Anda di halaman 1dari 21

FISIOLOGI PERNAFASAN DARI JANIN NEONATUS HINGGA BAYI

I. PENDAHULUAN

Neonatus didefinisikan sebagai bayi dalam usia 44 minggu pertama usia


postkonsepsi (PCA) dimana PCA adalah usia kehamilan pasca kelahiran. Neonatus
sendiri dibagi menjadi neonatus awal dengan usia hingga tujuh hari pertama dan
neonatus akhir yaitu dari hari ke-7 sampai hari ke-28. Bayi baru lahir (newborn)
adalah bayi dalam waktu 24 jam pertama lahir sedangkan infant adalah anak sampai
usia satu tahun.

Bayi yang baru lahir dikelompokkan berdasarkan usia kehamilan dan


bertanya. Bayi kurang bulan (premature) yaitu yang lahir kurang dari 37 minggu.
Bayi cukup bulan (mature) yaitu bayi yang lahir antara 37-42 minggu, sedangkan
bayi lebih bulan (postmature) yaitu bayi yang lahir lebih dari 42 minggu. Menurut
beratnya, dikatakan kecil massa kehamilan (KMK) apabila bayi yang lahir dengan
berat dibawah percentile 10, sesuai massa kehamilan (SMK) apabila berada diantara
percentile 10-98, dan diatas percentile 98 artinya besar massa kehamilan (BMK).

Meskipun bayi KMK beratnya dapat sama dengan bayi premature, akan tetapi
terdapat perbedaan karakter fisiologik diantara keduanya. Bayi KMK memiliki
hutang gizi dan kekurangan lemak tubuh yang dapat meningkatkan resiko hipotermi,
hipoglekimia yang dapat berkembang lebih cepat serta terdapat penuturan jumlah
cadangan glikogen dalam tubuh. Sel darah merah (RBC) dan Volume darah total pada
bayi KMK lebih tinggi dibandingkan pada bayi premature. Peningkatan RBC ini
dapat berperan dalam terjadinya polisitemia yang berperan dalam peningkatan
kekentalan darah. Bayi KMK memiliki fungsi paru-paru mendekati bayi yang lahir
normal pada umumnya.
Pemeriksaan fisik pada bayi premature didapatkan kulitnya lebih tipis dan
transparan tidak ada garis-garis telapak (minimal), jari-jari kesannya lemah,
pertumbuhan tulang rawan telinga belum sempurna, pada wanita testisnya biasanya
belum turun dan pertumbuhan scrotumnya belum sempurna.

Berat badan bayi lahir dapat turun 10% dibawah berat badan lahir pada
minggu pertama kelahiran disebabkan oleh ekskresi cairan ekstravaskuler yang
berlebihan dan kemungkinan oleh asupan makanan yang kurang. Masukan makanan
membaik ketika kolostrum diganti dengan susu yang lebih berlemak. Bayi harus terus
tumbuh dan melebihi berat badan lahir pada saat umur 2 minggu dan harus
bertumbuh kira-kira 30 gr/hari selama bulan pertama. Gerakan-gerakan pada bayi
baru lahir seringkali tidak terkontrol kecuali pandangan mata, pergerakan kepala dan
penghisapan. Senyum terjadi tanpa keinginan sendiri, menangis sering kali terjadi
terhadap respon yang tidak jelas meskipun terkadang mungkin jelas kelihatan
(popoknya basah). Puncak menangis secara normal yaitu sekitar usia 6 minggu, bayi
dapat menangis hingga 3 jam/hari kemudian berkurang menjadi 1 jam atau kurang
pada usia 3 bulan.

II. SISTEM PERNAFASAN BAYI BARU LAHIR

Terdapat perbedaan anatomi pada sistem pernafasan neonatus, bayi-bayi kecil,


dan orang dewasa :

o Kepalanya relatif lebih besar dan lehernya lebih pendek.


o Lidahnya relatif lebih besar secara proporsional dengan rongga mulut.
o Lubang hidung lebih sempit dan kemungkinan menyebabkan hambatan akibat
sekresi maupun edema yang dapat menyebabkan masalah yang serius. Neonatus
bisa diistilahkan sebagai individu yang bernapas melalui hidung, tetapi hal ini
masih dipertanyakan. Beberapa neonatus mungkin tidak dapat memindahkan
jalan napasnya melalui mulut apabila lubang hidungnya tersumbat.
o Posisi laring lebih ke daerah cephalic (C4) ke arah anterior dan axis
terpanjangnya berjalan lurus pada daerah inferior dan daerah anretior.
o Jalan napas akan sangat sempit pada daerah kartilago krikoid tepat dibawah dari
plika vokalis. Kartilago ini merupakan satu – satunya bagian yang dapat pada
jalan napas. Trauma pada jaringan ini akan menyebabkan edema, bahkan edema
dalam jumlah kecil yang berbentuk lingkaran akan mengakibatkan penurunan
area jalan napas pada bayi – bayi tersebut.
o Epiglottis umumya relatif panjang dan kaku. Epiglottis berbentuk U dan tampak
posterior pada sudut 45 derajat diatas dari glottis. Biasanya, epiglottis ini
diangkat dengan menggunakan bilah dari laringoskopi sebelum glottis terlihat.
o Trakeanya pendek (sekitar 5 cm pada neonatus).
o Bronkus utama kanan lebih luas dibandingkan yang kiri dan lebih mendatar.
o Diafragma tinggi
o Alveoli belum mengembang.
o Karena tulang rusuknya lebih horizontal, ventilasi dari bayi – bayi umumya
diafragmatika. Viscera abdominal berukuran besar dan dapat menghambat
pernapasan diafragma, terutama apabila traktus gastrointestinalnya mengalami
perubahan ukuran yang lebih besar.

