4.      Jenis Terapi Modalitas


1. TERAPI SOMATIS
1) Pengertian
Terapi somatik adalah terapi yg diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan tujuan
mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku adaptif dgn melakukan tindakan yang
ditujukan pada kondisi fisik klien.
2) Jenis terapi somatik pd klien gangguan jiwa
a.   Pengikatan

 Pengekangan fisik
Termasuk penggunaan pengekangan me¬kanik, seperti manset untuk
pergelangan tangan & pergelangan kaki, serta seprai pengekang, begitu pula
isolasi, yaitu dengan menempatkan pasien dlm suatu ruangan dimana dia tdk dpt
keluar atas kemauannya sendiri.

 Pengekangan Mekanik
Jenis pengekangan mekanik adalah:
 camisoles (jaket pengekang)
 pengekang dgn manset utk pergelangan tangan
 pengekangan dgn manset untuk pergelangan kaki.
 pengekangan dengan seprei. Pengekangan dengan Seprei Basah dan dingin

 Indikasi Pengekangan
 Perilaku amuk
 Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan
 Ancaman terhadap infegritas fisik
 Permintaan pasien utk pengendalian perilaku eksternal

b.      Isolasi
Isolasi adalah menempatkan pasien dalam suatu ruang di mana dia tidak dapat keluar dari ruangan
tersebut sesuai kehendaknya.
Indikasi Penggunaan :
 Pengendalian perilaku amuk yang potensial mem¬bahayakan pasien atau orang lain dan tidak dapat
dikendalikan oleh orang lain dengan intervensi pe¬ngekangan yang longgar, seperti kontak
interpersonal atau pengobatan
 Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien..
Kontraindikasi
 Kebutuhan untuk pengamatan masalah medic
 Risiko tinggi untuk bunuh diri
 Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori
 Hukuman.
c.       Terapi Elektrokonvulsif
Terapi elektrokonvulsif (ECT) adalah suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal secara
artifisial dengan melewatkan aliran lintrik melalui elektorode yang dipasang pada satu atau dua
“temples”
Indikasi
 Penyakit depresi berat yang tidak berespons terhadap obat antidepresan atau pada pasien yang
tidak dapat menggunakan obat
 Gangguan bipolar dimana pasien sudah tidak berespons lagi terhadap obat
 Pasien dengan buttuh diri akut yang sudah lama tidak menerima pengobatan untuk dapat mencapai
efek terapeutik
 Jika efek sampingan ECT yang diantisipasikan lebih rendah daripada efek terapi pengobatan, seperti
pada pasien lansia dengan blok janiung, dan selama kehamilan

KontraIndikasi
 Tumor intra kranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra kranial.
 Kehanilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
 Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat terjadinya fraktur tulang.
 Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
 Asthma bronkial, karena ECT dapat memperberat penyakit ini.
d.      Foto Terapi
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan memaparkan klien
pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien biasanya duduk, mata terbuka, 1,5
meter di depan klien diletakkan lampu setinggi mata.
Indikasi :
Fototerapi dpt menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien akibat perubahan cuaca (seasonal affective
disorder(SAD)), misalnya pada musim hujan atau musim dingin(winter) di mana terjadi hujan, mendung
terus menerus yg bisa mencetuskan depresi pd beberapa org.
Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap terang pd kondisi biologis. Dgn
adanya cahaya terang terpapar pd mata akan merangsang sistem neurotransmiter serotonin & dopamin yg
berperanan pd depresi.
Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yg terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit kepala, cepat terangsang,
insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi dari hidung dan sinus.
e.        Terapi Deprivasi Tidur
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan cara mengurangi jumlah jam tidur
klien
Indikasi : Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi
Mekanisme Kerja:
Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin yang berdampak anti
depresan. Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala depresi.
Efek Samping :
Klien yang didiagnosa mengalami gangguan efektif tipe bipolar bila diberikan terapi ini dapat  mengalami
gejala mania.