Cabang bronkus terbentuk sempurna pada usia kehamilan 16 minggu, belum


ada alveolus yang tampak sampai 24-26 minggu usia kehamilan. Sehingga jika bayi
lahir pada usia tersebut maka permukaan untuk difusi gas menjadi terbatas. Antara
minggu 24-28 sel kubis berubah menjadi sel gepeng dan berdifferensiasi menjadi
pneumosit (granuler) tipe 1 dan tipe 2. Pada usia 32-36 minggu ruang udara
bertambah banyak, pada saat bersamaan fospopolipid yang merupakan surfaktan
utama diparu-paru mulai melapisi ruang-ruang udara di alveolus reminalis.
Seurfaktan ini diproduksi oleh monosit tipe tipe 2 dan sangat penting untuk menjaga
stabilitas dari alveolus. Jadi, kematangan paru fetus dapat dievaluasi dengan cara
mengukur rasio fospolipid, lechithin dan spingometlin dalam cairan amnion. Rasio >2
artinya fungsi paru sudah matang, jika surfaktan kurang maka dapat menyebabkan
Hyalim membrane disease (HMD) atau respirator distress syndrome (RDS).

Gerakan pernapasan dimaulai sejak masa uteri dan karakteristiknya


berlangsung cepat, ireguler, dan akan teratur selama kehamilan yang cukup lama.
Normalnya, pernapasan ini muncul 30% dari keseluruhan waktu sepanjang trimester
ketiga, berbeda dengan keadaan saat tidur pada fetus dan tiap subjek individu
variasinya berbeda. Pergerakan pernapasan fetus akan menyebabkan perkembangan
pada paru-paru dan menjadikan latihan obat-obat respirasinya. Pengawasan terhadap
pergerakan ini akan memberikan informasi pada kesehatan dari fetus itu sendiri.
Hipoksemia menimbulkan penurunan terhadap pernapasan dari fetus, dan hipoksemia
yang berat akan menimbulkan pergerakan yang terputus-putus. Paru-paru fetus terisi
oleh cairan, yang bergerak oleh aktivitas otot-otot pernapasan. Setelah 26 hingga 28
minggu dari masa kehamilan, produksi dari surfaktan dibuat oleh pneumosit tipe II.
Surfaktan disekresikan ke dalam paru-paru dan dapat dideteksi di dalam contoh
cairan amnion, memberikan penialain diagnostik kematangan paru dan prognosis dari
neonatus itu.

1. Kontrol Pernapasan Pada Neonatus

Kontrol pernapasan, termasuk mekanisme biokimia dan mekanisme refleks


umumnya terbentuk dengan baik pada neonatus sehat yang lahir normal, akan tetapi
terhadap beberapa perbedaan dibanding orang dewasa. Pernapasan pada bayi
dihubungkan dengan massa tubuh terhadap pemberian tekanan arterial karbon
dioksida (PaCO2) yang memperlihatkan tingkat metabolik yang besar. Respon
ventilasi dari neonatus terhadap hiperkapnia lebih kurang bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lebih tua, dan bertambah buruk pada nenonatus yang preterm. Segala
peningkatan dari kerja pernapasan tidak berlangsung dengan baik. Kurva kemiringan
terhadap respon karbon dioksida lebih menurun pada bayi-bayi yang mengalami
episode henti napas dan hipoksemia menurunkan respon neonatus terhadap
hiperkapnia.

Neonatus sensitif terhadap perubahan tekanan oksigen arteri (PaO2). Respon


ventilasi dari neonatus terhadap hipoksia dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk
masa kehamilan dan masa postnatal, suhu badan, dan keadaan saat tidur. Bayi-bayi
preterm maupun aterm yang berusia 1 minggu lebih maka muda yang terbangun dan
bersuhu badan normal biasanya memperlihatkan sebuah respon bifasik terhadap
hipoksemia, sebuah periode singkat dari hiperpneu yang diikuti oleh depresi ventilasi.
Bayi-bayi yang mengalami hipotermia dan bayi-bayi preterm yang bertubuh kecil
berespon terhadap hipoksemia dengan cara depresi ventilasi tanpa adanya inisial
hiperpneu. Depresi ventilasi ini disebabkan oleh efek sentral dari hipoksia pada
daerah korteks dan medulla. Kemoreseptor perifer, walaupun sudah aktif pada masa
neonatus tetapi tidak mampu menjaga peningkatan yang signifikan dari respon
hipoksia. Bayi -bayi memperlihatkan respon yang kurang terhadap hipoksia selama
masa tidur REM (rapid eye movement). Pada neonatus, hipoksia juga menekan respon
ventilasi terhadap karbon dioksida. Hipoksia akan menginduksi pernapasan yang
periodik pada bayi-bayi. Bayi-bayi aterm yang berusia lebih tua 2 sampai 3 minggu
memperlihatkan hiperpneu terhadap respon dari hipoksia, kemungkinan akibat
kematangan fungsi dari kemoreseptor.