C.       TERAPI PSIKOFARMAKA
Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien dengan gangguan mental. Psikofarmaka
termasuk obat-obatan psikotropik yang bersifat neuroleptika (bekerja pada sistem saraf). 

Pengobatan pada gangguan mental bersifat komprehensif, yang meliputi:


a. Teori biologis (somatik), mencakup: pemberian obat psikofarmaka, lobektomi dan electro
convulsi therapy (ECT)
b. Psikoterapeutik 
c. Terapi modalitas 

KONSEP PSIKOFARMAKOLOGI

a. Sawar darah otak melindungi otak dari fluktuasi zat kimia tubuh, mengatur jumlah dan
kecepatan zat yang memasuki otak
b. Obat-obat psikofarmaka dapat melewati sawar darah otak, sehingga dapat mempengaruhi
sistem saraf
c. Extrapyramidal side efect (efek samping terhadap ekstrapiramidal) terjadi akibat
penggunaan obat penghambat dopamin, agar didapat keseimbangan antara dopamin dan
asetilkolin
d. Anti cholinergic side efect (efek samping antikolinergik) terjadi akibat penggunaan obat
penghambat acetilkolin

Menurut Rusdi Maslim yang termasuk obat- obat psikofarmaka adalah golongan:

a. Anti psikotik, pemberiannya sering disertai pemberian anti Parkinson


b. Anti depresi
c. Anti maniak
d. Anti cemas (anti ansietas)
e. Anti insomnia
f. Anti obsesif-kompulsif
g. Anti panik

OBAT YANG PALING SERING DIGUNAKAN OLEH KLIEN JIWA 

a.          Anti Psikotik

Anti psikotik termasuk golongan mayor trasquilizer atau psikotropik: neuroleptika.

Mekanisme kerja: menahan kerja reseptor dopamin dalam otak (di ganglia dan substansia nigra) pada
sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal.
Efek farmakologi: sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif
untuk mengatasi: delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir.

Indikasi pemberian: Pada semua jenis psikosa, Kadang untuk gangguan maniak dan paranoid

Efek Samping Antipsikotik

a)      Efek samping pada sistem saraf (extrapyramidal side efect/EPSE)

1)         Parkinsonisme

Efek samping ini muncul setelah 1 - 3 minggu pemberian obat. Terdapat trias gejala parkonsonisme:

Tremor: paling jelas pada saat istirahat

Bradikinesia: muka seperti topeng, berkurang gerakan reiprokal pada saat berjalan

Rigiditas: gangguan tonus otot (kaku) 

 Reaksi distonia: kontraksi otot singkat atau bisa juga lama


Tanda-tanda: muka menyeringai, gerakan tubuh dan anggota tubuh tidak terkontrol
 Akathisia
Ditandai oleh perasaan subyektif dan obyektif dari kegelisahan, seperti adanya perasaan cemas,
tidak mampu santai, gugup, langkah bolak-balik dan gerakan mengguncang pada saat duduk.

Ketiga efek samping di atas bersifat akur dan bersifat reversible (bisa ilang/kembali normal).

2)         Tardive dyskinesia

Merupakan efek samping yang timbulnya lambat, terjadi setelah pengobatan jangka panjang bersifat
irreversible (susah hilang/menetap), berupa gerakan involunter yang berulang pada lidah,
wajah,mulut/rahang, anggota gerak seperti jari dan ibu jari, dan gerakan tersebut hilang pada waktu tidur.

Efek samping pada sistem saraf perifer atau anti cholinergic side efect .Terjadi karena penghambatan pada
reseptor asetilkolin. Yang termasuk efek samping anti kolinergik adalah:

 Mulut kering
 Konstipasi
 Pandangan kabur: akibat midriasis pupil dan sikloplegia (pariese otot-otot siliaris) menyebabkan
presbiopia
 Hipotensi orthostatik, akibat penghambatan reseptor adrenergic
 Kongesti/sumbatan nasal
 Jenis obat anti psikotik yang sering digunakan:
 Chlorpromazine (thorazin) disingkat (CPZ)
 Halloperidol disingkat Haldol
 Serenase

b.       Anti Parkinson
Mekanisme kerja: meningkatkan reseptor dopamin, untuk mengatasi gejala parkinsonisme akibat
penggunaan obat antipsikotik.

Efek samping: sakit kepala, mual, muntah dan hipotensi.

Jenis obat yang sering digunakan: levodova, tryhexifenidil (THF).

c.         Anti Depresan

Hipotesis: syndroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu/beberapa aminergic neurotransmitter
(seperti: noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP, khususnya pada sistem limbik.

Mekanisme kerja obat:

 Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmitter


 Menghambat re-uptake aminergik neurotransmitter 
 Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine Oxidase) sehingga terjadi peningkatan
jumlah aminergik neurotransmitter pada neuron di SSP.
Efek farmakologi:
 Mengurangi gejala depresi
 Penenang 

Indikasi: syndroma depresi

Jenis obat yang sering digunakan: trisiklik (generik), MAO inhibitor, amitriptyline (nama dagang).

Efek samping: yaitu efek samping kolonergik (efek samping terhadap sistem saraf perifer) yang meliputi
mulut kering, penglihatan kabur, konstipasi, hipotensi orthostatik.

d.       Obat Anti Mania/Lithium Carbonate

Mekanisme kerja: menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor dopamin.

Hipotesis: pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine.

Efek farmakologi:

 Mengurangi agresivitas
 Tidak menimbulkan efek sedative
 Mengoreksi/mengontrol pola tidur, iritabel dan adanya flight of idea 

Indikasi: 
Mania dan hipomania, lebih efektif pada kondisi ringan. Pada mania dengan kondisi berat pemberian obat
anti mania dikombinasi dengan obat antipsikotik.

Efek samping: efek neurologik ringan: fatigue, lethargi, tremor di tangan terjadi pada awal terapi dapat juga
terjadi nausea, diare.

Efek toksik: pada ginjal (poliuria, edema), pada SSP (tremor, kurang koordinasi, nistagmus dan disorientasi;
pada ginjal (meningkatkan jumlah lithium, sehingga menambah keadaan oedema.

e.       Anti Ansietas (Anti Cemas) 

Ansxiolytic agent, termasuk minor tranquilizer. Jenis obat antara lain: diazepam (chlordiazepoxide).

f.       Obat Anti Insomnia: Phenobarbital

g.      Obat Anti Obsesif Kompulsif: clomipramine

h.      Obat Anti Panik: imipramine

D.       TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien bersama-sama dengan jalan
berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa
yang telah terlatih (Pedoman Rehabilitasi Pasien Mental Rumah Sakit Jiwa di Indonesia dalam Yosep, 2007).
Manfaat TAK

 Meningkatkan  kemampuan  menguji  kenyataan (reality  testing)  melaluIkomunikasi dan umpan balik
dengan atau dari orang lain.
 Membentuk sosialisasi
 Meningkatkan  fungsi  psikologis,  yaitu  meningkatkan  kesadaran  tentang hubungan antara reaksi
emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.
 Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.
INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK

 Semua klien terutama klien rehabilitasi perlu memperoleh terapi aktifitas kelompok kecuali mereka yang
: psikopat dan sosiopat, selalu diam dan autistic, delusi tak terkontrol, mudah bosan.
 Ada berbagai persyaratan bagi klien untuk bisa mengikuti terapi aktifitas kelompok antara lain : sudah
ada observasi dan diagnosis yang jelas, sudah tidak terlalu gelisah, agresif dan inkoheren dan wahamnya
tidak terlalu berat, sehingga bisa kooperatif dan tidak mengganggu terapi aktifitas kelompok.
 Untuk pelaksanaan terapi aktifitas kelompok di rumah sakit jiwa di upayakan pertimbangan tertentu
seperti : tidak terlalu ketat dalam tehnik terapi, diagnosis klien dapat bersifat heterogen, tingkat
kemampuan berpikir dan pemahaman relatif setara, sebisa mungkin pengelompokan berdasarkan
problem yang sama