Refleks yang berasal dari paru-paru dan dinding dada kemungkinan lebih
penting dalam menjaga ventilasi pada neonatus, berperan dalam mengkompensasi
mekanisme kontrol yang inadekuat. Refleks inflasi Hering-Breuer, dimana refleks ini
aktif pada masa neonatus, bahkan lebih baik pada bayi-bayi preterm. Refleks ini
menghilang selama Masa tidur REM dan secara progresif menurun pada minggu-
minggu awal kehidupan. Refleks kepala paradoksikal, inspirasi panjang yang
distimulasi oleh inflasi paru-paru yang kecil, aktif pada masa neonatus. Refleks ini
berperan dalam menjaga volume paru-paru pada neonatus.

Pernapasan periodik (Ventilasi cepat yang diselingi oleh periode apneu selama
kurang lebih 5-10 detik) terjadi pada banyak bayi-bayi preterm maupun beberapa
bayi-bayi yang full-term. Hal ini dihubungkan dengan peningkatan aktivitas
kemoreseptor perifer. Pada bayi - bayi preterm, peningkatan PaCO 2 lebih besar
daripada normal terjadi pada episode pernapasan periodik tersebut, akan tetapi detak
jantungnya tidak mengalami perubahan secara signifikan. Pada bayi - bayi yang
aterm, hipokapnia mungkin terjadi selama periode pernapasan periodik tersebut, yang
tampaknya tidak memiliki masalah fisiologi yang serius dan biasanya berhenti pada
minggu ke 44 – 46 setelah konsepsi terjadi. Pernapasan periodik hanya terjadi sekitar
3% dari waktu pernapasan tanpa apneu; fraksi yang lebih besar dari pada itu pada
bayi - bayi aterm kemungkinan merupakan tanda bahaya dari abnormal kontrol dari
ventilasi. Beberapa bayi - bayi preterm memperlihatkan bahaya yang lebih jauh dan
ancaman jiwa yang sungguh - sungguh dari episode apneu tersebut. Hal ini umumnya
terjadi selama 20 detik dan diiringi oleh bradikardia (kemungkinan akibat refleks
kemoreseptor yang segera) dan desaturasi oksigen hemoglobin. Masa apneu singkat
(< 20 detik) kemungkinan diikuti oleh bradikardi yang signifikan (<80 kali/menit).
Patogenesis dari apneu pada bayi - bayi yang preterm belum sepenuhnya diketahui
secara pasti. Apneu mungkin menggambarkan sebuah ketidakmatangan sistem
kontrol pernapasan pusat karena hal ini cenderung akan membaik pada jaringan otak
yang matang. Bagaimanapun, variasi mekanisme patofisiologi adalah rumit. Episode
apneu mungkin hasil dari kegagalan dari mekanisme kontrol pusat (sentral apneu); hal
ini termasuk tidak adanya kegagalan ventilasi. Hal ini mungkin diakibatkan oleh
obstruksi jalan napas (obstruktif apneu), dimana dalam kasus ini mungkin terjadi
namun tidak ada pertukaran gas terjadi. Obstruktif biasa terjadi pada nasofaring,
faring, atau hipofaring dari bayi - bayi. Apneu kombinasi (sebuah kombinasi dari
sentral dan obstruktif) mungkin juga terjadi dan sebuah tipe kemungkinan menjadi
tipe lainnya (obstruktif apneu mungkin berkembang menjadi apneu sentral). Apneu
mungkin terjadi dari kegagalan otot-otot ventilasi. Banyak episode apneu terjadi
selama masa tidur REM, hal ini mungkin terjadi karena kelelahan otot-otot ventilasi
merupakan salah satu faktor utamanya. Walaupun apneu neonatus kemungkinan
idiopatik, hal ini bisa juga merupakan sebuah gejala dari proses penyakit tertentu,
seperti sepsis, perdarahan intrakranial, anemia, hipoglikemia, hipotermia, sensitif
terhadap pemberian sedasi, ataupun patent ductus arteriosus.

Bayi-bayi preterm harus secara hati-hati diawasi untuk mendeteksi episode


apneu. Pengobatannya adalah dengan stimulasi taktil atau apabila hal ini gagal,
dengan menggunakan resusitasi bag-mask. Insidensi dari episode apneu menurun
dengan terapi menggunakan aminofilin atau kafein (stimulasi sentral) atau melalui
pemberian tekanan positif pada jalan napas (meningkatkan aktifitas refleks dari paru -
paru dan dinding dada). Bayi-bayi preterm dan bayi-bayi yang pernah lahir preterm
hingga umur 60 minggu setelah konsepsi, terutama bayi dengan anemia, adalah
sangat berisiko untuk mengalami postoperatif apneu bahkan ketika bebas apneu saat
dilakukannya anestesi. Bayi ini akan mendapatkan keuntungan dari pengawasan
postoperatif yang tepat di ICU maupun unit observasi yang sejenis dengan
pengawasan apneu.

2. Otot - Otot Respirasi

Diafragma dan otot interkostal memiliki dua jenis serat otot:

1. Tipe I: Serat otot oksidatif tinggi yang dapat dianggap lambat berkontraksi,
resisten kelelahan, serat otot maraton. Serat otot ini membantu untuk
mempertahankan aktivitas otot yang berkepanjangan.
2. Tipe II: Serat Otot oksidatif rendah, serat otot yang cepat berkontraksi yang
aktif untuk jangka waktu yang singkat, tetapi tidak dapat mempertahankan
aktivitas yang berkepanjangan.

Proporsi serat otot tipe I ditunjukkan pada Tabel 4.2. Ketidak matangan otot
menjelaskan mengapa neonatus dan bayi cepat mengalami kegagalan pemafasan dan
apnea jika ada peningkatan kerja pernapasan, misalnya obstruksi saluran napas.1
Otot Prematur Neonate Mature
Diafragma 10% 25-30% 55%
Intercostal 20% 40% 65%

Tabel 1. Proporsi serat otot tipe I

Bayi prematur menghabiskan 50-60% waktunya di keadaan tidur REM (rapid


eye Movement) di mana aktivitas otot interkostal dihambat dan gerakan paradoks dari
dinding dada lunak terjadi. Ini dikompensasi dengan perluasan tertentu pada
diafragma. Saat fetus melewati jalan lahir terjadi kompresi pada dada, memaksa
banyak cairan yang berasal dari paru untuk keluar lewat hidung dan mulut. Pada saat
keluar, kompresi ini berkurang dan udara terisap masuk ke dalam paru. Stimulus
perifer pada neonatus (dingin, sentuhan, temperature, dll) dan stimulus biokimia
(pernapasan dan asidosis metabolik) diduga menginisiasi pernapasan yang regular
dan berkelanjutan. Faktor lain mungkin berpengaruh seperti peningkatan tekanan
parsial oksigen atau pemindahan pusat inhibisi biokimia. Pernapasan spontan yang
pertama kali ditandai dengan peningkatan tekanan transpulmoner (>50 Cm
H2O).'Mereka mempertahankan FRC dari paru – paru neonatus. Sisa cairan paru
dikeluarkan beberapa hari setelah kehidupan oleh jaringan limfatik pulmoner dan
pembuluh darah. Bayi - bayi yang keluar melalui seksio cesaria tidak sama dengan
neonatus yang mengalami tahanan di daerah dada dan mungkin akan memiliki cairan
sisa yang lebih banyak pada paru - paru. Hal ini akan menyebabkan neonatus tersebut
mengalami gangguan pernapasan yang transien.
Keseimbangan dari matriks alveolar pada neonatus tergantung pada adanya
jumlah surfaktan yang adekuat, yang mungkin jumlahnya kurang pada bayi - bayi
yang preterm. Kekurangan dari surfaktan akan menyebabkan kolaps alveoli,
maldistribusi dari ventilasi, kegagalan pertukaran gas, dan peningkatan kerja
pernapasan (RDS, respiratory distress syndrome). Tidak mengherankan,
pneumothoraks lebih sering terjadi pada masa neonatus dibanding periode umur
lainnya.

Otot - otot respirasi pada neonatus biasanya mengalami kelelahan,


kecenderungan ini tergantung dari tipe serat otot yang ada. Pada diafragma, 10% dari
serat otot adalah tipe I (lambat berkontraksi, oksidatif tinggi, resisten terhadap lelah)
pada bayi - bayi preterm, dimana akan meningkat sebanyak 25% pada bayi - bayi
aterm, dan mencapai maksimum hingga 55% (tingkat orang dewasa) setelah 8 bulan
post-partum. Di interkostal, 20%, 46%, dan 65% tipe seratnya adalah tipe I pada grup
usia yang sama, dengan tingkat maksimumnya dicapai dalam 2 bulan post-partum.
Dengan demikian, bayi preterm rawan mengalami kelelahan otot ventilasi, sebuah
predisposisi yang akan menghilang sejalan dengan kematangan. Ventilasi juga
dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi selama periode tidur. Bayi preterm
menghabiskan 50% hingga 60% waktunya untuk berada pada waktu tidur REM,
selama waktu ini, aktivitas otot interkostal dihambat dan pergerakan paradoksikal dari
dinding dada halus akan terjadi. Penurunan aktivitas otot interkostal diikuti oleh
peningkatan aktivitas diafragma. Aktivitas ini kebanyakan terbuang ketika tulang iga
bergerak paradoksikal dan mungkin akan menimbulkan kelemahan diafragma.

3. Mekanisme Respirasi

Secara umum mekanisme Pernapasan pada bayi yang baru lahir lebih buruk
dibandingkan dewasa karena:
 Tulang rusuk lebih horizontal dan tidak memiliki gerakan bucket handle
seperti orang dewasa. Oleh karena itu, ada sedikit ekspansi Antero -
posterior dan ekspansi lateral (Gbr. 4.5).

Gambar. 4.5. Sebuah perbandingan mekanism pernafasan pada anak dan


dewasa. Perhatikan gerakan '''bucket handle" pada orang dewasa
dibandingkan dengan gerakan 'piston' seperti gerakan dan diafragma yang
tinggi di neonatus.
 Otot-otot interkostalis yang belum matur dan lemah.
 Sternum dan rongga toraks yang lunak dan elastis sehingga timbul
gerakan paradoks
 Diafragma tinggi dan pergerakannya seperti piston. Ini adalah otot yang
paling penting dari respirasi. Diafragma, seperti dalam kasus distensi dari
lambung atau usus, merugikan respirasi.

Kapasitas paru-paru meningkat secara perlahan setelah kelahiran saat cairan


menghilang dari paru-paru. Tahanan dinding dada oleh bayi (terutama bayi preterm)
adalah besar, oleh karena itu tahanan total kira-kira sebesar kapasitas paru-paru.
Komplians dinding dada yang besar ini menyebabkan kekuatan yang relatif lemah
untuk menjaga FRC (functional residual capacity I kapasitas residu fungsional) dan
untuk melawan aksi dari diafragma. FRC dari bayi kecil dijaga oleh tingkat
pernafasan yang cepat, titik akhir ekspirasi, kontrol ekspirasi, dan aktivitas tonus dari
otot - otot ventilasi. Tidak mengherankan bila penurunan yang cukup besar pada FRC
terjadi dengan apneu dan selama anestesi ketika agen inhalasi menekan fungsi dari
otot interkostal.