Tahapan dalam TAK

            Menurut Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009 :

a)            Fase Prakelompok

Dimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota,


kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan. Menurut Dr. Wartono (1976) dalam
Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan
jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK
adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat
(Yosep, 2007).

b)         Fase Awal Kelompok

Fase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peran baru. Yalom (1995)
dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif.
Sementara Tukman (1965) dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase,
yaitu forming, storming, dannorming. 
1)      Tahap Orientasi

Anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi
dan menyepakati kontrak dengan anggota.

2)      Tahap Konflik

Merupakan  masa  sulit  dalam  proses  kelompok.  Pemimpin  perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik
positif maupun negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik. Serta mencegah perilaku
perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).

3)      Tahap Kohesif

Anggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain (Keliat, 2004).

c)         Fase Kerja Kelompok

Pada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis (Keliat, 2004).  Pada 
akhir  fase  ini,  anggota  kelompok  menyadari produktivitas  dan  kemampuan  yang  bertambah  disertai 
percaya  diri  dan kemandirian (Yosep, 2007).

d)         Fase Terminasi

Terminasi  yang  sukses  ditandai  oleh  perasaan  puas  dan  pengalaman kelompok  akan  digunakan 
secara  individual  pada  kehidupan  sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir
(Keliat, 2004).

MACAM TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi empat, yaitu :

a.       Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi

Fokus terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah membantu pasien yang  mengalami  kemunduran 
orientasi  dengan  karakteristik:  pasien  dengan gangguan persepsi; halusinasi, menarik diri dengan realitas,
kurang inisiatif atau ide, kooperatif, sehat fisik, dan dapat berkomunikasi verbal (Yosep, 2007).

Aktivitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan, khususnya
untuk pasien halusinasi. Aktivitas dibagi dalam empat sesi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu :

1)      Sesi pertama : mengenal halusinasi

2)      Sesi kedua : mengontrol halusinasi dan menghardik halusinasi

3)      Sesi ketiga : menyusun jadwal kegiatan

4)      Sesi keempat :  cara minum obat yang benar

b.      Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori


TAK stimulasi sensori adalah TAK yang diadakan dengan memberikan stimulus tertentu kepada klien sehingga
terjadi perubhan perilaku.

Bentuk stimulus :

1)      Stimulus suara: musik

2)      Stimulus visual: gambar

3)      Stimulus gabungan visual dan suara: melihat televisi, video

Tujuan dari TAK stimulasi sensori bertujuan agar klien mengalami :

1)      Peningkatan kepekaan terhadap stimulus.

2)      Peningkatan kemampuan merasakan keindahan

3)      Peningkatan apresiasi terhadap lingkungan

Jenis TAK yaitu :

1)      TAK Stimulasi Suara

2)      TAK Stimulasi Gambar

3)      TAK Stimulasi Suara dan Gambar

c.       Terapi aktivitas orientasi realita

Terapi Aktivitas Kelompok Oientasi Realita (TAK): orientasi realita adalah upaya untuk mengorientasikan
keadaan nyata kepada klien, yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan/ tempat, dan waktu.

Klien dengan gangguan jiwa psikotik, mengalami penurunan daya nilai realitas (reality testing ability). Klien
tidak lagi mengenali tempat,waktu, dan orang-orang di sekitarnya. Hal ini dapat mengakibatkan klien
merasa asing dan menjadi pencetus terjadinya ansietas pada klien. Untuk menanggulangi kendala ini, maka
perlu ada aktivitas yang memberi stimulus secara konsisten kepada klien tentang realitas di sekitarnya.
Stimulus tersebut meliputi stimulus tentang realitas lingkungan, yaitu diri sendiri, orang lain, waktu, dan
tempat.