Penurunan yang besar pada FRC disertai penutupan pada jalan napas dan
gangguan oksigenasi. Inhibisi otot interkostal selama waktu tidur REM atau dengan
agen anestesi inhalasi menyebabkan kelemahan dari dinding dada dan hasilnya
terlihat pada pergerakan paradoksikal. Pergerakan paradoksikal pada dinding dada ini
ditandai ditambah oleh segala jenis obstruksi pada jalan napas. Saat anak tumbuh
melampaui usia bayi dan masa kanak-kanak, tulang iganya menjadi kaku sehingga
kemudian menjadi lebih baik dalam melawan aksi dari diafragma dan tonus otot
interkostalnya akan menjadi lebih kurang. Tekanan transpulmoner dibutuhkan untuk
mengoptimalkan inflasi dari paru-paru yang sama dengan bayi-bayi sehat, anak, dan
dewasa. Selama ventilasi artifisial, tekanan puncak inspirasi berada pada 15 sampai
20 cm H2O adalah normal.

Jalan udara pada daerah hidung berkontribusi pada 50% dari total resistensi
jalan napas pada bayi-bayi dan sedikit berkurang pada bayi-bayi Afrika-Amerika.
Insersi dari NGT (nasogastric tube) meningkatkan resistensi ini sebanyak 50%. Jalan
udara pada hidung biasanya ukurannya tidak sama; apabila sebuah NGT dimasukkan,
seharusnya ditempatkan pada lubang hidung yang lebih kecil, sehingga memiliki efek
yang lebih kecil pada resistensi total pada jalan udara pada hidung. Resistensi jalan
udara periferal pada neonatus adalah kecil tetapi meningkat seiring dengan
bertambahnya umur.

4. Volume Paru

Pada bayi aterm, kapasitas total paru - paru adalah sekitar 160 ml; FRC sekitar
setengah dari volume ini. VI kira - kira 16 ml (6-7 ml/kg) dan Vd adalah sekitar 5 ml
(30% dari VI). Sehubungan dengan ukuran tubuh, semua volume tersebut sama
dengan nilai pada orang dewasa. Dengan catatan, bagaimanapun, terdapat ruang rugi
di anestesi atau sirkuit ventilator yang lebih signifikan dengan hubungannya kepada
volume yang kecil pada bayi (5 ml ruang rugi akan meningkatkan total efektif Vd
sebanyak 100%).

Berlawanan dengan volume paru yang statis, Va proporsional lebih besar pada
neonatus (-100-150 ml/kg/menit) disbanding orang dewasa (~60 ml/kg/menit). Va
yang tinggi ini pada bayi - bayi akan menghasilkan rasio Va : FRC 5 : 1 ,
dibandingkan dengan 1,5 : 1 pada orang dewasa. Sebagai konsekuensinya, FRC
sebagai "buffer" yang kurang efektif pada bayi, oleh karena itu perubahan dalam
konsentrasi gas yang diinspirasikan (termasuk gas anestesi) adalah lebih cepat terlihat
dalam alveolar dan arteri.

CV (vital capacity) relatif lebih besar pada bayi - bayi dan anak berusia muda
disbanding dewasa muda; itu mungkin melebihi FRC untuk mengganggu Vt selama
inspirasi normal. Penutupan jalan napas selama respirasi normal dapat menjelaskan
penurunan nilai normal dari Pao2 pada bayi - bayi dan neonatus. Penurunan FRC,
yang biasanya terjadi selama anestesi umum dan timbul pada periode postoperatif,
lebih lanjut meningkatkan CV yang luas dan meningkatkan A-aDCh. Bayi ataupun
anak - anak, penurunan terbesar pada FRC. Penurunan FRC pada intraoperatif
mungkin sebagian dibalikkan oleh tekanan positif jalan napas yang terus-menerus.

Total area permukaan pada jaringan alveoli yang berhubungan dengan udara
lebih kecil pada bayi (2,8m2). Area ini berhubungan dengan tingkat metabolik yang
tinggi terhadap oksigen, hal ini tampak pada rasio perbandingan antara area
permukaan dan rata - rata konsumsi oksigen lebih kecil pada bayi dibandingkan orang
dewasa. Sebagai hasilnya. bayi memiliki penurunan kemampuan untuk cadangan
pada pertukaran gas. Pada beberapa kasus, sisa jaringan paru yang masih sehat
mungkin tidak adekuat untuk mempertahankan hidup.

5. Kerja Pernapasan
Otot - otot respirasi umumnya tidak dapat melawan resistensi jalan udara dan
rekoil elastik dari paru - paru dan dinding dada. Dua faktor ini menyatakan ventilasi
optimal dan sebuah Vt yang diantarkan dan diberikan oleh Va menggunakan energy
otot yang minimal untuk setiap anak. Oleh karena waktu konstan pada paru bayi
relatif lebih kecil, ventilasi alveolar yang efisien dapat dicapai pada tingkat respirasi
yang tinggi. Pada neonatus, tingkat respirasi 37 kali/menit sudah diperhitungkan
merupakan jumlah yang paling efisien. Bayi – bayi aterm serupa dengan orang
dewasa yang memerlukan 1% dari energi metabolik mereka untuk menjaga ventilasi;
oksigen yang dibutuhkan pada pernapasan adalah 0,5 ml / 0,5 L dari ventilasi. Bayi
preterm memiliki jumlah oksigen yang dibutuhkan lebih besar saat pernapasan (0,9
ml/0,5 L), dimana akan mengalami peningkatan apabila paru - parunya sakit, seperti
pada RDS atau bronkopulmoner displasia.

6. Surfaktan Paru

Surfaktan pada lapisan alveolar menstabilisasikan alveoli, mencegah kolaps


alveoli pada saat ekspirasi. Menurunkan tegangan permukaan pada permukaan udara-
cairan pada alveoli juga menurunkan tenaga yang dibutuhkan untuk ekspansi ulang.
Surfaktan utama pada paru adalah lecithin, yang diproduksi oleh pneumosit tipe II.
Jumlah lecithin pada paru fetus meningkat secara progresif, dimulai sejak 22 minggu
semenjak kehamilan dan meningkat secara tajam pada umur 35-36 minggu kehamilan
dimana parunya sudah matang. Produksi lecithin dari paru dapat dinilai dengan
menggunakan rasio lecithin/sphyngomyelin (L/S) pada cairan amnion dan hal ini
digunakan untuk mengukur maturitas paru dan memprediksikan terjadinya RDS.
Rasio L/S biasanya kurang pada umur 1 hingga 32 masa kehamilan, mencapai 2 saat
umur 35 minggu, dan 4 hingga 6 pada bayi aterm.

Bayi-bayi preterm dengan produksi lecithin paru yang inadekuat akan


menderita RDS. Jalur biokimia untuk produksi surfaktan kemungkinan ditekan oleh
hipoksia, hiperoksia, asidosis, atau hipotermia; Karenanya, koreksi secara cepat
terhadap kelainan abnormal tersebut pada neonatus yang sakit sangatlah penting.
Inhalasi agen anestesi nampaknya memiliki efek yang kecil pada produksi surfaktan.
Maturasi dari proses biokimia pada paru fetus in uteri dapat dipercepat dengan
menggunakan kortikosteroid pada ibunya. Penggunaan terapi surfaktan eksogen
untuk mengobati RDS saat ini sudah dikembangkan.

Defisiensi surfaktan dapat menyebabkan terjadinya HMD. Terapi pengganti


surfaktan dapat meningkatkan oksigenasi. 3 macam preparat surfaktan:

a. Surfaktan yang berasal dari paru sapid an babi


b. Surfaktan manusia yang berasal dari cairan amnion
c. Surfaktan buatan

Baik surfaktan alami ataupun sintetik, telah terbukti efektif dalam terapi dan
pencegahan RDS. Pada beberapa penelitian ternyata surfaktan alami dapat
memberikan perbaikan yang lebih cepat dibandingkan sintetik dalam hal lebih kurang
kebutuhan ventilator, lebih kurang kejadian pneumotorax, lebih banyak penurunan
dysplasia bronkopulmonal, serta mortalitas lebih sedikit. Namun kelebihan surfaktan
sintetik, resiko perdarahan intraventrikel lebih kurang, lebih sedikit pemaparan
dengan antigen binatang serta harganya yang lebih murah.

7. Pertumbuhan dan Perkembangan Paruh

Paru - paru terus berkembang selama 2 dekade pertama dalam kehidupan.


Jumlah alveoli meningkat secara cepat dalam 6 tahun pertama, hampir mencapai
jumlah orang dewasa, tetapi terus berkembang hingga masa remaja. Pada anak - anak
kecil, ukuran yang kecil pada jalan napas periferal mungkin merupakan salah satu
predisposisi terjadinya penyakit obstruktif paru seperti bronkiolitis.

SISTEM SIRKULASI BAYI BARU LAHIR


1. Sirkulasi Fetus

Pada janin, aliran darah tidak mengikuti rute yang sama dengan rute setelah
lahir pada umumnya. Perbedaan utamanya adalah penyesuaian terhadap kenyataan
bahwa janin tidak bernafas, sehingga paru tidak berfungsi. Janin memperoleh O 2 dan
mengeluarkan CO2 melalui pertukaran dengan darah ibu menembus plasenta. Karena
darah tidak perlu mengalir ke paru untuk menyerap O2 dan mengeluarkan CO2, pada
sirkulasi janin terdapat 2 jalan pintas: (1) Foramen oval, suatu lubang di septum
antara atrium kanan dan kiri, dan (2) duktus arteriosus, suatu pembuluh yang
menghubungkan arteri pulmonalis dan aorta ketika keduanya keluar dari jantung.