Tujuan umum yaitu klien mampu mengenali orang, tempat, dan waktu sesuai dengan kenyataan,
sedangkan tujuan khususnya adalah:

1)      Klien mampu mengenal tempat ia berada dan pernah berada

2)      Klien mengenal waktu dengan tepat.

3)      Klien dapat mengenal diri sendiri dan orangorang di sekitarnya   dengan tepat.
Aktivitas yang dilakukan tiga sesi berupa aktivitas pengenalan orang, tempat, dan waktu. Klien yang
mempunyai indikasi disorientasi realitas adalah klien halusinasi, dimensia, kebingungan, tidak kenal dirinya,
salah mngenal orang lain, tempat, dan waktu.

Tahapan kegiatan :

1)      Sesi I      : Orientasi Orang

2)      Sesi II    : Orientasi Tempat

3)      Sesi III   : Orientasi Waktu

E.           TERAPI KELUARGA

Terapi Keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku,
perkembangan symptom dan cara pemecahannya. Terapi keluarga dapat dilakukan sesama anggota
keluarga dan tidak memerlukan oranglain, terapis keluarga mengusahakan supaya keadaan dapat
menyesuaikan, terutama pada saat antara yang satu dengan yang lain berbeda (Almasitoh, 2012).

CARA MELAKUKAN TERAPI KELUARGA

Menurut Almasitoh (2012) terdapat empat langkah dalam proses terapi keluarga, antara lain :

a. Mengikutsertakan Keluarga, Pertemuan dilakukan di rumah, sehingga terapis mendapat


informasi nyata tentang kehidupan keluarga dan dapat merancang strategi yang cocok untuk
membantu pemecahan problem keluarga.
b. Menilai Masalah, Mencakup pemahan tentang kebutuhan, harapan, kekuatan keluarga dan
riwayatnya
c. Strategi-strategi khusus, Berfungsi untuk pemberian bantuan dengan menetukan macam
intervensi yang sesuai dengan tujuan
d. Follow Up, Memberikan kesempatan pada keluarga untuk tetap berhubungan dengan
terapis atau konselor secara periodik untuk melihat perkembangan keluarga dan
memberikan support

MANFAAT TERAPI KELUARGA

Menurut Perez (dalam Hasnidah, 2002) secara khusus Family Conseling/ terapi bermanfaat untuk :

a. Membuat semua anggota keluarga dapat mentoleransikan cara atau perilaku yang unik dari
setiap anggota keluarga
b. Menambah toleransi setiap anggota keluarga terhadap frustasi, ketika terjadi konflik dan
kekecewaan, baik yang dialami bersama keluarga atau tidak bersama keluarga
c. Meningkatkan motivasi setiap anggota keluarga agar mendukung, membesarkan hati, dan
mengembangkan anggota lainnya
d. Membantu mencapai persepsi parental yang realistis dan sesuai dengan persepsi anggota
keluarga

KASUS-KASUS YANG DISELESAIKAN DALAM TERAPI KELUARGA

Terdapat beberapa kasus yang dapat diselesaikan dengan terapi keluarga yaitu perceraian, pernikahan
kembali, keluarga modern yang kedua ayah dan ibu bekerja, kenakalan remaja dan juga konflik keluarga
apabila salah satu anggota keluarga menjadi transgender sehingga dibutuhkan terapi keluarga agar seluruh
anggota keluarga dapat siap menerima dan beradaptasi dengan perubahan unik terhadap salah satu
anggota keluarga yang menjadi transgender.

F. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada
klien dari perilaku maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan
rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan
berubah perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
Perawat mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan harga diri, belajar
ketrampilan dan perilaku baru yang bertujuan untuk memampukan klien dapat hidup di luar lembaga
yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih dari rumah sakit ke
komunitas.
Terapi Okupasi
Pengertian Terapi Okupasi
Terapi okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan suatu tugas terpilih yang telah ditemukan, dengan maksud mempermudah belajar fungsi
dan keahlihan yang dibutuhkan dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal yang perlu
ditekankan dalam terapi okupasi adalah bahwa pekerjaan atau kegiatan yang dilaksanakan oleh klien bukan
sekedar memberi kesibukan pada klien saja, akan tetapi kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan dapat
menyalurkan bakat dan emosi klien, mengarahkan ke suatu pekerjaan yang berguna sesuai kemampuan
dan bakat, serta meningkatkan prokdutivitas(Kusumawati, F & Hartono, Y. 2010, hlm. 149).
Terapi okupasi berasal dari kata Occupational Therapy. Occupational berarti suatu pekerjaan, therapy
berarti pengobatan. Jadi,Terapi Okupasi adalah perpanduan antara seni dan ilmu pengetahuan untuk
mengarahkan penderita kepada aktivitas selektif, agar kesehatan dapat ditingkatkan dan dipertahankan,
serta mencegah kecacatan melalui kegiatan dan kesibukan kerja untuk penderita cacat mental maupun
fisik. (American Occupational Therapist Association). Terapis okupasi membantu individu yang mengalami
gangguan dalam fungsi motorik,sensorik, kognitif juga fungsi sosial yang menyebabkan individu tersebut
mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas perawatan diri, aktivitas produktivitas, dan dalam
aktivitas untuk mengisi waktu luang. Tujuan dari pelatihan terapi okupasi itu sendiri adalah untuk
mengembalikan fungsi penderita semaksimal mugkin, dari kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan
pada kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana dengan
memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat mandiri di dalam keluarga maupun
masyarakat (Nasir & Muhith, 2011, hlm. 259).
Perbedaan Terapi Okupasi dan Rehabilitasi Medis
Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi seseorang untuk melaksanakan suatu
tugas tertentu yang telah ditentukan dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat, dan meningkatkan
kemampuan, serta mempermudah belajar keahlian atau fungsi yang dibutuhkan dalam proses
penyesuaikan diri dengan lingkungan. Selain itu, juga untuk meningkatkan produkivitas, mengurangi dan
atau memperbaiki ketidaknormalan (kecacatan), serta memelihara atau meningkatkan derajat kesehatan.
Terapi okupasi lebih dititik beratkan pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang,
kemudian memelihara atau meningkatkannya sehingga dia mampu mengatasi masalah-masalah yang
diharapkannya. Terapi okupasi menggunakan okupasi (pekerjaan atau kegiatan) sebagai media. Tugas
pekerjaan atau kegiatan yang dipilihkan adalah berdasarkan pemilihan terapis disesuaikan dengan tujuan
terapis itusendiri. Jadi, bukan hanya sekedar kegiatan untuk membuat seseorang sibuk. Tujuan utama
terapi okupasi adalah membentuk seseorang agar mampu berdiri sendiri tanpa menggantungkan diri pada
pertolongan orang lain.
Rehabilitasi adalah suatu usaha yang terkoordinasi yang terdiri atas usaha medis, sosial, edukasional, dan
vokasional, untuk melatih kembali seseorang untuk mencapai kemampuan fungsional pada taraf setinggi
mungkin. Sementara itu, rehabilitasi medis adalah usaha-usaha yang dilakukan secara medis khususnya
untuk mengurangi invaliditas atau mencegah memburuknya invaliditas yang ada (Nasir & Muhith, 2011,
hlm. 261).
Fungsi dan Tujuan Terapi Okupasi
Fungsi dan tujuan terapi okupasi terapi okupasi adalah terapan medis yang terarah bagi pasien fisik
maupun mental dengan menggunakan aktivitas sebagai media terapi dalam rangka memulihkan kembali
fungsi seseorang sehingga dia dapat mandiri semaksimal mungkin. Aktivitas tersebut adalah berbagai
macam kegiatan yang direncanakan dan disesuaikan dengan tujuan terapi. Pasien yang dikirimkan oleh
dokter, untuk mendapatkan terapi okupasi adalah dengan maksud sebagai berikut.
1. Terapi khusus untuk pasien mental atau jiwa.
a. Menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat mengembangkan kemampuannya untuk
dapat berhubungan tanggalan orang lain dan masyarakat sekitarnya.
b. Membantu dalam melampiaskan gerakan-gerakan emosi secara wajar dan produktif
c. Membantu menemukan kemampuan kerja yang sesuai dengan bakat dan keadaannya
d. Membantu dalam pengumpulan data guna menegakkan diagnosis dan penetapan terapi lainnya
2. Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi, kekuatan otot, dan
koordinasi gerakan.
3. Mengajarkan Aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan fasilitas
umum (telepon, televisi, dan lain-lain), baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang bersih, dan lain-
lain
4. Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di rumahnya, dan memberi saran
penyederhanaan (silifikasi) ruangan maupun letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.
5. Meningkatkan toleransi kerja, memelihara, dan meningkatkan kemampuan yang masih ada. 6.
Menyediakan berbagai macam kegiatan untuk dijajaki oleh pasien sebagai langkah dalam pre-cocational
training. Berdasarkan aktivitas ini akan dapat diketahui kemampuan mental dan fisik, kebiasaan kerja,
sosialisasi, minat, potensi dan lainnya dari pasien dalam mengarahkannya pada pekerjaan yang tepat
dalam latihan kerja.
7. Membantu penderita untuk menerima kenyataan dan menggunakan waktu selama masa rawat dengan
berguna.
8. Mengarahkan minat dan hobi agar dapat digunakan setelah kembali ke keluarga. Program terapi okupasi
adalah bagian dari pelayanan medis untuk tujuan rehabilitasi total seorang pasien melalui kerjasama
dengan petugas lain di rumah sakit. Dalam pelaksanaan terapi okupasi kelihatannya akan banyak
overlapping dengan terapi lainnya sehingga dibutuhkan adanya kerjasama yang terkoordinir dan terpadu
(Nasir & Muhith, 2011, hlm. 262).
Peranan Terapi Okupasi atau Pekerjaan dalam Pengobatan
Menurut Nasir & Muhith, 2011, hlm. 263.
Aktivitas dalam terapi okupasi digunakan sebagai media baik untuk evaluasi, diagnosis, terapi, maupun
rehabilitasi, dengan mengamati dan mengevaluasi pasien saat mengerjakan suatu aktivitas dan menilai
hasil pekerjaan dapat ditentukan arah terapi dan rehabilitasi selanjutnya dari pasien tersebut. Penting
untuk diingat bahwa aktivitas dalam terapi okupasi tidak untuk menyembuhkan, tetapi hanya sebagai
media.
Diskusi yang terarah setelah penyelesaian suatu aktivitas adalah sangat penting karena dalam kesempatan
tersebut terapis dapat mengarahkan pasien dan pasien dapat belajar mengenal dan mengatasi
persoalannya. Aktivitas yang dilakukan pasien diharapkan dapat menjadi tempat untuk berkomunikasi lebih
baik dalam mengekspresikan dirinya. Kemampuan pasien akan dapat diketahui baik oleh terapi maupun
oleh pasien itu sendiri melalui aktivitas yang dilakukan oleh pasien. Alatalat atau bahan-bahan yang
digunakan dalam melakukan suatu aktivitas, pasien akan didekatkan dengan kenyataan terutama dalam hal
kemampuandan kelemahannya. Aktivitas dalam kelompok akan dapat merangsang terjadinya interaksi
diantara anggota yang berguna dalam meningkatkan sosialisasi dan menilai kemampuan diri masing-
masing dalam hal keefisiensinya untuk berhubungan dengan orang lain. Aktivitas yang dilakukan meliputi
aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi di mana saat dipengaruhi oleh konteks terapi secara
keseluruhan, lingkungan, sumber yang tersedia, dan juga oleh kemampuan si terapis sendiri (pengetahuan,
keterampilan, minat, dan kreativitasnya). Adapun hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dalam terapi
okupasi antara lain sebagai berikut.
1. Jenis. Jenis aktivitas dalam terapi okupasi adalah sebagai berikut.
a. Latihan gerak badan.
b. Olahraga.
c. Permainan.
d. Menjahit.
e. Kerajinan tangan.
f. Kesehatan, kebersihan, dan kerapihan pribadi
g. Pekerjaan sehari-hari (aktivitas kehidupan sehari-hari)
h. Pekerjaan pre-vokasional
i. Seni (tari, musik, lukis, drama, dan lain-lain)
j. Rekreasi (tamasya, nonton bioskop/drama, pesta ulang tahun, danlain-lain).
k. Diskusi dengan topik tertentu (berita surat kabar, majalah, televisi,radio atau keadaan
lingkungan).