Gambar 1. Sirkulasi Janin

Darah beroksigen tinggi dibawa dari plasenta melalui vena umbilikalis dan
diteruskan ke dalam vena kava inferior janin. Dengan demikian, ketika dikembalikan
ke atrium kanan dari sirkulasi sistemik, darah adalah campuran dari darah beroksigen
tinggi dari vena umbilikalis dan darah vena yang beroksigen rendah yang kembali
dari jaringan janin. Selama masa janin, karena tingginya resistensi yang diakibatkan
oleh paru yang kolaps, tekanan diseparuh kanan jantung dan sirkulasi paru lebih
tinggi daripada diseparuh kiri jantung dan sirkulasi sistemik. Situasi terbalik
dibandingkan dengan setelah lahir. Karena perbedaan tekanan antara atrium kanan
dan kiri, sebagian darah campuran yang beroksigen cukup yang kembali ke atrium
kanan segera disalurkan ke atrium kiri melalui foramen ovale. Darah ini kemudian
mengalir ke dalam ventrikel kiri dan dipompa ke sirkulasi sistemik. Selain
memperdarahi jaringan, sirkulasi sistemik janin juga mengalirkan darah melalui arteri
umbilikalis agar terjadi pertukaran dengan darah ibu melalui plasenta. Sisa darah di
atrium kanan yang tidak segera dialihkan ke atrium kiri mengalir ke ventrikel kanan
yang memompa darah ke arteri pulmonalis. Karena tekanan di arteri pulmonalis lebih
besar daripada tekana di aorta, darah dialirkan dari arteri pulmonalis ke dalam aorta
melalui duktus arteriosus mengikuti penurunan gradient tekanan. Dengan demikian,
sebagian besar darah yang dipompa keluar dari ventrikel kanan yang ditujukan ke
sirkulasi paru segera dialihkan ke dalam aorta dan disalurkan kesirkulasi sistemik
mengabaikan paru yang nonfungsional.

Saat lahir, foramen ovale menutup dan menjadi jaringan parut kecil yang
dikenal sebagai fosa ovalis di septum atrium. Duktus arteriosus kolaps dan akhirnya
berdegenerasi menjadi untai ligamentosa tipis yang dikenal sebagai ligamentum
arteriosum.

2. Perubahan Sirkulasi Saat Kelahiran

Saat lahir, ventilasi pulmoner normalnya secara cepat di permantap, dan aliran
darah ke paru - paru meningkat dengan pesat ketika aliran plasenta terhenti. Ketika
paru - paru mengembang dan terisi dengan gas, resistensi vaskuler pulmoner menurun
yang ditandai oleh efek mekanik pada pembuluh darah dan relaksasi tonus vasomotor
pulmoner ketika pO2 meningkat dan tekanan parsial dari CO2 menurun di gas
alveolar. Resistensi vaskuler pulmoner menurun sebanyak 80% dari tingkat prenatal
dalam beberapa menit setelah inisiasi normal dari respirasi. Ketika resistensi vaskuler
pulmoner menurun, aliran darah ke paru - paru dan kemudian melalui vena pulmonal
ke atrium kiri meningkat, peningkatan tekanan di atrium kiri dan atrium kanan
menutup septum atrial foramen ovale.

Di saat yang bersamaan, ketika aliran plasenta terhenti karena jepitan dari
konstriksi arteri umbilikal, dalam jumlah yang besar, resistensi vaskuler yang rendah
dihilangkan dari sirkulasi sistemik. Aktivitas ini menghasilkan peningkatan yang
besar dari resistensi sistemik vaskuler dan penurunan pada aliran darah vena cava
inferior dan tekanan atrium kanan. Peningkatan pada resistensi sistemik vaskuler dan
secara bersamaan penurunan pada resistensi sistemik pulmoner akan meningkatkan
tekanan aortic diatas dari arteri pulmoner. Aliran darah yang melewati duktus
arteriosus kembali (menjadi kiri ke kanan) dan duktus tersebut akan terisi dengan
darah yang teroksigenasi. Peningkatan lokal pO2 ( ke tingkat yang lebih besar dari 50
sampai 60 mmHg) menyebabkan dinding muskuler dari duktus arteriosus mengalami
konstriksi sekunder melalui respon yang dimediasi oleh prostaglandin. Aliran
mungkin akan tetap melewati duktus tersebut selama beberapa jam setelah kelahiran,
menghasilkan murmur yang dapat di dengar. Normalnya, bagaimanapun aliran yang
melewati duktus akan tidak begitu berarti dalam 15 jam. Penutupan permanen dari
duktus biasanya selesai dalam 5 hingga 7 hari tetapi mungkin dapat tidak komplit
hingga 3 minggu.

Duktus venosus, yang menghubungkan antara vena umbilikus, vena porta, dan
vena cava inferior, juga menutup secara sempurna dalam beberapa hari setelah
kelahiran. Jalur ini menghasilkan aliran yang melewati sirkulasi hepatik dan
bagaimanapun akan menghambat metabolisme obat pada hati (analgesik opioid).

3. Sirkulasi Neonatus
Pada neonatus yang sehat, dinding yang tipis pada ventrikel kanan melampaui
pada ventrikel kiri. Hal ini dapat dilihat pada ECG, yang menggambarkan axis diatas
dari 180 derajat selama minggu pertama kehidupan. Setelah kelahiran ventrikel kanan
membesar secara disproporsional. Dalam 3 hingga 6 bulan, rasio ukuran ventrikel
dewasa dicapai (axis sekitar +90 derajat). Selama periode neonatus yang berlangsung
cepat, detak jantung adalah antara 100 hingga 170 kali per menit dan iramanya
regular, detak jantung secara berangsur - angsur menurun. Sinus aritmia umumnya
pada anak - anak. Segala irama irreguler harus dipertimbangkan hal yang abnormal.4

Tekanan daraii sistolik sekitar 60 mmHg pada neonatus aterm, dan tekanan
diastoiik adalah 35 mmHg. Pada bayi preterm mengalami penurunan tekanan arteri,
sekitar 45/25 mmHg pada bayi seberat 750 gr.