2.Karakteristik aktivitas.
Aktivitas dalam terapi okupasi adalah segalamacam aktivitas yang dapat menyibukkan seseorang secara
produktifyaitu sebagai suatu media untuk belajar dan berkembang, sekaligussebagai sumber kepuasan
emosional maupun fisik. Oleh karena itusetiap aktivitas yang digunakan dalam terapi okupasi harus
mempunyaikarakteristik sebagai berikut.
a. Setiap gerakan harus mempunyai alasan dan tujuan terapi yang jelas. Jadi bukan hanya
sekedar menyibukkan pasien
b. Mempunyai arti tertentu bagi pasien, artinya dikenal oleh atau ada hubungannya dengan pasien
c. Pasien harus mengerti tujuan mengerjakan kegiatan tersebut, dan apa kegunaannya terhadap upaya
penyembuhan penyakitnya.
d. Harus dapat melibatkan pasien secara aktif walaupun minimal
e. Dapat mencegah lebih beratnya kecacatan atau kondisi pasienbahkan harus dapat meningkatkan
atau setidak-tidaknyamemelihara kondisinya
f. Harus dapat memberi dorongan agar si pasien mau berlatih lebihgiat sehingga dapat
Mandiri
g. Harus sesuai dengan minat, atau setidaknya tidak dibenci olehnya.
h. Harus dapat dimodifikasi untuk tujuan peningkatan atauPenyesuaian dengan kemampuan
pasien.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih aktivitas adalah sebagai