Miokardium pada neonatus berisi jaringan kontraktil yang rendah dan lebih
banyak jaringan penyokong disbanding jantung orang dewasa. Hasilnya, ventrikel
neonatus kurang komplians ketika relaksasi dan umumnya bertekanan kurang ketika
berkontraksi. Akibat penurunan komplians saat relaksasi ventrikel cenderung
membatasi jumlah curah jantung. Bradikardia diikuti oleh penurunan cardiac output.
Penurunan komplians ventrikel dari neonatus juga tergantung oleh tekanan pengisian
yang adekuat, sehingga hipovolemia akan diikuti oleh penurunan dari cardiac output.
Dengan demikian cardiac output bergantung pada kecepatan dan volume. Penurunan
komplians dan kontraktilitas dari ventrikel juga merupakan faktor predisposisi pada
kegagalan jantung bayi dengan peningkatan volume pengisian. Pada bayi, kegagalan
satu ventrikel dengan cepat diikuti gangguan ventrikel yang lain, dan menyebabkan
kegagalan biventrikuler.4

Penurunan kontraktilitas dari jantung neonatus juga dipikirkan akibat


sekunder dari ketidakmatangan dari myofibril dan penurunan perkembangan dari
retikulum sarkoplasmik. Diasumsikan bahwa siklus kalsium yang terus - menerus di
dalam miokardium neonatus lebih bergantung pada perubahan saat melintasi
membran sel (sarkolema) dan penurunan fungsi dari retikulum sarkoplasmik, dengan
demikian terjadi ketergantungan yang besar pada ionisasi kalsium. Saat bayi tumbuh,
retikulum sarkoplasmik dari miokardium mengembang dan secara progresif
mengambil tugas yang dominan pada regulasi kalsium intraseluler, yang sesuai
dengan jantung orang dewasa. Tugas utama dari sarkolema pada regulasi kalsium
termasuk miosit mungkin menjelaskan sensitifitas yang besar dari neonatus pada
depresi miokardium karena inhalasi anestesi (Aktivitas hambatan lintasan kalsium).
Hal ini juga mungkin menjelaskan efek depresan jantung yang berat akibat obat - obat
penghambat saluran kalsium atau pengaturan cepat dari produk darah yang di sitrasi
seperti plasma segar atau trombosit pada neonatus.

Innervasi autonom pada jantung masih belum komplit pada neonatus dan
terdapat elemen simpatis yang relatif masih kurang. Hal ini lebih lanjut mungkin di
kompensasikan dengan kemampuan kontraktil yang masih kurang pada miokardium
neonatus dalam berespon terhadap stress. Perbedaan miokardium pada neonatus
semuanya sangat jelas pada bayi preterm.

Pada masa neonatus, shunt menghambat ketepatan pengukuran dari cardiac


output, dimana rata - rata dua hingga tiga kali dalam orang dewasa pada milliliter per
kilogram berat badan dan berhubungan dengan jumlah metabolik. Total resistensi
vaskuler sistemik menurun, menggambarkan proporsi yang besar jaringan pembuluh
darah yang kaya pada neonatus (18%— dua kali dari orang dewasa) dan berakibat
pada penurunan tekanan arteri sistemik walaupun cardiac output yang dihasilkan
besar.

4. Sirkulasi Pulmonar

Perubahan pada sirkulasi pulmonar terjadi saat kelahiran berlanjut dengan


progresitivitas yang lambat, penurunan resistensi vaskuler pulmonar pada 3 bulan
pertama kehidupan. Hal ini dihubungkan dengan regresi paralel pada tipisnya lapisan
dinding medial dari arteriol pulmonar. Selama masa neonatus, resistensi vaskuler
pulmonar masih tinggi dan otot pembuluh darah pulmonar bereaksi tinggi. Hipoksia,
asidosis, dan stress (suksion endotrakeal) mungkin akan meningkatkan resistensi
vaskuler pulmonar. Apabila peningkatan resistensi vaskuler pulmonar dihasilkan oleh
beberapa stimulus, tekanan bagian kanan dalam jantung akan berakibat ke bagian kiri
dan shunt kanan ke kiri akan terjadi melalui duktus arteriosus atau foramen ovale.
Kegagalan ventrikel kanan, secara cepat dapat progresif menuju kegagalan
biventrikuler.

Pada beberapa keadaan, regresi normal dari lapisan muscular pembuluh darah
pulmonar dan dihubungkan penurunan pada resistensi vaskuler pulmonar
mungkin tidak terjadi.

Hipoksemia yang terus - menerus, contohnya disebabkan oleh ketinggian


yang terus - menerus atau penyakit jantung sianotik (tetralogi fallot) atau aliran darah
pulmonar yang berlebihan menghasilkan shunt kiri ke kanan (defek septum
ventrikuler, patent duktus arteriosus, dll) mungkin disebabkan oleh persistensi dari
tingginya resistensi vaskuler pulmonar pada masa kanak - kanak. Pada awalnya,
peningkatan resistensi sistemik pulmonar bersifat reversible (dengan vasodilatasi
pulmonar) dan mengkoreksi defek yang terjadi. Kemudian, resistensi sistemik
pulmonar menghasilkan perubahan struktural pada vaskuler pulmonar
ymg.irreversible, menyebabkan penyakit obstruksi vaskuler pulmonar.

Nitrat oxide telah diidentifikasi sebagai salah satu faktor yang dapat
merelaksasikan endothelium yang normalnya diproduksi secara terus - menerus di
paru untuk mengatur tonus vaskuler pulmoner. Hal ini yang dijadikan acuan untuk
menggunakan inhalasi nitrat oxide untuk mengobati resistensi vaskuler pulmonar
yang meningkat.

Anda mungkin juga menyukai