berikut.
a. Apakah bahan yang digunakan merupakan yang mudah dikontrol,ulet, kasar, kotor, halus,
dan sebagainya.
b. Apakah aktivitas rumit atau tidak
c. Apakah perlu disiapkan sebelum dilaksanakan.
d. Cara pemberian intruksi bagaimana
e. Bagaimana kira-kira setelah hasil selesai
f. Apakah dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga dapatdisesuaikan dengan kemampuan
dan keterampilan pasien.
g. Apakah perlu pasien membuat keputusan
h. Apakah perlu konsentrasi
i. Interaksi yang mungkin terjadi apakah menguntungkan
j. Apakah diperlukan kemampuan berkomunikasi
k. Berapa lama dapat diselesaikan
BAB III

PENUTUP

        KESIMPULAN

Sampai dengan saat ini tidak ada jenis terapi yang dapat mengatasi semua masalah gangguan jiwa klien. Kombinasi
terapi merupakan keharusan. Untuk itu perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengkombinasikan
berbagai terapi sehingga perubahan perilaku yang dicapai akan maksimal. Untuk mencapai langkah ini tentu dituntut
semakin meningkatnya pengetahuan dan kemampuan perawat dalam melaksanakan berbagai pendekatan/strategi
terapi ini. Belajar berkelanjutan karenanya menjadi hal yang wajib dilakukan setiap perawat jiwa.

        SARAN

         Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa mampu memahami pemberian terapi untuk pasien, sehingga bisa
menentukan terapi yang cocok untuk pasien yang mengalami masalah kejiwaan

Anda mungkin juga menyukai